Dipimpin oleh Pasha, Tirta dan Bella tiba di sebuah pondok kecil yang indah di tengah hutan pegunungan. Seperti yang dijanjikan Pasha, tempat itu telah dipenuhi dengan berbagai hidangan lezat khas pegunungan.Sambil menikmati udara segar pegunungan, mereka menyantap sayuran dan jamur hutan yang segar, ditemani pemandangan alam yang luar biasa. Tempat ini benar-benar memberi kesan seperti sebuah resor pegunungan.Makan siang itu terasa sangat santai. Tanpa kehadiran Resnu, wajah Bella tampak lebih cerah dan gembira. Tirt berdecak kagum, "Pemandangan di sini memang unik dan indah sekali. Kalau ada kesempatan lagi nanti, aku ingin bawa Bibi dan Kak Melati ke sini untuk berlibur. Ini pasti akan jadi pengalaman yang menyenangkan."Pasha menuangkan anggur sambil tersenyum, "Kalau baru pertama kali datang memang rasanya sangat menyenangkan. Tapi kalau sudah lama di sini, pemandangannya jadi terasa biasa-biasa saja.""Yang namanya berlibur itu hanyalah pindah dari tempat yang sudah membuatmu b
Terdengar teriakan Dirga dari ujung telepon, tetapi Pasha telah mengakhiri panggilan tersebut.....Keesokan paginya, Tirta dan Bella telah mandi dan sarapan. Setelah itu, mereka mengikuti Pasha untuk memeriksa progress penambangan batu giok. Meski berada di dalam pegunungan, cuaca tetap terasa sangat panas.Ditambah lagi, pepohonan di daerah itu sudah ditebang semuanya. Berkeliling di bawah terik matahari membuat keringat di tubuh mereka mengalir deras. Pakaian mereka sudah basah sepenuhnya hingga hampir meneteskan air. Rasa panas dan lembap yang menempel di kulit membuat mereka merasa sangat tidak nyaman.Melihat keadaan Bella dan Tirta yang kelelahan, Pasha menjelaskan, "Memang begitulah kondisinya di pegunungan. Sedikit aktivitas saja sudah bisa buat kita berkeringat deras."Bella yang sangat menjaga kebersihan, mengusulkan, "Gimana kalau kita kembali ke kamar dan mandi?"Namun, Pasha menggelengkan kepala. "Maaf, Kak Bella. Sayangnya, fasilitas mandi di kamar sedang rusak dan masih
Bella langsung duduk di atas batu di tepi kolam dengan napas terengah-engah. Wajahnya yang cantik kini memerah karena kelelahan. Rambut-rambut halus di samping wajahnya menempel pada pipinya karena keringat yang mengalir deras dan menetes menyusuri dagunya."Aku nggak sanggup lagi .... Aku benar-benar nggak sanggup berjalan selangkah pun lagi," katanya dengan napas berat.Sementara itu, Tirta yang memiliki fisik kuat, tidak merasa kelelahan sedikit pun. Hanya saja, seluruh tubuhnya basah kuyup oleh keringat. Bahkan celana pendeknya juga dibasahi oleh keringat yang menetes, membuatnya merasa sangat gerah."Panas sekali! Matahari di pegunungan ini benar-benar menyengat. Aku harus mendinginkan diri dulu," kata Tirta.Tanpa menunggu Pasha berbicara, Tirta langsung melepas pakaiannya dengan cepat. Dengan celana pendek yang tersisa, Tirta lalu melompat ke dalam kolam yang sejuk.Kemudian, dia muncul kembali ke permukaan air dengan wajah yang tampak puas. "Wah, airnya segar sekali! Bella, kau
