Tirta menunjuk batu giok dengan kualitas terburuk sambil berkata, "Kalau kamu nggak keberatan, aku akan mengambil batu ini saja.""Kamu mau batu ini? Tapi, kualitas batu ini sangat buruk. Mungkin harganya hanya sekitar jutaan," jelas Irene dengan heran.Pria yang berada di belakang Irene menggeleng mendengarnya. Orang cerdas tidak mungkin bisa menilai mana batu yang berkualitas baik dan buruk. Tirta malah memilih batu dengan kualitas yang paling buruk."Ya, aku mau yang ini. Justru kualitas batu ini adalah yang terbaik," ujar Tirta yang bersikeras. Karena penasaran, dia menggunakan mata tembus pandangnya untuk memeriksa. Bagian dalam dari batu mentah itu sangat hijau, tetapi tidak ada yang menyadarinya.Menurut ukurannya, batu itu sudah cukup bagi Tirta untuk membuat belasan kalung yang dibelinya barusan. Irene tersenyum, lalu menyerahkan batu itu sambil berkata, "Baiklah. Karena kamu begitu bersikeras, aku akan memberikannya kepadamu. Itu artinya, kamu nggak boleh memilih produk yang
"Oke. Omong-omong, namaku Tirta. Kamu boleh memanggil namaku langsung," ucap Tirta. Kebetulan, dia juga sedang senggang. Kalau bisa mendapat giok sebagus ini lagi, bukankah dirinya untung besar?"Kalau begitu, kamu boleh memanggilku Bu Irene," sahut Irene sambil tersenyum."Bu, dia sudah bilang tadi itu cuma kebetulan. Untuk apa mengajaknya melihat batu?" tanya si pria paruh baya dengan tidak puas."Kenapa memangnya? Terserah aku mau membawa siapa pergi. Apa urusannya denganmu?" sahut Irene dengan kesal."Baiklah, maafkan aku." Pria paruh baya itu hanya bisa mengangguk dan tidak berani bersuara lagi. Kemudian, dia mengemudikan mobil.Satu jam kemudian, mobil tiba di Giok Bumantara. Tempat ini sangat luas, jadi harganya sudah pasti mahal."Wah! Banyak sekali batu mentah di sini!" seru Tirta dengan takjub saat melihat tumpukan berbagai batu mentah itu."Huh! Dasar kampungan, ini hanya salah satu dari tiga gudang utama Giok Bumantara. Gudang ini termasuk yang paling kecil," ejek pria paru
"Aku nggak tertarik sedikit pun," tolak Tirta sambil menggeleng tanpa ragu sedikit pun."Kamu nggak berani, ya? Kamu pasti nggak mengerti apa-apa tentang batu mentah, jadi takut kalah. Benar begitu?" Gilang sengaja memprovokasi Tirta."Kata siapa? Apa gunanya taruhan ini? Apa yang bisa kudapat kalau menang?" tanya Tirta sesudah terkekeh-kekeh."Kalau kamu menang, aku akan menghadiahkanmu batu yang kamu pilih," sahut Gilang. Kemudian, dia tertawa terbahak-bahak. Dia tahu bahwa Tirta tidak bisa dibandingkan dengan dirinya yang telah berkecimpung di industri ini selama 30-an tahun."Baiklah. Tapi, kalau aku kalah, aku nggak punya uang untuk menghadiahkanmu batu mentah lho," balas Tirta sambil tersenyum."Oh, itu nggak perlu. Kalau kamu kalah, langsung tinggalkan tempat ini saja," ucap Gilang dengan penuh percaya diri."Oke. Pilihlah, aku sudah memilih batu yang kumau." Tirta tampak menunjuk beberapa batu secara asal-asalan. Dia sudah melihat banyak batu bagus sejak tadi, tetapi tidak tahu
