Tirta tidak bisa menahan diri untuk melirik. Kemudian, dia menjawab, "Namaku Tirta Hadiraja, umurku 18 tahun. Aku dari Desa Persik.""Kamu baru 18 tahun, tapi sudah ingin mengikuti ujian medis?" tanya Julia dengan terkejut. Dia berhenti menulis dan meneruskan, "Kamu belajar ilmu medis dari mana?""Autodidak," sahut Tirta."Kamu bukan datang untuk membuat onar, 'kan?" tanya Julia sambil mengernyit. Kemudian, dia melanjutkan, "Sebaiknya kamu pulang saja."Menurut Julia, Tirta tidak mungkin bisa melewati ujian ini. Namun, Tirta segera menyahut, "Bukan begitu kok, aku serius ingin ikut ujian. Kakak Cantik, percayalah padaku!"Tirta hanya akan ditertawakan jika diusir sebelum sempat mengikuti ujian. Julia berujar, "Begini saja, aku akan menguji kemampuanmu. Kalau kamu lolos, aku akan mengizinkanmu ikut serta."Julia bisa melihat ketulusan Tirta. Jadi, dia menjulurkan lengan putihnya dan berkata, "Coba kamu periksa denyut nadiku, lalu beri tahu aku ada masalah apa di tubuhku."Tirta tentu ti
Julia memang pernah melakukan operasi, tetapi bisa dipastikan adalah seorang wanita cantik. Kecantikannya setara dengan Melati. Kini, Julia yang menungging di hadapan Tirta terlihat sungguh seksi."Eh, tapi ... ini kurang pantas, 'kan? Pria dan wanita harus menjaga jarak," ujar Tirta yang tidak bisa mengalihkan pandangannya lagi."Apa-apaan? Aku saja nggak bilang apa-apa, masa kamu yang merasa malu? Cepat bantu aku, aku masih ada urusan nanti," sahut Julia.Julia merasa Tirta yang bisa mendiagnosisnya dengan begitu akurat pasti bisa membantunya dalam masalah ini. Ujian akan segera dimulai. Sebagai pengawas, dia tidak boleh membuang-buang waktu."Baiklah." Tirta tidak menolak lagi saat melihat Julia begitu bersikeras. Dia berjongkok di belakang wanita itu dan mulai memijat. Tirta mengerahkan sedikit tenaga dan akhirnya berhasil menggeser implan itu ke posisi yang benar."Wah, kamu benar-benar hebat," puji Julia yang khawatir pada penampilannya. Setelah memijat bokongnya dan memastikan t
"Aku punya nomor ponselmu, aku akan meneleponmu nanti!" goda Julia. Dia tidak bisa menahan tawanya. Kemudian, dia bergumam, "Dia bukan adik kecil, dia sangat perkasa!"Setelah menenangkan diri, Julia memeriksa jam dan mendapati waktu ujian sudah dekat. Jadi, dia langsung pergi.Sementara itu, Tirta terus berkeliling di jalanan. Dia sedang memikirkan hadiah yang cocok untuk Nabila. Nabila sangat baik padanya, jadi Tirta tidak ingin membuatnya kecewa. Selain itu, Tirta juga ingin membeli hadiah untuk Ayu dan Melati."Kalung ini sangat cocok dengan Bibi!" gumam Tirta sembari menatap wanita yang memakai kalung giok di papan reklame.Tirta pun memasuki sebuah toko. Menurutnya, kalung seperti itu tidak mungkin mahal. Jadi, dia berniat untuk membeli tiga sekaligus untuk Ayu, Melati, dan Nabila.Alhasil, setelah Tirta masuk, tidak ada staf yang menyambutnya. Tirta berkeliling sendiri, lalu memilih sebuah kalung dan bertanya, "Apa aku boleh melihat kalung ini?""Hei, dia memanggilmu. Cepat ke s
