"Daripada sewakan ke dia, lebih baik sewakan ke aku!" timpal Agus dengan kesal. Bagaimanapun, Agus cukup dekat dengan Danto. Namun, sekarang Danto malah lebih membantu orang asing. Ditolak di hadapan Tirta seperti ini membuat Agus merasa malu."Kenapa kamu cerewet sekali? Pokoknya sudah kubilang nggak akan sewakan ke kalian! Kalian pulang saja!" bentak Danto dengan kesal."Oke, bendungan ini adalah milik kedua desa. Kalau kamu nggak mau sewakan untukku, kalian juga nggak usah harap bisa sewa yang di desa kami. Kita urus bagian masing-masing saja!" balas Agus."Terserah kamu saja!" Danto juga tidak pernah berpikir menginginkan bendungan air di desa sebelah. Dia langsung berbalik dan masuk ke rumah sambil membanting pintu."Danto, tunggu saja! Aku nggak percaya kamu nggak akan pernah memohon padaku!" Agus benar-benar kesal hingga mengentakkan kakinya."Nggak apa-apa, Ayah. Bendungan air itu besar sekali. Kita pakai yang di Desa Persik saja, jangan marah-marah," bujuk Nabila."Nabila, kam
"Pak Agus, apa benar-benar nggak usah bujuk Bibi?" Tirta merasa tidak nyaman. Bagaimanapun, hasilnya tetap akan sia-sia saja jika Betari ke sana."Biarkan saja. Padahal cuma wanita, tapi malah banyak ikut campur. Setelah dimaki orang nanti dia bakal balik sendiri," pungkas Agus dengan kesal. Jelas sekali Betari pasti sudah banyak ikut campur sebelumnya."Ayah, itu ibuku. Kenapa kamu bicara begini?" keluh Nabila.Namun jika dipikir-pikir, Betari selalu saja keluar untuk bermain kartu, sedangkan semua pekerjaan rumah selalu dilakukan oleh Agus seorang diri. Membiarkan Betari mengalami kegagalan mungkin akan mengajarkannya sesuatu.Selain itu, dari Desa Persik ke Desa Wonogiro membutuhkan waktu minimal satu jam dengan berjalan kaki. Dinilai dari sifat Betari, kemungkinan dia akan lelah dan kembali sebelum sampai di Desa Wonogiro!"Sudahlah, Tirta. Jangan khawatirkan ibuku. Gimana kalau kita makan siang di rumahku?" tanya Nabila."Oke, aku telepon Bibi dulu supaya dia nggak khawatir," kata
Nabila merasa berkewajiban untuk menceramahi Agus! Namun di sampingnya, Arum tak kuasa mendengus saat mendengar perkataan ini. Tirta baru saja menghasilkan lebih dari ratusan miliar dalam setengah hari, tapi Nabila malah bilang Tirta bersusah payah mendapatkan uang ini? Bukankah ini terlalu memihak Tirta?"Memang benar, anak perempuan nggak bisa dipertahankan lagi kalau sudah dewasa. Belum menikah saja kamu sudah nggak mikirin ayah kandungmu sendiri," ujar Agus sambil menghela napas panjang. Namun, dia hanya bisa mengiakannya dengan bergumam."Huh, uang Tirta adalah uangku juga. Tentu saja aku harus mengelola setiap sen dengan baik," kata Nabila dengan agak bangga."Hm, baiklah," jawab Tirta dengan tersipu."Lihat tampangmu begini, kamu nggak senang kalau aku yang kelola uangnya?" kata Nabila sambil mendengus"Sudah, jangan bicarakan yang nggak penting. Aku keluar sama Tirta untuk belanja sayuran untuk makan siang nanti. Kalian tunggu di rumah saja," kata Agus yang merasa sedikit kesal
"Ibuku nggak ke desa sebelah? Apa dia pergi main kartu?" Nabila memikirkan kemungkinan lainnya. Saat bermain kartu, Betari biasanya tidak akan menjawab teleponnya. Selain itu, Betari sangat malas. Nabila juga tidak percaya dia akan berjalan kaki ke desa sebelah."Mungkin saja. Aku cari ibumu, kalian makan saja dulu," kata Agus dengan nada kesal. Dia lalu berjalan keluar rumah menuju tempat Betari biasanya bermain kartu.Desa Persik tidak terlalu besar. Tirta dan yang lainnya memperkirakan bahwa Agus akan menemukan Betari dalam waktu sekitar 10 menit. Oleh karena itu, mereka belum mulai makan. Namun, setelah menunggu setengah jam, Agus kembali dengan wajah yang sangat muram dan berlari dengan panik."Ayah, kenapa kamu kembali sendirian? Mana Ibu?" tanya Nabila yang segera menyadari ada yang tidak beres melihat ekspresi Agus yang tampak buruk."Aduh, jangan sebut-sebut dia lagi. Entah ke mana perginya wanita itu. Aku sudah cari setengah hari, tapi nggak ada orang di desa yang melihatnya!
