Zanara pasrah saja saat Jayme menarik kopor miliknya dan Marion sembari menggendong gadis kecil itu. Kemudian mengemudikan tunggangannya menuju ke tempat yang tidak diketahui oleh Zanara.Tak mungkin pria itu akan membawa Zanara ke apartemennya, banyak hal yang menjadi alasannya tidak melakukan itu. Pertama karena keberadaan ibunya yang jelas tak merestui dirinya mendekati Zanara, kedua karena sang ibu merupakan wanita yang kolot. Akan jadi masalah baru jika dirinya nekat meminta Zanara tinggal di apartemennya.Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh dari lokasi toko, Jayme menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah yang bisa dikatakan cukup mewah dengan halaman yang cukup luas.Tak menunggu Zanara bicara, Jayme sudah menggendong Marion dan memandu jalan agar Zanara mengikuti langkahnya memasuki bangunan tersebut. Tentu saja, Zanara tak sempat bertanya apa pun, karena Jayme tak memberinya kesempatan untuk melakukan itu."Masuklah, Zee. Aku akan menurunkan barang-barangmu," ucap J
Jayme mengangkat wajah, pada akhirnya. Tatapannya tertumbuk pada manik kelabu milik wanita di hadapannya. Tak ada yang ia ketahui mengenai wanita itu, kecuali jika ia adalah Bernadette Alsen yang pernah Jayme dengar kisahnya dari beberapa orang terdekat Zanara.Tentu saja, wanita yang berhasil membuat seorang Mark Anderson pada akhirnya mengkhianati cintanya pada wanita baik hati seperti Zanara."Hmm ... apakah kita pernah bertemu? Namamu seperti tidak asing," ujar Jayme. "Silakan nyamankan dirimu, Nona Alsen."Wanita itu mengulas senyum paling bersahabat yang pernah dilihat oleh Jayme. Namun, bukankah hampir semua pasiennya selalu ramah, tetapi tak pernah menyadari bahwa dalam batin mereka tengah terluka."Panggil Bernadette saja, Dok. Aku tidak suka terlalu formal.""Baiklah, Bernadette, apa yang bisa kubantu? Apakah ada yang kau keluhkan?" tanya Jayme, seperti apa yang ia katakan pada pasiennya di awal pertemuan. Wanita itu tampak ragu."Aku memiliki masalah yang ... sedikit aneh d
Jayme sangat bersyukur atas makanan yang sukses meluncur dan bersemayam dalam lambungnya. Makanan lezat yang tentu saja dibuatkan olah Zanara dengan sepenuh hati.Setidaknya begitulah bagi Jayme, karena wanita itu rela berkutat di dapur setelah Jayme mengatakan bahwa dirinya belum terisi makanan apa pun sejak pagi. Namun, tentu saja hanya itu yang dilakukan Zanara, karena kini Jayme sudah duduk di sofa ruang tamu seorang diri.Bukankah memang ya ia inginkan hanya seporsi makan malam? Mungkin akan lebih baik jika ia pulang ke apartemennya dan membiarkan Zanara beristirahat.Pria itu kemudian beranjak, setelah menuliskan ucapan terima kasih pada sebuah catatan dan melekatkannya di balik pintu.Untuk besok, mungkin ada baiknya ia benar-benar mengambil cuti dan pergi berlibur seorang diri, menyalurkan hasratnya pada dunia fotografi, atau sekedar berwisata seorang diri.Namun, pikirannya kemudian tertuju pada Marion. Bukankah gadis itu selalu menantikan hari libur Jayme hanya agar bisa mak
