"Aku ... aku ... Kalaupun aku salah hidangkan makanan, memangnya kenapa kalau kalian makan yang mewah untuk sesekali? Kalian juga bukannya nggak sanggup," ujar Arum saat melihat Tirta dan Nabila hendak pergi."Ini bukan masalah sanggup atau nggak. Apa kami harus diperas olehmu hanya karena sanggup? Ucapanmu terlalu nggak masuk akal! Wajahmu sih cantik, nggak kusangka kamu ini bos yang jahat!" maki Nabila sambil menarik Tirta berjalan ke arah pintu."Aku ... bukan, aku nggak sengaja mau jebak kalian. Tapi, semua lauk sudah dihidangkan ...." Tak disangka, Arum kembali mengejar mereka dan berlutut di hadapan kedua orang itu sambil memohon, "Kumohon kalian, anggap saja bersedekah padaku. Makanlah dan bayar tagihannya ya? Adikku kalah judi dan berutang satu miliar. Kalau nggak sanggup bayar, kaki dan tangannya akan dipotong .... Aku benar-benar butuh uang. Kalau nggak, aku juga nggak akan curang ....""Kamu ... yang kamu bilang itu benaran?" Nabila juga terkejut mendengarnya. Dia tidak meny
"Pak ... aku ... terima kasih! Terima kasih! Setelah aku menolong adikku nanti, aku akan balas budi pada kalian, bagaimana pun caranya!" Hanya dengan sepatah kalimat dari Tirta, benteng pertahanan dalam hati Arum langsung hancur. Dia menangis sejadi-jadinya dan bersujud di hadapan Tirta."Bos, berdirilah. Jangan sampai kepalamu luka ...." Nabila buru-buru memapah Arum. Meski menyayangkan uang Tirta, Nabila tidak berkomentar apa pun karena merasa kasihan pada Arum."Nggak perlu begitu berlebihan. Masakanmu memang enak, bagaimana kalau kamu jadi kokiku saja?" ujar Tirta mengusulkan setelah mencicipi beberapa lauk yang dihidangkan. Selain itu, tubuh dan wajah Arum lumayan cantik. Penampilannya sangat menarik saat memakai celemek di dapur. Kalau ada pemandangan bagus seperti ini di dapurnya kelak, pasti akan sangat menggoda."Jadi koki? Boleh! Nggak masalah!" jawab Arum."Masakanku juga enak, kenapa kamu suruh Kak Arum yang jadi koki?" Nabila mulai cemburu. Entah apa yang terjadi padanya b
Tirta langsung memapah Arum yang hendak berlutut. Dalam sekejap, dia kembali mentransfer dua miliar lagi kepada Arum. "Huhuhu ...." Arum benar-benar terharu hingga tidak bisa berkata-kata. Setelah mendengar bunyi notifikasinya, Ehsan dan bawahannya langsung terkejut."Daud, siapa orang ini? Kenapa bisa langsung transfer dua miliar untuk kakakmu?" tanya Ehsan sambil menarik rambut Daud."Kak Ehsan, aku juga nggak kenal orang ini .... Kalau nggak, aku pasti sudah memohon padanya untuk meminjamkan uang padaku!" ujar Daud sembari memohon.Mendengar ucapan itu, hati Arum langsung merasa kecewa. Dia benar-benar sudah putus asa terhadap adiknya ini. Dengan air mata yang berlinang, dia berkata, "Daud, ini adalah terakhir kalinya Kakak membantumu. Kalau kamu berutang lagi, nggak ada hubungannya lagi sama Kakak. Kakak juga nggak bisa menolongmu lagi ...."Usai melontarkan ucapan itu, Arum berkata pada Ehsan, "Kak Ehsan, aku punya dua miliar enam ratus juga. Uang ini seharusnya sudah cukup untuk
