"Hehe, menurutmu? Memangnya masih kurang jelas? Kami ingin menidurimu! Melati, jangan melawan lagi!" seru Abbas dengan lantang. Dia merebut ranting pohon di tangan Melati dan merasa makin bersemangat."Makin kamu melawan, kami hanya akan makin terangsang!" Enes dan lainnya sungguh berhasrat, bahkan ada yang mulai melepaskan celana mereka."Kalau kalian berani menyentuhku, aku akan lapor polisi!" seru Melati. Dia bahkan berpikiran untuk mati sekarang. Jika dirinya dinodai oleh para bajingan ini, Tirta pasti tidak menginginkannya lagi."Cih! Laporkan saja setelah kami menidurimu!" Abbas sontak melayangkan tamparan kepada wajah Melati, lalu merobek lengan bajunya. Dalam sekejap, terlihat kulit yang putih dan mulus."Buset, dia putih sekali ...." Abbas, Enes, dan lainnya tidak bisa mengalihkan pandangan lagi. Saat berikutnya, mereka menyerbu ke depan. "Aku nggak bisa menunggu lagi, cepat lepaskan semua pakaiannya!"Alhasil, mereka semua malah terjatuh. Ternyata, Tirta mendengar suara merek
"Kalian bersetubuh dengan pohon saja!" Tirta sungguh gusar. Sesudah memaki, dia langsung menyerbu ke depan."Tirta, hati-hati!" teriak Melati dengan cemas. Alhasil, dia malah tercengang melihat situasi di depan. Tirta berhasil menjatuhkan Enes dan lainnya dalam waktu singkat. Mereka semua tampak tergeletak tak berdaya."Astaga! Apa yang terjadi? Kenapa bocah ini kuat sekali!" Enes dan lainnya sungguh tidak memahami situasi ini."Biar kuperingatkan. Kalau berani mengganggu Kak Melati lagi, aku akan mematahkan kaki kalian!" hardik Tirta yang melayangkan tendangan hingga membuat mereka semua terdiam."Sudahlah, Tirta. Nanti situasi makin buruk. Sebaiknya kita pulang," bujuk Melati sambil buru-buru maju. Pada saat yang sama, dia merasa Tirta benar-benar pria sejati yang menawan."Kita pergi, Kak." Tirta meludahi Abbas dan lainnya, lalu menggandeng tangan Melati untuk berjalan pergi....."Berengsek! Akan kuingat dendam ini!" Setelah Tirta menjauh, Abbas baru berani mengumpat lirih."Situas
"Kak Melati, sampai jumpa!" Hati Tirta merasa sangat senang. Dia mencium tangannya yang agak basah itu dan isi pikirannya menjadi linglung."Wangi sekali ...." Melati bahkan kesulitan untuk berjalan! Tirta telah bertekad dalam hati, apa pun yang terjadi malam ini, dia akan meniduri Melati!"Bibi, aku pulang." Setelah cukup lama, Tirta akhirnya kembali ke klinik."Kamu ini ke mana saja lama sekali?" keluh Ayu dengan kesal saat mendengar suara Tirta. Dia sudah menunggu beberapa jam dan merasa sangat khawatir karena tidak melihat sosok Tirta."Aku memetik banyak tanaman obat hari ini, makanya jadi tertunda. Aku juga memetik beberapa buah-buahan liar, coba Bibi cicipi rasanya," kata Tirta dengan penuh kebohongan. Sebenarnya dia jadi tertunda karena meraba Melati sepanjang perjalanan.Sambil berbicara, Tirta meletakkan keranjangnya dan mengeluarkan beberapa persik. Setelah mencuci persik itu, dia menyerahkannya kepada Ayu. Dia sendiri juga menggigit buah itu dengan lahap."Bibi nggak mau m
