Elisa tentu merasa malu dan marah. Alisnya berkerut tajam. Dia sontak berbalik dan melayangkan pukulan."Aduh ... Bi Elisa, ternyata kamu! Aku kira Bi Ayu!" Pukulan itu tepat mengenai dada Tirta yang saat itu hanya mengenakan celana pendek.Tirta langsung menutupi dadanya dengan ekspresi bersalah dan canggung, sambil meringis kesakitan.Ternyata setelah selesai dengan Bella, Tirta masih merasa belum puas. Saat Bella tertidur, dia berniat menyelinap ke kamar Ayu untuk bermesraan dengannya.Setelah menggunakan Teknik Menghilang dan Teknik Menembus Dinding untuk keluar dari kamar Bella, dia malah melihat siluet memesona di ujung koridor. Sosok itu disinari cahaya bulan.Lekukan tubuh yang sempurna dan rambut panjangnya yang tertiup angin membuat Elisa tampak seperti dewi bulan di mata Tirta!Terlebih lagi, Elisa hanya mengenakan pakaian tipis. Tanpa menggunakan mata tembus pandangnya, Tirta tetap bisa melihat beberapa bagian tubuh yang indah. Untuk sesaat, Tirta seperti terhipnotis!"Paka
Sebuah kaki jenjang yang mulus dan seputih salju melesat dengan membawa suara angin yang tajam. Targetnya adalah selangkangan Tirta!"Ah ... habislah aku! Tamat sudah!" Tirta bahkan tidak berani melihatnya. Dia memejamkan matanya rapat-rapat, tubuhnya bergetar ketakutan!Beberapa detik berlalu, tetapi rasa sakit yang dia bayangkan tidak pernah datang. "Hah? Jangan-jangan tubuhku benar-benar sekeras baja?"Tirta membuka matanya perlahan, melihat bahwa yang terjadi tidak seperti yang dia pikirkan. Kaki panjang dan indah milik Elisa ternyata berhenti hanya lima sentimeter sebelum mengenai dirinya.Bahkan, ekspresi marah di wajah Elisa telah berkurang, malah digantikan dengan senyuman geli."Bi Elisa, bukannya tadi kamu bilang setelah menendangku, urusan ini selesai? Kenapa kamu nggak jadi menendangku?" Tanpa sadar, mata Tirta menatap kaki Elisa, lalu beralih ke atas. Ketika melihat pakaian seksi itu ... dia menelan ludah dan membelalak, tetapi tidak berani mendongak lebih tinggi."Dasar m
Saat kata-kata terakhir itu terucap, hati Elisa bergetar sedikit. Dia sendiri tidak mengerti kenapa dirinya tiba-tiba mengundang Tirta untuk menemaninya melihat bulan.Mungkin karena tadi dia telah menendang Tirta, tetapi Tirta tidak membalas. Sebaliknya, Tirta masih tetap tersenyum dan memperlakukannya dengan lembut, bahkan telah menyelamatkan nyawanya.Mungkin saat siang tadi, Tirta memberinya perasaan bahagia dan kenikmatan yang belum pernah dirasakan sebelumnya.Mungkin ketika dia mengukur suhu tubuh Tirta dan memapahnya, ada perasaan yang tidak bisa dikendalikan. Sebuah getaran di hati dan hasrat yang sulit dijelaskan.Mungkin karena Tirta adalah pria pertama yang memeluknya, menyentuhnya, melihat tubuhnya. Mungkin juga karena Tirta adalah pria pertama yang tubuhnya dilihat dan disentuh olehnya.Entah karena alasan yang mana, kalimat itu akhirnya meluncur begitu saja dari bibir Elisa."Nggak apa-apa kalau kamu nggak mau menemaniku melihat bulan. Yang penting, jaga kakakku baik-bai
