Imron mengendarai motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Pikiran buruk bersarang di kepalanya, karena mengkhawatirkan Elok dan juga Aya. Ia juga merasa bersalah karena terlalu suudzon dengan kehadiran Pak Rudi ke rumahnya, sehingga harus mengunci pintu dari luar. Semoga tak ada hal serius yang terjadi pada istri dan juga anaknya.Setelah dua puluh lima belas menit berkendara, Imron pun sampai di depan rumahnya yang sudah banyak orang berkumpul. Imron semakin pucat dan berkeringat.Lelaki itu turun dari motor dan meninggalkan motornya begitu saja. Untunglah ada Pak RT yang kebetulan ada di sana untuk menahan motor Imron."Cepat, Im!" seru Bu Husna dengan tak sabar. Imron mengeluarkan kunci rumah dari dalam tas ranselnya. Dengan tangan gemetar ia memasukkan anak kunci, lalu memutarnya dua kali."Aya!" pekik Imron berlari masuk dan melihat gadis kecilnya sedang terlentang di lantai dapur sambil menangis
"Mas, udah gak ada kayaknya yang jual TV tabung. Udah keliling kita masih gak ada juga. Semua TV layar datar yang mahal harganya," ujar Elok pada Imron yang kini sedang menggendong Aya yang tertidur pulas dalam gendongannya.Sama sekali tak ada rasa malu Imron, saat menggendong Aya di depan menggunakan kain, layaknya ibu-ibu pada umumnya. Justru ia merasa bangga, saat banyak pasang mata memperhatikannya dengan gaya seperti ini."Kita duduk di sana yuk!" tunjuk Imron pada salah satu kursi yang ada di tengah-tengah lorong mal. Di depannya banyak berjejer aneka toko pakaian, aksesoris, dan juga toko sepatu. Mereka duduk berdampingan sambil menikmati pemandangan lalu-lalang orang-orang yang sibuk membawa belanjaan."Kalau gak dapat hari ini, biar besok saya cari lagi," kata Imron dengan senyuman tipis."Emang udah gak ada, Mas. Semua rata-rata TV-nya layar datar seperti bioskop. Pernah nonton bioskop, gak?" ta
Pukul lima pagi, setelah mandi dan salat Subuh, Imron melakukan tugasnya seperti biasa, yaitu mencuci pakaian. Baik itu miliknya, maupun milik Aya dan juga Elok. Piring dan perabotan rumah tangga lainnya sudah dicuci lebih dahulu oleh istrinya tadi malam. Setelah selesai mencuci dan mengeringkannya, Imron mengangkat ember cucian ke depan rumah untuk dijemur oleh Elok. Aya masih terlelap dan Elok belum kembali dari warung sayur. Imron pun bergegas mengganti baju kausnya, lalu celanan pendek yang ia kenakan diganti dengan celana bahan berwarna hitam yang sudah pudar. Dipakainya jaket, laalu mengecup Aya sebentar sebelum berjalan ke teras rumah. DrtDrtPonselnya bergetar. Diambilnya dari dalam saku celana untuk melihat siapa yang mengirimi pesan padanya sepagi ini. “Bang Imron, antar saya ke pasar bisa gak?” Imron mengulum senyum, lalu memb
“Katakan, Lok! Apa mau lelaki itu ke rumah ini?” tanya Imron tak sabar.“Mm … dia gila, Mas! Dia mengatakan bahwa Aya adalah anaknya dan meminta saya berpisah dari Mas Imron,” ujar Elok sangat pelan. Imrin nampak menghentikan suapan terakhirnya. Lalu dengan tergesa berdiri dari duduknya untuk berjalan ke arah wastafel.“Mas, mau apa?” Elok menyusul Imron berdiri di dekat suaminya.“Aku akan membuat perhitungan dengan lelaki itu! Enak saja dia menyuruh seorang istri bercerai dari suaminya. Gak bisa dibiarkan ini!”“Mas, jangan buat masalah! Inget saya dan Aya,” rengek Elok sambil mencoba menahan lengan suaminya. Namun Imron hanya menoleh sekilas, lalu dengan hati-hati melepas cengkeraman tangan Elok.“Saya gak papa. Kamu tenang aja.