Memikirkan hal ini, senyuman di wajah Pasha semakin merekah, seakan-akan sudah bisa membayangkan adegan ular piton itu menelan kedua orang tersebut.....Bella yang tidak tahu tentang rencana jahat Pasha, begitu terpesona dengan kejernihan air kolam itu sehingga ingin ikut mandi. Namun karena Tirta ada di sana, dia tidak bisa melepaskan pakaiannya sepenuhnya. Akhirnya, dia memutuskan untuk masuk ke air dengan tetap mengenakan pakaiannya, lalu bermain air dengan gembira."Wah ... ini benar-benar segar sekali!" katanya dengan riang.Bella yang biasanya tampil anggun sebagai putri Keluarga Purnomo, kini tampak seperti gadis polos yang bermain air dengan bebas. Setelah pakaiannya basah, pakaian dalam berwarna hitam yang tersembunyi di balik bajunya mulai terlihat samar-samar.Siluet tubuhnya yang menggoda juga tampak jelas di balik air. Kulitnya yang putih semakin terlihat lembut dan cerah di bawah cahaya matahari yang menyinari air jernih. Penampilan ini membuatnya terlihat seperti batu g
Yang tidak diketahui oleh Pasha adalah, setelah Tirta menyelam, dia melihat sebuah bayangan hitam yang besar menyeret Bella ke kedalaman air. Tirta menyadari bahwa meskipun permukaan kolam tampak tenang, sebenarnya ada arus bawah yang kuat. Jika Bella sampai terseret lebih jauh, akan sangat sulit untuk menemukannya kembali.....Tanpa menunda-nunda, manik berwarna perak di dalam perutnya langsung berputar dengan kecepatan tinggi. Tirta merasa napasnya jadi lebih mudah di dalam air dan kecepatan berenangnya juga meningkat pesat.Bagaikan sebuah anak panah yang meluncur, Tirta berenang ke arah ular piton tersebut. Dalam sekejap, Tirta berhasil menyusul ular besar itu. Bagian belakang tubuh ular itu masih melilit erat tubuh Bella, yang kini sudah pingsan.Jelas sekali, tekanan dari lilitan ular itu telah membuatnya kehilangan kesadaran. Jika Tirta tidak segera membebaskannya dan memberinya oksigen, Bella akan mati dalam waktu kurang dari tiga menit."Dasar makhluk terkutuk, berani-beranin
Tirta melirik sekeliling gua dan melihat tumpukan tulang manusia yang berserakan di lantai, beberapa di antaranya sudah hancur dan membusuk. Ada tulang kaki dan tengkorak yang menunjukkan bahwa selama bertahun-tahun, ular piton ini sudah merenggut nyawa banyak korban."Sshh ...."Pada saat yang sama, ular piton itu mengangkat tubuhnya yang besar dan kepala yang menjulang setinggi lebih dari tiga meter. Matanya penuh dengan kebencian.Dengan gerakan yang cepat, ular itu meluncur menyerang Tirta dan Bella. Jelas bahwa ular ini belum melupakan luka yang ditimbulkan Tirta sebelumnya dan tidak berniat melepaskan mereka."Dasar! Naga saja sudah pernah kumakan, kamu pikir aku takut padamu, binatang sialan?" teriak Tirta dengan marah. "Ayo maju!"Tirta meletakkan tubuh Bella di tanah dengan hati-hati, lalu ekspresinya berubah menjadi ganas. Tanpa ragu-ragu, dia melompat maju untuk menghadapi ular itu. Seperti biasanya, ular piton itu mencoba menggunakan teknik lilitannya. Saat Tirta mendekat,
Tirta baru menghentikan gerakannya, lalu membuang taring ular itu untuk beristirahat. Bukan karena kehabisan stamina, melainkan hanya perlu menenangkan dirinya karena terlalu agresif saat melampiaskan amarahnya tadi.Bella yang terbaring tidak jauh dari tempat itu mengeluarkan erangan lirih. Dia terbangun karena rasa sakit yang menghujam tubuhnya."Ugh ... sakit sekali."Bella menyeka noda darah di wajahnya secara refleks. Dia melihat mayat ular piton yang mengerikan tergeletak di sampingnya dan Tirta yang yang sedang duduk di atasnya dengan sekujur berlumuran darah.Pemandangan ini membuat Bella terkesiap. Padahal Tirta masih muda, tapi ternyata dia sekuat ini? Bahkan bisa membunuh ular piton yang besar? Ini benar-benar menakjubkan!Hanya dengan melihat sekilas saja, semua orang sudah bisa menilai apa yang baru saja terjadi. Apalagi, Bella masih ingat dengan kejadian sebelum dia pingsan tadi. Setelah menenangkan iri, Bella memegang dadanya dengan ekspresi rumit dan ketakutan."Tirta .
