"Oke, Kak. Aku bantu pijat sebentar." Melihat Arum telah menyetujuinya, Tirta menarik napas dalam-dalam dan mengatur posisi duduknya. Kedua tangannya diletakkan di perut Arum dan mulai memijatnya.Gerakannya sangat lembut dan tenaganya juga sangat pas. Berhubung perutnya telah ditancapkan delapan jarum akupunktur, bagian yang bisa dipijat Tirta juga sangat terbatas. Akhirnya, dia terpaksa memijat ke bagian yang lebih bawah ....Namun, Arum yang hanyut dalam kenikmatan akupunktur dan pijatan itu, tidak menyadari bahwa suasananya semakin intim. Bahkan, dia secara refleks mengeluarkan desahan lembut."Ah ... memang nyaman sekali .... Tirta, kamu hebat sekali ....""Ehem .... Kak Arum, tolong jangan bersuara. Jangan sampai bangunkan Bibi dan Kak Melati ...," ujar Tirta dengan suara pelan untuk mengingatkan Arum, meskipun dalam hati dia merasa darahnya mendidih.Meski saat ini dia memang hanya sedang menjalankan pengobatan untuk Arum, prosesnya ini terlalu intim! Jika sampai ketahuan oleh k
Tirta pun berbalik masuk ke dapur."Bukan Kak Arum meremehkanmu, tapi masakanmu benar-benar nggak enak. Sebaiknya Kak Arum saja yang masak," ujar Arum mentertawakannya dari belakang. Kini setelah flunya sembuh dan tahu bahwa dirinya tidak mengidap kanker serviks, hatinya menjadi lebih lega dan ceria."Baiklah, kalau begitu maaf merepotkan Kak Arum. Aku keluar untuk jalan-jalan dulu. Setelah kamu selesai masak nanti, aku juga pasti sudah pulang."Dia memastikan pintu klinik tertutup rapat untuk mencegah ada yang melihat Arum sedang berganti pakaian. Setelah itu, dia memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar desa. Tirta juga berniat untuk mampir dan melihat progres pembangunan vila milik Farida.Namun saat baru berjalan beberapa langkah, terlihat beberapa mobil polisi yang mendekat dari kejauhan tiba-tiba menghentikannya. Pintu mobil yang berada di paling depan barisan itu terbuka. Susanti yang sudah lama tidak dijumpainya itu bergegas turun dari mobil."Tirta ... sejak kapan kamu pulan
"Kasus apa sampai harus kubantu untuk menyelesaikannya? Mendesak nggak? Kalau mendesak, aku perlu pamit dulu ke Bibi," tanya Tirta setelah menurunkan Susanti."Nggak mendesak, bukan kasus besar. Nggak perlu pamit sama bibimu dulu," jelas Susanti sambil merapikan pakaiannya yang berantakan karena Tirta."Beberapa waktu lalu saat aku patroli di sekitar Desa Persik, aku mendengar suara tembakan dari bukit belakang. Menurutku, ada dua kemungkinan: entah itu kasus kriminal atau ada warga desa yang berburu secara ilegal di gunung.""Jadi, aku mau kamu ikut aku ke sana untuk menyelidiki, biar kita tahu apa yang sebenarnya terjadi."Mendengar penjelasan Susanti, Tirta merasa lega. Dia tidak ingin baru saja kembali ke desa sudah harus ikut keluar untuk urusan jauh. Jika penyelidikannya hanya di sekitar Desa Persik, dia masih bisa menerimanya."Oh, cuma itu. Kukira ada kasus besar apaan," ucap Tirta setelah berpikir sejenak. "Karena nggak mendesak, kita pergi ke gunung setelah aku selesai makan