Zanara bergegas pergi setelah mendapat persetujuan dari Jayme. Sesungguhnya ia tak perlu izin dari pria itu. Bukankah ia wanita lajang yang bebas pergi ke mana pun? Hanya saja, Zanara sangat membutuhkan bantuan Jayme untuk menjaga putrinya, karena itu dengan terpaksa mengikuti apa yang diminta oleh Jayme.Tak apa, untuk kali ini saja ia akan mengalah pada pria itu, asalkan tidak berulang kali. Karena jika itu sampai terjadi, pertanda bahwa dunia akan kiamat.Bagaimana tidak? Zanara jelas wanita yang keras kepala. Bahkan sejak dirinya merasakan pahitnya kehidupan percintaannya, akan sulit baginya untuk membuka hati dan kembali menerima cinta yang baru.Tentu saja, berlaku pula untuk cinta yang lama. Mungkin bahkan akan lebih sulit, jika itu berhubungan dengan Mark.Zanara tiba di apartemennya, dengan mengendap-endap seperti seorang pencuri. Terpaksa ia lakukan seperti ini karena bisa saja pria dengan pemikiran gila seperti Mark akan rela menunggu dan berdiam di sana hingga Zanara kemba
Sungguh ancaman apa pun tak akan mempan untuk Zanara, asalkan itu tidak menyangkut Marion. Namun, untuk memutuskan apakah ia akan setuju atau tidak, tak mungkin akan semudah itu. Ia bahkan tak akan pernah mau sekedar membayangkan menjalani hidup kembali bersama Mark. Meski sesungguhnya pria itu mencintainya.Dulu. Zanara pasti akan percaya jika Mark datang padanya dulu, saat ia tak mengenal bagaimana seorang Mark Anderson yang misterius dan penuh rahasia.Kini jelas, ia tak mau mempertaruhkan hidupnya. Terlebih Marion, jantung hati dan penyemangat hidupnya."Bagaimana? Kau masih punya waktu untuk memikirkannya, Zee. Namun, jangan pernah berani untuk melarikan diri lagi. Karena seperti yang sejak dulu dan akan selalu kukatakan, meski ke ujung dunia sekali pun, aku akan menemukanmu."Kalimat itu bukan ancaman bagi Zanara, karena dulu kalimat itu adalah hal termanis yang pernah ia dengar. Kali ini, justru terdengar layaknya sebuah genderang perang. Apa yang harus ia lakukan? Bagaimana ia
Zanara nyaris menjerit saat merasakan sesuatu yang mencekal lengannya. Namun, dengan segera pria itu membekap mulutnya, berhasil mencegah mereka menjadi pusat perhatian."Sst ... Zee, jangan berteriak, ini aku," ucap Jayme, setengah berbisik. Ia tak ingin menjadi tontonan orang yang berlalu-lalang di sekitar mereka, hingga dengan cepat dan tanpa menunggu pertanyaan yang pasti akan meluncur dai bibir wanita itu, Jayme sudah menggenggam tangan Zanara dan menariknya untuk menuju ke mobil yang ia parkir tak jauh dari sana."A-apa yang kau lakukan di sini? Bagaimana kau bisa tahu aku—""Sudah, itu kita bahas nanti di rumah, atau di perjalanan. Sekarang kita harus bergegas pergi sebelum pria itu menemukanmu."Jayme melajukan mobilnya dengan hati-hati, tak ingin membuat Marion sudah terlelap di bangku belakang merasa tak nyaman. Ia menoleh ke arah Zanara yang tampak pucat dan kelelahan. "Periksa ponselmu dan matikan sistem lokasimu sekarang juga!" perintahnya, yang dengan segera dipatuhi ol
Jayme tak bisa terpejam meski sudah mencoba berbagai cara. Pikirannya masih berkelana dan mencari solusi untuk Zanara. Apakah hal itu ia lakukan murni demi Zanara dan Marion tanpa tujuan untuk kepentingannya sendiri?Jika ditanya demikian, maka jawabannya antara ya dan tidak.Benar jika ia melakukan itu demi Zanara dan Marion, tetapi di samping itu juga tentu saja untuk kepentingannya, agar Zanara tak pernah pergi lagi.Jayme tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi dengan dirinya jika sampai tak bisa bertemu lagi dengan Zanara dan Marion. Mereka sudah layaknya separuh jiwa dalam hidup Jayme.Waktu yang ia miliki lebih banyak dihabiskan bersama Marion ketimbang dengan kehidupannya yang lama.Ia sungguh tak dapat terpejam, meski makin lama matanya semakin meredup, tetapi sebuah panggilan kembali membuatnya terjaga.Nama ibunya tertera di layar, tentu tak mungkin ia abaikan."Jayme, kau di mana, Nak? Apakah kau masih di rumah sakit?" tanya wanita di seberang dengan nada cemas. Jayme