"Hehe. Sudah nggak mengerti apa-apa, tapi masih berani sombong? Kamu memang harus diberi pelajaran dulu. Ayo, cepat potong ketiga batu itu," ujar Gilang sembari tersenyum lebar. Dia yakin bahwa Tirta akan merasa malu sebentar lagi."Ini namanya buang-buang waktu!" Para staf mengejek Tirta dengan kesal. Kemudian, salah satunya mulai memotong batu pilihan Tirta.Tirta sama sekali tidak terlihat murung, melainkan menyeringai. Sebentar lagi, dia akan memperoleh giok berkualitas tinggi. Dia benar-benar senang memikirkannya.Begitu dipotong sekitar satu sentimeter, staf sontak membelalakkan mata sembari berseru takjub, "Buset! Benar-benar ada giok di dalamnya! Kelihatannya gioknya nggak kecil!"Gilang memelotot. Dalam sekejap, ekspresinya menjadi masam. "Batu jelek seperti ini juga terdapat giok di dalam? Nasibmu memang bagus.""Sebentar lagi, kamu akan tahu ini karena nasib atau kemampuan." Tirta terkekeh-kekeh.Gilang menenangkan diri, lalu menimpali, "Jangan bangga dulu, mungkin saja hany
"Benar. Kalau nggak, mana mungkin aku memilih batu-batu itu?" balas Tirta dengan santai."Jangan mimpi, nggak mungkin ada giok di kedua batu itu!" tegur Gilang sambil mengepalkan tangan dengan erat. Dia yakin Tirta tidak akan seberuntung itu."Kenapa diam saja? Cepat dipotong!" perintah Irene yang sudah tidak sabar. Dia sudah tidak sabar untuk melihat isinya.Staf menuruti perkataan Tirta dengan hanya memotong sedikit. Alhasil, terlihat begitu banyak giok di dalamnya. Kualitasnya bahkan tidak main-main!"Buset! Ternyata omongannya memang benar!""Semua ini giok berkualitas tinggi!""Gila! Dia ini manusia atau dewa?""Ini bukan mimpi, 'kan?"Para staf seketika menjadi heboh. Mereka tidak bisa memercayai penglihatan sendiri. Sementara itu, Gilang berkata dengan wajah pucat dan bercucuran keringat, "Nggak mungkin, ini nggak mungkin!"Semua ini adalah batu mentah pilihannya. Gilang gagal menyadari kehebatan ketiga batu itu, tetapi Tirta malah berhasil menyadarinya. Ini adalah kenyataan yan
"Aku nggak menipumu. Seluruh asetku hanya bisa membeli satu batu mentah itu!" sahut Gilang sambil tersenyum getir. Saat ini, dia merasa sungguh hancur. Dia sudah berkecimpung di industri ini bertahun-tahun, tetapi malah kalah dari seorang pemuda."Kalau nggak ada uang, ngapain kamu mengajakku bertaruh!" maki Tirta dengan kesal. Sia-sia dia merasa senang tadi."Tirta, jangan marah. Gilang memang nggak punya uang sebanyak itu, tapi aku bisa membantumu di sini. Aku bisa memberimu ketiga batu mentah itu," ujar Irene tiba-tiba. Dia membuat pengorbanan besar kali ini. Ketiga batu mentah itu memang berharga, tetapi Tirta jauh lebih berharga."Sialan, aku bisa menggila dibuat situasi ini!" Para staf yang berkerumun dipenuhi antusiasme. Dalam waktu kurang dari 30 menit, Tirta berhasil menghasilkan 600 miliar. Manusia biasa tidak akan bisa memiliki pencapaian semenakutkan ini."Bu, aku yang salah. Kamu nggak perlu membantuku menanggung semuanya. Setelah pulang nanti, aku akan menjual mobil dan r
"Aku bisa memberimu berapa pun gaji yang kamu mau. Kamu juga boleh mengubahnya menjadi komisi. Gilang bisa membantumu nanti," ujar Irene."Tirta, kamu boleh meminta bantuan apa pun dariku," ucap Gilang yang tidak lagi bersikap sombong kepada Tirta."Staf pembelian? Nggak ada gunanya gaji tinggi, lupakan saja," tolak Tirta sembari menggeleng. Dia lebih memilih berada di sisi Ayu dan lainnya. Lagi pula, uang 600 miliar sudah cukup baginya untuk dihamburkan seumur hidup."Eee ...." Irene mengira Tirta akan menyetujuinya, tetapi ternyata tidak. Seketika, dia mulai merasa panik."Kak, aku tahu kamu sangat baik. Tapi, aku sudah terbiasa hidup bebas, jadi nggak suka dikekang seperti ini. Kalau kamu nggak keberatan, kita bisa menjadi teman. Hubungi saja aku kalau butuh bantuan," jelas Tirta."Baiklah kalau begitu. Aku juga nggak bakal membuat jerih payahmu sia-sia." Irene merasa lega saat mendengar janji Tirta kepadanya. Dia tidak menyangka dirinya akan meminta bantuan seorang pria yang berasa
