Ketika melihat Tirta begitu dipenuhi keyakinan, orang-orang yang mengeluarkan ponsel untuk merekam menjadi makin banyak."Jangan dengarkan omong kosongnya. Aku nggak pernah membunuh siapa pun .... Dia hanya ingin memfitnahku ...." Baskoro buru-buru berteriak dengan perasaan bersalah."Fitnah atau bukan, kebenarannya akan terungkap nanti," ujar Tirta. Dengan ekspresi suram, dia mengeluarkan jarum untuk menghipnosis Baskoro."Huh! Aku nggak pernah melakukan kejahatan apa pun! Kamu nggak punya bukti, jangan mencoba-coba memfitnahku!" bentak Baskoro dengan ekspresi lugu. Dia tidak tahu apa yang akan dilakukan Tirta selanjutnya."Cih, aku malas basa-basi denganmu." Tirta tidak berbicara lagi. Berhubung orang-orang sudah siap untuk merekam, dia segera menancapkan jarum ke beberapa titik akupunktur Baskoro."Ka ... kamu mau apa ...." Sebelum Baskoro menyelesaikan ucapannya, semua jarum sudah selesai ditancapkan."Gesit sekali. Tanpa latihan puluhan tahun, seseorang nggak mungkin melakukannya
Agatha diliputi kesedihan. Air mata terus berlinang di wajahnya. Dia menyerbu ke depan Baskoro, lalu memukul dan menendangnya tanpa henti."Sialan! Kamu lebih rendahan daripada binatang! Bibi Diah orang baik, kenapa kamu membunuhnya! Kamu nggak pantas hidup di dunia ini!" maki Tirta yang juga tidak bisa menahan emosinya lagi. Dia maju, lalu mematahkan tulang-tulang Baskoro.Baskoro tersadar kembali. Dia sontak memuntahkan darah tanpa punya tenaga untuk melontarkan sepatah kata pun."Buset! Aku nggak nyangka Baskoro sekejam itu!""Dasar binatang! Pukul saja dia sampai mati!""Ya, bunuh dia! Bunuh bedebah itu!"Begitu mengetahui kebenarannya, semua orang langsung memaki Baskoro. Di sisi lain, Rico menatap direktur rumah sakit dan bertanya dengan lirih, "Pak, apa kita masih perlu membantu Pak Baskoro?""Dasar goblok! Kalau kamu maju, kamu cuma akan mati. Cepat pikirkan cara untuk mengklarifikasi semuanya!" hardik direktur itu dengan ekspresi masam. Dia tidak lagi berpikir untuk memberi Ti
"Tenang saja, Pak. Aku akan membereskan semuanya untukmu! Aku nggak akan membiarkan kejadian hari ini bocor sedikit pun!" jamin Nabhan. Dia juga pelaku kejahatan tahun itu. Dia adalah pembunuh yang dibina secara khusus oleh Baskoro.Begitu mendengar ucapan Baskoro, Nabhan langsung mengerti apa yang terjadi. Dia melambaikan tangannya, menyuruh para bawahan untuk memblokir TKP dan menghapus semua rekaman."Dengar baik-baik! Kalau sampai ada yang membocorkan kejadian hari ini, kalian akan bernasib sama dengan kedua bocah ini!" seru Nabhan dengan ekspresi dingin. Kemudian, dia memegang goloknya dengan erat dan menghampiri Tirta."Jangan bunuh aku! Aku akan menghapus videonya! Aku nggak melihat apa pun!" Sebagian besar orang yang merekam tadi ketakutan hingga kaki mereka melemas. Mereka menyerahkan ponsel dengan patuh."Nabhan, bunuh bocah itu!" Baskoro akhirnya merasa lega sekarang. Dia pun menyeringai menatap Tirta."Tenang saja, Pak." Nabhan tersenyum kejam dan makin mendekat dengan Tirt
