Ketika mendengar ejekan orang-orang di sekitar, Nabila dan Bima langsung maju. Meskipun pertanyaan Tirta memang konyol, mereka tidak ingin Tirta diperolok-olok.Tirta melambaikan tangan dan berkata dengan santai, "Biarkan saja mereka tertawa. Lagian, ejekan mereka nggak bakal membuatku rugi. Tapi, sebenarnya ini tulisan apa? Aku benaran nggak ngerti.""Artinya musim semi. Tulisannya memang agak berantakan. Wajar kalau kamu nggak bisa baca. Tirta, gimana kalau kita pulang saja? Lagian, nggak ada yang menarik di sini." Nabila awalnya sangat menyukai karya Tabir. Namun, setelah melihat Tirta diejek, dia menjadi tidak suka lagi. Dia pun menarik Tirta untuk membawanya pergi.Bima hendak menghalangi, tetapi merasa tidak tega melihat Tirta ditertawakan. Asalkan Tirta berniat pulang, Bima akan mengikutinya."Kita sudah datang, untuk apa buru-buru pergi? Aku memang nggak ngerti, tapi lihat-lihat bukan masalah kok. Kalau aku benaran dapat kaligrafi ini, boleh juga digantung di rumahku." Tirta ma
Semua hadirin terkejut dengan situasi ini. Seorang pria tua berusia 70-an tahun menatap gadis itu, lalu menatap pria paruh baya itu. Kemudian, dia melihat seorang pria tua yang usianya sudah hampir 100 tahun duduk di belakang mereka.Saking antusiasnya, janggut pria tua itu sampai bergetar. Dia berseru, "Aku pernah lihat foto Pak Saba! Bukan cuma keturunan Pak Saba yang datang, tapi Pak Saba sendiri juga ada di sini! Kalian lihat pria tua beruban yang duduk di kursi itu! Itu Pak Saba! Sepertinya kita nggak bakal dapat hasil karya Pak Tabir hari ini!"Semua orang mengikuti arah pandang pria tua itu. Setelah melihat Saba, orang-orang mengangguk dan berkata."Ya! Itu Pak Saba! Aku nggak nyangka Pak Saba akan datang ke acara ulang tahun Pak Tabir hari ini!""Kita beruntung sekali!""Kami nggak bakal berebutan dengan Pak Saba lagi! Hasil karya Pak Tabir untuk Pak Saba saja!"Ketika melihat para tamu mengalah kepada mereka, gadis dan pria paruh baya itu pun tidak mengatakan apa-apa lagi. Mer
"Diam! Kamu masih berani bilang nggak bohong? Kamu palingan lebih besar dua atau tiga tahun dariku. Mana mungkin menguasai ilmu medis! Jangan sembarangan bicara ya! Kak, beri bocah itu pelajaran!"Gadis itu tidak percaya. Sambil menatap Tirta dengan dingin, dia menginstruksi pria paruh baya di belakangnya."Tenang saja, Nona. Aku pasti akan memberinya pelajaran!" Begitu mendengarnya, pria paruh baya bernama Lutfi langsung maju dan hendak memberi Tirta pelajaran."Mampus! Siapa suruh dia mengutuk Pak Saba sembarangan!" Orang-orang di sekitar merasa Tirta pantas diberi pelajaran."Berhenti! Kita bicarakan baik-baik kalau ada masalah! Nggak usah main tangan begini!" Bima buru-buru mengadang di depan Tirta untuk melindunginya saat melihat Lutfi hendak mengambil tindakan. Meskipun agak takut, Bima tidak mundur.Tindakan Bima ini membuat Tirta cukup tersentuh. Orang di belakang Lutfi adalah Saba, tetapi Bima masih melindunginya. Bisa dilihat bahwa Bima tulus padanya. Saat ini, Tirta pun meng
