Farida tersipu malu begitu mendengar ucapan Tirta. Jantungnya berdegup kencang. Farida menggigit bibirnya dan bertanya, "Tirta, apa postur tubuhku memang begitu bagus?"Tirta menjawab, "Kak Farida, kamu ... jangan salah paham. Yang aku maksud itu kasurnya. Besar dan nyaman. Aku bukan bilang kamu, aku papah kamu."Tirta baru menyadari dirinya salah bicara. Dia segera memapah Farida. Tiba-tiba, pijatan kasur bergerak makin cepat. Farida yang duduk di tubuh Tirta terus berguncang.Farida berujar, "Aduh ... Tirta, jangan bergerak ...."Farida memelotot. Pandangannya mulai tidak fokus. Dia tanpa sadar menjepit kedua kakinya. Farida menyadari ada yang tidak beres dengan Tirta.Selain itu, sekarang pose mereka berdua sangat aneh. Jika dilihat para pekerja, mereka pasti salah paham.Tirta mulai kehilangan kendali. Dia membantah, "Bukan begitu ... Kak Farida. Kasurnya yang bergerak, bukan aku!"Tirta yang awalnya hendak memegang tangan Farida malah tidak sengaja menyentuh bokongnya. Farida meng
Kebetulan Agatha baru selesai mandi. Dia yang memakai jubah mandi bertanya, "Tirta, kamu dikejar anjing gila, ya? Kenapa kamu lari begitu cepat?"Tirta tidak menjawab pertanyaan Agatha. Dia malah bertanya balik dengan ekspresi panik, "Kak Agatha, mana celanamu?""Celanaku ... ada di tempat tidur. Untuk apa kamu minta celanaku?" balas Agatha dengan ekspresi bingung.Tirta tidak sempat menjelaskan lagi. Dia hanya berucap, "Ada keperluan mendesak. Kak Agatha, nanti kamu jangan keluar lagi. Aku ambil celanamu dulu, besok aku kembalikan."Tirta segera mengambil celana Agatha, lalu keluar. Agatha marah-marah, "Tirta sialan! Kalau kamu ambil celanaku, aku pakai apa? Jangan pergi! Kembalikan celanaku!"Ayu yang sedang berada di dapur mendengar suara di luar. Dia berjalan keluar dan bertanya sembari mengernyit, "Agatha, apa tadi itu suara Tirta? Dia buat kamu marah, ya?"Agatha mengeluh dengan mata berkaca-kaca, "Bibi Ayu, Tirta ambil celanaku! Dia keterlaluan sekali! Cepat bantu aku kejar dia
"Kak Farida, kamu tenang saja. Biarpun kamu nggak berpesan padaku, aku juga nggak akan memberi tahu masalah ini kepada orang lain. Tapi, apa aku benar-benar nggak perlu bertanggung jawab?" ujar Tirta dengan ekspresi khawatir.Farida menyahut dengan wajah memerah, "Dasar bodoh! Sudah kubilang, kamu nggak perlu tanggung jawab lagi."Tirta yang bingung bertanya, "Kak Farida, kenapa kamu nggak mau aku bertanggung jawab?"Seharusnya, Farida bukan wanita liar. Mana mungkin dia tidak peduli dengan kesuciannya?Farida ragu-ragu sejenak sebelum mendesah dan menjawab, "Karena .... Nggak apa-apa. Pokoknya aku nggak mau kamu bertanggung jawab. Jangan tanya lagi, cepat buang celananya!""Oke, Kak Farida. Kalau kamu berubah pikiran, aku pasti akan bertanggung jawab padamu," kata Tirta.Sebelum Tirta sempat membuang celana, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki. Ayu yang datang memberi pelajaran kepada Tirta sudah sampai. Tentu saja dia mendengar ucapan Tirta tadi.Ayu melihat celana yang ternodai d
