Mark berbalik saat sebuah suara memanggil namanya. Gadis berusia 20 tahunan yang selama ini bekerja pada Zanara untuk menjaga Marion, datang dari ambang pintu."Apakah kau menemukan jejaknya, Melika?" tanya Mark, dengan raut cemas yang tak mampu lagi ia sembunyikan.Gadis itu menggeleng. "Maafkan aku Tuan Anderson, aku tak menemukan apa pun. Sepertinya nyonya Miller ... maksudku nyonya Anderson sudah mengetahui semuanya. Aku sungguh minta maaf, Tuan," sesalnya.Mark hanya mengangguk, antara berusaha menerima dan memahami situasi yang tengah ia hadapi saat ini sekaligus memaklumi kelalaian Melika. Setelah sekian lama dan pada akhirnya berhasil menemukan keberadaan Zanara, kini ia harus kehilangan jejak wanita itu lagi.Hanya benda pipih itu yang tersisa, yang kini berada dalam genggamannya.Ia meremas benda itu kuat-kuat. Kemudian tak mampu lagi membendung amarah yang sejak tadi bergemuruh di dada, Mark menghempaskan benda itu ke lantai."AARGH!!!" jeritnya, sekeras mungkin, berusaha m
Jayme membereskan meja kerjanya yang dipenuhi kertas yang berserakan. Pikirannya berkelana ke sembarang arah, seolah tak punyai rumah untuk bercokol.Biasanya, Zanara dan Marion yang menjadi fokusnya. Pada pukul sekian, ia sudah tahu siapa yang akan ia hubungi dan ajak berbincang. Tentu saja si cantik Marion. Kini, segalanya seolah berpencar.Seseorang muncul dari balik pintu sesaat setelah suara ketukan terdengar beberapa kali. Sudah pasti Clara. Tak ada lagi yang akan dengan tenang masuk ke ruang kerjanya selain gadis itu."Jay ... makan siang bersama?" tannya gadis itu, sembari rebah di atas kursi di seberang meja Jayme. Pria yang semula tampak frustasi dan tak bersemangat bekerja, kini justru menghadap kertas-kertas yang sudah rapi di hadapannya demi menghindari perbincangan dengan gadis itu."Maaf, Cla, aku tak bisa. Aku harus menyelesaikan data pasien dan mencatat di kalendar semua janji temu dalam minggu ini. Kau bisa pergi dengan lainnya." Jayme tak mengangkat wajah sama sekal
Jayme melajukan tunggangannya menuju ke toko kue milik Zanara, berharap bisa menemukan mereka bersembunyi di sana. Meski dalam keadaan nyaris putus asa, Jayme hanya memikirkan satu kemungkinan, Zanara tidak kembali pada Mark, melainkan justru tengah melarikan diri.Di mana mereka bersembunyi, itulah yang kini tengah dicari tahu oleh Jayme. Sekali saja ia menemukan Zanara, ia berjanji tak akan membuat onar dengan sering mendatanginya, karena bisa saja kedatangannya justru akan berbahaya bagi keselamatan dua orang terkasihnya itu—jika benar Zanara tengah menghindar dari mantan suaminya.Jayme memarkir mobil agak jauh dari toko, hanya agar tidak menarik perhatian. Ia kemudian memakai tudung jaket untuk menutupi kepalanya, kemudian berjalan sedikit terjingkat dan diam-diam. Jalanan tempat pejalan kaki tampak cukup lengang, oleh karena itu, bisa saja membuatnya terlihat mencolok.Mata pria itu terus mengawasi bangunan berwarna khas macaron itu. Memerhatikan dengan saksama agar bisa melihat