"Jadi kamu pikir tubuh kecilmu itu bisa bertahan seharian? Setengah hari saja mungkin sudah ngos-ngosan. Nanti pas di bukit, kamu bakal tahu rasanya capek," ujar Tirta sambil mengangkat alis, mengingat pengalaman sebelumnya.Dia teringat saat Melati ikut ke bukit untuk mencari tanaman obat dengannya. Karena terlalu lelah, Melati hampir tidak bisa berjalan dan akhirnya Tirta harus menggendongnya turun gunung.Namun, percakapan ini terdengar berbeda di telinga Arum yang sedang sibuk di dapur."Uh ... sampai pulangnya nggak bisa jalan? Jadi benar seperti yang kupikirkan ... Bu Susanti dan Tirta pasti mau melakukan 'itu' di bukit .... Dasar Tirta nggak tahu diri! Baru semalam sudah heboh, hari ini malah mikir mau 'itu' lagi .... Kalau terus begini, tubuhnya pasti bakal rusak!"Dengan pikiran itu, Arum segera memutuskan untuk memasak beberapa hidangan tambahan agar mereka punya cukup energi. Setelah hampir satu jam, makanan pun selesai dimasak.Arum membawa dua piring lauk ke meja makan sam
"Kak Arum, sebenarnya aku nggak lapar. Gimana kalau aku nggak usah makan dulu. Selain itu, tubuhku sehat sekali, nggak butuh makanan seperti ini."Melihat sepiring besar tumis kemaluan sapi yang telah dipotong kecil-kecil seukuran kuku, Tirta merasa panik."Nggak bisa, kamu cuma terlihat sehat saja," tolak Arum. "Sebenarnya tubuhmu sudah hampir terkuras habis. Kamu masih muda dan kuat sekarang, jadi nggak terasa. Tapi kalau sudah lewat usia 30-an, mungkin kamu akan mulai merasakan dampaknya. Jadi, kamu harus makan ini dan nggak boleh sisain sedikit pun!""Kalau kamu nggak makan, aku nggak bakal izinin kamu pergi ke bukit sama Bu Susanti untuk urusan apa pun!" tambahnya sambil menatap tajam. "Ini semua untuk kebaikanmu. Ayo duduk dan makan, jangan biarkan Bu Susanti menunggu terlalu lama.""Baiklah, aku makan," kata Tirta pasrah, lalu duduk dengan berat hati dan mengambil sendok."Kamu makan saja dulu, aku ambilkan nasi untukmu," ujar Arum sambil bergegas kembali ke dapur.Dalam hati,
Susanti mengangguk dan berkata, "Tunggu sebentar, pakai dulu obat anti-nyamuk ini, baru kita naik." Tirta mengeluarkan dua botol kecil dari sakunya dan menyerahkannya kepada Susanti."Wow, baunya enak juga! Omong-omong, kita sudah kenal cukup lama, tapi kamu belum pernah kasih aku hadiah. Aku simpan ini saja, anggap saja sebagai hadiah pertamamu untukku!" kata Susanti setelah membuka botol itu dan mencium baunya."Ini bukan barang istimewa. Tunggu saja, nanti aku kasih kamu hadiah yang benar-benar bagus," jawab Tirta yang merasa bersalah saat melihat Susanti begitu bahagia hanya karena obat sederhana itu.Bagaimanapun, hubungannya dengan Susanti sudah sangat dekat dan bahkan sudah pernah berhubungan badan. Tirta punya banyak harta, tapi belum pernah memberikannya hadiah apa pun. Hanya obat serangga yang sederhana saja sudah membuatnya sebahagia ini."Ah, nggak usah. Aku suka sama hadiah ini. Kalau kamu mau kasih hadiah, tunggu saja pas ulang tahunku," tolak Susanti sambil tersenyum.Se
"Sekarang kamu juga bisa bersamaku selamanya. Kamu rasa kamu masih bisa lolos dariku?" tanya Tirta sambil meremas bokong besar Susanti."Nggak kok. Tapi, aku nggak punya status apa-apa. Semua wanita bisa mendekatimu. Aku pasti akan cemburu. Aku nggak mau jadi wanita yang kerjaannya cuma marah-marah," sahut Susanti sambil memanyunkan bibirnya dan menghela napas."Kalau begitu ... mumpung nggak ada wanita di sisiku sekarang, gimana kalau kamu menjadi majikan untuk kali ini?" Tirta bisa merasakan perasaan Susanti. Hatinya tergerak. Dia melepaskan Susanti dan memeluknya dengan erat.Tidak ada siapa pun di sini. Wanita cantik di pelukan Tirta. Wajar jika Tirta berhasrat. Jika dipikir-pikir, Tirta belum pernah berhubungan badan di hutan. Rasanya pasti seru!Ketika merasakan hasrat Tirta, wajah Susanti memerah. Dia hampir mengiakan, tetapi akhirnya mendorong Tirta karena merasa malu. Dia berujar, "Cih! Jangan mimpi. Aku nggak mau bercinta di hutan belantara seperti ini.""Kamu ke rumahku saja