"Kenapa kamu nggak memikirkan konsekuensinya sebelum melakukan sesuatu?" tanya Irene dengan ekspresi dingin. Dia meneruskan, "Aku buka toko untuk berbisnis, bukan untuk merusak reputasi. Pilihanmu cuma ada dua, berlari di jalanan dalam keadaan telanjang atau bawa barang-barangmu pergi sekarang juga. Aku juga akan memboikotmu di seluruh bisnis perusahaan giok."Ketika melihat sikap Irene yang begitu tegas, tidak ada satu pun staf yang berani membela Cynthia. Mereka takut dipecat oleh Irene."Bu, aku sudah tahu salah. Biar aku minta maaf kepada pelanggan, ya?" Cynthia ketakutan hingga meneteskan air mata. Tidak peduli pilihan yang mana, semuanya tidak bisa diterima oleh Cynthia. Kalau kehilangan pekerjaan, dia tidak akan bisa membayar utang ataupun menghidupi diri sendiri."Itu tergantung pelanggan ingin memaafkanmu atau nggak," sahut Irene dengan tidak acuh."Pak, tolong maafkan aku yang picik ini. Tolong beri aku satu kesempatan, ya? Aku sudah tahu salah, tolong jangan menyuruh Bu Iren
Tirta menunjuk batu giok dengan kualitas terburuk sambil berkata, "Kalau kamu nggak keberatan, aku akan mengambil batu ini saja.""Kamu mau batu ini? Tapi, kualitas batu ini sangat buruk. Mungkin harganya hanya sekitar jutaan," jelas Irene dengan heran.Pria yang berada di belakang Irene menggeleng mendengarnya. Orang cerdas tidak mungkin bisa menilai mana batu yang berkualitas baik dan buruk. Tirta malah memilih batu dengan kualitas yang paling buruk."Ya, aku mau yang ini. Justru kualitas batu ini adalah yang terbaik," ujar Tirta yang bersikeras. Karena penasaran, dia menggunakan mata tembus pandangnya untuk memeriksa. Bagian dalam dari batu mentah itu sangat hijau, tetapi tidak ada yang menyadarinya.Menurut ukurannya, batu itu sudah cukup bagi Tirta untuk membuat belasan kalung yang dibelinya barusan. Irene tersenyum, lalu menyerahkan batu itu sambil berkata, "Baiklah. Karena kamu begitu bersikeras, aku akan memberikannya kepadamu. Itu artinya, kamu nggak boleh memilih produk yang
"Oke. Omong-omong, namaku Tirta. Kamu boleh memanggil namaku langsung," ucap Tirta. Kebetulan, dia juga sedang senggang. Kalau bisa mendapat giok sebagus ini lagi, bukankah dirinya untung besar?"Kalau begitu, kamu boleh memanggilku Bu Irene," sahut Irene sambil tersenyum."Bu, dia sudah bilang tadi itu cuma kebetulan. Untuk apa mengajaknya melihat batu?" tanya si pria paruh baya dengan tidak puas."Kenapa memangnya? Terserah aku mau membawa siapa pergi. Apa urusannya denganmu?" sahut Irene dengan kesal."Baiklah, maafkan aku." Pria paruh baya itu hanya bisa mengangguk dan tidak berani bersuara lagi. Kemudian, dia mengemudikan mobil.Satu jam kemudian, mobil tiba di Giok Bumantara. Tempat ini sangat luas, jadi harganya sudah pasti mahal."Wah! Banyak sekali batu mentah di sini!" seru Tirta dengan takjub saat melihat tumpukan berbagai batu mentah itu."Huh! Dasar kampungan, ini hanya salah satu dari tiga gudang utama Giok Bumantara. Gudang ini termasuk yang paling kecil," ejek pria paru
"Aku nggak tertarik sedikit pun," tolak Tirta sambil menggeleng tanpa ragu sedikit pun."Kamu nggak berani, ya? Kamu pasti nggak mengerti apa-apa tentang batu mentah, jadi takut kalah. Benar begitu?" Gilang sengaja memprovokasi Tirta."Kata siapa? Apa gunanya taruhan ini? Apa yang bisa kudapat kalau menang?" tanya Tirta sesudah terkekeh-kekeh."Kalau kamu menang, aku akan menghadiahkanmu batu yang kamu pilih," sahut Gilang. Kemudian, dia tertawa terbahak-bahak. Dia tahu bahwa Tirta tidak bisa dibandingkan dengan dirinya yang telah berkecimpung di industri ini selama 30-an tahun."Baiklah. Tapi, kalau aku kalah, aku nggak punya uang untuk menghadiahkanmu batu mentah lho," balas Tirta sambil tersenyum."Oh, itu nggak perlu. Kalau kamu kalah, langsung tinggalkan tempat ini saja," ucap Gilang dengan penuh percaya diri."Oke. Pilihlah, aku sudah memilih batu yang kumau." Tirta tampak menunjuk beberapa batu secara asal-asalan. Dia sudah melihat banyak batu bagus sejak tadi, tetapi tidak tahu