"Ssst ... jangan bersuara, Papa, nanti paman jahat itu akan tahu kalau kami di sini," ucap Marion, berbisik. Sementara Jayme terduduk lemas, bukan lantaran baru saja mengetahui kabar buruk, melainkan justru sebaliknya.Ia lega, bahkan sangat lega akhirnya bisa menemukan Marion di sana. Namun, di mana Zanara? Di sana jelas hanya ada Marion.Jayme tak ingin menunggu lagi, ia segera membantu Marion keluar dari tempat sempit yang pasti mengimpit dan membuat gadis itu tak nyaman. Pria itu kemudian mendekap erat tubuh mungil itu sebagai bentuk kebahagiaannya karena bisa bertemu lagi.Berkali-kali Jayme mengecup pucuk kepala Marion yang berada dalam dekapannya."Akhirnya papa menemukanmu, sayang. Apakah kau tidak bisa bernapas berada di sana? Apakah kau kepanasan, hm? Apa kau baik-baik saja? Di mana mama?" Jayme tak henti memberondong Marion dengan pertanyaan bertubi, sementara gadis itu hanya mengerjapkan matanya yang bulat."Aku kepanasan dan tak bisa bernapas, tapi aku baik-baik saja, Pap
Zanara pasrah saja saat Jayme menarik kopor miliknya dan Marion sembari menggendong gadis kecil itu. Kemudian mengemudikan tunggangannya menuju ke tempat yang tidak diketahui oleh Zanara.Tak mungkin pria itu akan membawa Zanara ke apartemennya, banyak hal yang menjadi alasannya tidak melakukan itu. Pertama karena keberadaan ibunya yang jelas tak merestui dirinya mendekati Zanara, kedua karena sang ibu merupakan wanita yang kolot. Akan jadi masalah baru jika dirinya nekat meminta Zanara tinggal di apartemennya.Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh dari lokasi toko, Jayme menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah yang bisa dikatakan cukup mewah dengan halaman yang cukup luas.Tak menunggu Zanara bicara, Jayme sudah menggendong Marion dan memandu jalan agar Zanara mengikuti langkahnya memasuki bangunan tersebut. Tentu saja, Zanara tak sempat bertanya apa pun, karena Jayme tak memberinya kesempatan untuk melakukan itu."Masuklah, Zee. Aku akan menurunkan barang-barangmu," ucap J
Jayme mengangkat wajah, pada akhirnya. Tatapannya tertumbuk pada manik kelabu milik wanita di hadapannya. Tak ada yang ia ketahui mengenai wanita itu, kecuali jika ia adalah Bernadette Alsen yang pernah Jayme dengar kisahnya dari beberapa orang terdekat Zanara.Tentu saja, wanita yang berhasil membuat seorang Mark Anderson pada akhirnya mengkhianati cintanya pada wanita baik hati seperti Zanara."Hmm ... apakah kita pernah bertemu? Namamu seperti tidak asing," ujar Jayme. "Silakan nyamankan dirimu, Nona Alsen."Wanita itu mengulas senyum paling bersahabat yang pernah dilihat oleh Jayme. Namun, bukankah hampir semua pasiennya selalu ramah, tetapi tak pernah menyadari bahwa dalam batin mereka tengah terluka."Panggil Bernadette saja, Dok. Aku tidak suka terlalu formal.""Baiklah, Bernadette, apa yang bisa kubantu? Apakah ada yang kau keluhkan?" tanya Jayme, seperti apa yang ia katakan pada pasiennya di awal pertemuan. Wanita itu tampak ragu."Aku memiliki masalah yang ... sedikit aneh d
Jayme sangat bersyukur atas makanan yang sukses meluncur dan bersemayam dalam lambungnya. Makanan lezat yang tentu saja dibuatkan olah Zanara dengan sepenuh hati.Setidaknya begitulah bagi Jayme, karena wanita itu rela berkutat di dapur setelah Jayme mengatakan bahwa dirinya belum terisi makanan apa pun sejak pagi. Namun, tentu saja hanya itu yang dilakukan Zanara, karena kini Jayme sudah duduk di sofa ruang tamu seorang diri.Bukankah memang ya ia inginkan hanya seporsi makan malam? Mungkin akan lebih baik jika ia pulang ke apartemennya dan membiarkan Zanara beristirahat.Pria itu kemudian beranjak, setelah menuliskan ucapan terima kasih pada sebuah catatan dan melekatkannya di balik pintu.Untuk besok, mungkin ada baiknya ia benar-benar mengambil cuti dan pergi berlibur seorang diri, menyalurkan hasratnya pada dunia fotografi, atau sekedar berwisata seorang diri.Namun, pikirannya kemudian tertuju pada Marion. Bukankah gadis itu selalu menantikan hari libur Jayme hanya agar bisa mak
