Selain itu, tidak ada seorang pun yang berpihak padanya di tempat itu."Orang sombong akan dapat balasannya. Aaris, setelah kejadian kali ini, kuharap kamu jangan berbuat semena-mena lagi," pungkas Tabir sambil menghela napas berat.Namun, ekspresi Aaris tampak sangat muram. Dia menggertakkan giginya dan tidak merespons sama sekali. Kini dia harus berlutut setengah jam di hadapan semua orang, bagaimana dia harus menanggung malu ke depannya?Dalam hati, Aaris benar-benar membenci Tirta. Dia tidak mungkin akan melupakan hal ini. Suatu saat nanti, dia bertekad mencari kesempatan untuk membalas perbuatan Tirta! Namun, tentu saja dia tidak berani berbuat apa pun terhadap Shinta.Pada saat ini, fokus Shinta telah teralihkan pada Tirta."Kak, maafkan kesalahanku atas kejadian sebelumnya. Kalau boleh tahu, cara apa yang kamu gunakan untuk memaksanya berkata jujur tadi? Kulihat tadi kamu cuma pakai beberapa jarum perak?" Kini, nada bicara Shinta juga tidak lagi mendesak seperti sebelumnya, mela
Aaris yang berlutut di lantai hampir muntah darah karena kesal mendengar kata-kata itu! Awalnya, keluarganya berencana untuk menjalin hubungan baik dengan Keluarga Dinata. Namun kini, bukan hanya dirinya yang dipermalukan oleh Tirta, kesempatan besar itu pun dirampas darinya! Sungguh menjengkelkan!Namun, jika nanti Tirta mendapatkan perlindungan dari Keluarga Dinata, akan sangat sulit baginya untuk membalas dendam pada Tirta dan Bima. Ketika Aaris merasa putus asa, Shinta baru saja melangkah masuk ke ruangan.Tiba-tiba dari arah pintu masuk, terlihat ada dua orang pria yang memaksa masuk. Salah satunya adalah pria paruh baya berusia sekitar 40-an yang mengenakan jas putih, celana longgar, dan sepatu kain hitam dengan alas putih. Wajahnya tampak dipenuhi amarah.Begitu melihat Bima di tengah kerumunan, dia langsung berseru dengan lantang, "Pak Bima, akhirnya aku menemukanmu!""Pak Panji, ada apa mencariku?"Bima tentu mengenali orang ini. Dia adalah pemilik dari Perguruan Selatan, seka
Ucapan Karta ini penuh dengan nada sindiran dan penghinaan."Syarat macam apa itu? Aku nggak mungkin setuju." Ekspresi Bima langsung tampak muram."Selama Pak Bima nggak menyetujui persyaratan Kak Karta, kami nggak akan pergi dari sini. Tapi, sepertinya Pak Bima nggak sehebat biasanya hari ini! Pengecut sekali. Tampaknya, Pak Bima juga sadar bukan tandingan kakakku, jadi nggak berani menerima tantangannya," sindir Panji."Omong kosong, siapa bilang aku nggak berani terima tantangannya? Kalau mau, kita duel sekarang juga. Kalau kalah, kalian berdua segera pergi dari sini. Jangan pernah datang menggangguku lagi," teriak Bima yang tidak sanggup menerima provokasi dari kedua orang itu."Bagus, Pak Bima memang pemberani. Salut!" Melihat Bima yang terkena perangkapnya, Panji pun tertawa sinis.Kemudian, dia berkata pada Karta, "Kalau begitu, mohon bantuannya kepada Kak Karta. Tunjukkan pada Pak Bima, apa artinya tahu diri!""Hehe, tenang saja, Dik. Aku mengerti," jawab Karta."Bima, sebaikny
