Saat ini, Bagas sedang menikmati pijatan wanita cantik sambil memikirkan cara menghabiskan 6 miliar yang akan segera didapatkannya.'Apa aku harus mencari mahasiswi lagi? Nggak, nggak. Aku sudah mulai bosan. Lebih baik cari istri orang. Wanita dewasa seperti ini serbabisa. Oke, aku bakal goda istri orang dengan uang ini,' batin Bagas.Setelah membuat keputusan, Bagas menjadi tidak sabar. Dia melirik ke arah jalanan, tetapi tidak melihat jejak Riza. "Kalian tunggu di sini. Kalau ada masalah, telepon saja aku. Yenny, kamu ikut aku."Bagas menjilat bibirnya, lalu merangkul seorang wanita cantik bertubuh seksi sambil berjalan masuk ke gedung. Yang ingin dilakukan Bagas sudah sangat jelas."Pak Bagas, kamu yakin mau melakukannya di sini? Nanti ada yang mau kemari, 'kan?" Wanita bernama Yenny terlihat menolak. Padahal, dia sudah bersandar di pelukan Bagas sejak tadi."Di sini sejuk dan lingkungannya bagus. Kenapa nggak? Aku merasa sangat seru. Ayolah, kita belum pernah main di tempat seperti
"Ugh ... Pak Bagas, hari ini ... kamu hebat sekali ...." Terdengar suara wanita yang menggoda. Jelas, itu adalah suara Yenny."Tentu saja .... Asal kamu tahu, setelah pengujian selesai, aku bakal dapat 6 miliar tanpa perlu susah payah .... Aku senang sekali, makanya aku sangat bersemangat!" Bagas memberi tahu Yenny semua karena suasana hatinya terlalu baik."Serius? Kamu ... memang hebat. Enam miliar bukan uang kecil. Um ... tapi, bukannya bangunan ini sudah lolos? Kenapa diuji lagi?" tanya Yenny dengan heran."Biarkan saja. Aku juga nggak tahu. Pokoknya aku harus menunjuk bagian yang nggak sesuai standar. Kemudian, aku bakal dapat uang!" Napas Bagas terdengar terengah-engah.Bagas tentu tidak tahu Saad dan lainnya mendengar semuanya dengan jelas. Seketika, ekspresi Saad menjadi makin dingin. Siapa pun bisa merasakan amarahnya."Ternyata bangunan ini sudah lolos pengujian. Riza, kamu nggak tahu malu sekali. Beraninya kamu menipu kami dengan dokumen palsu!" bentak Farida. Begitu mendeng
"Kenapa nggak mengabariku? Aku bisa menyambutmu kalau tahu kamu bakal datang," ujar Bagas."Bukannya kamu sangat sibuk? Sibuk menerima suap dan bermain wanita. Mana mungkin aku berani merepotkanmu," sindir Saad tersenyum tipis."Pak Saad, aku ...." Setelah mendengarnya, Bagas melirik Riza dan Kangga yang berwajah suram. Dia sontak mengumpat dalam hati, 'Berengsek! Kenapa nggak mengabariku kalau ada Pak Saad?'Ketika melihat ekspresi gusar Saad, Bagas tentu tahu ucapannya tadi didengar oleh Saad. Dia hendak menjelaskan, tetapi Saad tiba-tiba menyela, "Sudah! Aku nggak mau dengar omong kosong kalian!""Kalian berdua membantu Riza melawan Tirta. Kejahatan kalian nggak bisa diampuni. Cepat kemasi barang-barang kalian dan jangan pernah menampakkan diri lagi. Sebelum aku menyuruh orang menyelidiki, sebaiknya kalian kembalikan semua dana yang kalian gelapkan. Kalau nggak, kalian bakal mendekam di penjara untuk seumur hidup!" bentak Saad.Begitu mendengarnya, Kangga dan Bagas langsung menyesal
Farida menatap Tirta dan Saad dengan tatapan penuh terima kasih. "Tirta, Pak Saad, terima kasih banyak atas bantuan kalian. Kalau ada kesempatan, aku pasti akan traktir kalian makan.""Benar. Tirta, Pak Saad, kalau nggak ada kalian, gaji kami nggak bakal cair!""Kalian tentukan waktunya saja. Kami bakal traktir kalian makan!"Para pekerja maju dan berkata dengan penuh semangat."Haha. Nggak perlu mentraktirku. Traktir saja Tirta," tolak Saad sambil tertawa.Ketika mendengar penolakan Saad, Farida dan lainnya pun tidak berani memaksa karena tahu Saad sangat sibuk. Namun, mereka tetap mengajak Tirta dengan penuh semangat."Ya sudah, lihat lusa nanti. Kalau ada waktu, aku bakal makan bersama kalian." Lantaran tidak punya pilihan lain, Tirta pun menyetujuinya."Hore! Karena masalah ini sudah beres, kita bisa pergi bersenang-senang." Nabila bersorak dengan gembira. "Tirta, bukannya kamu bilang mau membawaku beli Pil Kecantikan? Ayo, kita pergi."Tirta dan Agatha bertatapan sambil tersenyum.