"Hehe. Sudah nggak mengerti apa-apa, tapi masih berani sombong? Kamu memang harus diberi pelajaran dulu. Ayo, cepat potong ketiga batu itu," ujar Gilang sembari tersenyum lebar. Dia yakin bahwa Tirta akan merasa malu sebentar lagi."Ini namanya buang-buang waktu!" Para staf mengejek Tirta dengan kesal. Kemudian, salah satunya mulai memotong batu pilihan Tirta.Tirta sama sekali tidak terlihat murung, melainkan menyeringai. Sebentar lagi, dia akan memperoleh giok berkualitas tinggi. Dia benar-benar senang memikirkannya.Begitu dipotong sekitar satu sentimeter, staf sontak membelalakkan mata sembari berseru takjub, "Buset! Benar-benar ada giok di dalamnya! Kelihatannya gioknya nggak kecil!"Gilang memelotot. Dalam sekejap, ekspresinya menjadi masam. "Batu jelek seperti ini juga terdapat giok di dalam? Nasibmu memang bagus.""Sebentar lagi, kamu akan tahu ini karena nasib atau kemampuan." Tirta terkekeh-kekeh.Gilang menenangkan diri, lalu menimpali, "Jangan bangga dulu, mungkin saja hany
Setelah keluar dari Desa Persik, kesadaran Filda mulai pulih. Dia duduk di kursi belakang sambil terus menyeringai dingin menatap Tirta."Kamu terlalu banyak bicara! Kamu pikir aku akan memberimu kesempatan untuk melapor polisi?" Tirta tiba-tiba menginjak rem, menghentikan mobilnya.Kemudian, dia turun dan menarik Filda keluar dari kursi belakang. Tepat di sebelah mereka adalah sebuah waduk besar!Melihat waduk itu serta ekspresi dingin Tirta, Filda benar-benar panik! Dia menggigil dan bertanya dengan suara gemetar, "Kamu mau apa? Kamu nggak boleh membunuhku! Itu melanggar hukum! Hentikan!""Membunuhmu? Jangan mimpi! Membunuhmu hanya akan mengotori tanganku!" cela Tirta dengan dingin. Kemudian, dia mengeluarkan jarum perak dari saku.Dengan menggunakan teknik akupuntur untuk menghilangkan ingatan, Tirta menghapus ingatan Filda tentang kejadian malam ini. Sebentar lagi, Filda akan melupakan segalanya.Setelah mencabut jarum perak, Tirta segera melangkah ke mobil. Sebelum kesadaran Filda
Setelah kebohongannya terbongkar, Filda tidak lagi memiliki kesempatan untuk mendekati Tirta. Karena itu, dia begitu marah hingga tak bisa menahan diri untuk memaki Farida!"Berhenti! Barusan kamu bilang siapa yang menjijikkan?" Namun, setelah mendengar ucapannya, Tirta segera melangkah ke depan, menghalangi Filda, lalu menatapnya dingin."Kamu benar-benar nggak tahu diri. Justru perempuan seperti kamu yang sebenarnya paling menjijikkan! Kalau nggak minta maaf, jangan harap bisa pergi hari ini!"Sejak tadi, ketika Filda membolak-balikkan fakta, Tirta sudah merasa tidak senang padanya. Kini, setelah semuanya jelas, bukan hanya tidak meminta maaf, Filda malah menghina Farida! Jelas, Tirta tidak akan membiarkan dia lolos begitu saja!"Aku sudah bilang aku nggak mau kerja lagi! Aku juga sudah kembalikan uang kalian! Aku sudah nggak ada hubungan apa pun dengan kalian, jadi aku nggak akan minta maaf padanya!""Memangnya kamu bisa apa padaku? Jangan kira cuma karena punya uang, kamu bisa bert