"Ngapain Kakak takut? Untung saja aku cuma mukul dia sampai pingsan, bukan membunuhnya!" Joko membalas teguran Danto dengan santai dan bahkan tersenyum sombong. Perlu diketahui bahwa dia memang sudah sering melakukan pembunuhan bersama organisasinya di luar negeri."Joko ... belasan tahun nggak ketemu, sekarang kamu jadi seberani ini!" Danto memarahinya lagi, "Dia ini istri kepala desa. Kalau terjadi sesuatu yang fatal, kamu bisa dipenjara bahkan dihukum mati. Kamu tahu nggak betapa seriusnya konsekuensinya?""Menurutku, kita harus segera bawa dia ke rumah sakit untuk dirawat. Lalu, bendungan ini juga biarkan saja disewa orang supaya masalahnya nggak semakin besar," tegur Danto dengan penuh kekecewaan."Nggak mungkin! Mau langit runtuh sekalipun, aku nggak akan serahkan bendungan ini!" Sebelum Joko sempat menjawab, pemuda asing bernama Jack langsung berteriak marah."Aku nggak bicara sama kamu. Aku sedang bicara sama adikku!" Danto tidak peduli dengan pendapat orang asing itu. Dia hany
"Joko, kamu ikut organisasi apa? Bisa beri tahu Kakak sejujurnya?" tanya Danto dengan ketakutan setelah melihat Jack berjalan menjauh."Kak, jangan tanya lagi! Semakin banyak yang kamu tahu, nggak ada untungnya bagimu! Asalkan kamu tahu saja, aku nggak akan celakai kamu. Bos organisasi kami juga sudah setuju untuk kasih aku 10 juta dolar setelah tugas ini selesai!""Setelah tugas kali ini, aku nggak mau kerja lagi. Dengan adanya uang ini, aku bisa buat Kakak hidup bahagia!" bujuk Joko dengan senyum getir. Ada banyak sekali ucapan yang tidak boleh diberitahukannya kepada kakaknya."Sepuluh juta dolar? Joko, kamu yakin dia nggak nipu kamu? Kenapa rasanya mereka bukan orang baik-baik?" Danto menelan ludah karena tenggorokannya terasa kering.Danto masih mengerti perbedaan kurs, 10 juta dolar setara dengan 160 miliar! Sebagai seorang petani, Danto bahkan tidak pernah mengkhayal akan punya uang sebanyak itu!"Tenang saja, Kak. Aku sudah ikut mereka belasan tahun. Mereka nggak akan bohongi a
Joko tidak ingin mengambil risiko, sehingga dia hanya membawa Danto untuk melarikan diri."Lari ... ya, cepat kabur!" Danto yang terkesiap langsung melarikan diri terbirit-birit saat melihat Tirta mendekat."Harus suruh Jack untuk beresin beberapa orang ini. Kalau nggak, nanti masalahnya akan jadi makin besar!" Sambil berlari, Koko mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Jack."Sialan, jangan lari! Lihat saja, akan kubunuh kalian!" teriak Agus dengan emosi melihat kedua orang itu melarikan diri."Tenang saja, Paman. Mereka nggak akan bisa melarikan diri!" pinta Tirta. Dalam sekejap, dia mengambil dua buah batu dan melemparkannya ke arah kedua orang itu.Seiring dengan suara deru angin, kedua batu itu mendarat tepat di kaki Danto dan Joko bagaikan peluru."Berengsek! Siapa bocah ini sebenarnya!" Joko mencabut batu itu dari luka di kakinya. Dia merasa takut dan marah terhadap Tirta. Kini setelah kaki mereka terluka, kedua orang itu tidak bisa melarikan diri lagi sama sekali."Ayo lari lag