Imron mendapati Elok masih menunggunya pulang. Wanita itu bangun dari duduknya untuk menghampiri Imron. Memperhatikan suaminya dari ujung kepala sampai ujung kaki. “saya gak apa-apa,” lkata Imron seakan mengetahui maksud dari tatapan istrinya.“Saya buatkan teh ya, Mas?” tanpa menunggu jawaban dari suaminya, Elok langsung bergegas menuju dapur untuk membuatkan minuman. Setelah motor masuk ke dalam rumah, Imron pun menutup pintu dan memutar anak kuncinya dua kali. Bergegas ia masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka dan berganti pakaian.Elok sudah menunggunya di ruang depan dengan sedikit cemas. Wanita itu ingin segera tahu apa yang terjadi pada suami dan juga lelaki yang bernama Rudi. Sungguh takkan bisa tidur nyenyak ia malam ini, jika Imron tidak berniat menceritakan apapun.“Bagaimana, Mas? Apa yang terjadi? Kamu gak diapa-apain sama lelak
Sore ini juga, Imron dan Elok pindah ke kontrakan baru. Lelaki itu menguras semua uang di tabungannya demi memberikan tempat tinggal yang layak untuk anak dan juga istrinya. Beberapa orang tetangga sempat menyesali kepindahan Imron dari tempat mereka, karena Imron termasuk penduduk tetap selama delapan tahun di sana. bahkan identitas kependudukan Imron juga sudah sesuai alamat kontrakan. Namun, Imron harus menyelamatkan keluarganya dari bahaya lelaki hidung belang yang nekat dan punya kekuasaan juga uang untuk merampas apa yang kini menajdi miliknya. Imron tak kau sampai itu terjadi. Walau bagaimanapun ia tetap akan menjaga Elok dan Aya sampai kapan pun.Elok dan Aya naik ke dalam mobil bak. Duduk bersama sang sopir. Sedangkan Imron naik motor bersama salah seorang temannya yang bersedia membantu kepindahannya. Langit semakin gelap dan mereka harus bergegas. Tak enak bila harus berisik mengangkat barang disaat
Sepekan sejak Imron mengutarakan isi hatinya pada Elok. Selama itu juga intensitas interaksi mereka berkurang. Imron sibuk mencari duit sebagai ojek online, sedangkan Elok di rumah saja mengurus Aya. Setiap harinya Imron berangkat pukul lima Subuh dan kembali pukul sepuluh malam. Keduanya hidup satu atap, tetapi bagaikan orang asing. Tak banyak yang bisa ia lakukan untuk memperbaiki pernikahannya karena memang Elok tak mencintainya. Ia harap maklum tak tidak bisa memaksa. Saat ini tugasnya hanya berusaha sebaik-baiknya agar Elok dan Aya tidak kelaparan.Pukul sepuluh malam, saat lampu semua rumah mati, Imron pun sampai. Ia mematikan mesin motor agar tidak mengganggu tetangga ataupu Elok yang kini sudah pasti tengan terlelap. Sangat disukuri, sejak bergabung dengan salah satu aplikasi ojek online, keadaan ekonominya lebih baik. Paling tidak, Elok bisa ia beri jatah lima puluh ribu dalam sehari untuk urusan dapur. Sedangkan sebagi
