"Kenapa nggak mengabariku? Aku bisa menyambutmu kalau tahu kamu bakal datang," ujar Bagas."Bukannya kamu sangat sibuk? Sibuk menerima suap dan bermain wanita. Mana mungkin aku berani merepotkanmu," sindir Saad tersenyum tipis."Pak Saad, aku ...." Setelah mendengarnya, Bagas melirik Riza dan Kangga yang berwajah suram. Dia sontak mengumpat dalam hati, 'Berengsek! Kenapa nggak mengabariku kalau ada Pak Saad?'Ketika melihat ekspresi gusar Saad, Bagas tentu tahu ucapannya tadi didengar oleh Saad. Dia hendak menjelaskan, tetapi Saad tiba-tiba menyela, "Sudah! Aku nggak mau dengar omong kosong kalian!""Kalian berdua membantu Riza melawan Tirta. Kejahatan kalian nggak bisa diampuni. Cepat kemasi barang-barang kalian dan jangan pernah menampakkan diri lagi. Sebelum aku menyuruh orang menyelidiki, sebaiknya kalian kembalikan semua dana yang kalian gelapkan. Kalau nggak, kalian bakal mendekam di penjara untuk seumur hidup!" bentak Saad.Begitu mendengarnya, Kangga dan Bagas langsung menyesal
Farida menatap Tirta dan Saad dengan tatapan penuh terima kasih. "Tirta, Pak Saad, terima kasih banyak atas bantuan kalian. Kalau ada kesempatan, aku pasti akan traktir kalian makan.""Benar. Tirta, Pak Saad, kalau nggak ada kalian, gaji kami nggak bakal cair!""Kalian tentukan waktunya saja. Kami bakal traktir kalian makan!"Para pekerja maju dan berkata dengan penuh semangat."Haha. Nggak perlu mentraktirku. Traktir saja Tirta," tolak Saad sambil tertawa.Ketika mendengar penolakan Saad, Farida dan lainnya pun tidak berani memaksa karena tahu Saad sangat sibuk. Namun, mereka tetap mengajak Tirta dengan penuh semangat."Ya sudah, lihat lusa nanti. Kalau ada waktu, aku bakal makan bersama kalian." Lantaran tidak punya pilihan lain, Tirta pun menyetujuinya."Hore! Karena masalah ini sudah beres, kita bisa pergi bersenang-senang." Nabila bersorak dengan gembira. "Tirta, bukannya kamu bilang mau membawaku beli Pil Kecantikan? Ayo, kita pergi."Tirta dan Agatha bertatapan sambil tersenyum.
"Tirta cuma ingin memberimu kejutan. Sekarang Pil Kecantikan sudah habis. Aku buatkan khusus untukmu dulu. Ayo, kita masuk," ucap Agatha sambil tersenyum kepada Nabila."Serius? Terima kasih banyak, Agatha. Oke, oke. Kita masuk." Nabila merangkul Agatha, menariknya masuk dengan senang. Dia tidak lupa menoleh memanggil Tirta, "Tirta, yang cepat sedikit!""Kenapa diam saja? Cepat masuk. Pil Kecantikan sangat populer. Aku juga mau coba. Aku penasaran dengan hasilnya," desak Betari yang menarik Agus dengan tidak sabar."Bu Agatha, akhirnya kamu kembali!""Eh, Pak Tirta, rupanya kamu juga datang!""Pak Tirta, Bu Agatha!"Setelah sekelompok orang itu masuk, para pemegang saham langsung mengelilingi dan menyapa. Mereka cukup terkejut melihat Tirta dan Agatha masuk bersama."Aneh. Tirta, kenapa mereka lebih ramah padamu daripada pada Agatha?" Nabila merasa bingung."Mungkin karena mereka merasa aku ganteng." Tirta mengelus dagunya sambil bercanda."Ya. Pak Tirta bukan cuma ganteng, tapi juga g