Saat ini, seorang pria tua beruban berjalan keluar dari belakang aula. Pria tua ini tidak lain adalah Tabir, ahli kaligrafi dan seni lukis.Tabir sedang beristirahat di belakang tadi. Ketika mendengar Saba datang, dia segera menghampiri. Setelah melihat Saba, dia buru-buru menyapanya."Pak Tabir, nggak usah sungkan begini. Aku juga sudah tua. Nggak perlu disambut. Lanjutkan saja kerjaanmu. Anggap aku nggak ada di sini," sahut Saba dengan tenang.Meskipun Saba berkata demikian, Tabir tidak mungkin mengabaikan kedatangannya. Tabir segera menyuruh pelayan menyajikan teh terbaik, lalu menyuruh pelayan melayani Saba. Bahkan, Tabir juga menuliskan kaligrafi untuk Saba.Dengan begitu, orang-orang melupakan masalah Tirta....."Hei! Kalian! Berhenti! Kalian sudah datang ke rumahku, tapi mau kabur begitu saja? Jangan harap!" pekik seseorang.Begitu Tirta, Nabila, dan Bima datang ke halaman, mereka langsung diadang oleh Aaris dan lainnya. Aaris telah memanggil puluhan bawahannya, makanya terliha
"Ya, Pak Bima. Bukannya dia muridmu? Kenapa kamu malah bilang gurumu?" Para pemuda yang mengikuti Aaris pun bertanya dengan kebingungan, apalagi saat melihat Bima marah besar."Tirta memang guruku! Berani sekali kalian ingin mematahkan kakinya di hadapanku! Keterlaluan!" Bima mendengus dan melayangkan tamparan ke wajah Aaris beberapa kali lagi. Aaris tidak bisa melawan sedikit pun.Kemudian, Bima menarik beberapa pemuda yang mengikuti Aaris. Mereka dihujani pukulan bertubi-tubi.Sebelum Aaris dan lainnya tersadar dari keterkejutan, Bima menatap Aaris dan membentak, "Kamu bilang mau panggil kakekmu kemari, 'kan? Panggil saja! Aku bukan siapa-siapa, tapi aku nggak bakal membiarkan orang menghina guruku! Aku mau lihat gimana kakekmu bakal menyikapi masalah ini!"Ketika melihat sikap Bima yang angkuh, Aaris sangat murka. Dia memegang wajahnya yang bengkak sambil menunjuk Tirta dan Bima. "Oke, kalian tunggu saja! Kalian tunggu di sini!"Saat ini, ada banyak tamu yang berdatangan. Keributan
Bima segera berkata kepada Tirta dengan lirih, "Guru, maafkan kecerobohanku. Kalau terjadi masalah, biar aku yang tanggung. Kamu bawa Bu Nabila pergi saja."Ketika melihat Bima cemas seperti ini, Tirta menggeleng dan menyahut dengan sungguh-sungguh, "Kamu muridku. Masalah ini disebabkan olehku. Kalau aku mencampakkanmu, aku nggak pantas disebut gurumu.""Te ... terima kasih, Guru!" Bima merasa terharu mendengarnya. Saat ini, sosok Tirta yang tidak termasuk kekar seketika terlihat sangat mulia di mata Bima."Tirta, keturunan Pak Saba membela Aaris. Apa kita bisa pergi dengan selamat?" tanya Nabila yang tanpa sadar menggenggam tangan Tirta dengan makin erat karena terlalu cemas. Kedua matanya mengejap."Huh! Sekarang kalian sudah takut, 'kan? Bukannya kalian sangat sombong tadi? Kalau takut, cepat berlutut. Kemudian, aku bakal tampar wajah kalian sampai hancur!" Saat melihat Nabila ketakutan, Aaris menjadi makin percaya diri.Setelah masuk ke aula utama tadi, Aaris baru tahu kakeknya men
Sejak awal, kesan orang-orang terhadap Tirta memang sudah buruk. Setelah mendengar ucapan Tabir, mereka pun langsung percaya. Orang-orang menunjuk Tirta dan membentak."Dasar bocah! Masih muda, tapi sudah pintar bohong! Kamu terlalu menjijikkan!""Kamu kira kami semua bodoh?""Mau kamu jelasin sampai mulutmu kering, kami nggak bakal percaya!"Tentunya, yang berteriak paling keras adalah teman-teman Aaris. Para wanita sontak menatap Tirta dengan tatapan penuh kebencian."Ini pertama kalinya aku melihat orang yang begitu menjengkelkan!""Cih!"Aaris merasa lega melihat respons orang-orang. Dia tidak menyangka orang-orang akan memercayai kebohongannya.Jadi, Aaris menatap Tirta sambil tersenyum dingin dan bangga. Tidak ada gunanya Tirta mengatakan kebenaran. Tidak akan ada yang percaya padanya! Tirta akan mendapat ganjarannya hari ini!"Tirta nggak bohong kok! Kenapa kalian nggak percaya padanya? Aaris ini memang ingin ...." Saking paniknya, Nabila hampir menangis."Diam! Kamu pacarnya, p