"Sialan, kenapa kamu teriak-teriak? Sudah merasa hebat ya? Cuma sampah sepertimu saja, memangnya bisa membunuh kami semua?" maki Agus sambil meludah ke arah Joko.Joko mengalihkan pandangannya ke belakang Agus tanpa menjawabnya. Wajahnya tiba-tiba menunjukkan seringai yang licik. Bala bantuannya akhirnya datang juga."Dia nggak bisa bunuh kalian, tapi aku bisa!" Dari kejauhan, terlihat seorang pemuda berambut pirang dan bermata biru. Kedua tangannya masing-masing memegang pistol. Orang itu adalah Jack!""Orang asing ....""Sialan, itu pistol?"Begitu melihat Jack membawa pistol, ekspresi Agus, Nabila, dan Arum sontak berubah drastis. Mereka hanya orang awam, tentu saja takut jika berhadapan dengan pistol. Hanya Tirta seorang yang masih terlihat tenang.Tirta melihat Jack dengan penuh amarah dan kebingungan. Dia paling benci ditodong dengan pistol, tapi juga sekaligus merasa penasaran. Kenapa bisa ada orang asing yang membawa senjata ke desa terpencil seperti ini?Selain itu, dilihat da
Melihat sikap Yusril dan Chiko yang hormat kepadanya, Tirta mengangguk puas dan berucap, "Oke, kalian latihan pelan-pelan saja. Kalau ada yang nggak paham, tanyakan padaku. Setelah menguasai teknik tinju itu, aku akan ajarkan teknik tinju yang lebih hebat kepada kalian."Yusril dan Chiko menyahut dengan antusias, "Terima kasih, Tirta!"Sementara itu, Kimmy menebak Tirta adalah dalang dari penculikannya setelah melihat sikap Yusril dan Chiko yang hormat. Kimmy marah-marah, "Sebenarnya kamu siapa? Kita nggak punya dendam, kenapa kamu menangkapku? Kakekku itu Kurnia, pemimpin Sekte Delapan Cakrawala!"Kimmy melanjutkan, "Jangan nggak tahu diri! Aku sarankan kamu untuk lepaskan aku! Kalau nggak, aku akan meminta kakekku untuk memberi kalian pelajaran!"Tirta menghampiri Kimmy, lalu mengamatinya dan membalas, "Wah, kamu galak juga, ya! Siapa bilang kita nggak punya dendam? Dua kakak seperguruanmu itu menyinggungku dan ingin meminta kakekmu untuk membalasku."Tirta meneruskan, "Sebagai cucu
Setelah setengah jam, Tirta baru keluar dari kamar Yasmin. Sebelum keluar, Tirta tidak lupa berpesan kepada Yasmin untuk fokus berlatih di dalam kamar.Tirta memijat Yasmin terlalu lama, jadi sekarang Tirta agak kesulitan berjalan. Saat kembali ke kamar Ayu, Tirta melihat Ayu sudah selesai mandi.Ayu yang hanya memakai jubah mandi membuka pintu untuk Tirta dan bertanya, "Tirta, cepat masuk. Apa kamu sudah membereskan Yasmin?"Ayu buru-buru menutup pintu kamar sesudah Tirta masuk. Tirta menjawab, "Sudah beres, dia nggak akan datang kemari begitu cepat. Bibi, kamu wangi sekali. Apa kamu pakai parfum?"Tirta mendekati Ayu, lalu mencium aroma di tubuhnya. Tirta langsung menelan ludah. Ayu membalas, "Kapan Bibi pernah pakai parfum? Aroma tubuhku memang begini."Ayu menambahkan, "Kamu sudah nggak sabar, ya? Cepat ikut aku biar aku bantu kamu mandi."Ayu memandang Tirta sambil menjepit kakinya. Wajah Ayu juga memerah. Dia menyentil kepala Tirta, lalu menarik Tirta ke kamar mandi.....Dua jam
Tirta mengambil kursi kayu di dalam kamar, lalu duduk di depan tempat tidur Yasmin dan mengarahkan, "Yasmin, aku nggak menyangka ternyata daya ingatmu sangat bagus. Kamu duduk di tempat tidur dulu, lalu fokuskan pikiranmu dan kerahkan Teknik Kondensasi Energi Yin."Tirta meneruskan, "Kalau kamu bisa merasakan kondensasi energi di bagian perutmu, berhenti sebentar dan beri tahu aku.""Oke, Kakak Guru. Aku coba dulu," sahut Yasmin. Dia duduk bersila di tempat tidur, lalu memejamkan matanya