Nadia datang ke toko setelah mendapat telpon lagi dari Resti dengan suara yang sangat heboh. Semua itu karena ternyata uang yang dia dan Fani sembunyikan kembali hilang, padahal dia sudah yakin sekali kalau tidak akan ada pencuri yang mengetahui keberadaan uang itu. Nadia tetap berusaha tenang, toko sengaja belum di buka karena mereka ingin menuntaskan masalah ini terlebih dulu."Kamu menyimpannya dimana, Res ?" Tanya Nadia dengan dingin. "Di tong sampah." Ucapnya dengan sedikit rasa gugup. Nadia hari ini terlihat berbeda sejak pertama kali datang. Dia terlihat lebih kalem, tapi malah membuatnya memiliki aura yang mengintimidasi."Kamu menyimpannya atau membuangnya ?" Tanya Nadia semakin membuat Resti dan Fani semakin menunduk."Y-ya... Di simpen lah, Nad. Aku rencananya mau ambil lagi pagi ini. Tapi, keburu di bawa sama pencurinya." Ucapnya dengan wajah memelas.Nadia Berjalan mendekati Tris, dia membawa laptopnya dan berjalan memasuki toko. "Res, Fan, sini !" Ucap Nadia pada ked
Hari ini dia harus memberikan peringatan yang tegas untuk ibu serta saudari tirinya. Ah, padahal mereka nmhanyalah orang lain yang kebetulan pernah menjalin hubungan dengan almarhum ayahnya. Dan sekarang ? Setelah ayahnya meninggal bukankah mereka kembali menjadi orang asing ? Seharusnya Nadia menyadari hal itu sejak dulu, namun sayang, kebodohan sepertinya terlalu menguasai hatinya. "Kek, Nadia pergi dulu ke toko." Ucap Nadia pada sang kakek. Sedangkan Arian sudah berangkat bekerja sejak tadi pagi. "Ya, hati-hati." Alex mengelus pucuk kepala Nadia sejenak seambil tersenyum. Nadia pun membalas senyuman itu dan kemudian berjalan menuju teras. "Tris !" Nadia sedikit teriak sambil melambaikan tangannya pada salah seorang pria yang sedang berkumpul di pos satpam.Merasa namanya yang di panggil, pria itu berjalan dengan sedikit berlari supaya nyonyanya tidak menunggu lama. "Ya, nyonya ? Anda mau ke toko ?""Ya, seperti biasa. Tidak ada tujuan lain kalau aku keluar rumah." Ucapnya samb
Silvi dan Leni pun berjalan terpincang-pincang semakin mendekati rumah mereka. Tentunya dengan berpura-pura tidak mengetahui keberadaan Nadia yang sedang duduk di kursi depan. Melihat orang yang di tunggunya datang, Nadia segera berdiri dan berjalan mendekat. "Ayo, nak. Hati-hati." Ucap Leni sambil memperhatikan kaki Silvi."Bu !" Suara itu membuat Leni dan Silvi langsung mendongak, mereka masih bersikap santai seolah tak ada sesuatu yang di sembunyikan. "Eh, Nadia ? Kamu sejak kapan disini ? Ada apa ?" Tanya Leni berwajah ramah. "Iya, tumben banget kamu kesini ?" Tanya Silvi"Aku ada urusan. Kamu kenapa ?" Tanya Nadia sambil menatap Silvi."Aku jatuh tadi, terkilir." Nadia tak bersuara lagi, Leni dan Silvi saling pandang. Sikap Nadia sedikit berbeda pada mereka, dia terlihat dingin dan acuh. Namun, Leni tak berfikiran macam-macam."Masuk Nad ?" "Ah, tidak usah. Disini saja." Ucapnya semakin membuat Leni dan Silvi kebingungan."Aku kesini cuma mau minta kunci toko yang ibu sim
Nadia menanggapi sikap ibu tirinya dengan senyuman sinis sambil menggelengkan kepalanya. Bisa-bisanya dia masih bersikap keras seperti ini setelah semuanya terbukti. "Ibu, kenapa ibu malah balik marah ? Harusnya aku loh yang marah disini, kenapa ibu merebut peranku ?" Tanya Nadia masih santai. Leni semakin tersulut emosi melihat sikap Nadai yang seolah mengejeknya. "Dasar kamu ya... Anak gak tau diuntung !" Leni bergerak cepat hendak menyerang Nadia. Namun, Nadia berhasil menghindar tepat waktu. "Kalian sungguh tidak tau terima kasih, sudah untung aku tidak menjebloskan kalian ke penjara. Tapi lihatlah, apa yang kalian lakukan untuk membalas kebaikanku itu. Bahkan kamu bertindak kasar. Jika aku mau, aku bisa melaporkan kamu ke polisi debgan dua kasus sekaligus !" Leni semakin marah, tapi dia tak kunjung bertindak. Dia hanya berdiri mematung sambil menatap Nadia dengan penuh kebencian, dadanya pun terlihat kembang kempis karena amarahnya. "Silvi ! Ambil laptopnya, kita harus meng