"Apa?" Ayu tercengang sekejap, lalu bertanya dengan kegirangan, "Tirta, kamu benar-benar sudah sembuh?""Tentu saja, kalau nggak percaya kamu periksa saja."Ayu langsung memalingkan pandangannya dengan wajah yang memerah."Syukurlah kalau sudah sembuh. Dengan begitu, kamu bisa cari wanita lain kelak atau bersama Nabila. Kamu mau menikah juga Bibi nggak akan menghalangimu,'' balas Ayu."Nggak, aku nggak mau cari wanita lain. Aku ...." Tirta menatap Ayu dengan lekat-lekat, tetapi Ayu langsung memalingkan wajahnya dan memarahinya, "Jangan bicara sembarangan. Mana mungkin pria dewasa nggak cari istri. Mengenai penyakitmu yang sudah sembuh ini, kelak Bibi akan bantu kamu untuk lebih memperhatikannya lagi."Perkataan Ayu ini juga untuk mengingatkan dirinya sendiri. Meskipun mulutnya menolak, sebenarnya hatinya merasa agak cemburu.Melihat suasana hati Ayu yang tiba-tiba memburuk, Tirta mengira Ayu takut Tirta menjauhinya setelah punya pacar nanti. Oleh karena itu, dia menghibur Ayu, "Bibi te
Pukul satu atau dua siang adalah masa-masa paling panas. Tirta berlari keluar rumah di bawah sinar matahari yang terik, tapi malah tidak merasa kepanasan sama sekali. Di sekitar toko kecil itu ada pohon willow dan ladang jagung. Saat itu, Tirta bersembunyi di belakang pohon willow dan menarik Nabila ke ladang jagung.Saat tiba di sini, Tirta tiba-tiba teringat kembali dengan bokong Nabila yang sintal dan adegan saat dia melihat tubuh Nabila."Gadis itu lumayan juga. Kalau aku bisa menikahinya dan memeluknya sambil tidur setiap hari, pasti akan sangat nyaman rasanya." Setelah bernostalgia sejenak, Tirta benar-benar melihat Nabila yang berjalan ke arahnya. Akan tetapi, di sampingnya ada seorang pemuda yang tinggi dan kurus, serta memakai kacamata.Pria itu berpakaian rapi dan terlihat sangat alim dengan kacamatanya. Nabila dan pemuda itu berbicara dengan asyik dan sesekali terdengar suara tawa yang nyaring. Sementara itu, sorot mata pria itu terlihat sangat bergairah menatap Nabila."Nab
"Argh!" teriak pria itu. Perawakan pria itu lumayan tinggi dan tegap, tapi tak disangka dia langsung terbang begitu ditendang Tirta. Apalagi semua ini terjadi di hadapan Nabila, sehingga membuatnya semakin merasa malu.Pria itu langsung memakinya, "Beraninya kamu memukulku? Apa kamu tahu siapa aku ini?""Aku nggak tahu siapa kamu, tapi aku ini ayahmu! Akan kuhabisi kamu, anak sialan!" Tirta duduk di atas tubuh pria itu dan langsung menghajarnya habis-habisan. Hanya dalam sekejap, pria itu telah dipukul hingga babak belur dan terus merintih kesakitan."Tirta, hentikan! Kenapa kamu memukul orang?!" teriak Nabila dengan panik sambil buru-buru menahan Tirta."Jangan sentuh aku. Kamu sakit hati karena aku memukulnya? Kenapa kamu membelanya sampai seperti itu?" bentak Tirta yang sedang dalam emosi. Tirta bisa melihat bahwa pria itu jelas-jelas menyukai Nabila. Jika tidak, reaksi Tirta juga tidak akan sebesar ini!"Sakit hati apanya?" Nabila terkejut karena dibentak oleh Tirta hingga menetesk
Tirta menoleh melihat Agus, bukankah pemuda yang berdiri di sampingnya itu adalah pria yang dipukulnya tadi? Selain itu, dinilai dari sikap Agus, pria itu sepertinya memiliki kedudukan yang tinggi."Dasar pengecut, malah manggil orang?" Tirta malas berdebat dengan Agus. Dia hanya berbisik pada Nabila dan menyuruhnya untuk datang nanti malam, lalu melarikan diri."Sialan! Cepat sekali larinya bocah tengik itu!" Saat Agus dan pemuda itu berhasil menyusul, Tirta malah sudah tidak terlihat lagi."Huh! Untung saja dia cepat kabur. Kalau nggak, aku pasti akan menghabisinya!" ancam pemuda itu."Apa yang dia bilang padamu tadi? Kenapa kamu menangis? Si bocah tengik itu lagi-lagi mengganggumu?" tanya Agus pada Nabila."Nggak bilang apa-apa, dia cuma suruh aku minta maaf pada Malvin. Katanya dia mengaku salah," jawab Nabila sambil menghindari tatapan Agus dan meremas jarinya dengan gugup."Sekarang baru tahu salah? Sudah terlambat! Suruh dia sendiri yang minta maaf padaku!" Mendengar ucapan Nabi