Tirta sendiri juga tidak menyangka akan terjadi situasi yang mendadak ini. Namun, yang membuatnya semakin kaget adalah jurus mengunci titik akupunkturnya itu tidak berguna sama sekali terhadap Karta.Wajar saja Panji sampai begitu percaya diri menyuruhnya berduel dengan Bima. Ternyata mereka memang sudah melakukan persiapan sebelumnya."Kalian menang. Bima, kembalilah. Sini, kuperiksakan lukamu." Tirta memeriksanya dengan mata tembus pandang. Untung saja luka Bima tidak terlalu parah. Namun, dia juga tidak bermaksud membiarkan Bima untuk melanjutkan duelnya.Akan tetapi, Karta malah tidak memberi kesempatan pada Bima untuk pergi. Dia hanya berkata dengan nada dingin, "Baru segini saja sudah selesai? Padahal kulihat tubuh Pak Bima masih sehat.""Kalau mau duel, sebaiknya benar-benar adu kekuatan. Kalau nggak, jadi nggak seru!" ujar Karta sambil melangkah maju dengan cepat. Dia mengangkat kakinya dan menginjak lutut Bima dengan keras!"Krakk!" Suara retak tulang terdengar jelas, membuat
Melihat hal ini, Aaris juga tidak sanggup menerimanya. "Nggak mungkin ... bahkan kakak senior Pak Panji juga nggak bisa mengalahkannya?""Guru ... maaf. Aku telah membuatmu malu ...," ucap Bima sambil menahan rasa sakitnya setelah melihat kondisi Tirta. Dia merasa sangat bersalah."Nggak memalukan. Kamu memang bukan tandingannya, tapi mereka juga bertindak curang. Jangan bicara dulu, biar kuobati lukamu," ujar Tirta menahan amarahnya setelah memeriksa luka-luka Bima."Sebentar lagi, aku akan balaskan dendam untukmu dan akan kupatahkan kedua kakinya dengan tanganku sendiri!"Karena tulang Bima mengalami keretakan, Tirta memutuskan untuk menggunakan aliran energi peraknya untuk meredakan rasa sakit dan mempercepat proses penyembuhan. Kemudian, dia merobek sepotong kain dari bajunya.Setelah itu, Tirta mengambil sebatang ranting dan mematahkannya menjadi ukuran yang pas, lalu mengikatnya di lutut Bima untuk menjaga stabilitas. Setelah memberikan perawatan sementara ini, Tirta berencana me
Melihat ekspresi serius Tirta, Shinta pun menoleh ke arah Saba untuk meminta pendapatnya. "Kakek, apa kita akan biarkan mereka bertarung?""Kalau seorang murid dipukul sampai patah kakinya, wajar saja gurunya ingin membela. Selama nggak berlebihan, biarkan saja mereka bertarung," jawab Saba setelah berpikir sejenak.Dia tadi sudah mendengar cerita Shinta tentang bagaimana Tirta menggunakan jarum perak untuk menghipnotis Aaris dan hal itu membuatnya penasaran. Apakah mungkin Tirta yang masih muda ini tidak hanya pandai dalam pengobatan, tetapi juga mahir dalam seni bela diri?"Baik, Kakek." Shinta mengangguk patuh, kemudian menoleh kepada Tirta dan berkata, "Pertarungan itu berbahaya, jadi hati-hati ya. Nggak masalah kalau kamu kalah, yang penting jangan sampai terluka."Meski Shinta tidak sepenuhnya yakin dengan kemampuan Tirta, dia berencana akan mengirim Lutfi untuk membantunya jika Tirta tampak kesulitan. Tirta mengangguk, lalu berbalik menatap Karta dengan dingin, "Ayo kita mulai!"