Dari kata primadona kampungan, bisa dilihat bahwa pemuda ini sangat meremehkan Nabila. Dari pakaiannya beserta antek-antek di belakangnya, bisa dilihat juga bahwa dia adalah anak orang kaya. Wajar kalau dia begitu sombong."Apa maksudmu? Cepat minta maaf pada Nabila! Kata-katamu terlalu nggak sopan!" bentak Agus dengan ekspresi masam."Ya. Pil Kecantikan diberikan secara khusus untuk Nabila. Atas dasar apa kamu suruh dia jual?" Betari juga kesal."Haha. Lihat kalian ini. Begitu saja sudah marah. Orang desa memang nggak berpendidikan. Anjingku saja lebih sabar." Pemuda itu sama sekali tidak peduli pada Agus dan Betari. Sebaliknya, dia merasa lucu melihat keduanya marah."Primadona Kampungan, kamu dengar omonganku tadi nggak?" tanya pemuda itu lagi dengan tidak sabar. "Cepat serahkan Pil Kecantikan itu. Aku beli dengan harga dua kali lipat. Orang kampungan seperti kalian nggak pantas dapat Pil Kecantikan."Ternyata pemuda ini sudah menunggu sejak tadi di depan Farmasi Santika, tetapi tid
"Hahaha. Mahanta, jangan menindas mereka seperti ini. Anjing bisa gigit kalau takut lho. Gimana kalau kamu digigit nanti?" Seorang pemuda yang seumuran dengan Mahanta menepuk bahunya sambil tertawa."Ini bukan menindas. Aku nggak ngapa-ngapain kok. Lagian, mereka cuma orang miskin. Kalaupun mereka cacat karena kupukul, paling-paling aku cuma disuruh ganti rugi. Orang miskin nggak punya harga diri," ejek Mahanta sambil tersenyum jahat."Mahanta, jangan keterlaluan! Cepat minta maaf sama Tirta! Kamu sudah mengotori bajunya!" seru Nabila dengan wajah memerah dan tangan terkepal erat.Ketika ditindas oleh Mahanta, Nabila tidak pernah semarah ini. Namun, ketika melihat Tirta ditindas seperti ini, Nabila ingin sekali mencabik-cabik Mahanta.Ekspresi Tirta menjadi makin dingin. Dia menghalangi Nabila sambil berkata, "Nggak apa-apa, Kak. Orang seperti ini nggak dididik dengan baik. Aku akan mengajarinya cara menjadi manusia yang baik. Kamu lihat saja dari samping."Usai berbicara, Tirta sontak
"Berengsek! Kamu sudah bosan hidup ya! Percaya atau nggak, aku bisa membunuhmu sekarang juga!" Begitu mendengar makian Mahanta, Agus langsung maju dan menendangnya beberapa kali dengan murka."Keterlaluan sekali! Kamu anak siapa? Kenapa nggak punya sopan santun sedikit pun? Kalau kamu berani macam-macam dengan Nabila, kami nggak bakal mengampunimu!" Betari meludah di wajah Mahanta.Nabila menggertakkan giginya. Matanya berkaca-kaca. Tirta pun tidak menyangka Mahanta akan makin merajalela setelah dihajar. Bahkan, dia berniat menyakiti Nabila.Tirta tidak mungkin melindungi Nabila 24 jam. Jadi, dengan tatapan dingin, dia membuat keputusan. Tirta menendang Mahanta, membuatnya telungkup di tanah, lalu mengeluarkan jarum perak dan menancapkannya ke titik akupunktur area kandung kemih serta kepalanya.Salah satu jarum akan membuat Mahanta menjadi impoten, salah satunya lagi akan membuatnya menjadi idiot. Jadi, setelah Tirta mencabut jarumnya, Mahanta masih berbaring di lantai dan tidak tahu
Seketika, ekspresi Lukman dan istrinya langsung berubah menjadi terkejut, sekaligus marah."Anakku sudah terluka begini, kenapa kalian masih memborgolnya?" bentak Lukman terhadap beberapa polisi tersebut."Pak Lukman, ini ... Bapak lihat saja sendiri," jawab seorang polisi paruh baya sambil menghela napas."Aku lihat sendiri? Mau lihat apanya?" Lukman mengerutkan alisnya dengan kebingungan."Mahanta! Ada apa denganmu? Siapa yang mukul kamu sampai begini? Ibu akan cari orang untuk balaskan dendammu!" Pada saat ini, Naraya berlari ke hadapan Mahanta dan menggenggam tangannya dengan erat sambil berlinang air mata."Dada ... aku mau dada besar!" seru Mahanta. Dia sama sekali tidak memedulikan ucapan Naraya, melainkan hanya memelototi dadanya sambil meneteskan air liur. Dia tampak benar-benar bodoh dan linglung. Jika bukan karena diborgol, mungkin dia sudah mencoba meraih tangan ke arah ibunya."Mahanta, kamu ngomong apaan? Aku ini ibumu, kamu nggak kenal aku lagi?" Naraya tiba-tiba merasa