"Jangan bicara sembarangan. Aku sudah lama nggak mengintip janda mandi," balas Tirta dengan wajah tersipu. Dulu dia masih kekanak-kanakan dan sering membawa Agatha untuk mengintip janda mandi. Akan tetapi, dia bahkan tidak bisa melihat dengan jelas. Sebenarnya saat itu Tirta hanya penasaran dengan wanita."Lho, sekarang kamu sudah tahu malu ya?" ejek Agatha saat melihat reaksi Tirta yang malu-malu. Seketika, hatinya juga ikut bergejolak."Sekarang aku sudah dewasa," balas Tirta sambil menggaruk kepalanya dan melihat dada Agatha dengan bingung. "Kenapa kamu sekarang jadi mirip sapi perah? Bukannya dulu cuma seukuran jeruk? Kamu ganjal sesuatu ya?" tanya Tirta lagi."Cih, kamu yang sapi perah! Kamu yang pakai ganjalan! Memangnya aku nggak boleh puber?" balas Agatha sambil memukul Tirta dengan kesal.Agatha memiliki sepasang mata yang bundar. Saat tersenyum, dia terlihat seperti sedang merayu Tirta. Hal ini membuat hati Tirta tergoda. "Aku nggak percaya. Kamu berani kupegang untuk membukt
"Kenapa Anda nggak biarkan aku mati saja!" Yudha merosot lemas, bersandar pada tiang kayu dengan air mata bercucuran dan penuh penyesalan."Dasar bodoh .... Tentu saja aku ingin membunuhmu seribu kali, bahkan sepuluh ribu kali kalau bisa! Kamu memang pantas mati, tapi sekarang belum waktunya untukmu mati ....""Pergilah .... Segera kumpulkan 500 anak laki-laki dan perempuan yang berusia di bawah enam tahun! Aku butuh darah mereka untuk memulihkan kekuatan!"Kesadaran ular berkepala delapan yang lemah, berkata dengan terbata-bata."Baik .... Aku akan segera kumpulkan 500 anak untuk dikorbankan kepada Dewa Ular!"Mendengar perintah tersebut, Yudha langsung bangkit dari tanah. Dengan tubuh gemetar, dia segera berlari menuruni gunung dengan tergesa-gesa untuk mengatur semuanya."Tunggu sebentar ...." Tiba-tiba, suara serak ular berkepala delapan kembali terdengar dari belakangnya."Dewa Ular .... Apakah masih ada perintah lain?" Yudha langsung berhenti melangkah dan berlutut di tempat."Ma
Ketika masih kecil, Yudha pernah dibawa ayahnya masuk ke pondok kecil ini. Saat itu, dia baru berusia lima tahun. Dia masih polos dan belum mengerti apa-apa.Namun, hingga kini, dia tidak pernah melupakan bagaimana ayahnya, Khairul Gomies, kepala Keluarga Gomies generasi sebelumnya, menatap patung Dewa Ular dengan tatapan yang hormat dan antusias."Yudha, Dewa Ular adalah dewa sejati yang telah melindungi dan menjaga kejayaan Keluarga Gomies agar tidak pudar selama dua ribu tahun!""Dewa Ular maha kuasa, dia adalah leluhur semua pendeta spiritual! Dia adalah dewa yang paling hebat di dunia ini!""Suatu hari nanti, kamu akan menjadi pelayan Dewa Ular. Jangan marah atau bersedih karenanya, kamu seharusnya merasa bahagia! Karena di dunia ini, tidak ada satu pun hal yang tidak bisa dilakukan oleh Dewa Ular!""Menjadi pelayan Dewa Ular adalah kehormatan tertinggi dalam hidupmu!"Kata-kata itu terukir dalam-dalam di lubuk hati Yudha. Seiring waktu, dia pun tumbuh dan menjadi seorang pendeta
