Setelah bicara demikian, Tirta berjalan ke hadapan Ayu. Dia memegang tangan Ayu dan memeriksa luka di dada Ayu. Kulitnya yang putih mulus terlihat sangat kontras dengan noda darah. Seketika, Tirta merasa sangat kasihan melihatnya."Ah, Tirta, minggir kamu. Suruh Melati saja yang periksa. Kalau kamu yang periksa, Bibi jadi malu!" Wajah Ayu memerah karena malu."Wah, panjang sekali lukanya, mungkin ada 10 cm! Bibi, aku nggak bisa obati ini, sebaiknya suruh Tirta saja," balas Melati sambil melambaikan tangannya. Dia sudah tahu mengenai masalah Tirta dan Ayu, tentu saja merasa bukan masalah besar jika Tirta memegang dada Ayu. Lagi pula, Melati memang benar-benar tidak tahu bagaimana membalut luka seperti ini."Hah? Lukanya separah itu?" Mendengar luka sepanjang 10 cm, ekspresi Ayu langsung berubah drastis. Dalam hatinya terus bergumam karena khawatir akan meninggalkan bekas yang jelek."Kak Melati, tolong ambilkan sebaskom air dan handuk bersih. Aku harus hentikan pendarahannya dulu." Tanp
Melati sudah dua hari tidak merasakan kenikmatan dari Tirta. Begitu disentuh oleh Tirta sekarang, tubuhnya langsung terasa lemas. Lantaran takut Ayu akan menyadari keanehan ini, Melati tidak lupa mengucapkan sesuatu untuk mengalihkan perhatian."Lain kali harus hati-hati. Kalau nggak, masih harus diakupunktur lagi. Aku nggak mau mengulang ini sekali lagi," kata Ayu dengan ketakutan."Bibi, nggak bisa begitu. Lukamu parah sekali, besok harus diobati sekali lagi. Kalau nggak, bakal meninggalkan bekas," timpal Tirta sambil memijat Ayu."Hah? Mau sekali lagi? Baiklah kalau begitu ...." Ekspresi Ayu terlihat muram. Apa dia masih bisa bertahan jika harus mengulangi pengobatan ini sekali lagi? Bulu kuduknya telah merinding duluan saat memikirkannya.Namun demi tidak meninggalkan bekas, Ayu terpaksa menyetujuinya. Saat teringat kembali dengan perasaan tadi, sepertinya tidak terlalu buruk juga. Sebaliknya, malah terasa agak kebas hingga membuat tubuhnya merinding.Ayu tahu bahwa semua itu adala
Tirta memijat Ayu dengan serius. Namun, semakin lama dia memijat wanita cantik ini, hatinya jadi semakin resah. Tirta pernah berhubungan dengan banyak wanita cantik sebelumnya. Namun, yang paling menggoda di antaranya, tetap adalah Ayu. Tirta mengurangi tenaganya, lalu tangannya perlahan-lahan merambat ke bagian lainnya."Tirta, kamu mau ganggu Bibi lagi ya. Jangan usil ...." Ayu yang merasakan perubahan pada pijatan Tirta, langsung merasa malu. Padahal dia bisa merasakan dengan jelas Tirta sedang menggodanya, tetapi dia malah tidak menyingkirkan tangan Tirta."Aku nggak usil kok Bibi. Aku cuma mau memijatmu saja, jangan terlalu emosi," pinta Tirta dengan tebal muka."Tirta, Kakak juga nggak enak badan. Bagaimana kalau kamu bantu Kakak juga?" Melati yang menyaksikan semua itu dari samping, juga jadi ikut tergoda."Kak Melati, Kakak tunggu dulu sebentar. Luka Bibi sangat parah, biar kubantu untuk meredakannya dulu." Tirta terkekeh-kekeh pada Melati dan menyuruhnya untuk bersabar."Mau t