Pada saat yang sama, Tirta merasakan energi besar meledak keluar dari tubuhnya. Pupilnya juga berubah warna menjadi perak, membuat auranya terlihat sangat mulia. Hanya saja, tidak ada yang melihat semua ini."Ah! Tirta, sakit sekali!" Ketika Tirta masih termangu, Agatha yang berada di pelukannya tiba-tiba berteriak kesakitan. Tirta menunduk, lalu mendapati lengan Agatha bercucuran darah."Hahaha! Bagus, bagus sekali! Aku mau jalang itu mati! Uhuk, uhuk .... Hahaha .... Uhuk, uhuk!" Baskoro tertawa terbahak-bahak mendengar teriakan kesakitan itu."Kalian cari mati!" Tirta yang tidak berhasil melindungi Agatha sepenuhnya sontak murka. Seruannya ini bak guntur yang menggelegar. Pupil berwarna perak menyusut menjadi garis vertikal, seluruh tubuhnya dipenuhi energi.Saat berikutnya, Tirta melambaikan tangannya. Adegan yang mengejutkan pun terjadi. Golok yang hendak menyerang Tirta malah hancur, sedangkan lengan Tirta sama sekali tidak terluka. Dia justru menjatuhkan para preman yang berjara
"Apa perlu membunuh begitu banyak orang?" tanya polisi itu dengan ekspresi masam sembari menatap Tirta dengan penuh waspada.Kemudian, polisi itu tidak sengaja melirik Baskoro yang terkapar di atas genangan darah. Dia pun terbelalak. Jelas, keduanya saling mengenal.Baskoro diam-diam tersenyum, lalu memberi isyarat yang mengatakan akan memberi 100 miliar kepada polisi itu jika membantunya. Tidak ada yang menyadari hal ini."Semua yang kubilang adalah fakta. Baskoro membawa orang untuk membunuhku, makanya aku menyerang balik," jelas Tirta.Ketika Tirta masih ingin menjelaskan, Baskoro menahan rasa sakitnya sambil memutarbalikkan fakta. "Pak, akhirnya kamu datang. Dia sudah gila, jangan dengarkan omong kosongnya .... Dia yang ingin membunuhku, makanya aku menyuruh orang kemari .... Tanya saja pada Nabhan ...."Polisi itu bernama Agung. Agung menatap Nabhan, lalu bertanya, "Apa yang dikatakan Pak Baskoro benar?"Jelas sekali, Agung tergiur dengan tawaran 100 miliar itu. Dengan jabatannya,
"Kalau takut, aku nggak bakal melakukan hal seperti ini," sahut Agung dengan ekspresi dingin."Ka ... kalian ini ...." Agatha berlinang air mata saking paniknya. Dia mengira semua akan aman dan Baskoro akan ditangkap setelah polisi datang. Sebelum sempat berbahagia, polisi malah hendak menangkap dirinya dan Tirta. Jika tahu akan melibatkan Tirta, Agatha tidak akan membalas dendam."Jangan basa-basi lagi. Cepat ikut kami." Agung melambaikan tangannya dan tidak memberi Agatha kesempatan untuk berbicara. Seketika, sekelompok polisi maju untuk mengawal."Huh! Mau melawanku? Naif sekali," gumam Baskoro. Meskipun sudah sekarat, Baskoro masih bisa tersenyum sinis menatap Tirta. Tirta sudah dikepung oleh polisi, tidak mungkin bisa membunuhnya lagi."Sebentar! Pak Agung, sebaiknya kita ambil rekaman CCTV. Kita butuh bukti untuk menangani kasus. Kurang tepat kalau langsung menangkap mereka begitu saja," ucap Susanti sambil mengernyit. Dia tidak tahan lagi. Meskipun Tirta sangat menjengkelkan, Su
"Kenapa? Sebentar lagi kamu akan dipenjara dan dijatuhkan hukuman mati. Masih berkhayal akan ada yang menolongmu? Jangan mimpi!" Saat berkata demikian, sudut bibir Baskoro terus meneteskan darah. Dia bahkan sudah tidak sanggup berdiri setelah dipukul, tapi masih saja tetap tersenyum mengejek Tirta."Ya, kusarankan kalian cepat lepaskan Agatha. Kalau nggak, nggak ada gunanya lagi kalian menyesal nanti!" ujar Tirta sembari mengeluarkan ponselnya."Hehe, memangnya kamu mau telepon komisaris kepolisian?" ejek Agung. Sebagai wakil komisaris kepolisian, Agung telah banyak bertemu dengan orang kaya dan tokoh berpengaruh di kota ini. Namun, jelas sekali Tirta bukan salah satunya. Inilah alasannya mengapa dia berani menerima tugas kotor ini."Bukan," jawab Tirta sambil menggeleng."Bukan? Kalau begitu, kenapa kamu senang sekali? Selain ketua, nggak ada orang yang bisa menekanku lagi!" ujar Agung sambil tertawa. Dia langsung mengulurkan tangan hendak merebut ponsel Tirta."Oh ya? Meski bukan ket
