Mendengar kata-kata Tirta, Aaris langsung melirik ke arah Bima secara refleks. Ketika melihat belasan luka di tubuh Bima, dia langsung berdiri dan berteriak kepada Tirta, "Kenapa aku harus dengar perintahmu untuk berlutut setengah jam atau dipukul? Kamu kira kamu ini siapa?""Aku nggak mau milih apa pun, lihat saja apa yang bisa kamu lakukan padaku?"Setelah berkata demikian, Aaris tidak peduli lagi pada upaya Tabir untuk menahannya dan buru-buru melangkah menuju ruang dalam. Saat Tirta hendak maju untuk menghentikannya, tiba-tiba Shinta telah duluan maju untuk angkat bicara."Berhenti! Menurutku permintaan tuan ini nggak keterlaluan. Setidaknya kamu harus tanggung jawab setelah mukul orang! Kalau kamu nggak mau milih antara dua pilihan itu, aku bisa memberimu pilihan ketiga.""Aku nggak keberatan untuk nyuruh orang menangkapmu dan proses sesuai hukum!" lanjut Shinta.Aaris sontak terpaku di tempat setelah mendengar ucapan Shinta. Dia sudah cukup kebingungan saat melihat Tabir membela
Selain itu, tidak ada seorang pun yang berpihak padanya di tempat itu."Orang sombong akan dapat balasannya. Aaris, setelah kejadian kali ini, kuharap kamu jangan berbuat semena-mena lagi," pungkas Tabir sambil menghela napas berat.Namun, ekspresi Aaris tampak sangat muram. Dia menggertakkan giginya dan tidak merespons sama sekali. Kini dia harus berlutut setengah jam di hadapan semua orang, bagaimana dia harus menanggung malu ke depannya?Dalam hati, Aaris benar-benar membenci Tirta. Dia tidak mungkin akan melupakan hal ini. Suatu saat nanti, dia bertekad mencari kesempatan untuk membalas perbuatan Tirta! Namun, tentu saja dia tidak berani berbuat apa pun terhadap Shinta.Pada saat ini, fokus Shinta telah teralihkan pada Tirta."Kak, maafkan kesalahanku atas kejadian sebelumnya. Kalau boleh tahu, cara apa yang kamu gunakan untuk memaksanya berkata jujur tadi? Kulihat tadi kamu cuma pakai beberapa jarum perak?" Kini, nada bicara Shinta juga tidak lagi mendesak seperti sebelumnya, mela
Aaris yang berlutut di lantai hampir muntah darah karena kesal mendengar kata-kata itu! Awalnya, keluarganya berencana untuk menjalin hubungan baik dengan Keluarga Dinata. Namun kini, bukan hanya dirinya yang dipermalukan oleh Tirta, kesempatan besar itu pun dirampas darinya! Sungguh menjengkelkan!Namun, jika nanti Tirta mendapatkan perlindungan dari Keluarga Dinata, akan sangat sulit baginya untuk membalas dendam pada Tirta dan Bima. Ketika Aaris merasa putus asa, Shinta baru saja melangkah masuk ke ruangan.Tiba-tiba dari arah pintu masuk, terlihat ada dua orang pria yang memaksa masuk. Salah satunya adalah pria paruh baya berusia sekitar 40-an yang mengenakan jas putih, celana longgar, dan sepatu kain hitam dengan alas putih. Wajahnya tampak dipenuhi amarah.Begitu melihat Bima di tengah kerumunan, dia langsung berseru dengan lantang, "Pak Bima, akhirnya aku menemukanmu!""Pak Panji, ada apa mencariku?"Bima tentu mengenali orang ini. Dia adalah pemilik dari Perguruan Selatan, seka
Ucapan Karta ini penuh dengan nada sindiran dan penghinaan."Syarat macam apa itu? Aku nggak mungkin setuju." Ekspresi Bima langsung tampak muram."Selama Pak Bima nggak menyetujui persyaratan Kak Karta, kami nggak akan pergi dari sini. Tapi, sepertinya Pak Bima nggak sehebat biasanya hari ini! Pengecut sekali. Tampaknya, Pak Bima juga sadar bukan tandingan kakakku, jadi nggak berani menerima tantangannya," sindir Panji."Omong kosong, siapa bilang aku nggak berani terima tantangannya? Kalau mau, kita duel sekarang juga. Kalau kalah, kalian berdua segera pergi dari sini. Jangan pernah datang menggangguku lagi," teriak Bima yang tidak sanggup menerima provokasi dari kedua orang itu."Bagus, Pak Bima memang pemberani. Salut!" Melihat Bima yang terkena perangkapnya, Panji pun tertawa sinis.Kemudian, dia berkata pada Karta, "Kalau begitu, mohon bantuannya kepada Kak Karta. Tunjukkan pada Pak Bima, apa artinya tahu diri!""Hehe, tenang saja, Dik. Aku mengerti," jawab Karta."Bima, sebaikny