"Kak Nabila, kamu sembunyi dulu di belakang. Jaga dirimu, nggak usah khawatirkan aku!" ucap Tirta kepada Nabila melihat situasi seperti ini. Dengan kecepatan tinggi, dia menerobos ke dalam kerumunan dengan ekspresi marah."Hahaha ... dasar bodoh! Kamu kira bisa hadapi orang sebanyak ini dengan tangan kosong? Ayo hajar saja. Lebih bagus lagi kalau hajar sampai mati di tempat!" seru Aaris seraya tertawa dingin saat melihat Tirta menerobos ke kerumunan.Pandangan itu melampaui kerumunan, jatuh pada sosok Nabila yang canggung di sudut ruangan. Wajahnya tampak penuh keserakahan. Namun, tubuh Tirta saat ini sudah sekuat baja. Bahkan tanpa mengerahkan seluruh kekuatannya sekalipun, kemampuannya jauh melampaui para antek kecil ini.Bagaikan harimau yang menerobos para kawanan domba, semua lawannya langsung berjatuhan dan terluka parah. Senjata mereka sama sekali tidak ampuh melawan Tirta.Hanya dalam beberapa saat, belasan orang tampak sudah tersungkur di bawah pukulan Tirta. Sementara itu, Bi
Melihat Tirta berjalan ke sudut serta mengatakan dirinya bisa menyelamatkan Chandra dan lainnya, junior Keluarga Purnomo berkomentar dengan ekspresi sinis."Bahkan dia mengandalkan Keluarga Purnomo untuk menyelamatkan diri, tapi dia masih berani bilang bisa melindungi Pak Chandra dan lainnya.""Apa dia nggak takut ditertawakan?""Benar. Dia lahir di desa, mana mungkin dia kenal tokoh hebat?""Kalau dia bisa membereskan Pak Simon, apa mungkin dia masih mengandalkan kepala keluarga kita untuk bernegosiasi dengan Pak Simon?""Orang seperti ini nggak kompeten dan suka berpura-pura!""Aku benar-benar nggak paham. Kenapa kepala keluarga kita menyinggung tokoh hebat seperti Pak Simon demi orang nggak penting seperti ini?""Biarpun Pak Simon melepaskan Keluarga Purnomo karena orang itu, masa depan Keluarga Purnomo pasti tetap terpengaruh."Setelah mendengar sindiran anggota Keluarga Purnomo yang lain, sebenarnya Bella juga tidak yakin Tirta bisa membereskan Simon dengan mengandalkan koneksinya
Tentu saja, maksud Camila sudah jelas. Dia ingin memberi tahu Darwan dirinya tidak akan membiarkan Darwan meredam masalah ini dengan mengandalkan statusnya sebagai pacar Simon.Bella yang tahu niat Camila mengepalkan tangannya dengan erat dan berucap, "Camila, kamu benar-benar licik!"Melihat kondisi sekarang ini, Tirta ragu-ragu sejenak sebelum berkata, "Bu Bella, sebenarnya aku juga bisa cari orang untuk menyelesaikan masalah ini. Kalau nggak, kamu suruh Paman Darwan kembali saja."Tirta berencana mencari Saba, tetapi dia merasa malu karena mengandalkan orang lain untuk menyelesaikan masalah berkali-kali. Itulah sebabnya Tirta tidak langsung menghubungi Saba.Bella berusaha tersenyum dan membalas, "Nggak usah, Tirta. Seharusnya ayahku bisa menghentikan masalah ini. Kita lihat dulu situasinya."Bella belum memberi tahu Tirta sesuatu. Jika masalah ini tetap tidak bisa diselesaikan setelah Darwan mengungkap identitas orang itu, Tirta juga tidak mungkin mampu menyelesaikannya.Mendengar