Jayme nyaris melupakan janji dengan seorang pasien yang telah ia atur minggu lalu. Menginap semalam saja di bawah satu atap dengan Zanara membuat Jayme melupakan banyak hal. Ia bahkan belum terpejam sejak semalam, tetapi justru memilih untuk menghabiskan waktu menemani Marion.Beruntungnya salah seorang perawat menghubungi dan mengingatkan mengenai janjinya itu. Bergegas ia melajukan mobil menuju ke rumah sakit. Namun, ia tak menyangka bahwa hal yang pertama ia temui saat melangkah masuk ke dalam ruangan bukanlah pasien yang menunggu, melainkan Clara."Cla? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Jayme sembari memakai jas kerjanya dan bersiap untuk menyambut pasiennya. "Apakah ada yang penting? Jika tidak, bisakah kau keluar? Akan ada pasien yang datang sebentar lagi.""Aku ingin bicara denganmu, bisa?"Jayme menatap Clara sejenak, kemudian mempersilakan gadis itu untuk duduk, begitu juga dengan dirinya. "Hanya lima menit, setelah itu berjanjilah kau akan membiarkanku bekerja dengan tena
Satu tahun kemudian.“Jayme, apakah balon yang kemarin sudah dipasang semuanya?” tanya Zanara sembari membawa beberapa kotak besar berwarna biru. Ia tampak mondar-mandir mengatur semua yang akan mereka gunakan untuk pesta hari ini.Marion tampak bersemangat membantu sang ibu dengan memasang beberapa ornamen di sekitar meja yang di atasnya telah tertata makanan kecil dan kue tart.Sesekali ia mengedar pandangan di seluruh penjuru ruangan. Sudah cantik dengan banyak hiasan, balon, serta pernah-pernik berwarna biru dan putih. Bahkan kue yang tertata di meja pun berwarna biru. Ia sudah mengintipnya tadi dan sekarang kue itu tertutup hiasan dengan warna putih.Hari ini bukanlah hari ulang tahun Marion, atau pun Jayme dan Zanara. Bukan pula perayaan pernikahan keduanya, melainkan pesta baby shower yang terlambat mereka laksanakan dengan terpaksa—karena sempat terjadi perdebatan antara Jayme dan Zanara mengenai apakah mereka akan mengadakan pesta itu atau tidak.Di saat Jayme menginginkannya
Hari-harinya bahkan terasa kosong tanpa kehadiran Marion. Ia dan Jayme seharian hanya menghabiskan waktu di hotel, sekadar piknik di balkon atau bercinta yang akhir-akhir ini menjadi hal yang Zanara hindari.Tragedi pengaman yang terlupakan menimbulkan kecemasan di hati Zanara, bagaimana kalau itu lantas menimbulkan bibit di dalam rahimnya? Apakah ia sudah siap dengan itu?Kini Shienna dan lainnya sudah pergi dan meninggalkan Jayme dan Zanara berdua kembali. Keduanya tengah berbaring di lantai balkon dengan memandangi langit yang cerah. Semuanya sudah selesai dan ia, juga Jayme tak perlu lagi berurusan dengan masalah yang mungkin akan membuat kehidupan keduanya begitu rumit.Urusan yang harus diselesaikan oleh Zanara saat ini adalah perbincangan mengenai bayi yang kembali diulang-ulang oleh Jayme.“Berarti ini kesempatan untuk kita membuat bayi?” godanya di sela percakapan mereka sembari melakukan piknik di balkon seperti yang biasa dilakukan oleh keduanya selama tak ada Marion.“Tida