Sesampainya di toko giok, Tirta memilih empat kalung giok bernilai 2 miliar lebih. Setiap desain kalung itu sangat unik. Wanita mana pun akan jatuh hati melihatnya.Tirta awalnya merasa tidak enak hati memilih kalung semahal itu, tetapi Irene bersikeras memaksa. Tirta tidak berkesempatan untuk menolak. Kejadian ini membuat para staf toko menjadi heboh."Astaga, apa aku sedang bermimpi?""Mereka cuma keluar bersama beberapa jam, tapi Bu Irene sudah bersikap begitu baik pada pria itu, bahkan menghadiahkannya giok semahal itu!""Harga semua kalung giok itu setidaknya mencapai 8 miliar. Aku nggak mungkin bisa menghasilkan uang sebanyak itu dalam hidupku ini!"Semua orang menatap Tirta dengan sorot mata heran. Apa mungkin bos mereka menyukai pria ini? Sepertinya, tampan juga berguna.Sesudah meninggalkan toko giok, Irene mengemudikan mobilnya untuk mengantar Tirta pulang ke Desa Persik. Mobil yang dikemudikan Irene adalah Mercedes-Benz Maybach dengan kelas tertinggi. Harganya tentu fantasti
"Nggak usah buru-buru, aku sudah pertimbangkan. Aku nggak akan memberi kalian uang, begitu pula ... nyawaku!" tegas Tirta.Tirta tertawa kepada Arkan, lalu menamparnya. Arkan memaki, "Sialan! Bocah berengsek! Beraninya kamu mempermainkanku!"Tentu saja Arkan marah menghadapi situasi seperti ini. Arkan hendak menarik pengaman pistol, lalu mematahkan kedua tangan dan kaki Tirta terlebih dahulu untuk menakutinya.Namun, tamparan Tirta langsung membuat kepala Arkan terpental dalam sekejap. Sementara itu, tubuh Arkan yang sudah kehilangan kepala masih mempertahankan posisi mengangkat pistol untuk mematahkan kaki dan tangan Tirta.Perubahan yang mendadak ini membuat semua orang di tempat kaget dan juga takut. Setelah tersadar, mereka berkata pada Hafiz dengan ekspresi marah."Kak Arkan! Sialan! Ternyata pemuda ini seorang ahli bela diri!""Bos, pemuda ini sudah membunuh Kak Arkan! Kalau nggak, kita langsung bunuh dia saja!"Hafiz menegur, "Sialan, bukannya orang mati itu hal yang biasa? Dulu
"Empat puluh triliun? Bukannya kalian itu polisi? Kenapa aku merasa kalian seperti bandit?" tanya Tirta.Berdasarkan ucapan Mairah, para polisi ini juga bertugas untuk mencari Susanti biarpun Tirta tidak memberi mereka uang. Lagi pula, mereka tidak menemukan Susanti. Namun, Tirta juga bersedia memberi mereka 2 triliun sebagai ungkapan terima kasih.Melihat kondisi ini, emosi Tirta tersulut. Hafiz yang memimpin melihat Tirta masih begitu muda, tetapi dia sama sekali tidak panik setelah dikepung. Tirta juga bisa menebak masa lalu Hafiz dan lainnya dari ucapan mereka.Hafiz menerka-nerka identitas Tirta, 'Eh? Sebenarnya apa latar belakang pemuda ini? Kenapa dulu aku nggak pernah mendengar tentangnya?'Salah satu bawahan kepercayaan Hafiz maju, lalu tertawa dan berujar sembari menunjuk Tirta, "Kak, pemuda ini benar-benar pintar. Dia bisa menebak profesi kita dulu."Puluhan polisi juga ikut menghina Tirta. Sikap mereka sangat keterlaluan."Benar! Dulu kami termasuk bandit. Hanya saja, akhir
