"Sementara ini nggak usah dulu, terima kasih atas niat baikmu. Tapi, kamu nggak usah terlalu khawatir. Kami sudah cari media, semoga bisa dapat upahnya dalam waktu dekat. Kalau kami nggak sanggup menyelesaikannya, aku pasti akan menghubungimu lagi," jawab Farida dengan penuh terima kasih."Baiklah kalau begitu, Kak Farida. Kalau ada apa-apa, jangan lupa kabari aku." Tirta juga tidak memaksa lagi.Baru saja telepon itu ditutup, bahkan sebelum sempat dimasukkan ke dalam saku, sebuah panggilan lain masuk. Suara yang penuh kegembiraan terdengar di ujung telepon."Tirta, akhirnya kamu angkat telepon juga! Besok pagi aku sudah bisa sampai rumah. Kamu rindu aku nggak? Tahu nggak, aku rindu sekali sama kamu beberapa hari ini! Aku nggak bisa tidur nyenyak tanpa ditemani kamu!"Didengar dari suaranya, orang ini adalah Nabila yang sudah lama tidak ditemuinya. Delapan hari yang lalu, dia pergi ke kota tetangga bersama kedua orang tuanya untuk menghadiri pernikahan sepupunya. Awalnya, mereka hanya
Jelas sekali, kesedihannya itu adalah karena kehadiran Susanti dan Agatha yang mendadak."Oke, Kak." Tirta berlari kecil ke arahnya. Melihat tidak ada orang di sekitarnya, Tirta memeluk pinggang Melati yang ramping. "Kak, dadamu masih sakit? Gimana kalau kupijat nanti setelah mereka semua tertidur?""Dasar berengsek. Kamu masih ingat dadaku sakit? Kukira setelah punya banyak wanita, kamu sudah lupa sama aku," balas Melati dengan sedih."Mana mungkin, Kak? Mau sebanyak apa pun wanitaku, aku tetap nggak mungkin melupakanmu. Kamu ini wanita pertama dalam hidupku." Tirta menyadari bahwa Melati sedang cemburu. Oleh karena itu, dia langsung mengecup bibir Melati tanpa aba-aba sama sekali.Setelah berciuman selama sesaat dan merasakan gairah dari Tirta, Melati pun tidak merasa kesal lagi terhadapnya. Sebaliknya, dia malah merasa agak malu."Sudah, jangan cium lagi. Kita pulang untuk makan malam dulu. Kalau nunggu terlalu lama, nanti mereka khawatir. Nanti malam Kakak pergi cari kamu.""Oke, a
Tiba-tiba, Ayu yang sejak tadi berpura-pura tidur, menyadari gerakan Melati. Dia membuka matanya dan memanggil dengan pelan, "Melati, tunggu sebentar, kamu mau ke mana ...." Sambil berkata demikian, Ayu juga bangkit perlahan, berusaha untuk tidak menimbulkan suara."Eh, Bibi, aku ... cuma mau ke toilet sebentar, maaf sudah membangunkanmu ...," jawab Melati dengan gugup karena tidak mau mengungkapkan alasan sebenarnya. Meskipun mereka berdua sudah beberapa kali bersama-sama dengan Tirta, Melati merasa bersalah diam-diam menemui Tirta."Shh, jangan terlalu keras, kita bicara di luar," bisik Ayu. Melihat Melati hanya mengenakan pakaian tidur tipis tanpa membawa jaket, Ayu langsung tahu apa yang ingin dilakukan Melati. Sebenarnya, Ayu juga tidak bisa tidur, dia sendiri berniat untuk diam-diam menemui Tirta."Bibi mau bilang apa denganku?" tanya Melati dengan gugup setelah tiba di luar."Melati, kita berdua nggak perlu saling menutupi. Aku tahu kamu kangen sama Tirta. Ayo, kita temui dia sa