"Ibu !" "Diam kamu !" Leni mengusap wajahnya dengan lesu, sedangkan Silvi masih terus merengek sambil menggerak-gerakkan kakinya asal."Hiks, tuan tampan itu ternyata suaminya Nadia. Ibu, aku tidan percaya semua ini... Pasti dia berbohong kan ? Bagaimana Nadia bisa menikahi pria sultan sepertinya ?" "Yah, ibu juga tidak bisa percaya ini. Tiba-tiba saja pria itu datang dan menyebut Nadia sebagai istrinya. Ini sangat tidak masuk akal.""Ibu... Apa yang harus kita lakukan sekarang ? Kalaupun itu bohong, aku ingin memperjuangkan cintaku, dimana dia tinggal ?" "Silvi, tenanglah dulu. Jangankan tempat tinggal, namanya saja kita tidak tau."***Sepasang suami istri itu baru sampai di toko, sepanjang perjalanan, keduanya sama-sama larut dalam fikirannya masing-masing. Nadia menatap Arian yang masih fokus menatap kedepan. Ada perasaan hangat yang menelusup kedalam dadanya, ucapan Arian tadi di depan Leni dan Silvi terus terngiang-ngiang di telinganya. Arian langsung menepikan mobil, melih
Setelah perjalanan selama setengah jam, akhirnya mereka tiba di sebuah Resort yang Resti katakan tadi. Bangjnan itu cukup luas dan terlihat sangat nyaman. Walaupun tidak terlihat mewah, karena resort itu memberikan tampilan bernuansa pedesaan atau pantai.Arian tak berkata apa-apa, dia langsung meraih tangan Nadia dan menarik istrinya itu untuk mengikuti langkahnya. Arian langsung menuju resepsionis, setelah semua keperluannya selesai, mereka langsung menuju kamar yang sudah menjadi milik mereka untuk beberapa hari kedepan."Tuan, apa saya tidak salah dengar tadi ?" Tanya Nadia sambil berjalan menuju kamar mereka. "Apanya yang salah ?""Tiga hari ? Anda akan menginap disini selama tiga hari ?""Ya, seperti yang kamu dengar. Kenapa ?" Arian membuka pintu, terlihat sebuah ruangan yang cukup luas dan sangat bersih di dalamnya. Awal masuk mereka seperti di sambut oleh ruang tamu mini yang hanya terdapat sofa panjang dan meja kecil. Nadia terpana, dia melepaskan pegangan tangan Arian dan
Di restoran yang masih termasuk di area resort, Arian dan Nadia sedang makan bersama di salah satu meja. Ada beberapa meja lain yang sama-sama terisi oleh pengunjung lain, namun tak mengurangi kenikmatan hidangan tersebut. Setelah Arian selesai membersihkan dirinya, keduanya langsung pergi keluar untuk makan siang yang sudah kesorean. Nadia maupun Arian menyantap makanannya dengan lahap tanpa ada perbincangan saking sudah laparnya, hingga tak butuh waktu lama untuk mereka berdua menghabiskan semua menu yang tersaji di meja. "Ayo !" Ucap Arian setelah selesai mengelap bibirnya menggunakan tissue. "Mau kemana lagi, mas ?" Tanya Nadia setelah meneguk habis minumannya. "Kemana saja, jalan-jalan." Ucapnya yang segera berdiri dan menarik tangan Nadia. Nadia pun menurut dan hanya mengikuti langkah sang suami saja. Dia benar-benar tida menyangka, kalau ternyata Arian Trisatya, seorang pria yang terkenal dingin dan acuh itu memiliki sisi yang berbeda. Nadia melihat suaminya kini seperti pr
Arian sudah keluar dari kamar mandi, kini giliran Nadia yang harus membersihkan tubuhnya dari air hujan yang sempat mengguyurnya beberapa saat lalu. Arian duduk di sofa, dia memesan beberapa cemilan dan juga minuman hangat pada petugas resort. Sambil menunggu pesanan tiba, Arian membuka ponselnya dan mendapatkan beberapa pesan. Hampir semuanya tentang pekerjaan, Arian sudah meminta sekretarisnya untuk menghendel pekerjaan selama dia berada disini. Gerakan jempolnya terhenti saat mendapati panggilan tak terjawab dari kakeknya. Aahh... Arian sampai lupa tidak memberitahukan pada kakeknya kemana mereka pergi. Arian menekan tombol panggil, dan tak menunggu lama akhirnya panggilan tersambung. "Halo ?" "Halo, kek.""Jadi, kemana kamu membawa cucu menantuku ?" Tanya Alex to the poin. Arian mendesah pelan, tadi dia hanya menitipkan pesan pada Tris, untuk memberitahukan pada kakeknya bahwa dirinya akan pulang sedikit terlambat bersama Nadia. Namun, dia tidak mengatakan tujuannya dan kapan