"Daud, kamu ... berani-beraninya kamu ngomong seperti itu ...." Arum hampir saja pingsan karena kesal mendengar perkataan Daud."Pecundang, wajar saja kakakmu memakimu bajingan. Kamu benar-benar bukan manusia," kata Ehsan sambil menepuk wajah Daud. "Tapi, penampilanmu bagus juga. Kamu nggak ada urusan lagi di sini. Kakakmu akan jadi pelacurku kelak, pergi sana!" Usai berkata demikian, Ehsan menyuruh bawahannya untuk melepaskan Daud."Terima kasih, Kak Ehsan! Kamu adalah orang tua angkatku, aku nggak akan lupakan jasamu ini!" Daud bahkan berterima kasih kepada Ehsan dengan antusias. Setelah itu, dia langsung berlari keluar dari restoran tanpa melihat Arum lagi sama sekali."Arum, ikut kami pergi. Kalau nggak, aku akan membuatmu tersiksa!" ancam Ehsan."Nggak, aku nggak akan ikut kalian. Dia yang berutang sama kalian, nggak ada hubungannya denganku! Cepat pergi dari sini. Kalau nggak, aku akan lapor polisi untuk menangkap kalian!" teriak Arum sambil melangkah mundur."Huh! Nggak ada guna
Seiring dengan deru angin yang kuat, tinju Tirta semakin dekat ke wajahnya. Detik berikutnya, Ehsan telah terhempas terkena tinjuan Tirta. Bahkan kepalanya juga hampir saja hancur."Bangsat, coba bilang sekali lagi siapa yang mau kamu tiduri?" Tirta mengambil sebuah bangku dan menghantamkannya ke kepala Ehsan. Seketika, bangku itu langsung hancur."Argh .... Aku ... aku salah. Aku nggak berani bicara sembarangan lagi!" Ehsan berteriak histeris dengan kepala yang berlumuran darah. Dia adalah seorang mafia, sudah banyak orang kejam yang pernah dijumpainya. Namun, Ehsan tidak pernah bertemu dengan orang sekejam Tirta. Apa dia tidak takut akan membunuh orang?"Persetan dengan semua itu! Kuberi tahu saja. Kalau bukan karena temperamenku bagus, aku sudah membunuhmu sejak awal! Bawa orang-orangmu dan pergi dari sini! Kalau berani mengincar wanitaku lagi, akan kubunuh kamu!" Tirta masih belum selesai melampiaskan amarahnya, sehingga dia menendang kepala Ehsan beberapa kali lagi."Uhuk uhuk ...
"Tirta ...." Melihat Tirta yang telah bertekad, Nabila benar-benar merasa khawatir. Pada akhirnya, dia terpaksa menyetujuinya, "Boleh saja kalau kamu mau pergi. Tapi kamu harus janji padaku, langsung berhenti kalau sudah kalah. Cepat pulang. Kalau nggak, aku akan beri tahu bibimu bahwa kamu berjudi!""Baiklah, Kak Nabila. Aku akan dengar perintahmu. Aku akan langsung pulang kalau kalah," jawab Tirta yang merasa lucu melihat kecemasan Nabila.'Huh, bocah sialan. Nggak bisa sesuka hatimu berhenti berjudi di kasino!' gumam Ehsan dalam hati. Sebagai seorang mafia, Ehsan merasa dirinya bisa memberi pelajaran keras kepada Tirta. Tidak mungkin dia akan membiarkan dirinya dipermalukan begitu saja."Tirta, kalau kamu mau judi, aku akan ikut denganmu. Kamu sudah memberiku banyak uang, aku akan kembalikan semuanya padamu," kata Arum sambil menggertakkan giginya. Meski dia baru saja mengenal Tirta, Arum tetap mengkhawatirkannya. Tirta tidak boleh pergi ke tempat yang berbahaya itu sendirian."Bole
Dengan susah payah dia berhasil membujuk Tirta untuk datang, tidak mungkin dia akan melepaskannya begitu saja."Hehe. Iya, aku sangat pintar, pasti bisa langsung ngerti. Mungkin bisa menang puluhan miliar untuk jajan," ujar Tirta sambil terkekeh-kekeh, seolah-olah tidak mengerti maksud Ehsan.'Bodoh, mau menang puluhan miliar? Aku akan buat kamu bangkrut!' maki Ehsan dalam hati."Haeh, Nabila, aku mengandalkanmu nanti. Langsung bawa Tirta pergi kalau dia sudah kalah!" ujar Arum kepada Nabila dengan tak berdaya."Nggak masalah, dia pasti akan mendengar nasihatku. Setelah kalah nanti, kita langsung pulang," ujar Nabila yang tidak merasa terlalu khawatir.Beberapa saat kemudian, mereka pun berjalan masuk. Begitu masuk ke tempat itu, Tirta melihat situasi di sekitarnya dengan penasaran. Meski pintu masuknya tidak terlalu mencolok, dekorasi di dalam sana terlihat sangat berbeda dengan penampilan luarnya. Luas tempat itu sekitar ribuan meter persegi. Ada banyak sekali permainan di dalamnya.