Lutfi secara refleks ingin turun tangan menyelamatkan Tirta, tapi gerakan siku Karta sudah terlalu cepat. Dia tak sempat menghentikannya."Huh, cuma segini saja Pak Bima sampai mau mengakui bocah ini sebagai gurunya? Sungguh memalukan!" ejek Panji saat melihat serangan Karta hampir mengenai Tirta."Guru ... awas!" teriak Bima. Wajahnya tampak pucat dan khawatir saat memberikan peringatan."Astaga, seharusnya tadi aku nggak menyetujui pertandingan ini ...." Shinta tampak menyesal. Jika Tirta terluka parah, bagaimana dia bisa merawat Saba nanti? Namun dalam sekejap mata, semuanya berubah. Serangan Karta mengenai Tirta dengan keras dan semua orang terkesiap melihatnya."Aarrghh ...."Namun, hal yang terjadi selanjutnya justru mengejutkan semua orang. Tirta yang seharusnya jatuh karena serangan itu, malah hanya terhuyung sejenak. Sebaliknya, Karta yang menjerit kesakitan dan terpaksa mundur beberapa langkah!"Baju apa yang kamu pakai? Kenapa bisa sekeras ini?!" Karta merasa seolah-olah tel
"Guru memang hebat! Jauh lebih hebat dariku!" Kini, Bima makin mengagumi dan menghormati Tirta."Huh! Dia cuma terlihat hebat, padahal nyatanya bukan lawan Tirta!" Nabila tahu betul sehebat apa Tirta. Makanya, dia tidak menunjukkan kegembiraan yang berlebihan.Saat ini, satu lengan Karta patah dan energinya dihancurkan oleh Tirta. Dia tidak punya kemampuan untuk bertarung lagi.Ketika melihat Tirta menghampirinya dengan ekspresi dingin, Karta buru-buru berteriak, "Sebentar! Aku nggak mau bertarung lagi! Kamu menang! Aku mengakui kekalahanku!"Bisa dilihat betapa paniknya Karta. Panji bergegas maju dan memapah Karta sambil memekik, "Ya! Kami nggak mau bertarung lagi! Cepat hentikan semuanya!""Kamu kira kamu bisa membuat keputusan di sini? Kenapa kamu sendiri bersikeras menyerang saat muridku mengaku kalah? Benar-benar nggak tahu malu!" bentak Tirta.Seketika, Panji dan Karta ketakutan hingga sekujur tubuh mereka bergetar. Tanpa memberi mereka kesempatan, Tirta menghardik Panji, "Minggi
"Malam ini Elisa akan tidur satu kamar denganku. Tolong kabari Bu Bella, sekalian tanyakan kapan dia akan pulang.""Kita sudah sepakat akan pergi jalan-jalan malam ini. Kebetulan, aku bisa memperkenalkan Elisa pada Bu Bella." Mendengar perkataan Tirta, Ayu tidak bisa menahan senyumannya."Bibi Elisa akan tidur sekamar denganmu malam ini? Ya sudah, aku akan telepon Bella sekarang dan memberitahunya." Mendengar ini, Tirta merasa agak kecewa.Elisa bukan Yasmin yang tidurnya sangat lelap. Sebagai seorang pesilat kuno, sedikit gangguan saja pasti akan membuatnya langsung terbangun. Sepertinya, malam ini dia tidak akan bisa sekamar dengan Ayu."Kak, siapa Bu Bella? Apa dia juga kerabatmu di dunia fana?" Saat Tirta sedang menelepon, Elisa bertanya kepada Ayu dengan penasaran."Bu Bella baru saja tunangan dengan Tirta. Jadi, bisa dibilang dia juga kerabatku. Dia sangat cantik dan berasal dari keluarga yang sangat kaya.""Vila yang kita tempati sekarang, termasuk puluhan vila di sekitar, semua
"Bocah, lepaskan aku!" Elisa sudah pernah melihat kemaluan Tirta sebelumnya, jadi dia langsung bisa menebak apa yang sedang menempel padanya.Karena malu dan panik, Elisa refleks membalikkan tangannya dan memberi Tirta satu tamparan keras hingga dia terpental!"Aduh ...! Ka ... kamu bukan Bi Ayu? Maaf, aku salah orang." Tirta tentu saja tidak merasa sakit, tetapi tetap berpura-pura terjatuh. Dia memegang pipinya dengan ekspresi kesakitan dan kebingungan.Meskipun dia hanya memeluk Elisa sesaat, sensasi pinggangnya yang ramping dan kulitnya yang lembut membuatnya diam-diam menikmati momen itu dalam hati."Tirta! Kamu baik-baik saja?" Saat Tirta memeluk Elisa, Ayu sebenarnya merasa kesal dan cemburu. Bagaimanapun, yang dipeluk Tirta adalah adiknya, bukan dirinya.Namun, begitu melihat Tirta ditampar hingga jatuh, rasa kesal dan cemburu langsung menghilang. Dia buru-buru memeluk Tirta dan bertanya dengan cemas."Bi, aku nggak apa-apa, sebentar lagi juga baikan. Tapi, kamu dan wanita ini b