"Bocah ini sama saja dengan Agatha, orang kampungan! Bahkan wali kota saja nggak pernah lihat, apalagi menyelamatkannya? Itu palsu, telepon itu pasti bukan dari putri wali kota! Pak Agung jangan buang-buang waktu. Aku bayar 20 miliar, cepat habisi bocah ini!""Ini ...." Agung juga merasa Tirta tidak mungkin bisa menemui wali kota. Bagaimanapun, bahkan dia sendiri saja tidak semudah itu bisa menemui wali kota. Ditambah lagi dengan hasutan Baskoro, Agung akhirnya mengangguk. "Baik, Pak Baskoro tenang saja. Aku akan habisi bocah ini!""Agung, kalau kamu berani menyentuh Pak Tirta sedikit saja, aku akan suruh ayahku untuk menghabisimu!" ancam Naura di ujung telepon setelah mendengar pembicaraan mereka."Pak Agung, nggak usah pedulikan jalang itu! Dia pasti cuma pura-pura!" sahut Baskoro sambil merebut ponsel itu dan membantingnya hingga hancur."Tapi, Pak Baskoro .... Kudengar suaranya sepertinya benar-benar Bu Naura." Agung menjadi bingung sekarang.Kring kring! Ponsel Agung berdering. Ha
"Aku masih harus mengunjungi temanku yang ada di ibu kota. Mungkin nggak akan secepat itu kembali ke desa. Aku khawatir kalian kangen berat, makanya pulang malam-malam hanya untuk menemani kalian," jelas Tirta."Huh! Rupanya kamu punya hati nurani juga. Tapi, kamu nggak boleh pergi begitu saja. Temani kami sebentar lagi dong ...," pinta Arum yang tidak rela berpisah sambil menatap Tirta."Tirta, temani kami sebentar lagi. Selama kamu pergi, aku nggak bisa tidur nyenyak lho," ujar Melati sambil melemparkan diri ke pelukan Tirta. Dia mencoba memulai pertempuran lagi.Ketika melihatnya seperti itu, Tirta pun tidak ingin pergi secepat itu. Setelah melihat jam, dia lantas membuat keputusan."Di mana Kak Farida? Aku cari dia dulu. Kita lanjutkan pertempuran kita. Nanti sore aku baru balik!"....Lagi-lagi, pertempuran yang panjang dan melelahkan terjadi. Melati dan Arum pun tidak meminta Tirta untuk tinggal lagi. Bahkan, mereka berharap Tirta pergi secepat mungkin."Hehe, kalian istirahatlah
Kini, Ayu sedang tidak berada di sini. Agatha dan Susanti juga pergi sehingga tidak ada gangguan apa pun.Sebagai kepala keluarga, Tirta tentu adalah penguasa di sini. Tidak ada yang boleh membantahnya!Meskipun tertangkap basah oleh Melati dan Arum, Tirta tidak menjelaskan terlalu banyak. Bahkan, dia meminta mereka untuk bergabung dalam permainan!Dengan demikian, terjadi pertempuran sengit di dalam vila. Tirta berhasil menaklukkan tiga wanita dengan kemampuannya sendiri. Untungnya, tenaganya tidak ada habisnya. Semakin bermain, dia justru semakin bersemangat. Dia sungguh tak terkalahkan!Sementara itu, Farida masih harus bekerja setelah matahari terbit. Dia juga sudah kelelahan karena ini adalah ronde kedua. Jadi, dia kembali ke kamarnya untuk beristirahat.Tersisa Arum dan Melati yang masih berada di medan tempur. Mereka berdua tentu bukan lawan Tirta sehingga hanya bisa memohon ampun.Sayangnya, Tirta bukan orang yang punya belas kasihan. Dia tidak peduli pada permohonan kedua wan