Tirta mengusulkan ide seperti itu tentu ada alasannya tersendiri. Meski tidak mengerti cara berjudi, tetapi dia bisa melihat kecurangan di meja judi dengan daya penglihatan dan responsnya. Jika Ehsan yang membagikan kartunya, Tirta khawatir dia akan curang."Setuju! Kita sepakat ya, taruhannya dua miliar per babak!" kata Ehsan sambil tertawa terbahak-bahak. Baginya, Tirta telah menjadi sumber hartanya saat ini! Selain itu, orang ini sangat kaya. Justru aneh jika Ehsan menolak penawarannya!"Kalau begitu, ayo kita mulai main," jawab Tirta sembari mengambil sebuah kursi untuk duduk."Oke, tapi kutegaskan dulu ya. Tempat ini adalah kasino, bukan tempat untuk bercanda. Meski kamu ini pendatang baru, tetap saja harus bayar kalau kalah!" ujar Ehsan sambil ikut duduk."Nggak masalah, kamu juga nggak akan mengelak kalau kalah, 'kan?" tanya Tirta terkekeh-kekeh."Aku? Sudah pasti nggak akan mengelak. Berapa pun kekalahanku, tinggal cari bosku saja untuk membayarmu!" kata Ehsan. Dia menganggap p
Yusril berpikir sejenak sebelum menyahut, "Aku nggak tahu. Tapi, aku rasa mereka akan mengizinkan kamu mengikuti turnamen bela diri kalau kamu menunjukkan identitasmu di Sekte Mujarab."Yusril melanjutkan, "Hanya saja, kamu sudah melukai 2 murid Kurnia. Sepertinya kurang cocok kalau kamu mengikuti turnamen bela diri."Tirta menyipitkan matanya dan menegaskan, "Kenapa nggak cocok? Kedua muridnya menggoda bibiku. Aku harus mengikuti turnamen bela diri untuk membuat perhitungan dengan Kurnia."Mendengar ucapan Tirta, Yusril masih merasa ragu. Akhirnya, dia memberi hormat dan berujar, "Tirta, kamu nggak tahu. Waktu mencari tahu informasi di dekat Gunung Tisatun, aku mendengar kabar Kurnia sudah menerobos ke tingkat semi abadi. Senior Sekte Mujarab nggak mendampingimu, kamu pasti nggak mampu melawan Kurnia."Tirta melambaikan tangannya, lalu menanggapi, "Yusril, aku tahu kamu berniat baik. Tapi, aku tetap harus pergi. Biarpun Kurnia sudah mencapai tingkat semi abadi atau tingkat abadi, aku
Sebelum Tirta menyelesaikan perkataannya, Ayu menyela, "Yasmin, pria dan wanita nggak boleh tidur bersama. Kamu nggak boleh tidur dengan Tirta!"Yasmin menanggapi dengan ekspresi bingung, "Tapi ... Bibi, kenapa Kak Bella boleh tidur dengan Kakak Guru? Bukannya Kak Bella itu wanita? Aku juga wanita, kenapa aku nggak boleh tidur dengan Kakak Guru?"Ayu menjelaskan, "Karena Bu Bella sudah tunangan dengan Tirta. Nanti mereka akan menikah, jadi mereka boleh tidur bersama. Tapi, Tirta itu gurumu. Kalian nggak boleh tidur bersama."Yasmin membalas, "Oh, aku paham. Hanya wanita yang menikah dengan Kakak Guru boleh tidur dengannya. Kalau begitu, malam ini aku tidur sendiri. Besok aku baru temani Bibi tidur lagi.""Oke. Kamu memang anak yang baik. Bibi mau bicara dengan Tirta. Kamu tunggu di kamar dulu, kami akan segera kembali," timpal Ayu.Ayu mengusap kepala Yasmin, lalu memberi isyarat kepada Tirta. Mereka berdua keluar bersama.Setelah sampai di ujung koridor, Tirta bertanya, "Bibi, apa yan