"Nanti saat bertemu Tirta, kita diam saja, biarkan dia menebak sendiri. Aku ingin tahu, apakah Tirta bisa mengenaliku." Ayu tersenyum manis saat berkata demikian, sudut matanya dipenuhi kegembiraan."Kak, tadi kamu bilang ingin aku membantumu menghukumnya. Sekarang kamu malah ingin aku membantumu menggodanya. Aku benar-benar nggak bisa menebak isi pikiranmu."Melihat Ayu begitu senang, Elisa akhirnya mengangguk setuju. Namun, dalam hatinya, dia berpikir, 'Sepertinya kakakku sangat peduli pada si Bocah.''Si Bocah sepertinya juga sangat peduli pada kakakku. Kami cuma mirip, tapi dia tetap membiarkanku memukulnya. Dia sama sekali nggak membalas, malah tersenyum dan menyelamatkanku.''Jangan-jangan, kakakku dan Bocah .... Nggak mungkin! Elisa, apa yang kamu pikirkan? Dia kakakmu lho! Masa kamu berpikir begitu?''Kamu benar-benar nggak tahu malu! Mereka cuma saling bergantung dan memiliki hubungan yang dalam, itu saja!'Elisa buru-buru mengusir pikiran aneh itu dari benaknya. Kemudian, dia
'Kak, jangan bercanda seperti ini. Dia adalah adik dari bibiku. Di dunia ini, selain aku, dia adalah satu-satunya keluarga Bibi. Aku nggak bisa melakukan hal yang berlebihan padanya.'Dalam hati, Tirta mengakui bahwa Genta memang berprinsip. Hanya saja .... Matanya sama sekali tidak berpaling dari Ayu dan Elisa, bahkan tidak berkedip."Munafik! Kalau kamu menolak, kenapa sikapmu malah menunjukkan hal yang sebaliknya?" Suara mengejek Genta terdengar di benaknya.Tirta langsung merasa canggung. Sikapnya yang polos dan tanpa kendali telah mengungkapkan isi pikirannya yang terdalam. Tidak mungkin dia bisa menipu Genta.'Ehem .... Kak, ini cuma naluri seorang pria. Bibi dan adiknya secantik ini. Kalau aku nggak bereaksi sedikit pun, justru itu yang aneh, 'kan?'Tirta tetap mencari alasan yang masuk akal untuk membela diri. 'Lagian, kenapa kamu malah ingin mengendalikan tubuhku untuk melakukan hal semacam itu? Jangan-jangan, kamu ingin merasakan gimana rasanya menjadi pria?''Kalau kamu bena
Kemudian, dia berpura-pura menutup pintu. Padahal sebenarnya, dia menggunakan teknik menghilangkan diri dan berdiri di depan pintu kamar mandi untuk menyaksikan mereka. Jika saja ruang di dalam kamar mandi tidak terlalu sempit dan mudah ketahuan, Tirta bahkan ingin menggunakan teknik menembus dinding untuk masuk ke dalam dan melihat lebih jelas."Huh ... si berengsek akhirnya pergi juga. Dik, yuk kita lanjutkan mandinya. Coba kamu ceritakan padaku tentang dunia misterius. Aku belum pernah pergi ke sana. Setelah mendengar Tirta "keluar" dari kamar, Ayu akhirnya menghela napas lega dan mengalihkan pembicaraan terhadap Elisa yang berada di sampingnya."Dunia misterius sebenarnya adalah sebuah dunia kecil yang terpisah. Guru yang bilang padaku, dunia itu terasingkan dari dunia fana. Pintu masuknya berada di antara ribuan pegunungan yang menjulang. Saat ini, diketahui ada tiga pintu masuk ke dunia misterius, di antaranya ada di bagian Negara Darsia ...."Elisa yang juga mengira Tirta telah