Tirta sendiri juga tidak menyangka akan terjadi situasi yang mendadak ini. Namun, yang membuatnya semakin kaget adalah jurus mengunci titik akupunkturnya itu tidak berguna sama sekali terhadap Karta.Wajar saja Panji sampai begitu percaya diri menyuruhnya berduel dengan Bima. Ternyata mereka memang sudah melakukan persiapan sebelumnya."Kalian menang. Bima, kembalilah. Sini, kuperiksakan lukamu." Tirta memeriksanya dengan mata tembus pandang. Untung saja luka Bima tidak terlalu parah. Namun, dia juga tidak bermaksud membiarkan Bima untuk melanjutkan duelnya.Akan tetapi, Karta malah tidak memberi kesempatan pada Bima untuk pergi. Dia hanya berkata dengan nada dingin, "Baru segini saja sudah selesai? Padahal kulihat tubuh Pak Bima masih sehat.""Kalau mau duel, sebaiknya benar-benar adu kekuatan. Kalau nggak, jadi nggak seru!" ujar Karta sambil melangkah maju dengan cepat. Dia mengangkat kakinya dan menginjak lutut Bima dengan keras!"Krakk!" Suara retak tulang terdengar jelas, membuat
Melihat hal ini, Aaris juga tidak sanggup menerimanya. "Nggak mungkin ... bahkan kakak senior Pak Panji juga nggak bisa mengalahkannya?""Guru ... maaf. Aku telah membuatmu malu ...," ucap Bima sambil menahan rasa sakitnya setelah melihat kondisi Tirta. Dia merasa sangat bersalah."Nggak memalukan. Kamu memang bukan tandingannya, tapi mereka juga bertindak curang. Jangan bicara dulu, biar kuobati lukamu," ujar Tirta menahan amarahnya setelah memeriksa luka-luka Bima."Sebentar lagi, aku akan balaskan dendam untukmu dan akan kupatahkan kedua kakinya dengan tanganku sendiri!"Karena tulang Bima mengalami keretakan, Tirta memutuskan untuk menggunakan aliran energi peraknya untuk meredakan rasa sakit dan mempercepat proses penyembuhan. Kemudian, dia merobek sepotong kain dari bajunya.Setelah itu, Tirta mengambil sebatang ranting dan mematahkannya menjadi ukuran yang pas, lalu mengikatnya di lutut Bima untuk menjaga stabilitas. Setelah memberikan perawatan sementara ini, Tirta berencana me
Melihat ekspresi serius Tirta, Shinta pun menoleh ke arah Saba untuk meminta pendapatnya. "Kakek, apa kita akan biarkan mereka bertarung?""Kalau seorang murid dipukul sampai patah kakinya, wajar saja gurunya ingin membela. Selama nggak berlebihan, biarkan saja mereka bertarung," jawab Saba setelah berpikir sejenak.Dia tadi sudah mendengar cerita Shinta tentang bagaimana Tirta menggunakan jarum perak untuk menghipnotis Aaris dan hal itu membuatnya penasaran. Apakah mungkin Tirta yang masih muda ini tidak hanya pandai dalam pengobatan, tetapi juga mahir dalam seni bela diri?"Baik, Kakek." Shinta mengangguk patuh, kemudian menoleh kepada Tirta dan berkata, "Pertarungan itu berbahaya, jadi hati-hati ya. Nggak masalah kalau kamu kalah, yang penting jangan sampai terluka."Meski Shinta tidak sepenuhnya yakin dengan kemampuan Tirta, dia berencana akan mengirim Lutfi untuk membantunya jika Tirta tampak kesulitan. Tirta mengangguk, lalu berbalik menatap Karta dengan dingin, "Ayo kita mulai!"