Wanita sebaik ini malah rela menemaninya sampai sekarang. Tirta merasa dirinya seperti hidup dalam sebuah mimpi. Setelah Irene mengirimkan uangnya nanti, Tirta harus membeli rumah besar di kota untuk bibinya, mengendarai mobil yang bagus dan membuat bibinya hidup bahagia. Selain itu, dia juga akan mengobati mata bibinya!"Bibi, dari mana kalung ini? Cantik sekali!" Tiba-tiba pada saat ini, Melati telah bangun. Dia terkejut saat melihat kalung giok yang dikenakan Ayu."Ini hadiah dari Tirta, tapi cuma giok palsu seharga ratusan ribu," jawab Ayu dengan hati yang hangat."Palsu? Sepertinya nggak mirip palsu. Ini pasti giok asli, harganya juga pasti sangat mahal!" ujar Melati dengan yakin. Dia pernah pergi ke kota untuk berbelanja di toko giok bersama kakak keduanya. Melati pernah melihat giok asli dan tentunya dia sangat menyukainya.Hanya saja, saat itu dia tidak punya uang, jadi hanya bisa sekadar melihat-lihat. Kini setelah melihat giok yang dikenakan Ayu, dia bisa mengenali bahwa bend
Jika wanita lain yang berada di posisi ini dan mengetahui harga kalung ini, mereka sudah pasti akan buru-buru menyimpannya. Namun, Melati malah bersikeras menolaknya."Kak, kamu ini bodoh sekali. Kamu ini wanitaku, kenapa kamu malah nggak mau terima hadiah dariku? Kalau kamu nggak mau terima, akan kusetubuhi kamu sampai minta ampun!" ancam Tirta sambil memukul bokong Melati. Seketika, bokongnya yang sintal itu bergetar."Ah, Tirta, hal yang paling nggak kusesali seumur hidup ini adalah bersamamu! Kamu setubuhi saja aku sampai puas!" Mata Melati sampai berkaca-kaca dan berinisiatif memeluk Tirta. Mana pernah ada yang memperlakukannya dengan sebaik ini? Saat ini, Melati telah menganggap Tirta lebih berharga daripada nyawanya sendiri."Kak, nggak bisa. Kalau kita berhubungan badan lagi malam ini, kamu pasti akan kelelahan. Lain kali saja." Tirta merasa tidak tega. Bagaimanapun, Tirta adalah tipe yang semakin bersemangat setiap kali berhubungan badan. Orang awam tidak akan bisa mengimbangi
"Mau hancurkan klinikku? Boris, coba saja kalau kamu berani!" Awalnya Tirta tidak ingin menggubris ejekan mereka. Namun, ucapan mereka benar-benar keterlaluan, sehingga Tirta pun menghentikan langkahnya.Orang yang memakinya tadi bernama Boris. Saat mendengar Tirta mengancamnya, dia langsung berteriak, "Kamu masih berani mengancamku? Cepat singkirkan pengeras suaramu itu. Jangan ganggu orang tidur! Kalau nggak, aku benar-benar akan hancurkan klinikmu!""Tirta, kamu kerja saja yang benar. Nggak ada gunanya kamu buka klinik itu lagi.""Iya, apa kamu sendiri nggak tahu sejauh mana kemampuanmu?""Kalaupun klinik dibuka kembali, nggak akan ada orang yang mau berobat ke tempatmu itu. Apa kamu masih bisa menghasilkan uang?"Beberapa wanita paruh baya yang menyaksikan keributan ini juga ikut mentertawakan Tirta.Sebenarnya sejak orang tua Tirta meninggal, sudah jarang ada yang menghargai Tirta di desa ini. Jika Tirta masih seperti dulu, mungkin dia akan melarikan diri setelah ditindas oleh ora
Nabila hari ini mengenakan riasan tipis yang membuatnya terlihat sangat menawan. Sebenarnya, Nabila memang sudah tahu masalah peresmian klinik Tirta, sehingga dia sengaja berdandan untuk datang membantunya. Namun saat tiba di klinik, Nabila malah tidak melihat sosok Tirta. Oleh karena itulah, dia keluar untuk mencari Tirta."Tentu saja, mana mungkin aku akan melupakan Kak Nabila."Tirta tersenyum perlahan, lalu merangkul pinggang Nabila yang ramping dan mencubit bokongnya."Jangan sentuh-sentuh. Semalam kamu bilang mau memberiku hadiah. Mana hadiahnya?" tanya Nabila dengan wajah tersipu setelah memelototi Tirta sejenak. Dia telah menunggu Tirta seharian semalam, tapi malah tidak bertemu dengan Tirta."Duh, lihat saja ingatanku ini. Kak Nabila, kamu tutup dulu matamu. Setelah kusuruh buka nanti, kamu baru buka," perintah Tirta."Kamu mau beri aku kejutan?" Nabila mulai memejamkan matanya dengan penasaran. Ini adalah pertama kalinya Tirta memberinya hadiah! Pasti dia sudah memilihnya den