Zanara bergegas pergi setelah mendapat persetujuan dari Jayme. Sesungguhnya ia tak perlu izin dari pria itu. Bukankah ia wanita lajang yang bebas pergi ke mana pun? Hanya saja, Zanara sangat membutuhkan bantuan Jayme untuk menjaga putrinya, karena itu dengan terpaksa mengikuti apa yang diminta oleh Jayme.Tak apa, untuk kali ini saja ia akan mengalah pada pria itu, asalkan tidak berulang kali. Karena jika itu sampai terjadi, pertanda bahwa dunia akan kiamat.Bagaimana tidak? Zanara jelas wanita yang keras kepala. Bahkan sejak dirinya merasakan pahitnya kehidupan percintaannya, akan sulit baginya untuk membuka hati dan kembali menerima cinta yang baru.Tentu saja, berlaku pula untuk cinta yang lama. Mungkin bahkan akan lebih sulit, jika itu berhubungan dengan Mark.Zanara tiba di apartemennya, dengan mengendap-endap seperti seorang pencuri. Terpaksa ia lakukan seperti ini karena bisa saja pria dengan pemikiran gila seperti Mark akan rela menunggu dan berdiam di sana hingga Zanara kemba
Satu tahun kemudian.“Jayme, apakah balon yang kemarin sudah dipasang semuanya?” tanya Zanara sembari membawa beberapa kotak besar berwarna biru. Ia tampak mondar-mandir mengatur semua yang akan mereka gunakan untuk pesta hari ini.Marion tampak bersemangat membantu sang ibu dengan memasang beberapa ornamen di sekitar meja yang di atasnya telah tertata makanan kecil dan kue tart.Sesekali ia mengedar pandangan di seluruh penjuru ruangan. Sudah cantik dengan banyak hiasan, balon, serta pernah-pernik berwarna biru dan putih. Bahkan kue yang tertata di meja pun berwarna biru. Ia sudah mengintipnya tadi dan sekarang kue itu tertutup hiasan dengan warna putih.Hari ini bukanlah hari ulang tahun Marion, atau pun Jayme dan Zanara. Bukan pula perayaan pernikahan keduanya, melainkan pesta baby shower yang terlambat mereka laksanakan dengan terpaksa—karena sempat terjadi perdebatan antara Jayme dan Zanara mengenai apakah mereka akan mengadakan pesta itu atau tidak.Di saat Jayme menginginkannya
Hari-harinya bahkan terasa kosong tanpa kehadiran Marion. Ia dan Jayme seharian hanya menghabiskan waktu di hotel, sekadar piknik di balkon atau bercinta yang akhir-akhir ini menjadi hal yang Zanara hindari.Tragedi pengaman yang terlupakan menimbulkan kecemasan di hati Zanara, bagaimana kalau itu lantas menimbulkan bibit di dalam rahimnya? Apakah ia sudah siap dengan itu?Kini Shienna dan lainnya sudah pergi dan meninggalkan Jayme dan Zanara berdua kembali. Keduanya tengah berbaring di lantai balkon dengan memandangi langit yang cerah. Semuanya sudah selesai dan ia, juga Jayme tak perlu lagi berurusan dengan masalah yang mungkin akan membuat kehidupan keduanya begitu rumit.Urusan yang harus diselesaikan oleh Zanara saat ini adalah perbincangan mengenai bayi yang kembali diulang-ulang oleh Jayme.“Berarti ini kesempatan untuk kita membuat bayi?” godanya di sela percakapan mereka sembari melakukan piknik di balkon seperti yang biasa dilakukan oleh keduanya selama tak ada Marion.“Tida