Tirta merasa sangat kecewa. Karena hatinya dipenuhi keengganan, dia hanya bisa menghela napas panjang."Kita bicarakan lagi nanti. Pokoknya kamu temani aku lihat bulan malam ini. Aku selalu melihat bulan sendiri di dunia misterius." Elisa juga menghela napas merasakan kekecewaan Tirta.Sambil berbicara, keduanya tiba di jendela. Malam semakin larut. Sambil bersandar di jendela, Tirta masih menggenggam tangan lembut Elisa.Bahkan, tanpa peduli pada perlawanan Elisa, Tirta merangkul pinggang rampingnya, membuat tubuh Elisa yang lembut menempel dengannya."Tirta, cepat lepaskan aku. Nanti ada yang lihat. Aku ini bibimu. Kamu nggak boleh begini. Lagian, aku cuma menyuruhmu menemaniku melihat bulan."Tindakan Tirta ini membuat Elisa tidak bisa fokus menikmati bulan. Dia merasa sangat malu sehingga mencoba melepaskan diri.Apalagi, Tirta hanya mengenakan celana pendek dan kemaluannya telah bereaksi .... Hati Elisa benar-benar kacau, begitu pula napasnya.Situasi ini persis dengan saat Tirta
'Um ... Tirta ini sangat mendominasi. Tanpa menanyakan pendapatku, dia menciumku secara paksa ....'Elisa yang dicium hanya bisa termangu di tempat. Lidah Tirta yang lincah dan fleksibel itu bagaikan sebuah kunci.Lidah itu menari-nari di mulut Elisa, membuat gembok hasrat di dalam tubuhnya seketika terbuka. Segala kekhawatiran yang ada sebelumnya pun sirna begitu saja karena ciuman ini.Yang tersisa hanyalah rasa gugup, manis, bahagia, penasaran, dan gairah .... Bahkan, tangan yang melindungi payudaranya itu telah dilepaskan dan diturunkan."Bi, mulutmu wangi sekali. Air liurmu juga manis ...." Begitu Elisa menurunkan tangannya, Tirta langsung meraihnya. Tanpa memberi Elisa kesempatan untuk beristirahat, Tirta mencium dengan semakin intens.'Ah ... jantungku berdebar cepat sekali. Aku nggak kuat lagi. Seluruh energiku seperti akan diserap oleh Tirta ....'Di bawah dua serangan yang dilancarkan Tirta, Elisa yang belum pernah mengalami hal seperti ini pun tersipu. Kesadarannya semakin m
Namun, perasaan yang begitu menggoda jiwa itu masih membuatnya tak bisa menahan diri untuk terus mendambakannya."Bi, jangan dong .... Aku belum cukup bersamamu, kamu nggak boleh pergi. Temani aku sebentar lagi ya." Tirta bahkan tidak mengangkat kepalanya, tetap fokus pada apa yang sedang dia lakukan."Tapi ... langit sudah hampir terang, Tirta .... Aku belum pakai baju, aku masih harus kembali ke vila untuk mengambilnya ....""Gimana kalau sampai kakakku lihat? Gimana aku bisa menjelaskannya .... Kumohon, Tirta, nanti saat kamu datang ke dunia misterius untuk mencariku, aku akan menemanimu lagi ya?"Elisa merasa cemas, tetapi dia sudah kehabisan tenaga untuk melepaskan diri dari Tirta, seakan-akan seluruh tulangnya melemah.Dia tidak menyadari bahwa ini memang rencana licik Tirta sejak awal. Dia ingin menguras tenaga Elisa sepenuhnya, setidaknya membuatnya harus beristirahat di tempat tidur selama dua atau tiga hari. Dengan begitu, Elisa tidak akan bisa pergi saat fajar tiba.Selama w
"Kamu juga telanjang, memangnya kamu punya cara apa? Kamu nggak mungkin menerobos masuk ke kamar kakakku untuk mengambil bajuku, 'kan?"Elisa merasa agak curiga. Mengingat sifat Tirta yang sangat tidak tahu malu, bisa jadi dia benar-benar akan melakukan hal semacam itu."Bi, kamu kira aku seburuk itu?" Tirta merasa geli, lalu mendekat ke telinga Elisa dan berbisik pelan, "Tutup matamu dan hitung sampai seratus. Begitu kamu selesai menghitung, aku sudah kembali dengan bajumu."Mendengar ucapan Tirta, Elisa langsung memutar bola matanya dan mencibir. "Tirta, trik kekanak-kanakan seperti ini lebih cocok untuk menipu anak tiga tahun. Aku nggak akan percaya.""Bi, aku nggak bohong. Kalau nggak percaya, tunggu saja." Setelah berkata begitu, Tirta menutup mata Elisa dengan tangannya.Ketika Elisa merasa tangan Tirta sudah menjauh dari matanya, dia pun membuka mata dan melihat sekeliling. Namun, di dalam mobil itu, Tirta sudah menghilang tanpa jejak. Selain itu, dia juga tidak mendengar suara