"Jangan mimpi. Sekarang ini masih siang, nanti kelihatan orang lain. Bukannya kamu mau mempromosikan klinik? Aku ikut denganmu. Malam nanti baru aku pergi mencarimu," bisik Nabila setelah memastikan tidak ada orang lain di sekitar mereka.Setelah berkata demikian, wajahnya menjadi tersipu malu."Hehe, Kak Nabila memang paling baik padaku. Ayo, kita ke desa sebelah."Di sekitar Desa Persik, ada beberapa desa lainnya lagi. Desa pertama yang akan dikunjungi oleh Tirta, berjarak setengah jam perjalanan dari Desa Persik. Pengeras suara Tirta cukup kuat, tetapi tetap tidak bisa menarik perhatian terlalu banyak orang.Nabila mencari cara lain. Dia merekam suaranya ke mesin pengeras suara itu. Suara Nabila sangat merdu dan jernih, sehingga bisa menarik perhatian banyak orang dalam waktu singkat."Cantik sekali gadis ini.""Klinik yang baru dibuka ya? Di mana letaknya? Nanti kami akan bawa teman ke sana untuk berkunjung."Tak diragukan lagi, semua orang ini terpesona karena daya tarik Nabila. B
"Aku masih harus mengunjungi temanku yang ada di ibu kota. Mungkin nggak akan secepat itu kembali ke desa. Aku khawatir kalian kangen berat, makanya pulang malam-malam hanya untuk menemani kalian," jelas Tirta."Huh! Rupanya kamu punya hati nurani juga. Tapi, kamu nggak boleh pergi begitu saja. Temani kami sebentar lagi dong ...," pinta Arum yang tidak rela berpisah sambil menatap Tirta."Tirta, temani kami sebentar lagi. Selama kamu pergi, aku nggak bisa tidur nyenyak lho," ujar Melati sambil melemparkan diri ke pelukan Tirta. Dia mencoba memulai pertempuran lagi.Ketika melihatnya seperti itu, Tirta pun tidak ingin pergi secepat itu. Setelah melihat jam, dia lantas membuat keputusan."Di mana Kak Farida? Aku cari dia dulu. Kita lanjutkan pertempuran kita. Nanti sore aku baru balik!"....Lagi-lagi, pertempuran yang panjang dan melelahkan terjadi. Melati dan Arum pun tidak meminta Tirta untuk tinggal lagi. Bahkan, mereka berharap Tirta pergi secepat mungkin."Hehe, kalian istirahatlah
Kini, Ayu sedang tidak berada di sini. Agatha dan Susanti juga pergi sehingga tidak ada gangguan apa pun.Sebagai kepala keluarga, Tirta tentu adalah penguasa di sini. Tidak ada yang boleh membantahnya!Meskipun tertangkap basah oleh Melati dan Arum, Tirta tidak menjelaskan terlalu banyak. Bahkan, dia meminta mereka untuk bergabung dalam permainan!Dengan demikian, terjadi pertempuran sengit di dalam vila. Tirta berhasil menaklukkan tiga wanita dengan kemampuannya sendiri. Untungnya, tenaganya tidak ada habisnya. Semakin bermain, dia justru semakin bersemangat. Dia sungguh tak terkalahkan!Sementara itu, Farida masih harus bekerja setelah matahari terbit. Dia juga sudah kelelahan karena ini adalah ronde kedua. Jadi, dia kembali ke kamarnya untuk beristirahat.Tersisa Arum dan Melati yang masih berada di medan tempur. Mereka berdua tentu bukan lawan Tirta sehingga hanya bisa memohon ampun.Sayangnya, Tirta bukan orang yang punya belas kasihan. Dia tidak peduli pada permohonan kedua wan