Tirta mengembuskan napas lega. Farida berusaha tersenyum dan berucap, "Nggak apa-apa, yang penting kesalahpahamannya sudah diselesaikan. Kamu dan Tirta pulang dulu. Aku nggak enak badan, jadi aku nggak antar kalian lagi."Ayu berkata dengan lirih, "Oke. Tirta, ayo ... kita kembali ke klinik.""Ayo, Bibi," sahut Tirta sembari mengangguk. Sebelum pergi, dia berpesan kepada Farida, "Kak Farida, jangan lupakan masalah yang kubahas denganmu tadi. Setelah renovasi vila selesai, suruh semua bawahanmu bantu aku urus kebun buah."Tirta menambahkan, "Besok kamu hitung semua gaji para pekerja. Nanti aku luangkan waktu untuk mengambil uang di kota dan membayar gaji mereka."Farida hanya mengangguk dan tidak berbicara lagi. Dia kembali ke kamar, lalu bergumam, "Tirta, apa kamu sama sekali nggak menyukaiku? Kalau kamu nggak menyukaiku, kenapa tadi kamu bisa kehilangan kendali? Kalau aku mau kamu bertanggung jawab, apa kamu akan melakukannya?"....Setelah Tirta kembali ke klinik, Agatha yang memakai
Nia juga ikut panik. Dia segera memberi tahu Tirta masalahnya, "Tirta, jalan di desa kita terlalu buruk. Truknya nggak bisa jalan ...."Sebenarnya, kemarin Tirta juga merasa jalan di desa sangat buruk saat mengendarai mobilnya. Namun, waktu itu Tirta tidak peduli. Dengan teknik menyetirnya yang hebat dan ukuran mobilnya yang lebih kecil, Tirta masih bisa melewati jalan di desa dengan mudah.Akan tetapi, truk berbeda dengan mobil Tirta. Jadi, wajar saja jika truk tidak bisa melewati jalan yang begitu buruk.Tirta berpikir sejenak, lalu mendesah dan menimpali, "Nggak apa-apa, Kak Nia. Kalian tunggu di sini dulu. Aku coba bantu sopir truk."Ayu mengusulkan, "Tirta, apa perlu kami bantu kamu? Kalau nggak, kami panggil orang lain lagi."Tirta menggeleng seraya menyahut, "Nggak usah, Bibi. Kamu juga tahu jalan di desa kita terlalu sempit. Truk saja susah lewat. Nggak ada gunanya biarpun kita minta bantuan pada semua penduduk desa."Ayu pun mengangguk dan berpesan, "Oke. Hati-hati, ya. Kalau
"Tirta! Dasar cabul! Kamu mengintipku mandi! Benar-benar nggak tahu malu!"Cuaca di bulan Juli sangat panas. Tirta Hadiraja yang mendaki gunung untuk memetik bahan obat kepanasan sehingga langsung melepaskan pakaiannya dan menyelam di sungai. Begitu muncul ke permukaan, dia malah melihat pemandangan indah di depannya!Nabila Frenaldi, putri kepala desa, tampak memaki Tirta seraya menunjuknya. Dia baru berusia 18 tahun. Melalui air sungai yang bergoyang, samar-samar terlihat sepasang buah dada yang memikat dan ....Tirta yang tidak pernah melihat pemandangan seperti ini sontak terperangah di tempatnya!"Berengsek! Kalau kamu masih menatapku, akan kucungkil bola mata!" maki Nabila dengan wajah memerah sambil menutupi bagian tubuhnya yang penting.Nabila juga kepanasan. Kebetulan, sekarang liburan musim panas. Dia merasa bosan sehingga diam-diam keluar untuk berendam. Tanpa diduga, dia malah diintip oleh Tirta!"A ... aku nggak mengintipmu. Aku juga datang untuk berendam. Apa aku perlu be
"Tirta, ada apa denganmu?" tanya Ayu dengan bingung. Dia tidak tahu apa yang membuat Tirta begitu gembira."Oh, bukan apa-apa, Bibi. Ayo, kita pulang dulu," balas Tirta sambil menahan kegembiraannya dan memapah Ayu. Dia akan mencari kesempatan untuk menguji kejantanannya nanti!Ayu mengangguk, lalu berpesan dengan sungguh-sungguh, "Lain kali, kamu harus lebih berhati-hati kalau keluar memetik bahan obat. Kalau nggak ada Nabila, kita mungkin sudah nggak bisa bertemu. Cari waktu ke supermarket besok. Kita beli barang, lalu bertamu ke rumah Nabila untuk berterima kasih. Aku akan menemanimu.""Aku sudah tahu, Bi. Tenang saja." Kemudian, Tirta membatin, 'Kalau bukan karena Nabila, aku juga nggak mungkin berniat bunuh diri.'Lantaran masih merasa enggan, Tirta menggaruk kepala sambil mengeluh dengan kesal, "Bibi, aku boleh nggak pergi nggak? Wanita itu terlalu sombong.""Jangan bicara omong kosong! Dia yang menolongmu lho! Kamu seharusnya bersikap lebih ramah! Pokoknya, besok kamu harus ikut