Akhir-akhir ini, Genta semakin sering berbicara dengan Tirta. Kepribadiannya juga tampak semakin mirip dengan manusia.Saat ini, dia bahkan mulai mempertimbangkan keadaan Tirta. Mungkin saja ini terjadi karena Tirta telah membantunya menyerap energi dari 80 pesilat kuno. Sebagai bentuk hadiah, mungkin itulah alasan dia memiliki pemikiran seperti ini."Ah, Kak, bisa nggak aku nggak menggunakan artefak sihir yang menjijikkan ini? Nanti, setelah aku mencapai tahap pembentukan fondasi, aku mau buat artefakku sendiri. Boleh nggak?"Dalam ingatan yang ditanamkan Genta pada Tirta, ada berbagai informasi mengenai artefak sihir. Tirta memahami betapa luar biasanya benda tersebut, tetapi dia benar-benar tidak menginginkan kipas lipat dengan shikigami itu."Dasar nggak tahu terima kasih. Kalau kamu nggak mau, aku akan serap energi spiritualnya untuk diriku sendiri." Nada Genta sangat tegas, bahkan terdengar sedikit kesal. Melihat Tirta begitu menolak, dia pun tidak berbicara lebih lanjut dan lang
"Sebelum berangkat, Yara sempat minta izin dariku untuk pergi ke Darsia. Tujuannya adalah menyelidiki keberadaan dunia misterius para pesilat kuno di sana.""Dia ingin menemukan lokasi dunia misterius dan mendapatkan ramuan spiritual serta batu energi untuk mempercepat pemulihan kekuatan Dewa Ular! Dan sekarang ... seseorang telah membunuh Yara!""Siapa pelakunya? Sebelum pergi, aku sudah memberinya kipas lipat yang berisi Shikigami! Itu bukan benda biasa, melainkan artefak spiritual yang diberikan langsung oleh Dewa Ular!""Selain itu, Yara juga membawa Air Mayat serta berbagai teknik rahasia pendeta spiritual untuk melindungi dirinya sendiri. Bahkan kalau para pesilat kuno Negara Darsia mengadangnya, seharusnya mereka nggak bisa membunuhnya.""Kalaupun Yara nggak bisa menang, paling nggak, dia seharusnya bisa melarikan diri dengan selamat! Siapa yang sebenarnya membunuh Yara…?"Setelah amarahnya sedikit mereda, Yudha mulai menganalisis secara mendalam siapa yang bisa menjadi pelaku p
Tirta benar-benar tidak menyangka bahwa mereka akan menyetujui syarat yang dia ajukan semudah itu. Hal itu membuat suasana hatinya membaik secara drastis.Sebelum pergi, Tirta kembali melirik Kurnia, seakan ingin mengatakan sesuatu. "Pak Tirta, kalau ada perintah, silakan katakan saja," kata Kurnia dengan hormat sambil mengepalkan tangan sebagai tanda penghormatan."Kurnia, bagaimanapun juga, akulah yang membuat lenganmu patah. Aku punya resep obat yang bisa membuat lenganmu tumbuh kembali.""Tapi, mencari bahan-bahannya mungkin akan memakan waktu yang cukup lama. Kalau kamu bersedia menunggu, aku bisa membantumu memulihkan lenganmu sepenuhnya."Tirta mengingat teknik pengobatan ajaib yang diwariskan oleh Genta di dalam ingatannya, lalu menawarkan solusi itu kepada Kurnia."Aku bersedia! Tentu saja aku bersedia! Terima kasih atas kebaikanmu, Pak Tirta!"Mendengar hal itu, Kurnia begitu terkejut dan terharu hingga langsung berlutut di depan Tirta untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya
"Sudahlah, Laras. Tindakan nggak senonoh apa pun yang pernah kubuat padamu sebelumnya, setidaknya sekarang aku nggak pernah begitu lagi sama kamu, 'kan?""Kamu nggak boleh panggil aku bajingan mesum lagi. Kamu boleh panggil aku Tirta saja, atau Kak Tirta juga boleh. Kalau kamu nggak bisa lakukan itu, sebaiknya kamu kembali saja ke dunia misterius," kata Tirta sambil menarik napas dalam-dalam, berusaha menjaga reputasinya."Huh, kalau begitu aku panggil Tirta saja. Sepertinya kita juga sebaya!" jawab Laras sambil menoleh ke arah lain setelah berpikir sejenak."Kak Tirta, aku nggak akan panggil kamu bajingan mesum. Karena kamu adalah orang baik."Tina merasa ekspresi serius Tirta saat membela diri tadi cukup menggelikan. Dengan sedikit keberanian, dia menepuk lengan Tirta dan berkata demikian."Hehe, bagus! Tina memang paling penurut."Suasana hati Tirta menjadi semakin bagus. Dia mengusap rambut panjang Tina dengan lembut sebelum mengalihkan pandangannya ke Tina, Laras, serta Kimmy yang