Bella masih muda. Apalagi, dia punya latar belakang keluarga yang hebat dan hidupnya termasuk sangat sempurna. Menghadapi situasi seperti ini, siapa yang bisa menerima kematian yang mendekat dengan perasaan tenang?Tirta menghiburnya, "Tenang saja. Nggak akan ada masalah selama ada aku di sini. Berbaringlah, biar kuperiksa. Lepaskan semua pakaianmu."Bella berbaring dengan patuh. Bahkan di saat seperti ini pun, Bella masih memegang kerah bajunya dengan malu-malu. Wajahnya yang pucat tampak merona."Aku nggak mau ...."Melihat penampilan Bella seperti ini, Tirta berkata dengan tidak berdaya, "Ini bukan waktunya untuk malu! Kamu nggak sayang nyawa lagi ya?""Kalau tulangmu nggak diobati, kamu bisa mati! Lagi pula, memangnya aku belum pernah melihat tubuhmu sebelumnya? Aku sudah pernah melihat semuanya, jadi apa lagi yang membuatmu malu? Selain itu, kamu sendiri yang berinisiatif menunjukkannya padaku ....""Kalau kamu masih nggak mau lepas pakaianmu, aku yang akan merobeknya."Tanpa menu
"Hehe, jadi kamu Tirta ya? Masih muda dan cuma rakyat jelata, tapi berani menyuruhku masuk untuk menemuimu? Benar-benar nggak tahu diri!" Setelah memasuki klinik, Pinot menatap Tirta dengan tatapan tajam. Sikapnya terlihat seperti pejabat tinggi yang penuh wibawa."Ayah Angkat, dia Tirta. Jangan lepaskan dia begitu saja! Tirta, ayah angkatku sudah datang. Kamu akan berakhir tragis. Setahun lagi akan menjadi hari peringatan kematianmu!" Karsa yang dibawa masuk langsung dipenuhi api kebencian setelah melihat Tirta. Setelah berbicara kepada Pinot, dia berteriak dengan marah kepada Tirta."Kamu ayah angkat Karsa? Huh, sudah tua dan mau mati, tapi masih saja bodoh. Pendiri negara, Pak Saba, ada di sini. Kamu malah berani sesombong ini?" Tirta sama sekali tidak peduli dengan Karsa, melainkan menatap Pinot dan tersenyum dingin."Pak Saba? Saba Dinata? Hahaha, kenapa nggak bilang dia raja saja? Kamu ini cuma orang kampung yang picik. Atas dasar apa kamu mengenal orang sehebat Pak Saba?" Pinot
"Bu ... buset! Me ... mereka punya pistol!" Begitu melihat perubahan situasi yang mendadak, orang-orang itu pun terkesiap.Apalagi, aura yang dipancarkan oleh para pengawal Nagamas itu dipenuhi niat membunuh. Mereka ketakutan hingga memucat dan sekujur tubuh gemetar. Seketika, tidak ada yang berani bergerak.Saat ini, terdengar suara santai seseorang. "Aku Tirta. Beri tahu bos kalian, kalau mau menemuiku, suruh dia masuk sendiri. Mau aku yang keluar? Dia nggak pantas!"Tirta menyesap tehnya, lalu menyunggingkan senyuman meremehkan."Ya, cuma wali kota rendahan. Atas dasar apa dia menyuruh Kak Tirta keluar menemuinya? Dia saja yang merangkak masuk!" ucap Shinta yang memeluk anak harimau."Kita keluar!" Para bawahan itu tidak berani membantah karena mereka dibidik dengan pistol. Mereka berlari keluar dengan ketakutan."Hm? Aku suruh kalian bawa Tirta keluar. Kenapa kalian malah keluar secepat ini?" tanya Pinot dengan kesal saat melihat bawahannya keluar dengan tangan kosong."Ayah Angkat