Melati baru berusia 27 atau 28 tahun sehingga tubuhnya masih seksi seperti wanita muda lainnya. Sentuhan hangat dari tubuhnya seketika membuat Tirta merasa makin panas."Kak Melati, jangan bercanda. Gi ... gimana aku bisa membantumu? Kalau mertuamu tahu, aku bisa dihajar sampai setengah mati!" Tirta tidak pernah mengalami hal seperti ini sehingga menggeleng dengan kuat."Tirta, tenang saja. Aku nggak bakal memberi tahu siapa pun tentang ini. Cuma sekali ini. Kalau kamu menolak, aku akan memberi tahu Kak Ayu semuanya," ancam Melati lagi saat melihat Tirta masih belum bisa diajak berkompromi."Jangan ... aku akan memberikannya kepadamu." Tirta yang kebingungan akhirnya mulai melepaskan celananya.Melati tentu senang melihatnya, tetapi dia tetap menghentikan. "Jangan buru-buru, ini pertama kali untukku. Kemaluanmu besar sekali. Aku pasti kesakitan kalau dimasukkan begitu saja. Nanti Kak Ayu mendengar suaraku.""Begini saja, mertuaku lagi pergi 2 hari ini. Malam ini, kamu datang ke rumahku
Nia juga ikut panik. Dia segera memberi tahu Tirta masalahnya, "Tirta, jalan di desa kita terlalu buruk. Truknya nggak bisa jalan ...."Sebenarnya, kemarin Tirta juga merasa jalan di desa sangat buruk saat mengendarai mobilnya. Namun, waktu itu Tirta tidak peduli. Dengan teknik menyetirnya yang hebat dan ukuran mobilnya yang lebih kecil, Tirta masih bisa melewati jalan di desa dengan mudah.Akan tetapi, truk berbeda dengan mobil Tirta. Jadi, wajar saja jika truk tidak bisa melewati jalan yang begitu buruk.Tirta berpikir sejenak, lalu mendesah dan menimpali, "Nggak apa-apa, Kak Nia. Kalian tunggu di sini dulu. Aku coba bantu sopir truk."Ayu mengusulkan, "Tirta, apa perlu kami bantu kamu? Kalau nggak, kami panggil orang lain lagi."Tirta menggeleng seraya menyahut, "Nggak usah, Bibi. Kamu juga tahu jalan di desa kita terlalu sempit. Truk saja susah lewat. Nggak ada gunanya biarpun kita minta bantuan pada semua penduduk desa."Ayu pun mengangguk dan berpesan, "Oke. Hati-hati, ya. Kalau
Tirta mengembuskan napas lega. Farida berusaha tersenyum dan berucap, "Nggak apa-apa, yang penting kesalahpahamannya sudah diselesaikan. Kamu dan Tirta pulang dulu. Aku nggak enak badan, jadi aku nggak antar kalian lagi."Ayu berkata dengan lirih, "Oke. Tirta, ayo ... kita kembali ke klinik.""Ayo, Bibi," sahut Tirta sembari mengangguk. Sebelum pergi, dia berpesan kepada Farida, "Kak Farida, jangan lupakan masalah yang kubahas denganmu tadi. Setelah renovasi vila selesai, suruh semua bawahanmu bantu aku urus kebun buah."Tirta menambahkan, "Besok kamu hitung semua gaji para pekerja. Nanti aku luangkan waktu untuk mengambil uang di kota dan membayar gaji mereka."Farida hanya mengangguk dan tidak berbicara lagi. Dia kembali ke kamar, lalu bergumam, "Tirta, apa kamu sama sekali nggak menyukaiku? Kalau kamu nggak menyukaiku, kenapa tadi kamu bisa kehilangan kendali? Kalau aku mau kamu bertanggung jawab, apa kamu akan melakukannya?"....Setelah Tirta kembali ke klinik, Agatha yang memakai