dan mulai melafalkan mantra Teknik Kondensasi Energi Yin dalam hati.Yasmin tidak bergerak dan napasnya stabil. Bulu matanya panjang, kulitnya mulus, dan wajahnya sangat cantik. Dia terlihat seperti boneka.Namun, Tirta bisa merasakan energi spiritual dalam radius ratusan meter mengalir ke tubuh Yasmin. Tak lama kemudian, Yasmin membuka mata dan menyingkap bajunya.Yasmin menunjuk perutnya sambil berucap dengan antusias, "Kakak Guru, aku merasakan ada aliran energi seukuran ibu jari berwarna biru di da
Sekarang baru pukul 3 sore. Setelah tahu Bella pulang saat jam makan malam, Tirta mulai mengincar Ayu. Beberapa waktu ini, Tirta berlatih Teknik Pasangan dengan beberapa wanita. Kekuatannya meningkat pesat.Peningkatan kekuatan dan kenikmatan saat menggunakan Teknik Pasangan membuat Tirta terlena. Tak lama kemudian, Tirta sampai di kamar Ayu.Hanya saja, sekarang Yasmin masih bermain dengan Ayu di kamar. Tirta ingin berlatih Teknik Pasangan dengan Ayu. Jadi, dia harus mengusir Yasmin terlebih dahulu.Melihat Tirta yang berhasrat, Ayu menggigit bibirnya dan menghampiri Tirta. Dia melirik Yasmin sekilas, lalu berbisik, "Tirta, kalau nggak, kamu baru datang nanti malam."Tirta berpikir sejenak. Setelah menemukan ide, dia berucap, "Nggak apa-apa, Bibi. Aku punya cara untuk mengusir Yasmin. Kamu tunggu aku di kamar saja."Kemudian, Tirta menghampiri Yasmin dan berujar seraya tersenyum, "Yasmin, kamu ikut aku keluar sebentar. Aku mau ajar kamu sesuatu."Yasmin merasa Tirta sedikit aneh. Dia
Yusril berpikir sejenak sebelum menyahut, "Aku nggak tahu. Tapi, aku rasa mereka akan mengizinkan kamu mengikuti turnamen bela diri kalau kamu menunjukkan identitasmu di Sekte Mujarab."Yusril melanjutkan, "Hanya saja, kamu sudah melukai 2 murid Kurnia. Sepertinya kurang cocok kalau kamu mengikuti turnamen bela diri."Tirta menyipitkan matanya dan menegaskan, "Kenapa nggak cocok? Kedua muridnya menggoda bibiku. Aku harus mengikuti turnamen bela diri untuk membuat perhitungan dengan Kurnia."Mendengar ucapan Tirta, Yusril masih merasa ragu. Akhirnya, dia memberi hormat dan berujar, "Tirta, kamu nggak tahu. Waktu mencari tahu informasi di dekat Gunung Tisatun, aku mendengar kabar Kurnia sudah menerobos ke tingkat semi abadi. Senior Sekte Mujarab nggak mendampingimu, kamu pasti nggak mampu melawan Kurnia."Tirta melambaikan tangannya, lalu menanggapi, "Yusril, aku tahu kamu berniat baik. Tapi, aku tetap harus pergi. Biarpun Kurnia sudah mencapai tingkat semi abadi atau tingkat abadi, aku
Sebelum Tirta menyelesaikan perkataannya, Ayu menyela, "Yasmin, pria dan wanita nggak boleh tidur bersama. Kamu nggak boleh tidur dengan Tirta!"Yasmin menanggapi dengan ekspresi bingung, "Tapi ... Bibi, kenapa Kak Bella boleh tidur dengan Kakak Guru? Bukannya Kak Bella itu wanita? Aku juga wanita, kenapa aku nggak boleh tidur dengan Kakak Guru?"Ayu menjelaskan, "Karena Bu Bella sudah tunangan dengan Tirta. Nanti mereka akan menikah, jadi mereka boleh tidur bersama. Tapi, Tirta itu gurumu. Kalian nggak boleh tidur bersama."Yasmin membalas, "Oh, aku paham. Hanya wanita yang menikah dengan Kakak Guru boleh tidur dengannya. Kalau begitu, malam ini aku tidur sendiri. Besok aku baru temani Bibi tidur lagi.""Oke. Kamu memang anak yang baik. Bibi mau bicara dengan Tirta. Kamu tunggu di kamar dulu, kami akan segera kembali," timpal Ayu.Ayu mengusap kepala Yasmin, lalu memberi isyarat kepada Tirta. Mereka berdua keluar bersama.Setelah sampai di ujung koridor, Tirta bertanya, "Bibi, apa yan