Di atas tempat tidur yang empuk dan luas, Melati berbaring sendirian, memegang ponselnya. Dia gelisah, terus membolak-balikkan tubuhnya, tidak bisa tidur sama sekali.“Andai aku tahu Tirta akan pergi begitu lama, aku pasti ikut dengannya. Aku nggak akan seperti sekarang, hanya bisa diam-diam menonton video Tirta untuk mengobati rasa rindu."Melati sudah menonton video sejak tadi. Tubuhnya terasa semakin panas, bahkan keringat mulai bermunculan."Nggak bisa. Kalau begini terus, besok aku nggak akan punya tenaga untuk kerja. Sebaiknya aku mandi air dingin dan cepat tidur."Melati mematikan ponselnya, lalu berjalan ke luar kamar. Dia berniat menghirup udara malam sebelum mandi.Namun, saat dia sampai di ujung ruang tamu, di balkon yang diterangi cahaya bulan samar, dia melihat sosok lain yang juga berdiri sendirian."Arum? Kenapa kamu belum tidur tengah malam begini?" Ketika melihat bahwa itu adalah Arum, Melati maju dan bertanya dengan penasaran."Kak Melati, vila ini terlalu luas dan se
"Hahaha ...."Begitu wanita paruh baya itu selesai berbicara, para pekerja langsung tertawa terbahak-bahak. Namun, mereka hanya bercanda karena melihat hubungan Tirta dan Farida yang tampak tidak biasa."Kak, jangan sembarangan bicara! Tirta sudah punya pacar! Kalau omonganmu ini sampai menyebar, aku memang nggak akan marah.""Tapi, kalau pacar Tirta tahu dan minta putus, Tirta bisa marah. Mungkin, kamu harus menyerahkan putrimu sebagai ganti pacarnya nanti."Wajah Farida langsung merona. Dia buru-buru memperingatkan para pekerja, terutama wanita paruh baya itu."Aduh, anak perempuanku cantik sekali! Kalau Bos benar-benar tertarik padanya, aku pasti akan tertawa bahagia seumur hidupku!" Wanita paruh baya itu malah semakin tergelak dan terus menggoda Farida."Hahaha, Kak, sudahlah. Jangan bercanda dengan Kak Farida lagi! Kamu nggak takut dia mengadu nanti karena kamu berkata yang bukan-bukan?"Setelah bercanda sebentar, para pekerja segera bersikap serius dan berjanji kepada Tirta dan F
Setelah keluar dari Desa Persik, kesadaran Filda mulai pulih. Dia duduk di kursi belakang sambil terus menyeringai dingin menatap Tirta."Kamu terlalu banyak bicara! Kamu pikir aku akan memberimu kesempatan untuk melapor polisi?" Tirta tiba-tiba menginjak rem, menghentikan mobilnya.Kemudian, dia turun dan menarik Filda keluar dari kursi belakang. Tepat di sebelah mereka adalah sebuah waduk besar!Melihat waduk itu serta ekspresi dingin Tirta, Filda benar-benar panik! Dia menggigil dan bertanya dengan suara gemetar, "Kamu mau apa? Kamu nggak boleh membunuhku! Itu melanggar hukum! Hentikan!""Membunuhmu? Jangan mimpi! Membunuhmu hanya akan mengotori tanganku!" cela Tirta dengan dingin. Kemudian, dia mengeluarkan jarum perak dari saku.Dengan menggunakan teknik akupuntur untuk menghilangkan ingatan, Tirta menghapus ingatan Filda tentang kejadian malam ini. Sebentar lagi, Filda akan melupakan segalanya.Setelah mencabut jarum perak, Tirta segera melangkah ke mobil. Sebelum kesadaran Filda
Setelah kebohongannya terbongkar, Filda tidak lagi memiliki kesempatan untuk mendekati Tirta. Karena itu, dia begitu marah hingga tak bisa menahan diri untuk memaki Farida!"Berhenti! Barusan kamu bilang siapa yang menjijikkan?" Namun, setelah mendengar ucapannya, Tirta segera melangkah ke depan, menghalangi Filda, lalu menatapnya dingin."Kamu benar-benar nggak tahu diri. Justru perempuan seperti kamu yang sebenarnya paling menjijikkan! Kalau nggak minta maaf, jangan harap bisa pergi hari ini!"Sejak tadi, ketika Filda membolak-balikkan fakta, Tirta sudah merasa tidak senang padanya. Kini, setelah semuanya jelas, bukan hanya tidak meminta maaf, Filda malah menghina Farida! Jelas, Tirta tidak akan membiarkan dia lolos begitu saja!"Aku sudah bilang aku nggak mau kerja lagi! Aku juga sudah kembalikan uang kalian! Aku sudah nggak ada hubungan apa pun dengan kalian, jadi aku nggak akan minta maaf padanya!""Memangnya kamu bisa apa padaku? Jangan kira cuma karena punya uang, kamu bisa bert