"Kak Farida, kamu tenang saja. Biarpun kamu nggak berpesan padaku, aku juga nggak akan memberi tahu masalah ini kepada orang lain. Tapi, apa aku benar-benar nggak perlu bertanggung jawab?" ujar Tirta dengan ekspresi khawatir.Farida menyahut dengan wajah memerah, "Dasar bodoh! Sudah kubilang, kamu nggak perlu tanggung jawab lagi."Tirta yang bingung bertanya, "Kak Farida, kenapa kamu nggak mau aku bertanggung jawab?"Seharusnya, Farida bukan wanita liar. Mana mungkin dia tidak peduli dengan kesuciannya?Farida ragu-ragu sejenak sebelum mendesah dan menjawab, "Karena .... Nggak apa-apa. Pokoknya aku nggak mau kamu bertanggung jawab. Jangan tanya lagi, cepat buang celananya!""Oke, Kak Farida. Kalau kamu berubah pikiran, aku pasti akan bertanggung jawab padamu," kata Tirta.Sebelum Tirta sempat membuang celana, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki. Ayu yang datang memberi pelajaran kepada Tirta sudah sampai. Tentu saja dia mendengar ucapan Tirta tadi.Ayu melihat celana yang ternodai d
Kebetulan Agatha baru selesai mandi. Dia yang memakai jubah mandi bertanya, "Tirta, kamu dikejar anjing gila, ya? Kenapa kamu lari begitu cepat?"Tirta tidak menjawab pertanyaan Agatha. Dia malah bertanya balik dengan ekspresi panik, "Kak Agatha, mana celanamu?""Celanaku ... ada di tempat tidur. Untuk apa kamu minta celanaku?" balas Agatha dengan ekspresi bingung.Tirta tidak sempat menjelaskan lagi. Dia hanya berucap, "Ada keperluan mendesak. Kak Agatha, nanti kamu jangan keluar lagi. Aku ambil celanamu dulu, besok aku kembalikan."Tirta segera mengambil celana Agatha, lalu keluar. Agatha marah-marah, "Tirta sialan! Kalau kamu ambil celanaku, aku pakai apa? Jangan pergi! Kembalikan celanaku!"Ayu yang sedang berada di dapur mendengar suara di luar. Dia berjalan keluar dan bertanya sembari mengernyit, "Agatha, apa tadi itu suara Tirta? Dia buat kamu marah, ya?"Agatha mengeluh dengan mata berkaca-kaca, "Bibi Ayu, Tirta ambil celanaku! Dia keterlaluan sekali! Cepat bantu aku kejar dia
Farida tersipu malu begitu mendengar ucapan Tirta. Jantungnya berdegup kencang. Farida menggigit bibirnya dan bertanya, "Tirta, apa postur tubuhku memang begitu bagus?"Tirta menjawab, "Kak Farida, kamu ... jangan salah paham. Yang aku maksud itu kasurnya. Besar dan nyaman. Aku bukan bilang kamu, aku papah kamu."Tirta baru menyadari dirinya salah bicara. Dia segera memapah Farida. Tiba-tiba, pijatan kasur bergerak makin cepat. Farida yang duduk di tubuh Tirta terus berguncang.Farida berujar, "Aduh ... Tirta, jangan bergerak ...."Farida memelotot. Pandangannya mulai tidak fokus. Dia tanpa sadar menjepit kedua kakinya. Farida menyadari ada yang tidak beres dengan Tirta.Selain itu, sekarang pose mereka berdua sangat aneh. Jika dilihat para pekerja, mereka pasti salah paham.Tirta mulai kehilangan kendali. Dia membantah, "Bukan begitu ... Kak Farida. Kasurnya yang bergerak, bukan aku!"Tirta yang awalnya hendak memegang tangan Farida malah tidak sengaja menyentuh bokongnya. Farida meng
Tirta menambahkan, "Entah mereka mau atau nggak.""Tentu saja mereka mau. Kamu serahkan saja masalah ini padaku. Vilamu akan selesai direnovasi paling lambat besok siang. Aku memang lagi pusing cari proyek untuk mereka setelah renovasi vila selesai," timpal Farida.Farida meneruskan, "Mengurus kebun buah lebih mudah daripada melakukan pekerjaan konstruksi. Mereka pasti mau. Ke depannya aku juga bantu kamu urus kebun buah. Kamu yang tentukan bayarannya saja."Tirta yang merasa tenang tertawa dan membalas, "Tentu saja bayaran Kak Farida lebih tinggi. Aku bayar kamu 2 juta per hari. Kalau kebun buah sudah panen, aku akan bagikan keuntungannya kepada Kak Farida."Tirta menambahkan, "Kak Farida, kalau nggak ada urusan lain lagi, aku kembali ke klinik dulu. Aku nggak beri tahu bibiku dan lainnya waktu keluar. Takutnya mereka khawatir kalau nggak lihat aku."Selesai bicara, Tirta hendak turun ke lantai bawah. Tiba-tiba, Farida memanggil Tirta, "Tirta, tunggu dulu. Aku sudah suruh orang untuk