"Nak, jangan persulit kami!"Para pesilat kuno yang berhasil selamat dan beberapa ketua sekte berusaha untuk bernegosiasi dengan Tirta."Persulit kalian? Hehe .... Kamu kira aku nggak tahu apa yang ada di pikiran kalian? Kalian cuma merasa batu alami terlalu berharga dan nggak mau memberikannya padaku, bukan?""Sejujurnya saja, semua sumber daya dunia fana ini sama sekali nggak menarik bagiku. Aku cuma menginginkan batu alami! Aku bisa menyelamatkan kalian, tapi aku juga bisa membunuh kalian!""Siapa pun yang nggak setuju, jangan salahkan aku kalau aku berubah menjadi musuh kalian!"Tirta menyeringai dingin sambil menatap para ahli seni bela diri kuno yang tersisa di sekelilingnya.Saat mengucapkan kata-kata itu, aura dingin dan niat membunuh yang mengerikan terpancar dari tubuhnya!"Cecunguk ini ternyata punya sedikit keberanian juga."Di dalam lautan kesadarannya, Genta berkomentar dengan nada santai. Jika dia yang berada di posisi Tirta sekarang, para pesilat kuno ini tidak akan sel
"Yang penting jangan lupakan kamu ...," gumam Tirta. Permintaan Tina sangat sederhana. Dia benar-benar wanita yang polos.Tirta mendesah, lalu menyetujui permintaan Tina, "Oke, namamu Tina, 'kan? Kalau begitu, kamu ikut aku saja. Aku ... ada sesuatu yang nggak bisa kukatakan padamu sekarang. Nanti aku baru beri tahu kamu setelah pulang."Tina langsung berhenti menangis setelah Tirta menyetujui permintaannya. Dia menyeka air matanya, lalu berujar kepada Edwan dengan antusias, "Pak Edwan, Kakak setuju aku ikut dia. Aku ... nggak ikut kalian pulang lagi."Tina berpesan, "Pak Edwan, tolong sampaikan pada guruku. Kalau ada kesempatan, aku dan Kakak akan pergi ke dunia misterius untuk mengunjungi guruku.""Oke. Kalian berdua jaga diri baik-baik. Kami pamitan dulu," balas Edwan sambil tersenyum. Dia memberi hormat kepada Tirta, lalu membawa membawa murid Sekte Kebebasan meninggalkan puncak gunung.Setelah Edwan dan lainnya pergi, Tina berdiri di belakang Tirta. Dia mengamati wajah Tirta, lalu
Di puncak gunung, semua pesilat kuno yang diselamatkan Tirta memberi hormat kepadanya. Salah satu pesilat kuno berkata, "Sobat, kamu sudah menyelamatkan kami, tapi kami nggak tahu namamu. Apa kamu bisa beri tahu kami? Ke depannya, kami pasti akan mengunjungimu setelah beristirahat di dunia misterius."Tirta berpikir sejenak, lalu menanggapi, "Sebenarnya aku nggak perlu beri tahu kalian namaku. Kalau kalian mau membalasku, bantu aku cari batu spiritual setelah kalian kembali ke dunia misterius. Eh, salah. Maksudku cari batu alami."Tirta menambahkan, "Nantinya aku akan ambil batu alami itu waktu aku pergi ke dunia misterius."Tirta sudah merebut energi internal mereka. Biarpun sedikit keterlaluan, Tirta sudah menyelamatkan mereka. Tindakan Tirta sama seperti dokter yang mengangkat salah satu organ dalam pasien untuk menyelamatkannya.Pasien tidak akan menyalahkan dokter. Sebaliknya, pasien akan membayar biaya pengobatan setelah selamat. Jadi, batu alami yang diminta Tirta bisa dianggap