Saat mengambil pakaian untuk Elisa, Tirta juga menyempatkan diri pergi ke kamar Bella.Di kamar, Bella masih tertidur pulas. Tirta segera mencari satu set pakaian untuk dirinya sendiri, mengenakannya, lalu pergi ke kamar Ayu untuk mengambil pakaian yang bisa dipakai Elisa."Tirta ... gimana caramu melakukannya? Ini bahkan belum sampai satu menit, tapi kamu sudah kembali dengan pakaianku, bahkan kamu sendiri juga sudah berpakaian lengkap?""Lalu ... gimana mungkin ... gimana mungkin kamu bisa tiba-tiba muncul di dalam mobil ini?"Elisa tidak menjawab pertanyaan Tirta, melainkan menatapnya dengan penuh keterkejutan, seolah-olah melihat sesuatu yang mustahil. Jika saja Tirta tidak memeluknya, dia mungkin akan mengira dirinya sedang berhalusinasi."Bi, aku akan menjelaskannya padamu nanti, tapi sekarang bukan waktunya. Pakai dulu pakaianmu, nanti aku akan memijatmu. Sebentar lagi matahari akan terbit, kita harus segera kembali ke kamar masing-masing."Tirta sudah menduga Elisa akan sangat
"Nggak usah buru-buru, aku sudah pertimbangkan. Aku nggak akan memberi kalian uang, begitu pula ... nyawaku!" tegas Tirta.Tirta tertawa kepada Arkan, lalu menamparnya. Arkan memaki, "Sialan! Bocah berengsek! Beraninya kamu mempermainkanku!"Tentu saja Arkan marah menghadapi situasi seperti ini. Arkan hendak menarik pengaman pistol, lalu mematahkan kedua tangan dan kaki Tirta terlebih dahulu untuk menakutinya.Namun, tamparan Tirta langsung membuat kepala Arkan terpental dalam sekejap. Sementara itu, tubuh Arkan yang sudah kehilangan kepala masih mempertahankan posisi mengangkat pistol untuk mematahkan kaki dan tangan Tirta.Perubahan yang mendadak ini membuat semua orang di tempat kaget dan juga takut. Setelah tersadar, mereka berkata pada Hafiz dengan ekspresi marah."Kak Arkan! Sialan! Ternyata pemuda ini seorang ahli bela diri!""Bos, pemuda ini sudah membunuh Kak Arkan! Kalau nggak, kita langsung bunuh dia saja!"Hafiz menegur, "Sialan, bukannya orang mati itu hal yang biasa? Dulu
"Empat puluh triliun? Bukannya kalian itu polisi? Kenapa aku merasa kalian seperti bandit?" tanya Tirta.Berdasarkan ucapan Mairah, para polisi ini juga bertugas untuk mencari Susanti biarpun Tirta tidak memberi mereka uang. Lagi pula, mereka tidak menemukan Susanti. Namun, Tirta juga bersedia memberi mereka 2 triliun sebagai ungkapan terima kasih.Melihat kondisi ini, emosi Tirta tersulut. Hafiz yang memimpin melihat Tirta masih begitu muda, tetapi dia sama sekali tidak panik setelah dikepung. Tirta juga bisa menebak masa lalu Hafiz dan lainnya dari ucapan mereka.Hafiz menerka-nerka identitas Tirta, 'Eh? Sebenarnya apa latar belakang pemuda ini? Kenapa dulu aku nggak pernah mendengar tentangnya?'Salah satu bawahan kepercayaan Hafiz maju, lalu tertawa dan berujar sembari menunjuk Tirta, "Kak, pemuda ini benar-benar pintar. Dia bisa menebak profesi kita dulu."Puluhan polisi juga ikut menghina Tirta. Sikap mereka sangat keterlaluan."Benar! Dulu kami termasuk bandit. Hanya saja, akhir