Semua orang mengikuti arah pandang Pinot. Begitu melihatnya, mereka semua terkejut. Bagaimana bisa mobil dengan plat nomor ibu kota muncul di tempat terpencil seperti ini?Bahkan, mobil yang berada di paling depan punya plat nomor yang begitu istimewa, A99999! Jelas, pemilik mobil ini bukan orang biasa!"Pak Pinot, aku rasa kamu berlebihan. Orang-orang di ibu kota itu nggak mungkin datang ke tempat jelek seperti ini. Ini nggak masuk akal. Mungkin saja, ini rekayasa Tirta. Jangan menakuti diri sendiri," ucap Ladim sambil tersenyum tipis setelah terpikir akan kemungkinan ini."Masuk akal. Kalau Tirta kenal tokoh besar di ibu kota, mana mungkin dia masih tinggal di tempat bobrok seperti ini?""Ayah Angkat, dia mungkin tahu kita bakal kemari untuk balas dendam. Dia takut, makanya ingin menakuti kita dengan cara seperti ini. Kamu jangan tertipu," ujar Karsa yang ingin sekali membalas dendam."Seharusnya begitu. Huh! Bocah ini licik juga! Kalian semua, masuk dan tangkap dia!" Setelah menghel
"Pak Ladim, kalau kamu suka, kita bisa pindahkan dia ke Kota Lais supaya lebih dekat. Setelah kamu menundukkannya, jangan lupa kirim ke tempatku.""Ya, aku memang punya rencana seperti itu." Ladim tertawa terbahak-bahak.Saat ini, tenaga Karsa telah pulih banyak. Tatapannya dipenuhi kebencian. Dia mengertakkan gigi sambil berkata dengan susah payah, "Ayah Angkat, akhirnya kamu datang. Aku jadi cacat gara-gara mereka. Gimana aku bisa berbakti padamu di kemudian hari?""Kamu harus membantuku membalas dendam! Kalau nggak, aku nggak bakal bisa tenang seumur hidup!""Sebenarnya siapa yang membuatmu jadi begini? Kejam sekali." Pinot baru memperhatikan penampilan tragis Karsa. Bukan hanya patah tangan dan kaki, tetapi kelima jari di tangan kiri juga putus.Pinot tak kuasa menarik napas dalam-dalam saking terkejutnya. Kondisi Harto juga sama tragisnya."Nama bocah itu Tirta! Kami bertemu di kota kecil sekitar. Bukan cuma aku, tapi adikku juga! Ayah Angkat, Pak Ladim, kalian harus membalaskan d
Di sisi lain, di dalam kantor polisi.Wali Kota Hamza, Pinot, bersama dengan kepala kepolisian, Ladim, duduk dengan santai di aula utama. Mereka mulai bertanya kepala polisi yang berjaga di depan, Niko."Kapan atasan kalian keluar? Cuma menyerahkan penjahat, sepertinya nggak perlu terlalu lama, 'kan?" Yang berbicara adalah Ladim. Dia menerima banyak hadiah dari Karsa. Ketika ada masalah, dia tentu harus turun tangan."Huh, Bu Susanti sedang sibuk dan nggak punya waktu untuk bertemu dengan kalian. Kalian bisa kembali saja. Lagian, para penjahat itu ditangkap di wilayah kami. Tanpa izin dari Bu Susanti, aku nggak akan melepaskan mereka!"Niko jelas bisa merasakan bahwa mereka datang dengan niat buruk. Makanya, dia mendengus dan berkata dengan kesal."Hehe, memang benar kalian yang tangkap, tapi mereka semua berasal dari Kota Hamza. Jadi, sudah seharusnya diserahkan ke Kepolisian Kota Hamza untuk diproses. Kalian nggak punya hak untuk bernegosiasi denganku. Suruh atasan kalian keluar dan
"Kak Tirta, yang kamu tulis ini benar? Benaran ada efek seperti itu?" Setelah melihat resep untuk pembesaran bokong dengan teliti, ekspresi Shinta penuh kegembiraan.Dengan resep pembesaran payudara dan bokong ini, dia akan menjadi wanita sempurna di masa depan!"Tentu saja benar, untuk apa aku menipumu?" sahut Tirta mengangguk."Tirta, aku tentu percaya dengan keahlian medismu, bahkan kamu bisa dibilang setara dengan dewa. Tapi, apa benaran khasiatnya sebagus itu? Orang mati bisa dibangkitkan kembali?" tanya Saba yang semakin terkejut setelah melihat resep itu."Itu juga benar. Selama nggak ada kerusakan otak, jantung hancur, atau berusia lebih dari 100 tahun, resep ini bisa menyelamatkan mereka. Kalau kamu nggak butuh, keluarga atau temanmu juga bisa menggunakannya. Cukup ikuti resep di atas untuk membuatnya," jelas Tirta."Oke, ini baru namanya kebal dari apa pun! Kalau digunakan di kemiliteran, ini akan sangat berguna! Tirta, terima kasih!" Ini pertama kalinya Saba menunjukkan eksp