"Tirta, apa yang mau kamu bilang? Katakan saja, nggak apa-apa. Lagi pula, lauknya masih belum disajikan," tanya Nabila dengan penasaran."Ya, Tirta, katakan saja langsung. Kita semua sekeluarga, nggak ada yang perlu dirahasiakan," pungkas Betari sambil terkekeh-kekeh."Baiklah, kalau begitu aku terus terang saja. Bukankah Kak Nabila sudah mau kembali ke kuliah dalam waktu dekat?" Tirta mulai menjelaskan pemikirannya, "Aku mau belikan sebuah rumah untuknya di kota. Dengan begitu, ke depannya dia akan lebih mudah ke kampus dan nggak usah bolak-balik pulang ke desa lagi.""Kalau Paman dan Bibi khawatir Kak Nabila tinggal seorang diri di kota dan nggak ada yang rawat dia, aku bisa belikan satu rumah lagi di sebelahnya untuk kalian."Sebenarnya, ini adalah cara yang terpikirkan oleh Tirta untuk membuat Nabila tidak kembali ke desa. Dengan begitu, Nabila tidak akan tahu tentang masalahnya dan Melati."Wah, sebenarnya Paman memang sudah berniat untuk belikan dia rumah dari dulu. Sayangnya, ke
"Kenapa Anda nggak biarkan aku mati saja!" Yudha merosot lemas, bersandar pada tiang kayu dengan air mata bercucuran dan penuh penyesalan."Dasar bodoh .... Tentu saja aku ingin membunuhmu seribu kali, bahkan sepuluh ribu kali kalau bisa! Kamu memang pantas mati, tapi sekarang belum waktunya untukmu mati ....""Pergilah .... Segera kumpulkan 500 anak laki-laki dan perempuan yang berusia di bawah enam tahun! Aku butuh darah mereka untuk memulihkan kekuatan!"Kesadaran ular berkepala delapan yang lemah, berkata dengan terbata-bata."Baik .... Aku akan segera kumpulkan 500 anak untuk dikorbankan kepada Dewa Ular!"Mendengar perintah tersebut, Yudha langsung bangkit dari tanah. Dengan tubuh gemetar, dia segera berlari menuruni gunung dengan tergesa-gesa untuk mengatur semuanya."Tunggu sebentar ...." Tiba-tiba, suara serak ular berkepala delapan kembali terdengar dari belakangnya."Dewa Ular .... Apakah masih ada perintah lain?" Yudha langsung berhenti melangkah dan berlutut di tempat."Ma
Ketika masih kecil, Yudha pernah dibawa ayahnya masuk ke pondok kecil ini. Saat itu, dia baru berusia lima tahun. Dia masih polos dan belum mengerti apa-apa.Namun, hingga kini, dia tidak pernah melupakan bagaimana ayahnya, Khairul Gomies, kepala Keluarga Gomies generasi sebelumnya, menatap patung Dewa Ular dengan tatapan yang hormat dan antusias."Yudha, Dewa Ular adalah dewa sejati yang telah melindungi dan menjaga kejayaan Keluarga Gomies agar tidak pudar selama dua ribu tahun!""Dewa Ular maha kuasa, dia adalah leluhur semua pendeta spiritual! Dia adalah dewa yang paling hebat di dunia ini!""Suatu hari nanti, kamu akan menjadi pelayan Dewa Ular. Jangan marah atau bersedih karenanya, kamu seharusnya merasa bahagia! Karena di dunia ini, tidak ada satu pun hal yang tidak bisa dilakukan oleh Dewa Ular!""Menjadi pelayan Dewa Ular adalah kehormatan tertinggi dalam hidupmu!"Kata-kata itu terukir dalam-dalam di lubuk hati Yudha. Seiring waktu, dia pun tumbuh dan menjadi seorang pendeta