Belasan menit kemudian, 13 orang terakhir juga dibunuh oleh Tirta. Setelah menyimpan Pedang Terbang, Tirta melihat mayat-mayat di tanah. Perasaannya campur aduk.Tirta merasa sejak dirinya menguasai kultivasi, hasrat membunuhnya makin kuat. Dulu dia hampir tidak pernah berpikiran untuk membunuh.Saat Tirta sedang gundah dan meragukan dirinya sendiri, suara Genta terdengar. "Kamu sudah menjalani kehidupan di luar alam fana. Kamu nggak usah sedih karena kematian para pecundang ini. Mereka nggak pantas."'Kak, aku juga manusia. Tapi, aku merasa sekarang aku nggak berperikemanusiaan sedikit pun,' balas Tirta. Dia memeluk Susanti makin erat, tetapi hatinya masih kalut.Genta bertanya balik, "Kalau begitu, beri tahu aku apa artinya berperikemanusiaan?"Tirta mendesah dan menjawab, 'Berperikemanusiaan itu ... aku juga nggak tahu. Aku cuma merasa jelas-jelas aku bisa melepaskan mereka dan menyuruh mereka bersumpah ke depannya nggak akan membocorkan hal ini. Tapi, aku tetap membunuh mereka. Kak
Pedang Terbang yang bergerak sangat cepat menebas belasan kepala ahli serangga dalam sekejap. Para ahli serangga dari Desa Hiradi dan Desa Tayur tidak mampu menangkis serangan Tirta. Serangga guna-guna yang mereka banggakan sangat lemah di hadapan Pedang Terbang, seperti anak kecil 3 tahun yang menghadapi orang dewasa.Dalam waktu singkat, puluhan ahli serangga yang awalnya sangat percaya diri merasa tidak berdaya. Mereka yang kalah telak berteriak histeris.Wafri kaget. Dia bergumam, "Apa ... yang terjadi? Pedang ini bisa terbang .... Apa aku berhalusinasi?"Namun, suara teriakan makin jelas. Wafri tidak berani berlama-lama lagi. Dia berusaha keras untuk kabur."Sialan ... sebenarnya siapa pemuda ini? Jamil berengsek! Kamu mencelakaiku!" omel Aezar. Dia yang ketakutan setengah mati juga berusaha kabur."Lari saja, aku mau lihat kaki kalian atau pedangku lebih cepat!" seru Tirta. Dia memancarkan aura membunuh.Tirta menjentik jarinya, lalu bola api muncul dan jatuh ke mayat-mayat yang
Marila segera berucap dengan ekspresi cemas, "Paman, kita jangan habiskan waktu lagi. Kita sama-sama bawa bawahanmu pergi ke Desa Benad secepatnya!""Oke, tapi naik mobil terlalu lambat. Aku suruh orang untuk cari helikopter. Kita naik helikopter ke sana saja," sahut Idris. Dia membawa Marila naik ke mobil, lalu bergegas pergi ke pusat kota.....Waktu kembali ke 2 jam kemudian. Di bawah rumah panggung Susana, sebelumnya Tirta sudah membantai belasan ahli serangga Desa Benad yang tersisa.Tiba-tiba, puluhan ahli serangga mengepung Tirta. Mereka berasal dari Desa Hiradi dan Desa Tayur. Tirta tidak ingin membunuh orang yang tidak bersalah, ditambah lagi dia ingin segera memulihkan ingatan Susanti.Jadi, Tirta tidak langsung bertindak. Dia berkata kepada puluhan orang itu, "Sepertinya aku nggak punya dendam dengan kalian. Kalau kalian nggak mau mati sia-sia, cepat minggir."Aezar mengamati Tirta dengan sinis. Dia mendengus dan berbicara terlebih dahulu, "Kamu memang nggak punya dendam den
Dua jam yang lalu, Marila langsung menelepon pamannya setelah berpisah dengan Tirta. Pamannya adalah gubernur yang memimpin Provinsi Naru. Dia merupakan pejabat yang mengurus perbatasan. Namanya Idris.Marila meminta Idris mengutus orang untuk mencari Susanti. Sementara itu, Marila yang menaiki taksi sedang dalam perjalanan untuk bertemu Idris.Tentu saja, Marila juga mempunyai alasan datang jauh-jauh dari ibu kota ke Provinsi Naru untuk mencari Idris. Awalnya Idris juga merupakan pejabat tinggi di ibu kota. Kemudian, Idris menyinggung orang hebat karena salah bicara. Dia hampir kehilangan posisi sebagai pejabat.Untung saja, Saba turun tangan untuk melindungi Idris. Namun, Idris dipindahkan ke Provinsi Naru yang terpencil karena masalah ini. Dia menjadi seorang gubernur. Kemungkinan dia tidak mempunyai kesempatan untuk kembali ke ibu kota lagi seumur hidup.Setelah itu, petinggi negara memerintahkan untuk membasmi kejahatan di seluruh negeri. Provinsi Naru adalah wilayah yang dikuasai