"Tirta cuma ingin memberimu kejutan. Sekarang Pil Kecantikan sudah habis. Aku buatkan khusus untukmu dulu. Ayo, kita masuk," ucap Agatha sambil tersenyum kepada Nabila."Serius? Terima kasih banyak, Agatha. Oke, oke. Kita masuk." Nabila merangkul Agatha, menariknya masuk dengan senang. Dia tidak lupa menoleh memanggil Tirta, "Tirta, yang cepat sedikit!""Kenapa diam saja? Cepat masuk. Pil Kecantikan sangat populer. Aku juga mau coba. Aku penasaran dengan hasilnya," desak Betari yang menarik Agus dengan tidak sabar."Bu Agatha, akhirnya kamu kembali!""Eh, Pak Tirta, rupanya kamu juga datang!""Pak Tirta, Bu Agatha!"Setelah sekelompok orang itu masuk, para pemegang saham langsung mengelilingi dan menyapa. Mereka cukup terkejut melihat Tirta dan Agatha masuk bersama."Aneh. Tirta, kenapa mereka lebih ramah padamu daripada pada Agatha?" Nabila merasa bingung."Mungkin karena mereka merasa aku ganteng." Tirta mengelus dagunya sambil bercanda."Ya. Pak Tirta bukan cuma ganteng, tapi juga g
Dari kata primadona kampungan, bisa dilihat bahwa pemuda ini sangat meremehkan Nabila. Dari pakaiannya beserta antek-antek di belakangnya, bisa dilihat juga bahwa dia adalah anak orang kaya. Wajar kalau dia begitu sombong."Apa maksudmu? Cepat minta maaf pada Nabila! Kata-katamu terlalu nggak sopan!" bentak Agus dengan ekspresi masam."Ya. Pil Kecantikan diberikan secara khusus untuk Nabila. Atas dasar apa kamu suruh dia jual?" Betari juga kesal."Haha. Lihat kalian ini. Begitu saja sudah marah. Orang desa memang nggak berpendidikan. Anjingku saja lebih sabar." Pemuda itu sama sekali tidak peduli pada Agus dan Betari. Sebaliknya, dia merasa lucu melihat keduanya marah."Primadona Kampungan, kamu dengar omonganku tadi nggak?" tanya pemuda itu lagi dengan tidak sabar. "Cepat serahkan Pil Kecantikan itu. Aku beli dengan harga dua kali lipat. Orang kampungan seperti kalian nggak pantas dapat Pil Kecantikan."Ternyata pemuda ini sudah menunggu sejak tadi di depan Farmasi Santika, tetapi tid
"Hahaha. Mahanta, jangan menindas mereka seperti ini. Anjing bisa gigit kalau takut lho. Gimana kalau kamu digigit nanti?" Seorang pemuda yang seumuran dengan Mahanta menepuk bahunya sambil tertawa."Ini bukan menindas. Aku nggak ngapa-ngapain kok. Lagian, mereka cuma orang miskin. Kalaupun mereka cacat karena kupukul, paling-paling aku cuma disuruh ganti rugi. Orang miskin nggak punya harga diri," ejek Mahanta sambil tersenyum jahat."Mahanta, jangan keterlaluan! Cepat minta maaf sama Tirta! Kamu sudah mengotori bajunya!" seru Nabila dengan wajah memerah dan tangan terkepal erat.Ketika ditindas oleh Mahanta, Nabila tidak pernah semarah ini. Namun, ketika melihat Tirta ditindas seperti ini, Nabila ingin sekali mencabik-cabik Mahanta.Ekspresi Tirta menjadi makin dingin. Dia menghalangi Nabila sambil berkata, "Nggak apa-apa, Kak. Orang seperti ini nggak dididik dengan baik. Aku akan mengajarinya cara menjadi manusia yang baik. Kamu lihat saja dari samping."Usai berbicara, Tirta sontak