Zanara menghubungi Shienna, memintanya agar menjaga Marion sehari lagi, karena dirinya dan Jayme masih ada keperluan yang harus mereka selesaikan. Meski rindu, setidaknya ia yakin akan bertemu dengan Marion.Sementara dengan Kenneth, tak ada hari esok. Detik ini juga pria itu harus menjelaskan segalanya.Kenneth memaksa untuk pulang, saat Zanara dan Jayme tiba di rumah sakit. Dengan lengan yang patah dan beberapa luka di tubuhnya, Kenneth tak bisa pergi ke mana pun.Jayme menyeret pria itu kembali ke kamarnya, diikuti Zanara, lalu mengunci pintu ruangan tempat dirinya dirawat.“A-apa yang kalian mau? Jayme ... mengapa kau tampak aneh, kawan?”“Jangan berpura-pura lagi, Ken. Atau ... aku harus memanggilmu Brandon?”Kenneth terhenyak kala mendengar todongan Jayme terhadapnya. Ia kemudian menoleh ke arah Zanara, lalu Jayme, secara bergantian.“Apa yang kau katakan?”“Sudahlah, penipu, kau tidak bisa lari lagi. Sekarang katakan, apa tujuanmu menyamar sebagai Kenneth si detektif swasta ini
Zanara menyeret langkah keluar dari bangunan itu. Ia menguap beberapa kali, rasa kantuk sepertinya mulai menyerang. Ia masuk ke dalam pelukan Jayme dan menyandarkan kepala di dada pria yang memilih untuk menunggunya di luar.“Bagaimana?” tanya Jayme, seolah ingin tahu akan hasil yang didapat sang istri mengenai Kenneth, yang ia yakini memang adalah Kenneth yang asli.“Aku harus datang menemui Kenneth. Namun, sepertinya tidak malam ini. Kita kembali ke hotel saja, Jayme ... aku mengantuk.”Jayme mengangguk, kemudian menuntun Zanara masuk ke dalam taksi dan membiarkan wanita itu tidur sepanjang perjalanan.Tiba di hotel, giliran Jayme yang tak bisa terlelap. Ia memikirkan kecurigaan Zanara mengenai Kenneth, tetapi dirinya tak percaya. Kini, rasa ingin tahu yang sebelumnya hanya dirasakan Zanara pada akhirnya juga menggelitik perasaan Jayme.Ia mengambil ponsel Zanara yang sejak tadi berdering. Nama Mark tertera di layarnya. Apa yang dilakukan pria itu menghubungi istrinya selarut ini? A
“Gabriel? Apa yang kau lakukan di sini? Apa yang kau cari? Dan bagaimana—“ Zanara tak mampu melanjutkan kalimatnya. Ia teringat perkataan Kenneth mengenai seseorang yang mengikuti mereka.Lalu ingatan Zanara tertuju pada kertas yang berisi pelaku sabotase mobilnya, bahkan penculikan Marion pun melibatkan Gabriel di dalamnya.Ia selama ini tak percaya itu, tetapi tak ingin memulai pertengkaran dengan mengatakan bahwa Kenneth mungkin saja berdusta entah dengan tujuan apa.Kini, setelah melihat sendiri buktinya, masihkah Zanata meragukan hasil analisa dan investigasi Kenneth?Mungkin tidak, tetapi Zanara masih yakin bahwa Kenneth adalah Brandon yang menyamar. Namun, apa motif Brandon menyamar dan terus mengikuti Zanara? Dan mungkinkah dirinya akan mengakui setelah semua masalah ini menemui titik terang?Zanara mendekat pada Gabriel yang hanya menunduk, menghindari tatapan tak percaya dari wanita yang sungguh ia cintai itu. Ia tak bisa ... tak bisa jika Zanara lantas membencinya. Namun, e
Zanara berteriak, tetapi yang keluar hanya suara tak beraturan. Ia berusaha menghalangi apa pun yang akan dilakukan oleh pria misterius itu. Entah bagaimana keamanan hotel itu hingga pria asing ini bisa masuk dan melakukan ... entah apa, di kamarnya.Berbagai kemungkinan terus mengganggu pikiran Zanara.Jayme masih terlelap, bagaimana jika penyusup itu lantas ... ah! Sungguh Zanara ingin melakukan sesuatu, tetapi tangan dan kakinya sudah terikat dan tali yang mengikatnya terhubung pada trail yang ada di kamar mandi.Zanara berusaha melepaskan ikatan itu, tetapi tak bisa. Ia masih berusaha memanggil nama Jayme, dan suaranya hanya terasa seolah tenggelam dan tak terdengar.Sementara itu, si penyusup melanjutkan apa yang ia lakukan sebelumnya, mencari sesuatu entah apa. Bahkan Zanara yang sejak tadi berusaha untuk mengira-ngira pun tak menemukan jawaban hingga penyusup itu terlanjur mengikatnya seperti sekarang.“Sial!” umpatnya dengan suara yang nyaris tak terdengar, hanya tersangkut di