"Aku nggak bisa tidur. Kenapa kamu keluar?" tanya Tirta berpura-pura tidak tahu."Aku ... teringat dengan sindiran Susanti tadi siang, jadi hatiku agak kesal. Aku mau cari kamu untuk menemaniku. Ayo, kita duduk di dalam mobil saja .... Sudah lama kita nggak ketemu, aku sudah rindu," pinta Agatha sambil hendak membuka pintu mobil.Di dalam mobil.Ayu dan Melati yang melihat kondisi ini langsung tersentak. Tirta juga langsung merasa panik. Baru saja dia ingin menghalangi gerakan Agatha, tiba-tiba Agatha teringat sesuatu dan berbisik di telinga Tirta."Oh ya, Tirta. Kamu lihat Bibi dan Kak Melati nggak? Sepertinya tadi aku lihat mereka mau ke toilet. Kalau kita di mobil, apa akan ketahuan waktu mereka kembali dari toilet nanti?"Ternyata, Agatha juga sedang berpura-pura tidur saat Ayu dan Melati keluar tadi. Melihat ekspresinya yang cemas, jelas sekali Agatha khawatir akan tertangkap basah saat berhubungan intim nanti.Tirta langsung buru-buru menimpali, "Mungkin akan kelihatan. Tadi aku
Mendengar hal itu, Susanti menarik tangan Tirta dari dada Agatha dengan kesal."Sebagai Direktur Farmasi Santika, kalau sampai ketahuan sama orang lain kamu keluar diam-diam di tengah malam untuk tidur sama Tirta, ini pasti akan jadi berita besar!"Susanti dan Agatha memang tidak pernah akur. Keduanya sama-sama berniat untuk tidur dengan Tirta. Melihat Agatha lebih dulu menemui Tirta, tentu saja Susanti kesal."Lalu bagaimana denganmu? Memangnya kamu mau ke toilet di tengah malam begini? Dilihat dari pakaianmu yang tipis itu, kamu juga pasti mau cari Tirta untuk tidur sama-sama, 'kan? Nggak ada yang perlu kamu sembunyikan dariku!" teriak Agatha dengan kesal."Kamu dan Tirta belum nikah, kalian cuma sebatas teman sejak kecil. Kalaupun aku mau tidur sama Tirta, kamu juga nggak berhak mengaturnya!" balas Susanti yang tidak mau kalah.Melihat perdebatan kedua orang ini, Tirta juga mulai pusing. Dia buru-buru maju untuk memisahkan kedua orang itu."Kalau mau, kalian berdua sama-sama saja su
Pertarungan ini akhirnya berakhir untuk sementara, meskipun belum tentu semua orang bisa tidur dengan nyenyak malam itu."Tirta, kenapa masih melamun? Kamu juga cepat tidur," kata Ayu setelah melihat kedua orang itu kembali ke tempat tidur masing-masing. Sorot matanya menyiratkan sedikit kesedihan. "Aku tahu, Bibi. Aku akan tidur sekarang. Kalian juga istirahatlah lebih awal." Berhubung Agatha berada di sana, Tirta hanya bisa melemparkan tatapan penghiburan dan kembali ke mobil.....Malam yang penuh kekacauan ini akhirnya telah berlalu. Sekitar pukul enam atau tujuh keesokan paginya, Tirta menerima telepon dari Nabila."Tirta, sekitar satu atau dua jam lagi aku akan tiba di kota. Kamu bisa jemput aku sekarang. Maaf sudah membangunkanmu pagi-pagi begini. Setelah kamu datang nanti, aku akan kasih kompensasi." Suara Nabila terdengar sangat gembira."Oke, Kak Nabila. Aku siap-siap dulu untuk berangkat sekarang," jawab Tirta menyetujuinya.Setelah menutup telepon, Tirta buru-buru mandi di
"Kak Farida, jangan panik dulu. Coba ceritakan pelan-pelan apa yang terjadi. Biar kupikirkan cara untukmu," bujuk Tirta setelah merasakan kejanggalan pada suasana hati Farida."Begini, Tirta. Bos proyek ini namanya Riza, dia orang dari daerah luar. Aku dan para pekerja di bawahku mulai bekerja untuknya sejak tahun lalu ....""Sampai sekarang, Riza ini sudah menunggak pembayaran kami sebesar 10 miliar. Kemarin kami menghubungi media untuk melaporkan masalah ini, tapi Riza malah marah besar dan mengirim orang-orangnya untuk memukuli para wartawan dan pekerjaku ....""Tadi pagi, aku bawa para pekerja ke instansi terkait untuk mencari solusi, tapi ternyata orang-orang di sana bekerja sama dengan Riza. Bukannya membantu, mereka malah nuduh kami sengaja membuat keributan. Kalau kami melanjutkan protes, mereka mengancam akan menangkap kami!""Aku benar-benar nggak punya cara lain lagi. Kalau nggak, aku juga nggak akan telepon untuk minta bantuanmu," ucap Farida dengan sedih.Uang senilai 10 m