Lutfi secara refleks ingin turun tangan menyelamatkan Tirta, tapi gerakan siku Karta sudah terlalu cepat. Dia tak sempat menghentikannya."Huh, cuma segini saja Pak Bima sampai mau mengakui bocah ini sebagai gurunya? Sungguh memalukan!" ejek Panji saat melihat serangan Karta hampir mengenai Tirta."Guru ... awas!" teriak Bima. Wajahnya tampak pucat dan khawatir saat memberikan peringatan."Astaga, seharusnya tadi aku nggak menyetujui pertandingan ini ...." Shinta tampak menyesal. Jika Tirta terluka parah, bagaimana dia bisa merawat Saba nanti? Namun dalam sekejap mata, semuanya berubah. Serangan Karta mengenai Tirta dengan keras dan semua orang terkesiap melihatnya."Aarrghh ...."Namun, hal yang terjadi selanjutnya justru mengejutkan semua orang. Tirta yang seharusnya jatuh karena serangan itu, malah hanya terhuyung sejenak. Sebaliknya, Karta yang menjerit kesakitan dan terpaksa mundur beberapa langkah!"Baju apa yang kamu pakai? Kenapa bisa sekeras ini?!" Karta merasa seolah-olah tel
Mendengar ucapan Bella, Ayu makin mengkhawatirkan Tirta. Dia menanggapi, "Skizofrenia? Nggak mungkin, Tirta nggak pernah menunjukkan gejala seperti yang dibilang Bu Bella. Apa ... Tirta menjadi begini karena dipukul pria tua itu?"Ayu memohon, "Bu Bella, Tirta istirahat di mana? Apa kamu bisa bawa aku untuk menemuinya?"Bella mendesah, lalu melihat ke arah kamar Tirta dan menyahut, "Bibi Ayu, aku bukan nggak mau bawa kamu temui Tirta. Hanya saja ... sebelum masuk ke kamar, dia sudah berpesan siapa pun nggak boleh ganggu dia. Selain itu, sekarang Tirta sangat misterius. Aku nggak berani bawa kamu temui dia.""Tapi Bu Bella, mana mungkin aku bisa tenang setelah tahu kondisi Tirta seperti itu?" tanya Ayu. Matanya berkaca-kaca.Saat Ayu hendak bicara lagi, Chandra berkata, "Bu Ayu, kami paham perasaanmu. Kami juga mengkhawatirkan keselamatan Pak Tirta. Tapi ...."Chandra melanjutkan, "Sebenarnya tadi Bu Bella nggak menyatakannya secara langsung. Sekarang Pak Tirta memang seperti berubah me
"Tirta" yang puas mengangguk dan menyahut, "Bagus, kamu pergi saja. Ingat, aku nggak mau diganggu."Setelah "Tirta" masuk ke kamar, entah bagaimana caranya pintu kamar tertutup sendiri. Bella yang berdiri di depan pintu kamar bergumam, "Ada apa dengan Tirta?"Bella merasa resah, tetapi dia juga tidak berani mengganggu "Tirta". Dia pun kembali ke aula utama. Saat Bella kembali ke aula, ternyata hanya tersisa Ayu dan Darwan yang tidak sadarkan diri, serta Janet dan Chandra yang terlihat cemas. Mayat di lantai juga sudah dibereskan.Bella yang bingung bertanya, "Pak Chandra, pamanku dan lainnya pergi ke mana?"Chandra merasa bersalah. Dia menyahut, "Bu Bella, tadi waktu kamu bawa Pak Tirta untuk cari kamar, Bryan kabur selagi kami nggak memperhatikannya. Jadi, mereka bawa bawahan untuk menangkap Bryan.""Bryan kabur?" tanya Bella sembari mengernyit. Walaupun "Tirta" sudah menghajar Bryan sampai sekarat, Bryan adalah orang yang sangat keji. Bella khawatir nantinya Bryan akan membalas dend