Tirta menggeleng dan berkata, "Kak Melati, Kak Arum, kalian nggak usah kerja lagi. Kalian istirahat saja, biar aku yang kerja. Aku nggak lelah. Kak Agatha, Kak Nia, kalian juga sama."Sebelum Melati dan Arum sempat bicara, Ayu berujar, "Melati, Arum, sudahlah. Sekarang Tirta sudah dewasa, dia punya pemikiran sendiri. Kita ikuti saja kemauannya. Sebaiknya kita mandi dulu, tubuh kita kotor sekali."....Saat Ayu dan lainnya mandi, Tirta pergi ke vila untuk mencari Farida. Setelah tahu Tirta mencari Farida, salah satu pekerja berucap, "Tirta, Kak Farida lagi memeriksa peredam suara di lantai 3. Apa perlu kami memanggilnya?"Tirta menyahut seraya tersenyum, "Nggak perlu. Aku yang cari Kak Farida saja. Aku juga mau lihat hasil renovasi kamar di lantai 3."Kemudian, Tirta naik ke lantai 3. Awalnya, Farida berniat membuat eskalator di vila. Namun, Tirta tidak menyukainya. Itulah sebabnya Farida tidak jadi membuat eskalator.Begitu sampai di lantai 3, kebetulan Tirta melihat Farida yang baru k
"Kalau nggak, nanti aku bawa Bibi dan lainnya jalan-jalan di ibu kota setelah kebun buah panen. Aku juga nggak pernah pergi ibu kota," lanjut Tirta.Sekarang sudah pukul 3 sore. Ayu dan lainnya yang pergi menyiram tanaman belum kembali. Tirta pun merasa cemas. Dia segera menelepon Ayu, "Bibi, kalian di mana?"Ayu menyahut, "Tirta, aku lupa bilang waktu aku bawa mereka menyiram tanaman, aku lihat tanah yang kamu kontrak itu dipenuhi rumput liar. Tanah seperti itu nggak bisa ditanami buah, jadi kami lagi memotong rumput liar."Ayu menambahkan, "Kamu nggak usah khawatirkan kami. Beberapa hari ini kamu sangat sibuk. Sudah seharusnya kamu istirahat."Tirta panik setelah mendengar ucapan Ayu. Dia menimpali, "Bibi, kenapa kalian melakukan pekerjaan yang begitu melelahkan? Cepat kembali ke klinik! Nanti aku yang pikirkan caranya!"Ayu yang khawatir membalas, "Tapi ... kata Nia, nanti bibit pohon buah akan diantar. Kalau rumput liar ini nggak dibereskan, mana bisa bibitnya ditanam?"Tirta meneg
Melihat respons Lutfi, Shinta tertawa dan mengomentari, "Kak Lutfi, apa Kak Tirta lebih hebat darimu?"Lutfi menyahut, "Bukan cuma lebih hebat dariku. Bahkan, guruku juga nggak berhasil melatih Tinju Harimau Ganas seperti Tirta."Lutfi yang penasaran bertanya, "Tirta, katakan dengan jujur, apa sebelumnya kamu sudah pernah berlatih Tinju Harimau Ganas? Aku baru saja memberimu buku-buku itu."Tirta yang merasa antusias menjawab, "Kak Lutfi, kamu salah paham. Sebelum kamu memberiku buku-buku itu, aku nggak pernah berlatih ilmu bela diri. Kemarin aku cuma melihatnya sekilas, aku juga nggak menyangka bisa menguasainya. Apa aku benar-benar lebih hebat dari gurumu?"Lutfi menanggapi dengan ekspresi kaget, "Kamu cuma melihatnya sekilas? Tirta, sepertinya kamu itu memang genius langka dalam dunia bela diri. Tinju Harimau Ganas ini memang terdengar biasa saja. Tapi, dibandingkan teknik lain dari buku-buku yang kuberikan padamu, Tinju Harimau Ganas paling sulit dilatih."Lutfi meneruskan, "Guruku