Selesai bicara, Simon segera menghubungi koneksinya dalam dunia bisnis di ibu kota negara. Seorang senior menjawab panggilan telepon Simon, "Simon, bukannya kamu jalan-jalan di ibu kota provinsi bersama pacarmu? Kenapa kamu tiba-tiba telepon aku? Apa kamu ada masalah di ibu kota provinsi?"Orang itu terdengar menyanjung Simon. Dia adalah rekan bisnis Simon dan tokoh hebat di dunia bisnis ibu kota negara.Simon menegaskan, "Paman Iswar, aku memang ada masalah. Sekelompok pecundang yang nggak tahu diri melawanku demi orang kampungan! Apa pun caranya, aku mau dengar kabar Keluarga Purnomo, Keluarga Gumarang, Keluarga Wisono, Keluarga Reksa, dan Grup Sapari di Provinsi Narta bangkrut dalam waktu setengah jam!"Simon mengancam, "Kalau nggak, ke depannya kamu nggak usah bertemu aku lagi!"Mendengar ucapan Simon, para tokoh hebat dan putra keluarga kaya di lokasi acara berkomentar dengan ekspresi gembira."Kelihatannya hari ini Keluarga Purnomo, Keluarga Gumarang, Keluarga Wisono, dan lainnya
Simon mempunyai status yang tinggi. Jika seseorang salah bicara, Simon pasti akan membenci orang itu dan memberinya pelajaran. Apalagi tindakan Chandra lebih keterlaluan daripada Darwan. Simon tidak akan membiarkan Chandra menginjak-injaknya.Mendengar perkataan Simon, Chandra berkeringat dingin. Namun, dia sudah memutuskan untuk berpihak pada Tirta. Chandra tidak akan berubah pikiran. Lagi pula, Tirta disokong orang itu.Para tamu terus mengomentari tindakan Chandra. Tiba-tiba, sekelompok orang mendatangi kediaman Keluarga Purnomo lagi. Terdengar suara-suara dari keluarga berpengaruh di luar."Aku Argono, Kepala Keluarga Gumarang, datang bersama adik keduaku dan anggota Keluarga Gumarang. Aku menyiapkan hadiah 20 triliun untuk merayakan acara tunangan Tirta dan Bella.""Aku Hendrik, Kepala Keluarga Wisono, datang bersama anggota keluarga Wisono. Aku menyiapkan hadiah 20 triliun untuk merayakan acara tunangan Tirta dan Bella.""Aku Toby, Kepala Keluarga Reksa, datang bersama anggota Ke
"Pak Simon apanya? Kenapa dia mau membereskan Tirta dan melawan Keluarga Purnomo?" tanya Chandra seraya mengernyit.Chandra menghabiskan banyak waktu untuk menyiapkan hadiah. Setelah datang ke kediaman Keluarga Purnomo, dia juga tidak mendengar orang lain mengungkit masalah ini. Tentu saja, Chandra kebingungan.Diego melipat kedua tangannya di dada dan menakut-nakuti Chandra, "Masa Pak Chandra nggak tahu Keluarga Unais dari ibu kota negara? Pak Simon itu cucu kandung sesepuh di dunia pemerintahan!"Diego melanjutkan, "Pria kampungan ini memukul pacar Pak Simon di depan umum! Bahkan, dia bilang Pak Simon akan menyesali perbuatannya hari ini! Pak Darwan malah berniat melawan Pak Simon dan melindungi pria kampungan ini."Diego menambahkan, "Pak Simon itu tokoh hebat! Mana mungkin dia terima diremehkan seperti ini? Pak Chandra, kami sarankan kamu cepat putus hubungan dengan Keluarga Purnomo dan pria kampungan ini! Kalau nggak, Pak Chandra juga akan terlibat masalah!"Sofyan ingin mendekatk
Hati Tirta penuh dengan rasa haru. Dia baru saja akan membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tetapi tiba-tiba masuk sekelompok orang!Di depan rombongan itu adalah Chandra, ayah dari Resnu dan gubernur Provinsi Narta."Haha. Tirta, Pak Darwan, maaf aku terlambat karena ada urusan di jalan. Aku hampir melewatkan pesta pertunangan Tirta dan putri kesayangan Pak Darwan!""Aku telah menyiapkan hadiah sebesar 6 triliun serta tiga bidang tanah di pusat kota yang masing-masing bernilai triliunan sebagai permohonan maaf! Semoga kalian memaklumiku!"Chandra melangkah masuk ke aula dengan senyuman lebar. Sambil melambaikan tangan, dia memerintahkan Budi yang berada di samping untuk menyerahkan cek 6 triliun dan kontrak 3 bidang tanah kepada Darwan.Saat ini, Darwan hendak bernegosiasi dengan Simon untuk berdamai. Namun, karena kedatangan Chandra yang mendadak, dia belum sempat berbicara dan memutuskan untuk menunda pembicaraan itu."Pak Chandra, aku tahu kamu sangat sibuk setiap harinya. Aku se