"Tirta membunuh pria tua sialan itu? Baguslah, orang seperti itu cuma bisa buat masalah kalau hidup!" ujar Bella. Melihat Naushad mati, Bella baru melepaskan tangannya yang dikepal. Dia berucap, "Tirta, kamu ...."Bella melihat "Tirta" menghampirinya. Meskipun sekarang Bella sangat panik, dia tetap menahan keinginannya untuk menanyakan kondisi Tirta.Sebelum Bella menyelesaikan ucapannya, "Tirta" mengamati kondisi di vila. Sepertinya dia merasa puas dengan vila ini. Kemudian, dia menegaskan, "Carikan aku kamar untuk istirahat. Siapa pun nggak boleh menggangguku, termasuk kamu."Ternyata, energi spiritual Naushad terlalu kacau. Jadi, "Tirta" harus memurnikannya terlebih dahulu sebelum diserap.Tentu saja, kekuatan "Tirta" sekarang terlalu lemah dan kondisinya sangat jauh jika dibandingkan saat tubuhnya dalam keadaan prima. Kalau tidak, energi spiritual itu bisa dimurnikan dengan mudah."Oke, kamu pasti sangat lelah. Kamu harus istirahat," sahut Bella. Walaupun ingin menanyakan banyak ha
Naushad menarik Bryan yang tumbang keluar dari aula kediaman Keluarga Purnomo. Dia mempunyai firasat nyawa mereka terancam jika terus berada di sini.Tiba-tiba, "Tirta" menyipitkan matanya dan berucap dengan dingin, "Kalian mau pergi? Dasar pecundang! Memangnya aku izinkan kalian pergi?""Tirta" tiba-tiba menghilang. Naushad bergidik. Dia merasakan bahaya mendekat. Naushad yang tidak bisa menghindar lagi langsung melepaskan Bryan.Naushad mengerahkan tenaganya dan melancarkan serangan tingkat semi abadi. Dia berseru, "Pukulan Ancala!"Pukulan ini adalah teknik lanjutan dari Pukulan Penghancur Jantung. Kekuatannya sangat dahsyat. Naushad juga tidak peduli jika energinya terkuras. Bisa dibilang, Naushad juga mampu melawan pesilat tingkat abadi dengan kekuatan ini.Sekarang, Naushad tidak bisa menebak kondisi Tirta. Jadi, dia tidak ingin menghabiskan terlalu banyak waktu. Naushad hanya ingin mengalahkan Tirta dengan satu serangan, lalu meninggalkan tempat ini.Namun, serangan Naushad tida
Naushad sudah hidup selama 150 tahun, tetapi dia tidak pernah melihat keanehan seperti ini. Mata Tirta terlihat seperti mata ular yang mengandung cahaya perak. Auranya sangat mengintimidasi.Naushad merasa ketakutan begitu bertatapan dengan Tirta. Bahkan, tubuh Naushad gemetaran. Tirta yang sekarang sangat berbeda dengan sebelumnya. Sekarang Tirta terlihat misterius, arogan, dan sulit digapai.Naushad tidak paham. Dia berusaha fokus untuk merasakan kekuatan Tirta sebenarnya. Namun, dia hanya bisa berseru, "Kenapa aku nggak bisa merasakan kekuatannya? Bukannya dia cuma pesilat energi internal tahap atas? Nggak mungkin, apa yang terjadi?"Saat Naushad masih terkejut dan kebingungan, Bella baru tersadar. Dia segera menarik lengan Tirta dan berujar, "Tirta, kamu sudah bangun! Baguslah! Kamu ...."Sebelum Bella menyelesaikan ucapannya, Tirta tiba-tiba menepis tangan Bella dan meliriknya dengan dingin. Bella sangat terpukul. Dia terdiam di tempat.Tatapan Tirta yang dingin membuat Bella mind
Tongkat di tangan Naushad langsung terlontar dan melewati tangan Simon. Ponsel Simon terpental, lalu hancur.Naushad menghela napas, lalu berkata kepada Bryan, "Bryan, cepat bawa 2 wanita itu pergi. Kita harus segera tinggalkan tempat ini."Biarpun sudah mencapai tingkat semi abadi, Naushad tidak ingin melawan pasukan militer. Apalagi senjata pasukan militer zaman sekarang sangat canggih. Mereka bisa menghabisi Naushad dengan mudah."Oke, Guru. Kamu pergi dulu, aku akan segera mengikutimu," sahut Bryan yang antusias.Bryan segera menghampiri Chandra dan lainnya. Bagi Bryan, mereka adalah orang-orang lemah. Setelah menghabisi mereka, Bryan bisa langsung menangkap Bella dan Ayu.Melihat Bryan makin mendekat, Chandra dan lainnya sangat ketakutan. Namun, mereka tetap memberanikan diri untuk melindungi Bella dan Ayu. Chandra berseru, "Bu Bella, Bu Ayu, cepat pergi! Kami nggak bisa menahannya terlalu lama!""Kedua wanita ini nggak akan bisa kabur lagi. Kalau nggak mau mati, cepat minggir! Ka