Di atas tempat tidur yang empuk dan luas, Melati berbaring sendirian, memegang ponselnya. Dia gelisah, terus membolak-balikkan tubuhnya, tidak bisa tidur sama sekali.“Andai aku tahu Tirta akan pergi begitu lama, aku pasti ikut dengannya. Aku nggak akan seperti sekarang, hanya bisa diam-diam menonton video Tirta untuk mengobati rasa rindu."Melati sudah menonton video sejak tadi. Tubuhnya terasa semakin panas, bahkan keringat mulai bermunculan."Nggak bisa. Kalau begini terus, besok aku nggak akan punya tenaga untuk kerja. Sebaiknya aku mandi air dingin dan cepat tidur."Melati mematikan ponselnya, lalu berjalan ke luar kamar. Dia berniat menghirup udara malam sebelum mandi.Namun, saat dia sampai di ujung ruang tamu, di balkon yang diterangi cahaya bulan samar, dia melihat sosok lain yang juga berdiri sendirian."Arum? Kenapa kamu belum tidur tengah malam begini?" Ketika melihat bahwa itu adalah Arum, Melati maju dan bertanya dengan penasaran."Kak Melati, vila ini terlalu luas dan se
"Hahaha ...."Begitu wanita paruh baya itu selesai berbicara, para pekerja langsung tertawa terbahak-bahak. Namun, mereka hanya bercanda karena melihat hubungan Tirta dan Farida yang tampak tidak biasa."Kak, jangan sembarangan bicara! Tirta sudah punya pacar! Kalau omonganmu ini sampai menyebar, aku memang nggak akan marah.""Tapi, kalau pacar Tirta tahu dan minta putus, Tirta bisa marah. Mungkin, kamu harus menyerahkan putrimu sebagai ganti pacarnya nanti."Wajah Farida langsung merona. Dia buru-buru memperingatkan para pekerja, terutama wanita paruh baya itu."Aduh, anak perempuanku cantik sekali! Kalau Bos benar-benar tertarik padanya, aku pasti akan tertawa bahagia seumur hidupku!" Wanita paruh baya itu malah semakin tergelak dan terus menggoda Farida."Hahaha, Kak, sudahlah. Jangan bercanda dengan Kak Farida lagi! Kamu nggak takut dia mengadu nanti karena kamu berkata yang bukan-bukan?"Setelah bercanda sebentar, para pekerja segera bersikap serius dan berjanji kepada Tirta dan F
Setelah keluar dari Desa Persik, kesadaran Filda mulai pulih. Dia duduk di kursi belakang sambil terus menyeringai dingin menatap Tirta."Kamu terlalu banyak bicara! Kamu pikir aku akan memberimu kesempatan untuk melapor polisi?" Tirta tiba-tiba menginjak rem, menghentikan mobilnya.Kemudian, dia turun dan menarik Filda keluar dari kursi belakang. Tepat di sebelah mereka adalah sebuah waduk besar!Melihat waduk itu serta ekspresi dingin Tirta, Filda benar-benar panik! Dia menggigil dan bertanya dengan suara gemetar, "Kamu mau apa? Kamu nggak boleh membunuhku! Itu melanggar hukum! Hentikan!""Membunuhmu? Jangan mimpi! Membunuhmu hanya akan mengotori tanganku!" cela Tirta dengan dingin. Kemudian, dia mengeluarkan jarum perak dari saku.Dengan menggunakan teknik akupuntur untuk menghilangkan ingatan, Tirta menghapus ingatan Filda tentang kejadian malam ini. Sebentar lagi, Filda akan melupakan segalanya.Setelah mencabut jarum perak, Tirta segera melangkah ke mobil. Sebelum kesadaran Filda
Setelah kebohongannya terbongkar, Filda tidak lagi memiliki kesempatan untuk mendekati Tirta. Karena itu, dia begitu marah hingga tak bisa menahan diri untuk memaki Farida!"Berhenti! Barusan kamu bilang siapa yang menjijikkan?" Namun, setelah mendengar ucapannya, Tirta segera melangkah ke depan, menghalangi Filda, lalu menatapnya dingin."Kamu benar-benar nggak tahu diri. Justru perempuan seperti kamu yang sebenarnya paling menjijikkan! Kalau nggak minta maaf, jangan harap bisa pergi hari ini!"Sejak tadi, ketika Filda membolak-balikkan fakta, Tirta sudah merasa tidak senang padanya. Kini, setelah semuanya jelas, bukan hanya tidak meminta maaf, Filda malah menghina Farida! Jelas, Tirta tidak akan membiarkan dia lolos begitu saja!"Aku sudah bilang aku nggak mau kerja lagi! Aku juga sudah kembalikan uang kalian! Aku sudah nggak ada hubungan apa pun dengan kalian, jadi aku nggak akan minta maaf padanya!""Memangnya kamu bisa apa padaku? Jangan kira cuma karena punya uang, kamu bisa bert