Tirta meninggalkan Desa Persik pada pukul 1 siang. Dia pergi ke labirin obat untuk melihat pertumbuhan bahan obat-obatan. Untung saja, Nia mengikuti gambar yang diberikan Tirta dengan menggabungkan cara penanaman bibit bahan obat di buku kuno pengobatan.Jika bukan karena Tirta memahami keistimewaan labirin obat, takutnya dia juga tidak bisa keluar. Tirta juga melihat banyak mobil polisi yang berpatroli di luar Desa Persik.Dengan adanya perlindungan dari polisi, labirin obat, dan jimat, Tirta baru bisa meninggalkan Desa Persik dengan tenang. Dia pun pergi ke ibu kota provinsi.Dua jam kemudian, mobil Tirta berhenti di depan pintu vila Keluarga Purnomo. Saat kembali ke ruang istirahat, Tirta tidak menemukan Bella. Bahkan, Bella tidak menjawab panggilan telepon Tirta.Saat ini, pesilat kuno berkeliaran di ibu kota provinsi. Tentu saja Tirta mengkhawatirkan keselamatan Bella. Dia pergi ke kamar Ayu untuk menanyakan keberadaan Bella.Pintu kamar Ayu terbuka. Kala ini, Ayu sedang menemani
Sejam akhirnya berlalu. Tirta mengikuti ingatan yang diberikan oleh Genta, berhasil membuat 18 lembar jimat yang mengandung kekuatan sihir."Baiklah. Kak Farida, pegang jimat ini dan teriak 'aktif'. Setelah itu, kamu akan melihat sesuatu yang ajaib."Tirta memilih Jimat Menghilang dari tumpukan jimat yang sudah jadi, lalu menyerahkannya kepada Farida, yang kebetulan berada paling dekat dengannya."Aktif? Kenapa begitu, Tirta? Bukankah jimat pelindung biasanya cukup dibawa saja?" Farida tampak kebingungan, sementara Arum dan Melati yang berdiri di belakang juga menunjukkan ekspresi yang sama."Karena jimat buatanku nggak biasa. Jangan banyak tanya dulu. Coba saja, nanti kamu sendiri akan tahu perbedaannya!"Tirta sendiri merasa agak gugup. Bagaimanapun, ini adalah pertama kalinya dia mencoba membuat jimat. Tidak menutup kemungkinan jika hasilnya gagal."Oh, ya sudah, aku akan coba ...." Dengan jantung yang sedikit berdebar, Farida menggenggam jimat itu erat-erat, lalu berteriak, "Aktif!
"Aku masih harus mengunjungi temanku yang ada di ibu kota. Mungkin nggak akan secepat itu kembali ke desa. Aku khawatir kalian kangen berat, makanya pulang malam-malam hanya untuk menemani kalian," jelas Tirta."Huh! Rupanya kamu punya hati nurani juga. Tapi, kamu nggak boleh pergi begitu saja. Temani kami sebentar lagi dong ...," pinta Arum yang tidak rela berpisah sambil menatap Tirta."Tirta, temani kami sebentar lagi. Selama kamu pergi, aku nggak bisa tidur nyenyak lho," ujar Melati sambil melemparkan diri ke pelukan Tirta. Dia mencoba memulai pertempuran lagi.Ketika melihatnya seperti itu, Tirta pun tidak ingin pergi secepat itu. Setelah melihat jam, dia lantas membuat keputusan."Di mana Kak Farida? Aku cari dia dulu. Kita lanjutkan pertempuran kita. Nanti sore aku baru balik!"....Lagi-lagi, pertempuran yang panjang dan melelahkan terjadi. Melati dan Arum pun tidak meminta Tirta untuk tinggal lagi. Bahkan, mereka berharap Tirta pergi secepat mungkin."Hehe, kalian istirahatlah
Kini, Ayu sedang tidak berada di sini. Agatha dan Susanti juga pergi sehingga tidak ada gangguan apa pun.Sebagai kepala keluarga, Tirta tentu adalah penguasa di sini. Tidak ada yang boleh membantahnya!Meskipun tertangkap basah oleh Melati dan Arum, Tirta tidak menjelaskan terlalu banyak. Bahkan, dia meminta mereka untuk bergabung dalam permainan!Dengan demikian, terjadi pertempuran sengit di dalam vila. Tirta berhasil menaklukkan tiga wanita dengan kemampuannya sendiri. Untungnya, tenaganya tidak ada habisnya. Semakin bermain, dia justru semakin bersemangat. Dia sungguh tak terkalahkan!Sementara itu, Farida masih harus bekerja setelah matahari terbit. Dia juga sudah kelelahan karena ini adalah ronde kedua. Jadi, dia kembali ke kamarnya untuk beristirahat.Tersisa Arum dan Melati yang masih berada di medan tempur. Mereka berdua tentu bukan lawan Tirta sehingga hanya bisa memohon ampun.Sayangnya, Tirta bukan orang yang punya belas kasihan. Dia tidak peduli pada permohonan kedua wan