"Kenapa? Ada masalah apa?" tanya Riza sambil mengernyit."Pak Riza, perusahaan kita nggak kekurangan uang. Kenapa kamu malah memilih ngasih uang ke Pak Kangga daripada melunasi upah pekerja? Padahal jelas-jelas upah ini adalah hak mereka. Selain itu, kalau masalahnya jadi besar, nggak ada untungnya bagi perusahaan kita ...," ucap sekretaris itu dengan heran."Kamu yang bos atau aku? Memangnya aku nggak boleh nikmati sendiri uangnya kalau nggak kekurangan uang?""Lagian, bukan cuma aku seorang yang nunggak pembayaran upah! Pokoknya lakukan saja yang kuperintahkan, nggak usah banyak omong kosong! Keluar sana!" maki Riza sambil memukul mejanya.....Sekitar setengah jam kemudian, Tirta melihat papan nama bertuliskan "Grup Polar" dari kejauhan. Di depannya telah dikerumuni sekumpulan orang. Mereka adalah Farida dan 30 orang pekerja di bawahnya.Selain itu, ada juga beberapa pria tua dan muda yang mengenakan seragam sedang mengadang di pintu masuk. Kemungkinan besar, mereka adalah orang dar
Tirta benar-benar tidak menyangka bahwa mereka akan menyetujui syarat yang dia ajukan semudah itu. Hal itu membuat suasana hatinya membaik secara drastis.Sebelum pergi, Tirta kembali melirik Kurnia, seakan ingin mengatakan sesuatu. "Pak Tirta, kalau ada perintah, silakan katakan saja," kata Kurnia dengan hormat sambil mengepalkan tangan sebagai tanda penghormatan."Kurnia, bagaimanapun juga, akulah yang membuat lenganmu patah. Aku punya resep obat yang bisa membuat lenganmu tumbuh kembali.""Tapi, mencari bahan-bahannya mungkin akan memakan waktu yang cukup lama. Kalau kamu bersedia menunggu, aku bisa membantumu memulihkan lenganmu sepenuhnya."Tirta mengingat teknik pengobatan ajaib yang diwariskan oleh Genta di dalam ingatannya, lalu menawarkan solusi itu kepada Kurnia."Aku bersedia! Tentu saja aku bersedia! Terima kasih atas kebaikanmu, Pak Tirta!"Mendengar hal itu, Kurnia begitu terkejut dan terharu hingga langsung berlutut di depan Tirta untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya
"Sudahlah, Laras. Tindakan nggak senonoh apa pun yang pernah kubuat padamu sebelumnya, setidaknya sekarang aku nggak pernah begitu lagi sama kamu, 'kan?""Kamu nggak boleh panggil aku bajingan mesum lagi. Kamu boleh panggil aku Tirta saja, atau Kak Tirta juga boleh. Kalau kamu nggak bisa lakukan itu, sebaiknya kamu kembali saja ke dunia misterius," kata Tirta sambil menarik napas dalam-dalam, berusaha menjaga reputasinya."Huh, kalau begitu aku panggil Tirta saja. Sepertinya kita juga sebaya!" jawab Laras sambil menoleh ke arah lain setelah berpikir sejenak."Kak Tirta, aku nggak akan panggil kamu bajingan mesum. Karena kamu adalah orang baik."Tina merasa ekspresi serius Tirta saat membela diri tadi cukup menggelikan. Dengan sedikit keberanian, dia menepuk lengan Tirta dan berkata demikian."Hehe, bagus! Tina memang paling penurut."Suasana hati Tirta menjadi semakin bagus. Dia mengusap rambut panjang Tina dengan lembut sebelum mengalihkan pandangannya ke Tina, Laras, serta Kimmy yang