Setelah Diego dan Wirya mati, orang lain di aula utama ketakutan setengah mati. Cara Naushad membunuh terlalu menakutkan! Mereka tidak pernah melihat hal seperti ini!Bahkan, Sofyan juga tidak berani membalas dendam sesudah melihat putranya mati. Dia dan orang lainnya segera keluar dari aula kediaman Keluarga Purnomo.Ayu yang mentalnya kurang kuat tidak bisa menerima kenyataan dirinya kehilangan Tirta. Ditambah lagi, dia baru melihat situasi yang mengerikan. Tubuh Ayu lemas dan dia langsung tidak sadarkan diri."Bibi Ayu, kamu kenapa?" tanya Bella dengan ekspresi cemas. Dia segera menyuruh Janet memeriksa kondisi Ayu.Siapa sangka, Janet yang ketakutan tidak berani bergerak. Dalam situasi yang kacau ini, tidak ada yang menyadari Tirta sudah membuka matanya. Apalagi, tubuh Tirta ditutupi Ayu. Bahkan, jari Tirta juga mulai bergerak!Melihat situasi ini, Bryan menanggapi dengan ekspresi mesum, "Begini saja sudah takut? Kabarnya orang-orang di dunia fana sangat lemah, sepertinya memang be
Sekarang Naushad sudah berusia 150 tahun. Hanya sedikit lagi, Naushad bisa memperpanjang usianya sampai 200 tahun seperti pesilat tingkat abadi yang paling terkenal di zaman kuno.Sayangnya, belakangan ini Naushad merasa kesehatannya menurun. Dia menderita penyakit kronis dan tidak bisa hidup lama lagi. Itulah sebabnya Naushad kembali ke dunia fana untuk mencari dokter hebat yang bisa mengobati penyakitnya.Sementara itu, Bryan adalah seorang anak yatim piatu yang dibesarkan Naushad di dunia misterius. Naushad mengatakan Bryan adalah muridnya, tetapi sebenarnya dia sudah menganggap Bryan seperti anak kandungnya. Kalau tidak, Naushad tidak akan bersikap lunak kepada Bryan.Mendengar ucapan Naushad, Bryan yang gembira segera membalas, "Terima kasih, Guru. Aku pasti nggak akan mengecewakanmu. Ke depannya aku akan mengembangkan kemampuan yang kamu wariskan padaku dan menjadi pesilat kuno sebenarnya. Aku pasti segera mencapai tingkat abadi."Selesai bicara, Bryan hendak menghampiri Ayu dan
Saat Tirta kehilangan kesadaran, Bella, Ayu, Chandra, Simon, dan lainnya berseru dengan ekspresi panik."Tirta!""Tirta, kamu kenapa?""Dokter, cepat lihat bagaimana kondisi Pak Tirta!"Janet yang datang memeriksa kondisi Tirta, lalu berkata dengan ekspresi cemas, "Gawat ... denyut jantung Pak Tirta makin lemah. Takutnya nyawa Pak Tirta terancam! Biarpun dibawa ke rumah sakit sekarang, juga sudah terlambat!"Ayu dan Bella sangat terpukul. Tubuh mereka terhuyung. Ayu bergumam, "Apa? Tirta nggak bisa diselamatkan lagi? Nggak mungkin ....""Orang ini sudah mati?" gumam Bryan yang dipukul hingga babak belur. Dia berusaha bangkit, lalu berjalan terhuyung ke depan pria tua itu dan melanjutkan, "Guru, kalau dia sudah mati, kita nggak usah berlama-lama di kediaman Keluarga Purnomo lagi."Bryan meneruskan, "Orang ini masih muda, kelihatannya dia nggak bisa obati penyakit orang. Aku bawa kamu cari dokter hebat yang lainnya saja."Kemudian, Bryan memandangi Bella dan Ayu dengan tatapan mesum semb