Zanara menghubungi Shienna, memintanya agar menjaga Marion sehari lagi, karena dirinya dan Jayme masih ada keperluan yang harus mereka selesaikan. Meski rindu, setidaknya ia yakin akan bertemu dengan Marion.Sementara dengan Kenneth, tak ada hari esok. Detik ini juga pria itu harus menjelaskan segalanya.Kenneth memaksa untuk pulang, saat Zanara dan Jayme tiba di rumah sakit. Dengan lengan yang patah dan beberapa luka di tubuhnya, Kenneth tak bisa pergi ke mana pun.Jayme menyeret pria itu kembali ke kamarnya, diikuti Zanara, lalu mengunci pintu ruangan tempat dirinya dirawat.“A-apa yang kalian mau? Jayme ... mengapa kau tampak aneh, kawan?”“Jangan berpura-pura lagi, Ken. Atau ... aku harus memanggilmu Brandon?”Kenneth terhenyak kala mendengar todongan Jayme terhadapnya. Ia kemudian menoleh ke arah Zanara, lalu Jayme, secara bergantian.“Apa yang kau katakan?”“Sudahlah, penipu, kau tidak bisa lari lagi. Sekarang katakan, apa tujuanmu menyamar sebagai Kenneth si detektif swasta ini
Zanara menyeret langkah keluar dari bangunan itu. Ia menguap beberapa kali, rasa kantuk sepertinya mulai menyerang. Ia masuk ke dalam pelukan Jayme dan menyandarkan kepala di dada pria yang memilih untuk menunggunya di luar.“Bagaimana?” tanya Jayme, seolah ingin tahu akan hasil yang didapat sang istri mengenai Kenneth, yang ia yakini memang adalah Kenneth yang asli.“Aku harus datang menemui Kenneth. Namun, sepertinya tidak malam ini. Kita kembali ke hotel saja, Jayme ... aku mengantuk.”Jayme mengangguk, kemudian menuntun Zanara masuk ke dalam taksi dan membiarkan wanita itu tidur sepanjang perjalanan.Tiba di hotel, giliran Jayme yang tak bisa terlelap. Ia memikirkan kecurigaan Zanara mengenai Kenneth, tetapi dirinya tak percaya. Kini, rasa ingin tahu yang sebelumnya hanya dirasakan Zanara pada akhirnya juga menggelitik perasaan Jayme.Ia mengambil ponsel Zanara yang sejak tadi berdering. Nama Mark tertera di layarnya. Apa yang dilakukan pria itu menghubungi istrinya selarut ini? A
“Gabriel? Apa yang kau lakukan di sini? Apa yang kau cari? Dan bagaimana—“ Zanara tak mampu melanjutkan kalimatnya. Ia teringat perkataan Kenneth mengenai seseorang yang mengikuti mereka.Lalu ingatan Zanara tertuju pada kertas yang berisi pelaku sabotase mobilnya, bahkan penculikan Marion pun melibatkan Gabriel di dalamnya.Ia selama ini tak percaya itu, tetapi tak ingin memulai pertengkaran dengan mengatakan bahwa Kenneth mungkin saja berdusta entah dengan tujuan apa.Kini, setelah melihat sendiri buktinya, masihkah Zanata meragukan hasil analisa dan investigasi Kenneth?Mungkin tidak, tetapi Zanara masih yakin bahwa Kenneth adalah Brandon yang menyamar. Namun, apa motif Brandon menyamar dan terus mengikuti Zanara? Dan mungkinkah dirinya akan mengakui setelah semua masalah ini menemui titik terang?Zanara mendekat pada Gabriel yang hanya menunduk, menghindari tatapan tak percaya dari wanita yang sungguh ia cintai itu. Ia tak bisa ... tak bisa jika Zanara lantas membencinya. Namun, e
Zanara berteriak, tetapi yang keluar hanya suara tak beraturan. Ia berusaha menghalangi apa pun yang akan dilakukan oleh pria misterius itu. Entah bagaimana keamanan hotel itu hingga pria asing ini bisa masuk dan melakukan ... entah apa, di kamarnya.Berbagai kemungkinan terus mengganggu pikiran Zanara.Jayme masih terlelap, bagaimana jika penyusup itu lantas ... ah! Sungguh Zanara ingin melakukan sesuatu, tetapi tangan dan kakinya sudah terikat dan tali yang mengikatnya terhubung pada trail yang ada di kamar mandi.Zanara berusaha melepaskan ikatan itu, tetapi tak bisa. Ia masih berusaha memanggil nama Jayme, dan suaranya hanya terasa seolah tenggelam dan tak terdengar.Sementara itu, si penyusup melanjutkan apa yang ia lakukan sebelumnya, mencari sesuatu entah apa. Bahkan Zanara yang sejak tadi berusaha untuk mengira-ngira pun tak menemukan jawaban hingga penyusup itu terlanjur mengikatnya seperti sekarang.“Sial!” umpatnya dengan suara yang nyaris tak terdengar, hanya tersangkut di