Pria yang satu lagi juga bertubuh gemuk dan setengah botak. Dia tampak menyalakan rokoknya dengan santai. Wajahnya berlemak dan ganas. Bahkan, ada bekas luka seperti lipan di lehernya. Terlihat jelas bahwa mereka bukan orang yang bisa diusik."Hahaha! Benar, satu ekor anak harimau dihargai 2 miliar. Kalau kita bisa menangkap beberapa, kita bakal kaya raya! Ibuku bakal tertolong!" seru pria botak itu."Sstt! Ada orang! Cepat sembunyi!" Pria setengah botak itu tiba-tiba mendengar suara, padahal dia baru ingin mencari mengikuti jejak darah.Ketika mendengar ada suara langkah kaki yang mendekat, dia buru-buru memberi isyarat tangan. Keduanya pun bersembunyi di semak-semak.Tidak berselang lama, Susanti dan Tirta tiba di tempat keduanya berdiri tadi. Susanti mengamati sekeliling dengan heran, lalu bertanya, "Eh ... tadi aku dengar suara orang. Kenapa orangnya tiba-tiba hilang?""Mereka seharusnya sembunyi karena dengar suara langkah kaki kita. Nggak usah cemas. Orangnya belum pergi jauh kok
Memori ini terlalu besar, kompleks, misterius, dan sulit dipahami. Isinya mencakup metode kultivasi pemurni energi yang belum pernah didengar oleh Tirta, serta beberapa teknik mistis yang luar biasa. Akibatnya, kepala Tirta terasa penuh dan pusing, membuatnya sulit untuk menerima dan mencerna semuanya dalam waktu singkat."Perlu diingat, kekuatanmu saat ini terlalu lemah. Teknik-teknik yang aku ajarkan ini nggak boleh ditunjukkan di depan umum, atau kamu akan menghadapi bencana besar yang bisa mengancam nyawamu, bahkan aku pun akan terlibat." Genta memperingatkan."Kalau ada hal yang nggak kamu pahami saat berlatih, kamu bisa bertanya padaku saat nggak ada orang di sekitar. Aku akan menjelaskannya satu per satu untukmu."Di tengah kesadarannya yang setengah mengambang, suara terakhir Genta terdengar. Setelah itu, Tirta yang merasa kepalanya berat, kehilangan kesadaran dan terjatuh di atas ranjang empuknya.Entah berapa lama kemudian, Tirta akhirnya terbangun dalam kondisi linglung. Ket
"Dia pasti belum lari jauh, cepat atau lambat polisi akan menangkapnya." Bella hanya bisa menghibur mereka."Sudahlah, jangan dibahas lagi. Putriku, gimana keadaan Tirta sekarang? Saat kami naik tadi, sepertinya kami mendengar suara Tirta," tanya Darwan dengan nada cemas."Ayah, Tirta sepertinya sudah normal, tapi keadaannya tampaknya belum stabil. Sebaiknya kita jangan ganggu dia dulu," timpal Bella setelah ragu sejenak."Semuanya, mari kita turun ke aula untuk istirahat. Setelah Tirta pulih, kita baru kembali ke sini." Mendengar itu, Darwan merenung sebentar, lalu membawa semua orang kembali ke aula di lantai satu.....Sementara itu, di dalam kamar, Tirta berbaring di atas tempat tidur dengan niat mencoba sambil berbicara pelan pada dirinya sendiri, "Kakak, Kakak Cantik, Dewi, Dewi Naga, Belut Busuk, Sampah Sialan ....""Diam! Kalau ada masalah, katakan saja. Kalau nggak, tutup mulutmu." Akhirnya, berkat kegigihan Tirta, suara wanita naga itu kembali terdengar di dalam benaknya. Sua