Wajah Farida kembali merona. Dia menggigit bibirnya, lalu menatap Tirta dan berkata, "Tirta, aku tahu kamu khawatir padaku, tapi aku benaran nggak lelah. Aku bisa bekerja sampai pagi tanpa masalah.""Besok kamu harus kembali ke ibu kota provinsi, lebih baik kamu pergi ke vila dan istirahat. Aku akan tetap di sini untuk menanam beberapa bibit pohon buah lagi. Kalau aku sudah nggak kuat, aku akan diam-diam menyusulmu."Saat mengatakan itu, Farida berbisik di telinga Tirta, "Selama dua hari ini kamu nggak ada, Agatha dan Nabila juga nggak datang. Melati dan Arum hampir sakit karena terlalu rindu padamu. Cepat pergi temui mereka.""Kak Farida, kamu sendiri nggak merindukanku? Aku akan menemanimu dulu, setelah itu baru aku temui mereka." Tirta menggeleng dengan tegas, nada bicaranya terdengar sedikit mendominasi."Ya sudah kalau begitu." Farida lebih tua satu atau dua tahun dari Ayu. Dia sendiri adalah wanita dewasa yang cerdas dan anggun.Namun, saat mendengar ucapan Tirta, dia menjadi beg
"Tirta, tentu saja aku mengatakan yang sebenarnya." Di bawah cahaya malam yang samar, Filda tidak bisa melihat ekspresi Tirta dengan jelas. Dia terus berakting."Kamu telah menyelamatkan nyawa anak kakakku dan juga membantu mengurus bisnisnya. Kamu begitu baik kepada keluargaku, mana mungkin aku berbohong padamu?""Baiklah, kalau memang Kak Farida seburuk yang kamu katakan, aku pasti akan menyuruhnya minta maaf padamu. Naik mobil, ikut aku ke sana dan kita tanyakan ke Kak Farida langsung!""Tapi kalau ternyata kamu cuma bohong padaku, kamu yang harus memberi penjelasan pada Kak Farida!" Nada suara Tirta mengandung sedikit kemarahan.Menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam nada bicara Tirta, Filda sontak merasa gelisah dan tidak berani naik mobil.“Kenapa malah bengong? Ayo naik mobil," desak Tirta dengan tidak sabar."Tirta, aku ... aku tiba-tiba sakit perut. Gimana kalau kamu saja yang pergi? Beri tahu saja aku cara keluar dari sini. Aku nggak mau ikut. Aku harus cepat pulang ke
Wajahnya langsung memerah, merasa malu sekaligus marah. Filda mengumpulkan keberanian, lalu kembali melangkah ke arah belakang.Kali ini, dia memang tidak kembali ke tempat Farida dan para pekerja, tetapi dia tersesat."Jangan-jangan aku benar-benar mengalami fenomena terjebak di jalur hantu? Saat masuk tadi, semuanya baik-baik saja. Kenapa sekarang malah nggak bisa keluar? Aku harus meminta Kakak datang menjemputku!"Filda gemetar ketakutan. Dia mengeluarkan ponselnya dan hendak menelepon kakaknya, pemilik bibit pohon buah.Tiin! Tiin! Tiba-tiba, dari kejauhan, cahaya lampu yang menyilaukan menerangi tempat itu!Criiit! Suara rem yang tajam terdengar. Sebuah Mercedes-Maybach berhenti tepat di depan Filda.“Bukankah kamu adik pemilik bibit pohon buah? Malam-malam bukannya tidur, kenapa malah berada di sini?" Tirta membuka pintu mobil dan turun. Begitu melihat Filda, dia langsung ingat siapa gadis itu dan bertanya dengan penasaran."Kamu ... kamu Tirta? Syukurlah! Tirta, kamu datang tep