"Nak, jangan persulit kami!"Para pesilat kuno yang berhasil selamat dan beberapa ketua sekte berusaha untuk bernegosiasi dengan Tirta."Persulit kalian? Hehe .... Kamu kira aku nggak tahu apa yang ada di pikiran kalian? Kalian cuma merasa batu alami terlalu berharga dan nggak mau memberikannya padaku, bukan?""Sejujurnya saja, semua sumber daya dunia fana ini sama sekali nggak menarik bagiku. Aku cuma menginginkan batu alami! Aku bisa menyelamatkan kalian, tapi aku juga bisa membunuh kalian!""Siapa pun yang nggak setuju, jangan salahkan aku kalau aku berubah menjadi musuh kalian!"Tirta menyeringai dingin sambil menatap para ahli seni bela diri kuno yang tersisa di sekelilingnya.Saat mengucapkan kata-kata itu, aura dingin dan niat membunuh yang mengerikan terpancar dari tubuhnya!"Cecunguk ini ternyata punya sedikit keberanian juga."Di dalam lautan kesadarannya, Genta berkomentar dengan nada santai. Jika dia yang berada di posisi Tirta sekarang, para pesilat kuno ini tidak akan sel
"Yang penting jangan lupakan kamu ...," gumam Tirta. Permintaan Tina sangat sederhana. Dia benar-benar wanita yang polos.Tirta mendesah, lalu menyetujui permintaan Tina, "Oke, namamu Tina, 'kan? Kalau begitu, kamu ikut aku saja. Aku ... ada sesuatu yang nggak bisa kukatakan padamu sekarang. Nanti aku baru beri tahu kamu setelah pulang."Tina langsung berhenti menangis setelah Tirta menyetujui permintaannya. Dia menyeka air matanya, lalu berujar kepada Edwan dengan antusias, "Pak Edwan, Kakak setuju aku ikut dia. Aku ... nggak ikut kalian pulang lagi."Tina berpesan, "Pak Edwan, tolong sampaikan pada guruku. Kalau ada kesempatan, aku dan Kakak akan pergi ke dunia misterius untuk mengunjungi guruku.""Oke. Kalian berdua jaga diri baik-baik. Kami pamitan dulu," balas Edwan sambil tersenyum. Dia memberi hormat kepada Tirta, lalu membawa membawa murid Sekte Kebebasan meninggalkan puncak gunung.Setelah Edwan dan lainnya pergi, Tina berdiri di belakang Tirta. Dia mengamati wajah Tirta, lalu
Di puncak gunung, semua pesilat kuno yang diselamatkan Tirta memberi hormat kepadanya. Salah satu pesilat kuno berkata, "Sobat, kamu sudah menyelamatkan kami, tapi kami nggak tahu namamu. Apa kamu bisa beri tahu kami? Ke depannya, kami pasti akan mengunjungimu setelah beristirahat di dunia misterius."Tirta berpikir sejenak, lalu menanggapi, "Sebenarnya aku nggak perlu beri tahu kalian namaku. Kalau kalian mau membalasku, bantu aku cari batu spiritual setelah kalian kembali ke dunia misterius. Eh, salah. Maksudku cari batu alami."Tirta menambahkan, "Nantinya aku akan ambil batu alami itu waktu aku pergi ke dunia misterius."Tirta sudah merebut energi internal mereka. Biarpun sedikit keterlaluan, Tirta sudah menyelamatkan mereka. Tindakan Tirta sama seperti dokter yang mengangkat salah satu organ dalam pasien untuk menyelamatkannya.Pasien tidak akan menyalahkan dokter. Sebaliknya, pasien akan membayar biaya pengobatan setelah selamat. Jadi, batu alami yang diminta Tirta bisa dianggap
Hanya saja, suara mereka tidak terlalu keras saat memarahi Tirta. Bagaimanapun, mereka menunggu diselamatkan Tirta.Tirta yang sudah menikmati perhatian para murid wanita baru berjalan keluar dari kerumunan. Dia mulai menyingkirkan Air Kutukan para pesilat kuno pria dan pemimpin sekte.Tentu saja, Tirta para pesilat kuno pria yang tidak bersedia berlutut kepada Tirta dan cemburu kepadanya mendapatkan giliran terakhir. Alhasil, mereka mati disiksa oleh Air Kutukan sebelum diselamatkan Tirta.Sementara itu, Elisa yang berdiri di hutan tersembunyi dan tidak bisa dilihat Tirta melihat para murid wanita diselamatkan. Dia berkomentar dengan ekspresi kesal, "Bocah ini memang genit ...."Sebenarnya, tadi Elisa tidak pergi. Dia beralasan ingin turun gunung, tetapi dia diam-diam kembali lagi untuk melihat cara Tirta menetralkan racun.Sebagai murid Sekte Mujarab, Elisa memiliki minat belajar yang tinggi. Dia ingin mempelajari cara Tirta menetralkan racun. Selain itu, Elisa juga mulai tertarik pa