"Berengsek! Kamu sudah bosan hidup ya! Percaya atau nggak, aku bisa membunuhmu sekarang juga!" Begitu mendengar makian Mahanta, Agus langsung maju dan menendangnya beberapa kali dengan murka."Keterlaluan sekali! Kamu anak siapa? Kenapa nggak punya sopan santun sedikit pun? Kalau kamu berani macam-macam dengan Nabila, kami nggak bakal mengampunimu!" Betari meludah di wajah Mahanta.Nabila menggertakkan giginya. Matanya berkaca-kaca. Tirta pun tidak menyangka Mahanta akan makin merajalela setelah dihajar. Bahkan, dia berniat menyakiti Nabila.Tirta tidak mungkin melindungi Nabila 24 jam. Jadi, dengan tatapan dingin, dia membuat keputusan. Tirta menendang Mahanta, membuatnya telungkup di tanah, lalu mengeluarkan jarum perak dan menancapkannya ke titik akupunktur area kandung kemih serta kepalanya.Salah satu jarum akan membuat Mahanta menjadi impoten, salah satunya lagi akan membuatnya menjadi idiot. Jadi, setelah Tirta mencabut jarumnya, Mahanta masih berbaring di lantai dan tidak tahu
Di sisi lain, Tirta menelepon Ayu setelah Idris dan Rasmi pergi. Setelah panggilan terhubung, Ayu yang sudah 2 hari tidak bertemu Tirta tentu merasa khawatir. Dia terus menanyakan kondisi Tirta.Tirta menjelaskan kondisinya dengan singkat, "Bi, Susanti terancam bahaya. Jadi, aku langsung naik pesawat untuk mencari Susanti. Tapi, kamu nggak usah khawatir. Sekarang semuanya sudah aman."Tirta memberi tahu Ayu pemikirannya, "Aku berencana membawa Susanti menemuimu setelah dia bangun, lalu kita dan Bi Elisa langsung kembali ke Desa Persik. Kita tinggal di sana untuk beberapa waktu."Mendengar ucapan Tirta, Ayu yang khawatir bertanya, "Ha? Tirta, kalau kamu mau kembali ke Desa Persik, tentu saja aku dan Elisa nggak keberatan. Masalahnya, gimana caranya kamu menjelaskan pada Bu Bella?"Ayu menambahkan, "Bagaimana kalau Bu Bella mau ikut kita kembali ke Desa Persik? Aku rasa berdasarkan sifat Bu Bella, dia pasti nggak terima kalau tahu kamu punya banyak kekasih.""Aku yang akan jelaskan pada
"Aku rasa otakmu bermasalah karena terlalu lama tinggal di Provinsi Naru!" bentak Rasmi. Ucapannya menunjukkan dia tidak menyukai Tirta."Rasmi, kenapa kamu bicara seperti itu? Pak Tirta itu saudara Ayah. Bukannya sudah seharusnya kita bersikap hormat padanya? Lagi pula ...," sahut Idris.Idris berniat menceritakan pada Rasmi bahwa Tirta sudah membantunya menyelesaikan masalah mereka yang tidak bisa mempunyai keturunan.Namun, sebelum Idris selesai bicara, Rasmi menyela, "Apa? Aku nggak marah kalau nggak ungkit masalah itu! Ayah sudah pikun, makanya dia mengakui pemuda itu sebagai saudaranya."Rasmi melanjutkan, "Waktu Ayah menceritakan masalah ini padaku, aku sudah sarankan dia cepat batalkan keputusannya. Ayah pikun karena tua, masa kamu juga sama? Kalau waktu itu Ayah mengakui anak 3 tahun jadi saudaranya, apa kamu juga mau memuja anak kecil itu?"Rasmi menambahkan, "Aku nggak peduli! Apa pun caranya, kamu harus usir pemuda itu dari rumah kita secepatnya! Aku nggak mau tinggal di ho
Begitu melontarkan perkataannya, Marila baru merasa kurang pantas. Dia berbisik lagi dengan wajah memerah, "Pak Tirta, bukan itu maksudku. Jangan salah paham."Tentu saja Tirta tahu Marila tidak bermaksud seperti itu. Dia tertawa, lalu menanggapi, "Oke. Aku tunggu Bu Marila pulang setelah beli bahan obat-obatan."Sesudah itu, Tirta tidak mengatakan apa pun lagi. Mendengar perkataan Tirta, Marila baru merasa tenang. Kemudian, Marila berpamitan dengan Idris.Tirta merasa bosan saat menunggu