Di atas tempat tidur yang empuk dan luas, Melati berbaring sendirian, memegang ponselnya. Dia gelisah, terus membolak-balikkan tubuhnya, tidak bisa tidur sama sekali.“Andai aku tahu Tirta akan pergi begitu lama, aku pasti ikut dengannya. Aku nggak akan seperti sekarang, hanya bisa diam-diam menonton video Tirta untuk mengobati rasa rindu."Melati sudah menonton video sejak tadi. Tubuhnya terasa semakin panas, bahkan keringat mulai bermunculan."Nggak bisa. Kalau begini terus, besok aku nggak akan punya tenaga untuk kerja. Sebaiknya aku mandi air dingin dan cepat tidur."Melati mematikan ponselnya, lalu berjalan ke luar kamar. Dia berniat menghirup udara malam sebelum mandi.Namun, saat dia sampai di ujung ruang tamu, di balkon yang diterangi cahaya bulan samar, dia melihat sosok lain yang juga berdiri sendirian."Arum? Kenapa kamu belum tidur tengah malam begini?" Ketika melihat bahwa itu adalah Arum, Melati maju dan bertanya dengan penasaran."Kak Melati, vila ini terlalu luas dan se
"Hahaha ...."Begitu wanita paruh baya itu selesai berbicara, para pekerja langsung tertawa terbahak-bahak. Namun, mereka hanya bercanda karena melihat hubungan Tirta dan Farida yang tampak tidak biasa."Kak, jangan sembarangan bicara! Tirta sudah punya pacar! Kalau omonganmu ini sampai menyebar, aku memang nggak akan marah.""Tapi, kalau pacar Tirta tahu dan minta putus, Tirta bisa marah. Mungkin, kamu harus menyerahkan putrimu sebagai ganti pacarnya nanti."Wajah Farida langsung merona. Dia buru-buru memperingatkan para pekerja, terutama wanita paruh baya itu."Aduh, anak perempuanku cantik sekali! Kalau Bos benar-benar tertarik padanya, aku pasti akan tertawa bahagia seumur hidupku!" Wanita paruh baya itu malah semakin tergelak dan terus menggoda Farida."Hahaha, Kak, sudahlah. Jangan bercanda dengan Kak Farida lagi! Kamu nggak takut dia mengadu nanti karena kamu berkata yang bukan-bukan?"Setelah bercanda sebentar, para pekerja segera bersikap serius dan berjanji kepada Tirta dan F
Setelah keluar dari Desa Persik, kesadaran Filda mulai pulih. Dia duduk di kursi belakang sambil terus menyeringai dingin menatap Tirta."Kamu terlalu banyak bicara! Kamu pikir aku akan memberimu kesempatan untuk melapor polisi?" Tirta tiba-tiba menginjak rem, menghentikan mobilnya.Kemudian, dia turun dan menarik Filda keluar dari kursi belakang. Tepat di sebelah mereka adalah sebuah waduk besar!Melihat waduk itu serta ekspresi dingin Tirta, Filda benar-benar panik! Dia menggigil dan bertanya dengan suara gemetar, "Kamu mau apa? Kamu nggak boleh membunuhku! Itu melanggar hukum! Hentikan!""Membunuhmu? Jangan mimpi! Membunuhmu hanya akan mengotori tanganku!" cela Tirta dengan dingin. Kemudian, dia mengeluarkan jarum perak dari saku.Dengan menggunakan teknik akupuntur untuk menghilangkan ingatan, Tirta menghapus ingatan Filda tentang kejadian malam ini. Sebentar lagi, Filda akan melupakan segalanya.Setelah mencabut jarum perak, Tirta segera melangkah ke mobil. Sebelum kesadaran Filda