Tirta hanya menyingkirkan Air Kutukan dari tubuh murid wanita itu dan melirik bagian dadanya beberapa kali. Murid wanita itu memakai baju, dia juga tidak rugi biarpun dilirik Tirta.Sebenarnya hanya Tirta sendiri tahu apa yang dilihatnya. Meskipun murid wanita itu memakai baju, tetap tidak berpengaruh bagi Tirta.Setelah puas melihat tubuh wanita itu, Tirta berkata kepada murid wanita yang bokongnya berisi, "Itu ... Adik yang bokongnya berisi. Kamu maju, racun di tubuhmu terlalu kuat. Biar aku bantu kamu netralkan racunnya."Murid wanita itu menghampiri Tirta, lalu Tirta menemukan target lain lagi. Matanya berbinar-binar.Tirta tersenyum lebar sambil berujar, "Itu ... Kakak yang pinggangnya ramping dan dadanya berisi. Aku hampir melupakanmu. Kamu juga maju, aku sekalian netralkan racun kalian berdua."Murid wanita yang mempunyai pinggang ramping dan dada berisi terlihat seksi saat berjalan menghampiri Tirta. Dia sangat cantik. Murid wanita itu bertanya dengan ragu-ragu, "Dik, apa kamu
Tirta menjawab dalam hati, 'Kak, jangan goda aku lagi. Aku sama sekali nggak punya niat itu. Kita harus segera selamatkan orang biar kamu bisa menyerap energi internal orang-orang ini secepatnya. Kita juga bisa pulang ke kediaman Keluarga Purnomo.'Tirta juga merasa bersyukur. Untung saja, tadi dia tidak menggoda murid wanita yang tampangnya jelek. Dia pasti tidak tahan kalau diganggu oleh wanita jelek.Setelah tersadar, Tirta sudah menyingkirkan Air Kutukan murid wanita ini. Kemudian, dia mulai menyingkirkan Air Kutukan murid Sekte Kebebasan lainnya.Kali ini, Tirta berusaha mengendalikan dirinya setelah tahu pemikiran wanita dari dunia misterius yang kolot. Dia tidak menggoda murid wanita yang cantik.Tentu saja, ini juga karena Tirta tidak melihat wanita cantik lagi. Kalau tidak, dia pasti langsung menunjukkan sifat aslinya.Dalam waktu belasan menit, Tirta sudah menyingkirkan Air Kutukan belasan murid Sekte Kebebasan. Biarpun kehilangan semua energi internal, mereka tetap berterima
Tirta melirik sekilas ke arah dada wanita itu yang terlihat begitu indah dan menonjol, lalu menyeringai dengan senyum jahil.Wanita itu langsung terpaku di tempat dan wajahnya memerah seketika. Dia menggigit bibirnya dengan gugup dan merasa sangat malu.Kemudian, wanita itu menoleh ke arah Edwan dengan ekspresi penuh dilema seolah meminta petunjuk. Dia berucap, "Aaaargh .... Pak Edwan! Dia ... dia mau aku menciumnya!" Edwan menghela napas panjang, lalu berkata dengan lembut kepada wanita itu, "Tina, sebelum bawa kalian keluar, aku sudah berjanji kepada gurumu bahwa aku akan memastikan kalian pulang tanpa kekurangan apa pun. Jadi, cium saja anak muda ini. Dia bukan orang jahat kok. Dia adalah penyelamatmu."Dalam pikiran Edwan, kalau Tina tidak mau mencium Tirta, mungkin dia tidak akan menyelamatkannya."Aku ...." Tina ragu-ragu cukup lama. Pada akhirnya, dia menarik kembali liontin gioknya, lalu mengumpulkan seluruh keberaniannya dan memejamkan mata.Kemudian, Tina maju selangkah dan