Wajah Farida kembali merona. Dia menggigit bibirnya, lalu menatap Tirta dan berkata, "Tirta, aku tahu kamu khawatir padaku, tapi aku benaran nggak lelah. Aku bisa bekerja sampai pagi tanpa masalah.""Besok kamu harus kembali ke ibu kota provinsi, lebih baik kamu pergi ke vila dan istirahat. Aku akan tetap di sini untuk menanam beberapa bibit pohon buah lagi. Kalau aku sudah nggak kuat, aku akan diam-diam menyusulmu."Saat mengatakan itu, Farida berbisik di telinga Tirta, "Selama dua hari ini kamu nggak ada, Agatha dan Nabila juga nggak datang. Melati dan Arum hampir sakit karena terlalu rindu padamu. Cepat pergi temui mereka.""Kak Farida, kamu sendiri nggak merindukanku? Aku akan menemanimu dulu, setelah itu baru aku temui mereka." Tirta menggeleng dengan tegas, nada bicaranya terdengar sedikit mendominasi."Ya sudah kalau begitu." Farida lebih tua satu atau dua tahun dari Ayu. Dia sendiri adalah wanita dewasa yang cerdas dan anggun.Namun, saat mendengar ucapan Tirta, dia menjadi beg
"Tirta, tentu saja aku mengatakan yang sebenarnya." Di bawah cahaya malam yang samar, Filda tidak bisa melihat ekspresi Tirta dengan jelas. Dia terus berakting."Kamu telah menyelamatkan nyawa anak kakakku dan juga membantu mengurus bisnisnya. Kamu begitu baik kepada keluargaku, mana mungkin aku berbohong padamu?""Baiklah, kalau memang Kak Farida seburuk yang kamu katakan, aku pasti akan menyuruhnya minta maaf padamu. Naik mobil, ikut aku ke sana dan kita tanyakan ke Kak Farida langsung!""Tapi kalau ternyata kamu cuma bohong padaku, kamu yang harus memberi penjelasan pada Kak Farida!" Nada suara Tirta mengandung sedikit kemarahan.Menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam nada bicara Tirta, Filda sontak merasa gelisah dan tidak berani naik mobil.“Kenapa malah bengong? Ayo naik mobil," desak Tirta dengan tidak sabar."Tirta, aku ... aku tiba-tiba sakit perut. Gimana kalau kamu saja yang pergi? Beri tahu saja aku cara keluar dari sini. Aku nggak mau ikut. Aku harus cepat pulang ke
Wajahnya langsung memerah, merasa malu sekaligus marah. Filda mengumpulkan keberanian, lalu kembali melangkah ke arah belakang.Kali ini, dia memang tidak kembali ke tempat Farida dan para pekerja, tetapi dia tersesat."Jangan-jangan aku benar-benar mengalami fenomena terjebak di jalur hantu? Saat masuk tadi, semuanya baik-baik saja. Kenapa sekarang malah nggak bisa keluar? Aku harus meminta Kakak datang menjemputku!"Filda gemetar ketakutan. Dia mengeluarkan ponselnya dan hendak menelepon kakaknya, pemilik bibit pohon buah.Tiin! Tiin! Tiba-tiba, dari kejauhan, cahaya lampu yang menyilaukan menerangi tempat itu!Criiit! Suara rem yang tajam terdengar. Sebuah Mercedes-Maybach berhenti tepat di depan Filda.“Bukankah kamu adik pemilik bibit pohon buah? Malam-malam bukannya tidur, kenapa malah berada di sini?" Tirta membuka pintu mobil dan turun. Begitu melihat Filda, dia langsung ingat siapa gadis itu dan bertanya dengan penasaran."Kamu ... kamu Tirta? Syukurlah! Tirta, kamu datang tep
Mendengar perkataan Filda, banyak pekerja di bawah Farida yang merasa sangat marah!Mereka segera maju dan mengadangnya, tidak membiarkannya pergi!"Berhenti di situ!""Kamu ini gadis muda yang cantik, tapi kenapa caramu bicara dan bertindak sangat buruk?""Saat kakakmu menjual bibit pohon buah kepada Bos, dia sudah janji akan mengirimmu untuk membantu kami mengelola kebun secara gratis!""Kak Farida sangat baik, dia bahkan memberimu bayaran 1 miliar sebagai tambahan!""Kami juga nggak menyuruhmu menanam sendiri, cuma minta sedikit arahan. Lagian, kamu baru kerja setengah hari!""Masa kamu mau ambil uangnya, lalu langsung pergi begitu saja?""Mau pergi? Tinggalkan uangnya dulu! Kalau nggak, jangan salahkan kami kalau bertindak kasar!"Melihat puluhan pekerja yang marah dan tampak garang, Filda secara refleks mundur beberapa langkah karena takut.Namun, dia segera menenangkan diri, lalu mendengus dingin dan berkata, "Percuma kalian bilang begitu, aku nggak pernah bilang aku nggak mau me