Belasan menit kemudian, 13 orang terakhir juga dibunuh oleh Tirta. Setelah menyimpan Pedang Terbang, Tirta melihat mayat-mayat di tanah. Perasaannya campur aduk.Tirta merasa sejak dirinya menguasai kultivasi, hasrat membunuhnya makin kuat. Dulu dia hampir tidak pernah berpikiran untuk membunuh.Saat Tirta sedang gundah dan meragukan dirinya sendiri, suara Genta terdengar. "Kamu sudah menjalani kehidupan di luar alam fana. Kamu nggak usah sedih karena kematian para pecundang ini. Mereka nggak pantas."'Kak, aku juga manusia. Tapi, aku merasa sekarang aku nggak berperikemanusiaan sedikit pun,' balas Tirta. Dia memeluk Susanti makin erat, tetapi hatinya masih kalut.Genta bertanya balik, "Kalau begitu, beri tahu aku apa artinya berperikemanusiaan?"Tirta mendesah dan menjawab, 'Berperikemanusiaan itu ... aku juga nggak tahu. Aku cuma merasa jelas-jelas aku bisa melepaskan mereka dan menyuruh mereka bersumpah ke depannya nggak akan membocorkan hal ini. Tapi, aku tetap membunuh mereka. Kak
Pedang Terbang yang bergerak sangat cepat menebas belasan kepala ahli serangga dalam sekejap. Para ahli serangga dari Desa Hiradi dan Desa Tayur tidak mampu menangkis serangan Tirta. Serangga guna-guna yang mereka banggakan sangat lemah di hadapan Pedang Terbang, seperti anak kecil 3 tahun yang menghadapi orang dewasa.Dalam waktu singkat, puluhan ahli serangga yang awalnya sangat percaya diri merasa tidak berdaya. Mereka yang kalah telak berteriak histeris.Wafri kaget. Dia bergumam, "Apa ... yang terjadi? Pedang ini bisa terbang .... Apa aku berhalusinasi?"Namun, suara teriakan makin jelas. Wafri tidak berani berlama-lama lagi. Dia berusaha keras untuk kabur."Sialan ... sebenarnya siapa pemuda ini? Jamil berengsek! Kamu mencelakaiku!" omel Aezar. Dia yang ketakutan setengah mati juga berusaha kabur."Lari saja, aku mau lihat kaki kalian atau pedangku lebih cepat!" seru Tirta. Dia memancarkan aura membunuh.Tirta menjentik jarinya, lalu bola api muncul dan jatuh ke mayat-mayat yang
Marila segera berucap dengan ekspresi cemas, "Paman, kita jangan habiskan waktu lagi. Kita sama-sama bawa bawahanmu pergi ke Desa Benad secepatnya!""Oke, tapi naik mobil terlalu lambat. Aku suruh orang untuk cari helikopter. Kita naik helikopter ke sana saja," sahut Idris. Dia membawa Marila naik ke mobil, lalu bergegas pergi ke pusat kota.....Waktu kembali ke 2 jam kemudian. Di bawah rumah panggung Susana, sebelumnya Tirta sudah membantai belasan ahli serangga Desa Benad yang tersisa.Tiba-tiba, puluhan ahli serangga mengepung Tirta. Mereka berasal dari Desa Hiradi dan Desa Tayur. Tirta tidak ingin membunuh orang yang tidak bersalah, ditambah lagi dia ingin segera memulihkan ingatan Susanti.Jadi, Tirta tidak langsung bertindak. Dia berkata kepada puluhan orang itu, "Sepertinya aku nggak punya dendam dengan kalian. Kalau kalian nggak mau mati sia-sia, cepat minggir."Aezar mengamati Tirta dengan sinis. Dia mendengus dan berbicara terlebih dahulu, "Kamu memang nggak punya dendam den
Dua jam yang lalu, Marila langsung menelepon pamannya setelah berpisah dengan Tirta. Pamannya adalah gubernur yang memimpin Provinsi Naru. Dia merupakan pejabat yang mengurus perbatasan. Namanya Idris.Marila meminta Idris mengutus orang untuk mencari Susanti. Sementara itu, Marila yang menaiki taksi sedang dalam perjalanan untuk bertemu Idris.Tentu saja, Marila juga mempunyai alasan datang jauh-jauh dari ibu kota ke Provinsi Naru untuk mencari Idris. Awalnya Idris juga merupakan pejabat tinggi di ibu kota. Kemudian, Idris menyinggung orang hebat karena salah bicara. Dia hampir kehilangan posisi sebagai pejabat.Untung saja, Saba turun tangan untuk melindungi Idris. Namun, Idris dipindahkan ke Provinsi Naru yang terpencil karena masalah ini. Dia menjadi seorang gubernur. Kemungkinan dia tidak mempunyai kesempatan untuk kembali ke ibu kota lagi seumur hidup.Setelah itu, petinggi negara memerintahkan untuk membasmi kejahatan di seluruh negeri. Provinsi Naru adalah wilayah yang dikuasai