Setelah itu, Genta tidak bersuara lagi. Sementara itu, Tirta merasa bersalah saat melihat Ayu dan Bella yang ketakutan.Tirta berkata, "Bibi, Bu Bella, tadi aku bukan sengaja mau sakiti kalian. Tadi aku ...."Meskipun Tirta tidak bermaksud menyakiti Bella dan Ayu, dia hampir saja terlambat menghentikan Genta. Tirta ingin memotong kedua tangannya.Ayu menggeleng. Dia tidak menyalahkan Tirta, malah berujar dengan gembira, "Tirta, kamu nggak usah jelaskan. Bu Bella sudah beri tahu aku kondisimu, aku yakin tadi kamu pasti nggak sengaja. Tirta, apa sekarang kamu sudah kembali normal?"Bella mengembuskan napas lega, lalu merangkul bahu Ayu dan menimpali, "Bibi Ayu, sekarang Tirta bisa mengenali kita. Dia pasti sudah kembali normal."Bella melanjutkan, "Tirta, aku dan Bibi Ayu sangat mengkhawatirkanmu. Kondisimu tadi sangat mengerikan. Kamu tahu kenapa kamu bisa berubah menjadi begini?""Aku juga nggak tahu, Bu Bella. Kamu bawa Bibi Ayu keluar dulu, takutnya aku menyakiti kalian lagi seperti
"Mana mungkin manusia lemah sepertiku bisa dibandingkan dengan makhluk hebat sepertimu? Kalau kamu nggak suka aku, cepat bunuh aku saja! Aku nggak mau tubuhku lagi, anggap saja aku berikan padamu!" lanjut Tirta.Tirta merasa dirinya sudah membuat Genta marah besar. Seharusnya dia tidak bisa merebut hak kendali tubuhnya dari Genta lagi. Jadi, dia langsung meluapkan kekesalannya."Manusia lemah ...," ucap "Tirta". Dia benar-benar berniat membunuh. Genta tidak pernah diperlakukan secara tidak hormat seperti ini.Namun, sekarang Genta tidak berdaya menghadapi Tirta. Jika dia membunuh jiwa Tirta, dia juga akan ditolak oleh tubuh ini. Akhirnya, Genta akan lenyap. Hal ini karena sekarang Genta terlalu lemah.Tirta menyadari sesuatu. Dia berujar, "Bukannya kamu bisa bunuh aku? Cepat bertindak! Aku nggak mau hidup lagi, kamu bunuh aku saja!"Tirta meneruskan, "Kalau kamu nggak bunuh aku, aku pasti remehkan kamu! Leluhur siluman apanya? Kamu bahkan nggak berani bunuh orang! Cih, sampah!""Tirta"
Tirta bisa merasakan keterpurukan Genta. Dia berujar, "Bukan, ini nggak termasuk karma. Kudengar, sebelumnya ada banyak siluman yang berkultivasi hingga tingkat sempurna. Mereka bahkan ingin menjadi manusia. Sekarang kamu bisa merasakan jadi manusia, sebenarnya kamu beruntung."Demi mencari kesempatan untuk merebut kembali tubuhnya, Tirta terpaksa berusaha menghibur Genta."Tirta" membalas, "Ha? Kamu malah membandingkanku dengan siluman rendahan itu? Apa kamu tahu identitasku dulu? Aku ini lelulur dari semua siluman di planet ini!""Tirta" sangat marah. Dia tidak melakukan apa pun, tetapi ledakan energi yang keluar dari tubuhnya langsung membuat kaca pecah dan pintu kayu bergetar."Kak, kalau kamu nggak suka jadi manusia, kembalikan tubuhku!" timpal Tirta. Dia tidak ingin menahan amarahnya lagi saat melihat "Tirta" marah. Apa pun konsekuensinya, Tirta tidak peduli lagi.Tirta langsung mengomel, "Aku baru jadi manusia selama belasan tahun, aku belum puas! Aku masih harus jaga banyak wan
Sesudah memeriksanya dengan saksama, "Tirta" memakai celananya kembali dan bergumam, "Sayangnya ini tubuh pria, ini beban bagiku. Alangkah baiknya kalau ini tubuh wanita, jadi aku bisa terus menggunakannya. Ke depannya kalau ada kesempatan, aku cari tubuh wanita yang cocok saja."Sementara itu, Tirta yang asli juga sudah bangun. Hanya saja, dia sedang mengeksplorasi. Tirta belum pernah mengalami hal ini sebelumnya.Tirta bisa melihat tubuhnya sendiri dan mendengar suara di sekitar. Dia bisa merasakan dirinya dikendalikan oleh Genta.Namun, Tirta tidak bisa melakukan apa pun. Dia hanya bisa berteriak dalam hati. Hanya saja, tidak ada yang bisa mendengarnya. Tirta tidak tahu bagaimana caranya merebut kembali hak kendali atas tubuhnya.Tirta merasa marah dan juga tidak berdaya. Dia juga tidak bisa menangis. Tirta ingin melompat keluar dan bertanya alasan Genta merebut tubuhnya.Tiba-tiba, "Tirta" mengernyit dan menegur, "Jangan teriak lagi. Kamu berisik sekali."Tirta berteriak, "Apa kamu