Akhir-akhir ini, Genta semakin sering berbicara dengan Tirta. Kepribadiannya juga tampak semakin mirip dengan manusia.Saat ini, dia bahkan mulai mempertimbangkan keadaan Tirta. Mungkin saja ini terjadi karena Tirta telah membantunya menyerap energi dari 80 pesilat kuno. Sebagai bentuk hadiah, mungkin itulah alasan dia memiliki pemikiran seperti ini."Ah, Kak, bisa nggak aku nggak menggunakan artefak sihir yang menjijikkan ini? Nanti, setelah aku mencapai tahap pembentukan fondasi, aku mau buat artefakku sendiri. Boleh nggak?"Dalam ingatan yang ditanamkan Genta pada Tirta, ada berbagai informasi mengenai artefak sihir. Tirta memahami betapa luar biasanya benda tersebut, tetapi dia benar-benar tidak menginginkan kipas lipat dengan shikigami itu."Dasar nggak tahu terima kasih. Kalau kamu nggak mau, aku akan serap energi spiritualnya untuk diriku sendiri." Nada Genta sangat tegas, bahkan terdengar sedikit kesal. Melihat Tirta begitu menolak, dia pun tidak berbicara lebih lanjut dan lang
"Sebelum berangkat, Yara sempat minta izin dariku untuk pergi ke Darsia. Tujuannya adalah menyelidiki keberadaan dunia misterius para pesilat kuno di sana.""Dia ingin menemukan lokasi dunia misterius dan mendapatkan ramuan spiritual serta batu energi untuk mempercepat pemulihan kekuatan Dewa Ular! Dan sekarang ... seseorang telah membunuh Yara!""Siapa pelakunya? Sebelum pergi, aku sudah memberinya kipas lipat yang berisi Shikigami! Itu bukan benda biasa, melainkan artefak spiritual yang diberikan langsung oleh Dewa Ular!""Selain itu, Yara juga membawa Air Mayat serta berbagai teknik rahasia pendeta spiritual untuk melindungi dirinya sendiri. Bahkan kalau para pesilat kuno Negara Darsia mengadangnya, seharusnya mereka nggak bisa membunuhnya.""Kalaupun Yara nggak bisa menang, paling nggak, dia seharusnya bisa melarikan diri dengan selamat! Siapa yang sebenarnya membunuh Yara…?"Setelah amarahnya sedikit mereda, Yudha mulai menganalisis secara mendalam siapa yang bisa menjadi pelaku p
Tirta benar-benar tidak menyangka bahwa mereka akan menyetujui syarat yang dia ajukan semudah itu. Hal itu membuat suasana hatinya membaik secara drastis.Sebelum pergi, Tirta kembali melirik Kurnia, seakan ingin mengatakan sesuatu. "Pak Tirta, kalau ada perintah, silakan katakan saja," kata Kurnia dengan hormat sambil mengepalkan tangan sebagai tanda penghormatan."Kurnia, bagaimanapun juga, akulah yang membuat lenganmu patah. Aku punya resep obat yang bisa membuat lenganmu tumbuh kembali.""Tapi, mencari bahan-bahannya mungkin akan memakan waktu yang cukup lama. Kalau kamu bersedia menunggu, aku bisa membantumu memulihkan lenganmu sepenuhnya."Tirta mengingat teknik pengobatan ajaib yang diwariskan oleh Genta di dalam ingatannya, lalu menawarkan solusi itu kepada Kurnia."Aku bersedia! Tentu saja aku bersedia! Terima kasih atas kebaikanmu, Pak Tirta!"Mendengar hal itu, Kurnia begitu terkejut dan terharu hingga langsung berlutut di depan Tirta untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya
"Sudahlah, Laras. Tindakan nggak senonoh apa pun yang pernah kubuat padamu sebelumnya, setidaknya sekarang aku nggak pernah begitu lagi sama kamu, 'kan?""Kamu nggak boleh panggil aku bajingan mesum lagi. Kamu boleh panggil aku Tirta saja, atau Kak Tirta juga boleh. Kalau kamu nggak bisa lakukan itu, sebaiknya kamu kembali saja ke dunia misterius," kata Tirta sambil menarik napas dalam-dalam, berusaha menjaga reputasinya."Huh, kalau begitu aku panggil Tirta saja. Sepertinya kita juga sebaya!" jawab Laras sambil menoleh ke arah lain setelah berpikir sejenak."Kak Tirta, aku nggak akan panggil kamu bajingan mesum. Karena kamu adalah orang baik."Tina merasa ekspresi serius Tirta saat membela diri tadi cukup menggelikan. Dengan sedikit keberanian, dia menepuk lengan Tirta dan berkata demikian."Hehe, bagus! Tina memang paling penurut."Suasana hati Tirta menjadi semakin bagus. Dia mengusap rambut panjang Tina dengan lembut sebelum mengalihkan pandangannya ke Tina, Laras, serta Kimmy yang