Apalagi kompetisi serangga akan segera diadakan. Demi memenangkan kompetisi, mereka juga ingin datang untuk mengambil keuntungan. Tujuan mereka adalah merebut Serangga Emas yang dimurnikan dengan susah payah. Jadi, mereka baru menerobos masuk ke Desa Benad.Jamil buru-buru maju dengan napas terengah-engah saat melihat kedua belah pihak yang hendak berkelahi demi merebut Serangga Emas.Jamil menunjuk Tirta yang sedang membunuh di bawah rumah panggung sambil berteriak, "Kepala desa sekalian, jangan bertengkar lagi. Serangga Emas sudah diambil oleh seorang pemuda yang datang dari luar. Nenek Benad dan ayahku sudah dibunuh olehnya!""Siapa yang membunuh pemuda itu akan mendapatkan Serangga Emas. Ayahku sudah mati, jadi aku yang membuat keputusan di Desa Benad. Aku akan membawa semua penduduk Desa Benad untuk membela pihak yang membantuku balas dendam," lanjut Jamil.Jamil meneruskan, "Kalau aku melanggar janjiku, aku akan disambar petir dan dihabisi semua serangga guna-guna. Aku akan mati
Orang yang ditarik Jayadi untuk mengadang serangan pedang Tirta sudah mati. Namun, Jayadi tidak merasa kesakitan selain kepalanya yang makin gatal dan pandangannya yang makin kabur.Jayadi berusaha mengerahkan Serangga Batu dan Serangga Pelumpuh, lalu berujar pada Tirta dengan sinis, "Pemuda sialan, hanya begini kemampuanmu? Kamu sama sekali nggak bisa melukaiku. Haha, selanjutnya sudah saatnya aku bertindak!"Sesuai namanya, Serangga Batu bisa membuat orang yang digigit membatu. Sementara itu, sekujur tubuh orang yang digigit Serangga Pelumpuh akan mati rasa. Mereka tidak akan mampu melawan lagi.Kedua serangga ini bisa memberikan efek yang sama. Jayadi yakin Tirta yang merupakan orang luar pasti tidak bisa menghadapi serangan serangganya. Nanti Jayadi bisa menghabisi Tirta dengan mudah.Hanya saja, tiba-tiba terdengar suara Jamil yang samar dan panik. "Ayah ... kamu ... nggak ... apa-apa, 'kan?""Aku ... nggak ... apa-apa ....," sahut Jayadi. Dia merasa aneh, tetapi dia tetap menangg
Tirta mendengus dan berkata, "Aku memang mau membuat perhitungan denganmu! Sekarang kamu yang cari aku, jadi aku bisa menghemat waktuku!"Tirta melihat dengan menggunakan mata tembus pandang. Ternyata Jamil yang pergi tadi sudah kembali. Dia membawa Jayadi dan belasan ahli serangga di Desa Benad. Mereka membuat masalah di bawah rumah panggung.Tirta langsung menyuruh Anton dan Yuli mengikutinya. Dia yang menggendong Susanti keluar dari kamar terlebih dahulu.Sementara itu, Jamil yang berada di bawah rumah panggung langsung panik begitu melihat Tirta keluar dari kamar sambil menggendong Susanti.Jamil yang cemburu berseru, "Ayah, pemuda itu yang membunuh Nenek Benad! Cepat bunuh dia! Jangan sampai dia membawa Susanti pergi!"Jayadi meremehkan Tirta setelah melihat tampangnya yang lucu dan wajahnya yang masih muda. Dia berucap kepada Jamil, "Jamil, dia masih muda. Untuk apa kamu takut? Tenang saja, aku nggak akan membiarkan dia pergi dari Desa Benad hidup-hidup. Wanita itu milikmu dan di