Jayme baru saja keluar dari kamar mandi setelah menyelesaikan ‘tritmen’ spesial bersama Zanara. Tak lama berselang, terdengar suara ketukan di pintu, yang tentu saja tak perlu lama menunggu, Jayme sudah menyambut siapa pun tamu yang datang mengunjungi mereka.Tak mungkin sebotol sampanye, karena ia tak memesan apa pun. Namun, yang ia pikirkan mustahil, justru terjadi. Seorang pegawai hotel datang dengan troli berisi makanan dan sebotol wine.“Maaf, apakah benar ini kamar Tuan Demir?” tanya pegawai hotel tersebut dengan bahasa Inggris yang fasih.“Ya, benar.”“Ini ada pesanan sajian makan malam dan sebotol wine untuk Tuan dan Nyonya Demir.”Jayme terdiam sejenak, bertanya pada pegawai tersebut, siapa yang memesan makan malam spesial untuk mereka. Namun, pria itu mengatakan bahwa tak disebutkan siapa pengirimnya.Jayme hendak menolak, tetapi bersamaan dengan Zanara yang keluar dari kamar mandi dan mengetahui sang suami yang tengah berbincang dengan seseorang di luar.Zanara menghampiri
“Ada satu hal yang kubingungkan darimu, Zee. Mengapa kau begitu ingin tahu mengenai pria, yang dari namanya saja sudah jelas kalau ia adalah orang lain? Tidakkah itu akan membuang waktumu?” tanya pria yang tengah bicara dengannya di seberang. “Nikmati saja bulan madumu dengan Jayme, Zee.”Zanara menghela napas, menoleh sebentar ke arah kamar Kenneth, sejenak, kemudian kembali memutar tubuhnya kembali ke posisi semula.“Bagaimana lagi? Kau tahu, kan bagaimana jahatnya ia? Kau sudah pernah merasakan juga, dia adalah psikopat,” ucap Zanara, setengah berbisik. “Dan kita tak pernah tahu apa tujuan pria itu mendekati Jayme dan aku.”Pria di seberang mengangguk, kemudian kembali memusatkan perhatiannya pada Zanara yang tengah didera kegundahan.Wajar saja, karena dulu Brandon-lah yang menyekapnya dan menghajar Mark hingga babak belur hanya demi sebuah obsesi. Jika memang semua yang ia lakukan adalah demi memiliki Zanara, mengapa ia memutuskan pertunangan begitu saja, dulu?“Sudahlah, Mark ...
Jayme dan Zanara tengah menikmati semilir angin di pantai Lido, keduanya berjemur sebagaimana layaknya turis asing lain yang melakukan hal sama.Suasana di tempat mereka berada tidak terlalu ramai, karena musim gugur baru saja tiba. Langit tidak terlalu cerah, bahkan justru tampak mendung. Namun, baik Jayme maupun Zanara tak terganggu akan cuaca apa pun. Mereka duduk dan berbincang seolah tak akan pernah habis pembahasan mereka mengenai banyak hal.Wajar saja, meski mereka telah bersama selama lebih dari tiga tahun, tetapi itu hanya kebersamaan tanpa status yang tak mungkin bagi Jayme untuk mengorek banyak hal tentang wanita itu, pun sebaliknya.Zanara bahkan tidak tertarik akan kehidupan Jayme sebelumnya. Mengenai kehidupan pribadinya, keluarganya, terlebih kehidupan asmara pria itu.Untuk bagian itu, Jayme memilih untuk tidak membahasnya dengan Zanara. Tak ada yang menarik bagi pria itu mengenai kehidupan cintanya selain dengan wanita yang kini telah menjadi istrinya itu.Sementara