"Nak, jangan persulit kami!"Para pesilat kuno yang berhasil selamat dan beberapa ketua sekte berusaha untuk bernegosiasi dengan Tirta."Persulit kalian? Hehe .... Kamu kira aku nggak tahu apa yang ada di pikiran kalian? Kalian cuma merasa batu alami terlalu berharga dan nggak mau memberikannya padaku, bukan?""Sejujurnya saja, semua sumber daya dunia fana ini sama sekali nggak menarik bagiku. Aku cuma menginginkan batu alami! Aku bisa menyelamatkan kalian, tapi aku juga bisa membunuh kalian!""Siapa pun yang nggak setuju, jangan salahkan aku kalau aku berubah menjadi musuh kalian!"Tirta menyeringai dingin sambil menatap para ahli seni bela diri kuno yang tersisa di sekelilingnya.Saat mengucapkan kata-kata itu, aura dingin dan niat membunuh yang mengerikan terpancar dari tubuhnya!"Cecunguk ini ternyata punya sedikit keberanian juga."Di dalam lautan kesadarannya, Genta berkomentar dengan nada santai. Jika dia yang berada di posisi Tirta sekarang, para pesilat kuno ini tidak akan sel
"Yang penting jangan lupakan kamu ...," gumam Tirta. Permintaan Tina sangat sederhana. Dia benar-benar wanita yang polos.Tirta mendesah, lalu menyetujui permintaan Tina, "Oke, namamu Tina, 'kan? Kalau begitu, kamu ikut aku saja. Aku ... ada sesuatu yang nggak bisa kukatakan padamu sekarang. Nanti aku baru beri tahu kamu setelah pulang."Tina langsung berhenti menangis setelah Tirta menyetujui permintaannya. Dia menyeka air matanya, lalu berujar kepada Edwan dengan antusias, "Pak Edwan, Kakak setuju aku ikut dia. Aku ... nggak ikut kalian pulang lagi."Tina berpesan, "Pak Edwan, tolong sampaikan pada guruku. Kalau ada kesempatan, aku dan Kakak akan pergi ke dunia misterius untuk mengunjungi guruku.""Oke. Kalian berdua jaga diri baik-baik. Kami pamitan dulu," balas Edwan sambil tersenyum. Dia memberi hormat kepada Tirta, lalu membawa membawa murid Sekte Kebebasan meninggalkan puncak gunung.Setelah Edwan dan lainnya pergi, Tina berdiri di belakang Tirta. Dia mengamati wajah Tirta, lalu
Di puncak gunung, semua pesilat kuno yang diselamatkan Tirta memberi hormat kepadanya. Salah satu pesilat kuno berkata, "Sobat, kamu sudah menyelamatkan kami, tapi kami nggak tahu namamu. Apa kamu bisa beri tahu kami? Ke depannya, kami pasti akan mengunjungimu setelah beristirahat di dunia misterius."Tirta berpikir sejenak, lalu menanggapi, "Sebenarnya aku nggak perlu beri tahu kalian namaku. Kalau kalian mau membalasku, bantu aku cari batu spiritual setelah kalian kembali ke dunia misterius. Eh, salah. Maksudku cari batu alami."Tirta menambahkan, "Nantinya aku akan ambil batu alami itu waktu aku pergi ke dunia misterius."Tirta sudah merebut energi internal mereka. Biarpun sedikit keterlaluan, Tirta sudah menyelamatkan mereka. Tindakan Tirta sama seperti dokter yang mengangkat salah satu organ dalam pasien untuk menyelamatkannya.Pasien tidak akan menyalahkan dokter. Sebaliknya, pasien akan membayar biaya pengobatan setelah selamat. Jadi, batu alami yang diminta Tirta bisa dianggap