Tirta meninggalkan Desa Persik pada pukul 1 siang. Dia pergi ke labirin obat untuk melihat pertumbuhan bahan obat-obatan. Untung saja, Nia mengikuti gambar yang diberikan Tirta dengan menggabungkan cara penanaman bibit bahan obat di buku kuno pengobatan.Jika bukan karena Tirta memahami keistimewaan labirin obat, takutnya dia juga tidak bisa keluar. Tirta juga melihat banyak mobil polisi yang berpatroli di luar Desa Persik.Dengan adanya perlindungan dari polisi, labirin obat, dan jimat, Tirta baru bisa meninggalkan Desa Persik dengan tenang. Dia pun pergi ke ibu kota provinsi.Dua jam kemudian, mobil Tirta berhenti di depan pintu vila Keluarga Purnomo. Saat kembali ke ruang istirahat, Tirta tidak menemukan Bella. Bahkan, Bella tidak menjawab panggilan telepon Tirta.Saat ini, pesilat kuno berkeliaran di ibu kota provinsi. Tentu saja Tirta mengkhawatirkan keselamatan Bella. Dia pergi ke kamar Ayu untuk menanyakan keberadaan Bella.Pintu kamar Ayu terbuka. Kala ini, Ayu sedang menemani
Sejam akhirnya berlalu. Tirta mengikuti ingatan yang diberikan oleh Genta, berhasil membuat 18 lembar jimat yang mengandung kekuatan sihir."Baiklah. Kak Farida, pegang jimat ini dan teriak 'aktif'. Setelah itu, kamu akan melihat sesuatu yang ajaib."Tirta memilih Jimat Menghilang dari tumpukan jimat yang sudah jadi, lalu menyerahkannya kepada Farida, yang kebetulan berada paling dekat dengannya."Aktif? Kenapa begitu, Tirta? Bukankah jimat pelindung biasanya cukup dibawa saja?" Farida tampak kebingungan, sementara Arum dan Melati yang berdiri di belakang juga menunjukkan ekspresi yang sama."Karena jimat buatanku nggak biasa. Jangan banyak tanya dulu. Coba saja, nanti kamu sendiri akan tahu perbedaannya!"Tirta sendiri merasa agak gugup. Bagaimanapun, ini adalah pertama kalinya dia mencoba membuat jimat. Tidak menutup kemungkinan jika hasilnya gagal."Oh, ya sudah, aku akan coba ...." Dengan jantung yang sedikit berdebar, Farida menggenggam jimat itu erat-erat, lalu berteriak, "Aktif!
"Aku masih harus mengunjungi temanku yang ada di ibu kota. Mungkin nggak akan secepat itu kembali ke desa. Aku khawatir kalian kangen berat, makanya pulang malam-malam hanya untuk menemani kalian," jelas Tirta."Huh! Rupanya kamu punya hati nurani juga. Tapi, kamu nggak boleh pergi begitu saja. Temani kami sebentar lagi dong ...," pinta Arum yang tidak rela berpisah sambil menatap Tirta."Tirta, temani kami sebentar lagi. Selama kamu pergi, aku nggak bisa tidur nyenyak lho," ujar Melati sambil melemparkan diri ke pelukan Tirta. Dia mencoba memulai pertempuran lagi.Ketika melihatnya seperti itu, Tirta pun tidak ingin pergi secepat itu. Setelah melihat jam, dia lantas membuat keputusan."Di mana Kak Farida? Aku cari dia dulu. Kita lanjutkan pertempuran kita. Nanti sore aku baru balik!"....Lagi-lagi, pertempuran yang panjang dan melelahkan terjadi. Melati dan Arum pun tidak meminta Tirta untuk tinggal lagi. Bahkan, mereka berharap Tirta pergi secepat mungkin."Hehe, kalian istirahatlah