Wajah Farida kembali merona. Dia menggigit bibirnya, lalu menatap Tirta dan berkata, "Tirta, aku tahu kamu khawatir padaku, tapi aku benaran nggak lelah. Aku bisa bekerja sampai pagi tanpa masalah.""Besok kamu harus kembali ke ibu kota provinsi, lebih baik kamu pergi ke vila dan istirahat. Aku akan tetap di sini untuk menanam beberapa bibit pohon buah lagi. Kalau aku sudah nggak kuat, aku akan diam-diam menyusulmu."Saat mengatakan itu, Farida berbisik di telinga Tirta, "Selama dua hari ini kamu nggak ada, Agatha dan Nabila juga nggak datang. Melati dan Arum hampir sakit karena terlalu rindu padamu. Cepat pergi temui mereka.""Kak Farida, kamu sendiri nggak merindukanku? Aku akan menemanimu dulu, setelah itu baru aku temui mereka." Tirta menggeleng dengan tegas, nada bicaranya terdengar sedikit mendominasi."Ya sudah kalau begitu." Farida lebih tua satu atau dua tahun dari Ayu. Dia sendiri adalah wanita dewasa yang cerdas dan anggun.Namun, saat mendengar ucapan Tirta, dia menjadi beg
"Tirta, tentu saja aku mengatakan yang sebenarnya." Di bawah cahaya malam yang samar, Filda tidak bisa melihat ekspresi Tirta dengan jelas. Dia terus berakting."Kamu telah menyelamatkan nyawa anak kakakku dan juga membantu mengurus bisnisnya. Kamu begitu baik kepada keluargaku, mana mungkin aku berbohong padamu?""Baiklah, kalau memang Kak Farida seburuk yang kamu katakan, aku pasti akan menyuruhnya minta maaf padamu. Naik mobil, ikut aku ke sana dan kita tanyakan ke Kak Farida langsung!""Tapi kalau ternyata kamu cuma bohong padaku, kamu yang harus memberi penjelasan pada Kak Farida!" Nada suara Tirta mengandung sedikit kemarahan.Menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam nada bicara Tirta, Filda sontak merasa gelisah dan tidak berani naik mobil.“Kenapa malah bengong? Ayo naik mobil," desak Tirta dengan tidak sabar."Tirta, aku ... aku tiba-tiba sakit perut. Gimana kalau kamu saja yang pergi? Beri tahu saja aku cara keluar dari sini. Aku nggak mau ikut. Aku harus cepat pulang ke
Wajahnya langsung memerah, merasa malu sekaligus marah. Filda mengumpulkan keberanian, lalu kembali melangkah ke arah belakang.Kali ini, dia memang tidak kembali ke tempat Farida dan para pekerja, tetapi dia tersesat."Jangan-jangan aku benar-benar mengalami fenomena terjebak di jalur hantu? Saat masuk tadi, semuanya baik-baik saja. Kenapa sekarang malah nggak bisa keluar? Aku harus meminta Kakak datang menjemputku!"Filda gemetar ketakutan. Dia mengeluarkan ponselnya dan hendak menelepon kakaknya, pemilik bibit pohon buah.Tiin! Tiin! Tiba-tiba, dari kejauhan, cahaya lampu yang menyilaukan menerangi tempat itu!Criiit! Suara rem yang tajam terdengar. Sebuah Mercedes-Maybach berhenti tepat di depan Filda.“Bukankah kamu adik pemilik bibit pohon buah? Malam-malam bukannya tidur, kenapa malah berada di sini?" Tirta membuka pintu mobil dan turun. Begitu melihat Filda, dia langsung ingat siapa gadis itu dan bertanya dengan penasaran."Kamu ... kamu Tirta? Syukurlah! Tirta, kamu datang tep