"Jangan salahkan aku. Dengan tubuhmu sendiri, kamu akan membantai semua orang yang kamu cintai!"Itulah kata-kata terakhir yang dikatakan Genta kepada Tirta. Setelah suaranya menghilang, Genta tidak lagi memberikan tanda-tanda keberadaan."Sial ... wanita ini benar-benar kejam!"Tirta tahu bahwa kali ini dia benar-benar membuat Genta marah. Dia menggeleng dan tidak berani banyak mengeluh. Setelah memastikan bahwa tubuhnya tidak mengalami masalah, dia melanjutkan perjalanan menuju Desa Persik.Namun, keinginannya untuk menaklukkan Genta kini telah berakar kuat di dalam hatinya. Jika ada kesempatan di masa depan, dia pasti akan menidurinya!....Dalam gelapnya malam, Desa Persik diselimuti cahaya putih samar. Itu adalah lampu jalan yang dipasang oleh Farida saat Tirta tidak ada di sana.Bagaimanapun, saat ini adalah periode penting untuk menanam bibit pohon buah dan tanaman obat. Farida tidak berani bersikap lalai.Di bawah cahaya lampu jalan, Farida memimpin sekelompok pekerja untuk men
Tirta berpikir sejenak dan langsung bisa menebak bahwa momen mesranya barusan dengan Nabila pasti telah disaksikan dengan jelas oleh Genta.Pertama kali mungkin canggung, tetapi kedua kali sudah terbiasa. Kali ini, Tirta sudah tidak merasa malu lagi.Dia tidak percaya kalau Genta, seekor naga betina, bisa tetap tenang saat melihatnya dan Nabila bercinta.Tentu saja, Tirta hanya berandai-andai. Pikiran seperti itu hanya berani disimpan dalam hati. Kalau sampai Genta murka, dia mungkin bisa dihukum."Hais, Kak, aku memang bukan pria baik sejak dulu. Aku tahu Kak Nabila sangat mencintaiku, tapi bukankah Kak Arum, Kak Agatha, Susanti, dan Kak Melati juga mencintaiku sepenuh hati?""Sekarang aku sudah pulang, aku nggak bisa cuma mempertimbangkan perasaan Kak Nabila saja. Bukan karena aku nggak setia, tapi karena aku benar-benar nggak bisa membagi diri!"Tiba-tiba, Tirta teringat sesuatu dan sontak menepuk pahanya. "Eh, Kak! Dalam memori yang kamu wariskan padaku, bukankah dikatakan aku bisa
"Waktu luangmu benar-benar banyak ya ...." Nabila melirik jam yang tergantung di dinding, lalu tiba-tiba menghela napas."Ada apa, Kak Nabila?" tanya Tirta."Nggak ada apa-apa, aku cuma tiba-tiba merasa ... kamu sudah banyak berubah. Dulu, kamu cuma anak muda yang ceroboh dan polos.""Melihatku dari kejauhan saja kamu nggak berani, apalagi menatapku lebih lama. Bicara pun selalu terbata-bata.""Tapi ... setelah kamu diam-diam mengintipku mandi di sungai, kamu langsung berubah menjadi pria sejati.""Aku awalnya nggak berniat menjadi pacarmu, tapi karena kamu nekat dan pantang menyerah ... aku akhirnya malah tidur denganmu.""Setelah beberapa waktu, tiba-tiba kamu menjadi miliarder. Temanmu ada yang kepala kepolisian, wali kota, gubernur, bahkan kamu sampai bersumpah saudara dengan Pak Saba.""Sedangkan aku? Aku masih tetap gadis desa yang sama seperti dulu. Dibandingkan denganmu, aku sama sekali nggak berkembang. Aku merasa ... aku nggak pantas untukmu.""Tirta, kamu sudah sehebat ini.