"Kak Saba, hadiah ini terlalu berharga. Aku nggak bisa menerimanya!" Mendengar itu, tangan Tirta sampai gemetaran. Dia hendak mengembalikan kotak hitam kecil itu.Meskipun belum pernah mendengar tentang Nagamas, dari namanya saja, Tirta bisa menebak bahwa yang tinggal di sana pasti orang-orang besar seperti Saba!Tirta merasa, sebagai orang biasa yang tidak memiliki jabatan atau kekuasaan, dirinya tidak layak tinggal di tempat seperti itu.Sementara itu, buku kecil biru itu seperti semacam surat pengampunan yang sangat berharga!Tirta merasa dirinya hanya mengobati penyakit orang, secara logika, dia tidak pantas menerima hadiah sebesar ini."Tirta, kenapa sungkan begitu sama aku? Vila itu sudah terdaftar atas namamu. Terima saja. Lagi pula, kalau aku mengundangmu untuk jalan-jalan ke ibu kota, kamu butuh tempat untuk tinggal, 'kan?" Saba melambaikan tangan dan tersenyum."Benar, barang-barang ini nggak ada artinya bagi kakek. Kak Tirta, terima saja. Kalau nggak, kamu nggak boleh mencar
Tirta tersenyum dan berkata, "Ya sudah, besok kamu temani aku beli sayuran."Dengan mata yang berkilat, Tirta langsung menyetujui dengan cepat. Melihat Tirta setuju, Ayu merasa senang. Dia mulai memikirkan, apa yang harus dikenakan besok.....Setelah makan, sekitar setengah jam kemudian, Ayu membawa para wanita menyiram tanaman di kebun.Tirta dengan beberapa anak harimau di pelukannya, sedang duduk santai di depan pintu menikmati sinar matahari.Tiba-tiba, beberapa mobil jeep hitam berhenti perlahan di depan klinik. Pintu mobil terbuka. Shinta adalah yang pertama keluar dari mobil.Gadis itu berkata dengan girang kepada seorang pria tua di dalam mobil, "Kakek, ini tempat tinggal Tirta. Namanya Desa Persik. Ada gunung dan ada air, pemandangannya sangat indah.""Desa Persik ... bagus, bagus. Benar-benar tempat yang bagus untuk menenangkan diri. Pantas saja orang sehebat Tirta tinggal di sini." Saba turun dari mobil dan memandang sekitar.Di depan matanya, ada pegunungan hijau dan air y
"Bi Ayu, aku sudah bawa Tirta kembali! Waktu aku sampai, dia sedang makan nasi kotak di vila!" Setelah kembali ke klinik, Arum melepaskan Tirta dan menepuk tangannya sambil berkata dengan tidak puas."Tirta, Arum sudah masak banyak makanan bergizi untukmu. Kenapa nggak dimakan dan malah pergi ke vila untuk makan nasi kotak?" tanya Ayu dengan bingung."Kenapa lagi?" Agatha tertawa dan menyela, "Karena dia nggak ingin makan kemaluan sapi!"Di sudut meja makan, Nia yang mendengar ini merasa agak malu."Tirta, terakhir kali kamu menghabiskan sepiring penuh kemaluan sapi dalam dua hingga tiga menit. Kenapa kali ini kamu nggak mau makan?" tanya Arum dengan kesal. "Aku kira kamu suka makan itu, jadi aku masak dua batang kali ini!""Ya, Tirta, kenapa kali ini kamu nggak mau makan?" tanya Melati dengan bingung."Aku ... hais, aku sebenarnya nggak butuh makan itu. Tubuhku sehat-sehat saja, makanan seperti itu berlebihan untukku," timpal Tirta dengan lesu."Kenapa berlebihan? Makanan itu sangat b