Marila. Dia kembali ke kamar untuk menemani Susanti. Tirta duduk di samping tempat tidur. Pikirannya sangat kacau.Tirta mendesah dan bergumam, "Setelah Susanti bangun, aku bawa dia cari Bi Ayu, lalu langsung kembali ke Desa Persik. Kak Nabila, Kak Melati, Kak Arum, Kak Farida, dan lainnya pasti merindukanku."Sebenarnya sebelum Susanti tertimpa masalah, Tirta berencana pergi ke ibu kota setelah meninggalkan Provinsi Dohe. Namun, masalah ini terjadi.Tirta juga memahami satu hal. Dia memang bisa menge
"Aku nggak akan pergi lagi. Jangan tiduri aku, ya?" mohon Selina. Wajahnya memerah setelah mendengar ucapan Tirta.Selina berusaha menggerakkan pinggangnya untuk menjauhi sumber masalah itu. Napas Tirta yang hangat membuat wajah Selina merah padam.Tirta menegaskan, "Aku nggak peduli, pokoknya sekarang aku harus menidurimu sampai puas. Terserah kamu mau pergi atau tetap tinggal, aku tetap akan melakukannya!"Hasrat Tirta membara karena pinggang Selina terus bergerak. Dia segera mengerahkan 2 teknik. Yang pertama adalah Teknik Menghilang untuk menyembunyikan tubuhnya dan Selina. Yang kedua adalah Teknik Senyap untuk menutupi suara yang dikeluarkan Selina selanjutnya.Kemudian, Tirta langsung bersanggama dengan Selina. Sementara itu, Selina memelas, "Tirta ... jangan ... aku benci kamu ...."Biarpun mengeluh, tubuh Selina tetap terangsang. Jelas-jelas Tirta sudah melepaskannya, tetapi Selina tidak melepaskan Tirta dan tidak bergerak sedikit pun. Dia membiarkan Tirta memberinya kompensasi
Tirta menunggu sampai Selina berjalan keluar dari taman bunga kompleks tempat Idris tinggal. Dengan begitu, mereka berdua sudah menjauh dari pandangan Anton dan Yuli.Tirta baru maju dan berkata seraya memeluk Selina, "Bu Selina, aku tahu kamu pasti pergi bukan karena dipanggil atasan. Apa kamu punya masalah? Kamu bisa ceritakan padaku.""Aku nggak punya masalah. Pak Tirta, aku cuma ingin pulang untuk mengurus kasus. Selain itu, aku sudah merasa sangat bangga bisa mengenal tokoh hebat sepertimu. Aku nggak mau terus tinggal di sini dan mengganggu Pak Tirta," sahut Selina.Selina memohon, "Pak Tirta, tolong lepaskan aku. Kita berdua nggak punya hubungan apa pun. Kita lupakan masalah yang sudah berlalu."Mata Selina memerah. Dia berbicara sambil terisak dan ingin melepaskan Tirta.Sementara itu, Tirta yang merasa tidak berdaya mendesah dan menimpali, "Bu Selina, aku sudah paham. Kamu pasti merasa aku cuma berpura-pura dan mempermainkan perasaanmu setelah kamu tahu latar belakangku. Jadi,
Selain itu, perasaan Selina campur aduk saat melihat Tirta. Melihat ekspresi mereka yang terkejut, Idris tertawa dan bertanya, "Apa Pak Tirta nggak pernah beri tahu kalian?"Idris membatin, 'Pak Tirta sangat hebat. Biarpun nggak ada Pak Saba, Pak Tirta bisa mendekati petinggi negara yang lain asalkan dia mau.'Sayangnya, Idris sudah berjanji kepada Tirta tidak akan mengungkapkan kehebatannya. Kalau tidak, Idris akan menjadi pelindung Tirta dan memamerkan kehebatannya.Yuli masih merasa antusias. Bahkan, dia sangat bangga hingga memandangi Tirta seraya tersenyum lebar dan menjawab, "Nggak. Pak Tirta, kenapa kamu nggak beri tahu kami hal sepenting ini?"Sekarang Tirta terpaksa harus mengakuinya. Dia berdeham, lalu menanggapi dengan ekspresi tenang, "Karena aku merasa hal seperti ini nggak perlu diumbar. Aku juga nggak ingin memanfaatkan status Pak Saba untuk bertindak semena-mena."Kenyataannya memang seperti itu. Tirta tidak pernah berinisiatif mengatakan dirinya adalah saudara Saba.Yu