Mendengar perkataan Ayu, Bella makin bingung. Dia menanggapi, "Jadi ... Bibi Ayu, kalau Tirta belum mencapai tingkat abadi, mana mungkin dia bisa mengalahkan Naushad yang sudah mencapai tingkat semi abadi?"Ayu menimpali, "Aku nggak tahu. Setelah Tirta keluar, kita sama-sama tanya dia."Bella berbisik, "Oke. Aku mau tanya Tirta kalau dia itu benar-benar monster yang nggak bisa tua, bukannya aku rugi besar hidup bersamanya?"....Di aula utama vila. Sesudah mendengar cerita Darwan, Chandra merasa takjub. Dia berkomentar, "Ternyata Bryan itu pesilat kuno yang langka. Pantas saja dia bertindak semena-mena, bahkan dia meremehkan cucu sesepuh dalam dunia pemerintahan."Chandra meneruskan, "Itu karena dia mampu mengendalikan nasib orang lain. Tapi, Pak Tirta lebih hebat dari Naushad. Sepertinya Pak Tirta cuma berpura-pura polos. Orang memang nggak bisa dinilai dari penampilannya."Sebelumnya, Chandra hanya mengincar kekuasaan. Dia mengira dirinya yang sudah menjadi gubernur sangat hebat. Ked
Chandra yang penasaran berkata, "Pak Darwan, aku paham maksudmu. Aku akan menyuruh orang untuk mengurusnya. Tapi, apa kamu bisa beri tahu aku mengenai asal-usul Naushad dan Bryan? Kenapa kekuatan mereka begitu mengerikan?"Chandra menambahkan, "Selain itu, kenapa tadi kamu bilang Pak Tirta juga pesilat kuno? Dunia misterius yang disebutkan Bryan itu tempat apa?"Darwan merenung sejenak, lalu mendesah dan menyahut, "Pak Chandra, aku bisa beri tahu kamu sebagian informasi tentang mereka. Tapi, kamu nggak boleh memberi tahu orang lain. Takutnya kita bisa celaka."Darwan berbisik kepada Chandra, "Dunia misterius itu tempat yang terpisah dari dunia kita. Orang yang bukan pesilat kuno nggak boleh masuk, sedangkan pesilat kuno dibagi menjadi ...."Darwan melanjutkan, "Setahuku, setiap keluarga besar yang bertahan lama disokong oleh pesilat kuno ....".....Pada saat yang sama, Bella sudah membawa Ayu ke dekat kamar Tirta. Bella menghentikan langkahnya, lalu menunjuk pintu kamar berwarna merah
Mendengar ucapan Bella, Ayu makin mengkhawatirkan Tirta. Dia menanggapi, "Skizofrenia? Nggak mungkin, Tirta nggak pernah menunjukkan gejala seperti yang dibilang Bu Bella. Apa ... Tirta menjadi begini karena dipukul pria tua itu?"Ayu memohon, "Bu Bella, Tirta istirahat di mana? Apa kamu bisa bawa aku untuk menemuinya?"Bella mendesah, lalu melihat ke arah kamar Tirta dan menyahut, "Bibi Ayu, aku bukan nggak mau bawa kamu temui Tirta. Hanya saja ... sebelum masuk ke kamar, dia sudah berpesan siapa pun nggak boleh ganggu dia. Selain itu, sekarang Tirta sangat misterius. Aku nggak berani bawa kamu temui dia.""Tapi Bu Bella, mana mungkin aku bisa tenang setelah tahu kondisi Tirta seperti itu?" tanya Ayu. Matanya berkaca-kaca.Saat Ayu hendak bicara lagi, Chandra berkata, "Bu Ayu, kami paham perasaanmu. Kami juga mengkhawatirkan keselamatan Pak Tirta. Tapi ...."Chandra melanjutkan, "Sebenarnya tadi Bu Bella nggak menyatakannya secara langsung. Sekarang Pak Tirta memang seperti berubah me