"Siapa sebenarnya orang yang disebut oleh Kepala Keluarga dan Bella?""Entahlah ...."Mendengar itu, para generasi muda Keluarga Purnomo merasa sangat penasaran."Orang yang pernah disambut oleh pemimpin negara sebelumnya .... Aku ingat! Itu pasti beliau! Serius? Beliau ternyata masih hidup?" Seorang anggota Keluarga Purnomo yang tua tampak teringat sesuatu dan berseru kaget."Kakek Ketiga, siapa sebenarnya orang tua yang dimaksud itu?" Generasi muda Keluarga Purnomo segera bertanya dengan penasaran."Diam! Identitas beliau adalah rahasia! Nggak boleh sembarangan dibocorkan! Yang perlu kalian tahu cuma satu, selama beliau masih hidup, Simon nggak akan bisa menyentuh Keluarga Purnomo!" sahut seorang pria tua dengan serius."Huh, makanya jangan membual. Pada akhirnya, kamu tetap harus mengandalkan Keluarga Purnomo untuk menyelesaikan masalah ini!""Kalau lain kali masih ada situasi seperti ini, belajarlah untuk menjadi lebih rendah hati! Meskipun Kepala Keluarga sangat menyukaimu dan mel
Suasana di tempat menjadi kacau. Bahkan, para tokoh senior yang terhormat pun tampak tergoda. Jika bukan karena menjaga harga diri, mereka mungkin sudah ikut merebut peluang ini.Dalam situasi seperti ini, Darwan tetap tidak menunjukkan tanda-tanda ingin mengabaikan Tirta. Dia mengabaikan kekacauan di tempat itu dan menenangkan Tirta."Tirta, selama Paman ada di sini, aku nggak akan membiarkan siapa pun menyentuhmu. Jangan khawatir."Kata-kata Darwan membuat hati Tirta terasa hangat. Banyak yang mengatakan bahwa pebisnis hanya peduli pada keuntungan, tetapi Tirta merasa pernyataan itu tidak berlaku untuk Darwan.Darwan tulus ingin melihat Tirta bersama Bella, melihat mereka hidup dengan aman dan damai."Paman, aku nggak merasa telah melakukan kesalahan." Tirta berbicara dengan penuh keyakinan, "Masalah ini pada dasarnya dimulai karena wanita itu yang memanfaatkan identitasnya sebagai pacar Simon untuk menghina dan merendahkan Bu Bella.""Kalau aku diberikan kesempatan untuk memutar wak
Sebagian besar tamu yang hadir tidak tahu bahwa sebelumnya ada konflik antara Diego dan Tirta. Ketika melihat Diego maju dan memarahi Tirta di depan umum, mereka mengira dia ingin menyenangkan hati Simon.Menyadari hal ini, beberapa tuan muda yang tidak menyukai Tirta dan ingin mengambil hati Simon pun ikut maju dan memarahi Tirta."Pak Diego benar! Untuk membereskan anjing kampung ini, Pak Simon nggak perlu turun tangan sendiri.""Kalau kamu nggak ingin mati, sebaiknya segera minta maaf kepada Pak Simon dan Bu Camila!""Kalau nggak, kami saja sudah cukup untuk memastikan kamu akan mati di sini hari ini!"Di antara mereka, Wirya yang paling berani. Dia bahkan berjalan mendekati Tirta dan mencoba mencengkeram kerah bajunya sambil mengancam, "Kamu nggak dengar itu? Cepat berlutut dan minta maaf!""Kamu benaran berpikir Keluarga Purnomo akan melawan Keluarga Unais demi melindungimu? Jangan mimpi, dasar bodoh!""Dalam situasi seperti ini, Pak Darwan cuma nggak ingin mempermalukan keluargan