Tirta tertawa licik, lalu membalas, 'Oke. Kak, aku akan pergi. Nanti malam jangan berpikiran untuk menghabisiku lagi.'Kemudian, Tirta keluar dengan perasaan gembira. Dia melihat Idris yang antusias sedang duduk tegak sambil mengobrol dengan Marila, Yuli, dan Selina.Begitu Tirta keluar, Idris langsung berhenti bicara. Dia berdiri, lalu menyambut Tirta, "Pak Tirta ...."Yuli juga menghampiri Tirta dan menimpali sembari tersenyum, "Pak Tirta, apa kita bisa bicara sebentar? Ada yang ingin kutanyakan padamu.""Ada apa? Tentu saja boleh," sahut Tirta.Yuli sangat senang melihat Tirta menyetujui permintaannya. Dia segera menarik Tirta kembali ke kamar. Namun, sebelum Yuli membawa Tirta masuk ke kamar, Anton yang keberatan menghentikan Yuli, "Aduh, berhenti! Yuli, kamu gila, ya? Kenapa kamu nggak langsung bertanya pada Pak Tirta di sini saja? Untuk apa kamu bawa dia ke kamar? Kamu kira ini rumahmu?"Anton berucap pada Tirta dengan ekspresi canggung, "Pak Tirta, begini. Ibunya Susanti ingin
Namun, bagian tubuh yang telah dipijat oleh Tirta terasa hangat dan nyaman, membuat Idris sangat rileks."Sudah beres. Pak Idris, masalahmu berasal dari kelelahan berkepanjangan ditambah dengan faktor bawaan, menyebabkan kondisi tubuhmu lebih lemah dari orang lain, makanya sulit menghasilkan sperma.""Dengan metode kedokteran barat, masalah seperti ini sangat sulit ditangani, bahkan sering kali tak terdeteksi.""Tapi di tanganku, ini bukan masalah besar. Kalau kondisi tubuh istrimu juga memungkinkan, aku jamin malam ini kamu bisa langsung tepat sasaran."Saat mengatakan itu, alis Tirta tiba-tiba berkerut. Dia baru teringat satu hal. Dia sudah berhubungan intim dengan begitu banyak wanita, tetapi sejauh ini belum ada satu pun yang hamil."Wah, terima kasih banyak, Pak Tirta! Kalau aku dan istriku benar-benar bisa punya anak, aku pasti akan undang kamu ke acara syukuran!"Idris yang tenggelam dalam euforia itu sama sekali tidak menyadari ekspresi aneh di wajah Tirta. Dia sangat bersyukur
"Pak Idris, kalau memang ada sesuatu, lebih baik berdiri dan bicarakan saja. Selama bukan hal yang melanggar nurani dan hukum, aku pasti akan bantu." Melihat keadaan itu, Tirta hanya bisa menghela napas dengan pasrah."Benarkah? Kamu benaran bersedia membantuku, tanpa mengungkit kesalahan masa lalu? Tapi, permintaanku ini .... Aku ingin kamu membantuku dan istriku agar bisa punya seorang anak.""Kami sudah menikah 20 tahun, sampai sekarang belum juga punya keturunan. Aku dan istriku sudah pergi ke rumah sakit di seluruh negeri, tapi nggak ada yang bisa menemukan penyebab pastinya ...."Idris akhirnya berdiri dari lantai, tetapi suaranya masih penuh emosi dan sedikit tidak percaya. Dia merasa Tirta yang seperti dewa hidup pasti sulit didekati dan tak mudah diajak bicara. Itu sebabnya, sikapnya terhadap Tirta sangat sungkan."Kenapa nggak? Pak Idris, kamu dan Bu Marila sudah susah payah membantuku mencari Susanti. Aku tentu harus membantumu semaksimal mungkin.""Lagi pula, sekalipun buka