Jayme baru saja keluar dari kamar mandi setelah menyelesaikan ‘tritmen’ spesial bersama Zanara. Tak lama berselang, terdengar suara ketukan di pintu, yang tentu saja tak perlu lama menunggu, Jayme sudah menyambut siapa pun tamu yang datang mengunjungi mereka.Tak mungkin sebotol sampanye, karena ia tak memesan apa pun. Namun, yang ia pikirkan mustahil, justru terjadi. Seorang pegawai hotel datang dengan troli berisi makanan dan sebotol wine.“Maaf, apakah benar ini kamar Tuan Demir?” tanya pegawai hotel tersebut dengan bahasa Inggris yang fasih.“Ya, benar.”“Ini ada pesanan sajian makan malam dan sebotol wine untuk Tuan dan Nyonya Demir.”Jayme terdiam sejenak, bertanya pada pegawai tersebut, siapa yang memesan makan malam spesial untuk mereka. Namun, pria itu mengatakan bahwa tak disebutkan siapa pengirimnya.Jayme hendak menolak, tetapi bersamaan dengan Zanara yang keluar dari kamar mandi dan mengetahui sang suami yang tengah berbincang dengan seseorang di luar.Zanara menghampiri
“Ada satu hal yang kubingungkan darimu, Zee. Mengapa kau begitu ingin tahu mengenai pria, yang dari namanya saja sudah jelas kalau ia adalah orang lain? Tidakkah itu akan membuang waktumu?” tanya pria yang tengah bicara dengannya di seberang. “Nikmati saja bulan madumu dengan Jayme, Zee.”Zanara menghela napas, menoleh sebentar ke arah kamar Kenneth, sejenak, kemudian kembali memutar tubuhnya kembali ke posisi semula.“Bagaimana lagi? Kau tahu, kan bagaimana jahatnya ia? Kau sudah pernah merasakan juga, dia adalah psikopat,” ucap Zanara, setengah berbisik. “Dan kita tak pernah tahu apa tujuan pria itu mendekati Jayme dan aku.”Pria di seberang mengangguk, kemudian kembali memusatkan perhatiannya pada Zanara yang tengah didera kegundahan.Wajar saja, karena dulu Brandon-lah yang menyekapnya dan menghajar Mark hingga babak belur hanya demi sebuah obsesi. Jika memang semua yang ia lakukan adalah demi memiliki Zanara, mengapa ia memutuskan pertunangan begitu saja, dulu?“Sudahlah, Mark ...
Jayme dan Zanara tengah menikmati semilir angin di pantai Lido, keduanya berjemur sebagaimana layaknya turis asing lain yang melakukan hal sama.Suasana di tempat mereka berada tidak terlalu ramai, karena musim gugur baru saja tiba. Langit tidak terlalu cerah, bahkan justru tampak mendung. Namun, baik Jayme maupun Zanara tak terganggu akan cuaca apa pun. Mereka duduk dan berbincang seolah tak akan pernah habis pembahasan mereka mengenai banyak hal.Wajar saja, meski mereka telah bersama selama lebih dari tiga tahun, tetapi itu hanya kebersamaan tanpa status yang tak mungkin bagi Jayme untuk mengorek banyak hal tentang wanita itu, pun sebaliknya.Zanara bahkan tidak tertarik akan kehidupan Jayme sebelumnya. Mengenai kehidupan pribadinya, keluarganya, terlebih kehidupan asmara pria itu.Untuk bagian itu, Jayme memilih untuk tidak membahasnya dengan Zanara. Tak ada yang menarik bagi pria itu mengenai kehidupan cintanya selain dengan wanita yang kini telah menjadi istrinya itu.Sementara