"Astaga ... astaga ... astaga!!! Dua bibi lagi mandi! Ada apa ini? Jangan-jangan mataku bermasalah?"Di dalam kamar mandi, dua sosok tubuh yang indah dan putih bersih saling berdampingan, membuat darah Tirta mendidih seketika! Tenggorokannya kering dan matanya terbelalak lebar!Di saat yang bersamaan, "senjata rahasia" yang Yasmin bicarakan sebelumnya, juga ikut bereaksi ....Tirta tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Dia mengucek matanya berkali-kali, tetapi setiap kali dia melihat kembali, dua sosok yang sempurna itu tetap ada di sana. Bahkan semakin lama dia melihat, pemandangan itu terasa semakin nyata!"Ini sungguhan .... Jangan-jangan ini wanita misterius yang kutemui di puncak Gunung Tisatun?""Benar! Itu dia! Tapi bukankah dia sudah turun gunung? Kenapa tiba-tiba muncul di rumah Keluarga Purnomo dan malah mandi bersama Bi Ayu?"Tirta akhirnya bisa mengenali wanita misterius itu, tetapi tidak bisa memahami alasannya berada di sini. Ditambah lagi, tanpa pakaian yang menutupi
Mengapa orang tua mereka meninggalkan anak kandung mereka di dua tempat yang berbeda?"Nggak apa-apa. Meskipun cuma aku dan Tirta yang hidup saling bergantung satu sama lain, dia anak yang kuat. Sekarang kami hidup dengan baik, jadi kamu nggak perlu khawatir ....""Ngomong-ngomong, siapa namamu? Setelah kamu diadopsi, apakah hidupmu baik-baik saja?"Ayu tidak tahu apa yang dipikirkan Elisa saat ini. Namun, saat melihat ekspresi haru di wajah gadis itu, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menggenggam tangan Elisa dengan hangat dan bertanya padanya dengan perhatian."Namaku Elisa. Aku juga hidup dengan baik, Kak. Kamu nggak perlu khawatir."Entah mengapa, Elisa memanggilnya Kakak tanpa sadar. Mungkin karena Ayu terlihat lebih matang dan keibuan dibanding dirinya. Meskipun dia belum berhasil menemukan jawaban tentang orang tua mereka, Elisa sudah yakin sepenuhnya bahwa Ayu adalah saudara kembarnya!Ayu juga merasakan hal yang sama. Melihat Elisa yang berdebu dan kusam, Ayu langsung me
Saat ini, suasana hati Ayu sudah pasti sangat panik. Dia sedang mandi dalam keadaan tanpa sehelai benang pun, tetapi tiba-tiba ada seorang wanita asing menerobos masuk. Jika saja wanita itu tidak langsung menutup mulutnya, atau jika tenaganya tidak lebih kuat dari Ayu, pasti Ayu sudah melawan dan berteriak minta tolong!"Mmm! Mmm!" Melihat ekspresi Ayu yang ketakutan, Elisa menyadari bahwa dia memang telah mengejutkan Ayu. Kalau dia tidak bisa menenangkan gadis ini, mustahil dia bisa menanyakan apa pun."Aku benar-benar nggak berniat menyakitimu. Kalau nggak percaya, lihat saja. Wajah kita berdua sama persis. Aku cuma ingin bertanya tentang asal-usulmu ...."Setelah agak ragu, Elisa akhirnya melepas cadarnya dan menunjukkan wajahnya yang telah lama tersembunyi. Dia berusaha melembutkan nada bicaranya. Untuk membuktikan bahwa dia tidak berniat jahat, Elisa juga melepaskan tangannya dari mulut Ayu.Namun, saat Elisa melihat kulit putih mulus Ayu yang sama persis dengan dirinya, dia semak
"Bibi, aku benaran nggak ganggu wanita mana pun!" Tirta buru-buru menangkap tangan Ayu dan meyakinkannya dengan serius."Kalaupun kamu nggak bohong sama aku, cepat pergi mandi dulu. Hilangkan dulu wangi wanita lain di tubuhmu, baru datang temui aku lagi. Aku tunggu di kamar ...."Saat tangan mereka bersentuhan, Ayu langsung panik dan melirik ke dua ujung lorong. Dia takut akan ada orang yang melihat mereka.Setelah itu, dia buru-buru melepaskan diri dan mendorong Tirta pelan, lalu kembali masuk ke kamarnya."Bibi mau tidur sama aku?""Hehe, asyik! Aku akan mandi sekarang!"Tirta tiba-tiba menyadari maksud Ayu dan bergegas berlari ke kamar Bella. Kemudian, dia melepas semua pakaiannya dan mandi.....Pada saat bersamaan, di kamar Ayu.Ayu menatap sepatu Yasmin yang tadi tertinggal di kamar, lalu pelan-pelan meletakkannya di rak sepatu dekat pintu.Dia menghela napas pelan, lalu bergumam pada dirinya sendiri."Dasar anak nakal .... Wanita-wanita itu pasti pacar barunya. Dia masih berani