Apalagi kompetisi serangga akan segera diadakan. Demi memenangkan kompetisi, mereka juga ingin datang untuk mengambil keuntungan. Tujuan mereka adalah merebut Serangga Emas yang dimurnikan dengan susah payah. Jadi, mereka baru menerobos masuk ke Desa Benad.Jamil buru-buru maju dengan napas terengah-engah saat melihat kedua belah pihak yang hendak berkelahi demi merebut Serangga Emas.Jamil menunjuk Tirta yang sedang membunuh di bawah rumah panggung sambil berteriak, "Kepala desa sekalian, jangan bertengkar lagi. Serangga Emas sudah diambil oleh seorang pemuda yang datang dari luar. Nenek Benad dan ayahku sudah dibunuh olehnya!""Siapa yang membunuh pemuda itu akan mendapatkan Serangga Emas. Ayahku sudah mati, jadi aku yang membuat keputusan di Desa Benad. Aku akan membawa semua penduduk Desa Benad untuk membela pihak yang membantuku balas dendam," lanjut Jamil.Jamil meneruskan, "Kalau aku melanggar janjiku, aku akan disambar petir dan dihabisi semua serangga guna-guna. Aku akan mati
Orang yang ditarik Jayadi untuk mengadang serangan pedang Tirta sudah mati. Namun, Jayadi tidak merasa kesakitan selain kepalanya yang makin gatal dan pandangannya yang makin kabur.Jayadi berusaha mengerahkan Serangga Batu dan Serangga Pelumpuh, lalu berujar pada Tirta dengan sinis, "Pemuda sialan, hanya begini kemampuanmu? Kamu sama sekali nggak bisa melukaiku. Haha, selanjutnya sudah saatnya aku bertindak!"Sesuai namanya, Serangga Batu bisa membuat orang yang digigit membatu. Sementara itu, sekujur tubuh orang yang digigit Serangga Pelumpuh akan mati rasa. Mereka tidak akan mampu melawan lagi.Kedua serangga ini bisa memberikan efek yang sama. Jayadi yakin Tirta yang merupakan orang luar pasti tidak bisa menghadapi serangan serangganya. Nanti Jayadi bisa menghabisi Tirta dengan mudah.Hanya saja, tiba-tiba terdengar suara Jamil yang samar dan panik. "Ayah ... kamu ... nggak ... apa-apa, 'kan?""Aku ... nggak ... apa-apa ....," sahut Jayadi. Dia merasa aneh, tetapi dia tetap menangg
Tirta mendengus dan berkata, "Aku memang mau membuat perhitungan denganmu! Sekarang kamu yang cari aku, jadi aku bisa menghemat waktuku!"Tirta melihat dengan menggunakan mata tembus pandang. Ternyata Jamil yang pergi tadi sudah kembali. Dia membawa Jayadi dan belasan ahli serangga di Desa Benad. Mereka membuat masalah di bawah rumah panggung.Tirta langsung menyuruh Anton dan Yuli mengikutinya. Dia yang menggendong Susanti keluar dari kamar terlebih dahulu.Sementara itu, Jamil yang berada di bawah rumah panggung langsung panik begitu melihat Tirta keluar dari kamar sambil menggendong Susanti.Jamil yang cemburu berseru, "Ayah, pemuda itu yang membunuh Nenek Benad! Cepat bunuh dia! Jangan sampai dia membawa Susanti pergi!"Jayadi meremehkan Tirta setelah melihat tampangnya yang lucu dan wajahnya yang masih muda. Dia berucap kepada Jamil, "Jamil, dia masih muda. Untuk apa kamu takut? Tenang saja, aku nggak akan membiarkan dia pergi dari Desa Benad hidup-hidup. Wanita itu milikmu dan di