Imron sudah kembali ke rumah, setelah dilakukan perawatan infus vitamin penambah darah dan beristirahat lima jam di ruangan IGD. Tubuhnya masih lemah, tetapi ia paksakan untuk pulang saja. Imron ingat, bahwa iuran BPJS yang ia bayarkan hanya untuk nama Elok dan Aya saja—sedangkan dirinya menunggak dua bulan. Tentulah tidak akan dicover BPJS karena ia belum membayar tagihan premi. Desta pun menawarkan untuk membayar biaya rawat inap dirinya jika memang diperlukan, tetapi ia tetap menolak. Desta sudah cukup baik padanya dan juga Elok. Ditambah lagi ternyata Desta adalah keponakan dari pemilik panti yang mengenal cukup baik istrinya.Diagnosa dokter; Imron menderita maag dan juga gejala typus. Dokter meminta untuk dirawat, tetapi jika pasien menolak pihak rumah sakit juga tidak bisa menahannya. Ia tak boleh sakit. Karena akan bagaimana nanti anak dan istrinya jika ia sampai sakit.“Bang Imron, saya pamit ya. Nanti saya ke sini lagi untu
Elok terus saja memandang suaminya yang kini sedang duduk di kursi teras rumah mereka. Lelaki itu akan berangkat bekerja di sebuah mal sebagai petugas parkir. Sepuluh sudah suaminya bekerja di sana dan terlihat lelaki itu sangat menikmatinya. Wajahnya lebih bersih dan bersinar, saat ada istri yang benar-benar mengurusnya. Elok terus saja mengulum senyum. Menikmati debaran di dadanya saat bisa memandang suaminya dengan intens seperti ini. “Udah, jangan lihatin melulu! Nanti saya gak jadi berangkat nih,” celetuk Imron saat dia menyadadri pandangan sang istri tak putus darinya. Elok tergelak dengan wajah memerah. Sisa semalam saja masih membuatnya susah berjalan, masa mau diulang lagi? “Jangan dong, Mas. Mau jalan aja susah nih,” sahut Elok dengan wajah bersemu merah. Imron yang duduk di seberang kursi sang istri;berjalan mendekat, lalu berjongkok di hadapan istrinya. Lelaki itu mengmabil kedua tangan Elok, lalu mengecupnya
"Lok, ada hal yang ingin saya katakan," ujar Imron dengan suara pelan. Elok tengah menyusui Aya. Balita itu sungguh merindukan asi ibunya yang dua hari tidak ia dapat secara langsung. Selama Elok dan Imron bulan madu di hotel, Aya diberikan ASI yang disiapkan Elok di dalam botol khusus penyimpanan ASI."Apa itu, Mas? Bukan minta jatah lagi'kan?" goda Elok sambil tergelak. Imron pun ikut menyeringai sambil mengusap pipi sang istri."Besok, kita bawa Aya ke rumah sakit. Kita tes DNA bersama Pak Rudi.""Mas, tapi ...." Elok mendadak pucat dan memelas. Imron sangat tahu keresahan yang melanda istrinya. Justru langkah ini harus ia ambil, agar Pak Rudi tidak terus-terusan mengganggu dirinya dan juga Elok. Lelaki itu takkan berhenti sampai keinginannya tercapai."Ada saya. Kamu jangan khawatir. Saya yakin, Aya adalah anak dari Indra, bukan lelaki itu. Kita harus melakukanny
Imron terbangun dari tidur nyenyaknya. Pelan ia membuka mata dan berusaha menggerakkan tangan, tetapi tidak bisa. Ada Elok yang kini tidur sambil memeluk dirinya. Tubuh keduanya polos, hanya tertutup selimut tebal. Beberapa jam lalu, untuk kelima kalinya mereka mengulangi aktifitas yang sama.Sudah dua malam mereka menginap di hotel yang difasilitasi oleh Desta. Seharusnya, lelaki itulah yang bersama dengan Elok malam ini. Sungguh rejeki, maut, jodoh, takkan pernah ada yang mengetahui. Pelan Imron mengusap kening sang istri. Menyingkirkan beberapa helai rambut yang berserakan menutupi kening wanitanya.Senyumnya kembali mengembang, lalu bibir itu kembali mendaratkan ciuman di keningnya. Sungguh luar biasa efek permen yang diberikan oleh Amin. Temannya itu rela menyusul ke hotel hanya untuk memberikan dua buah permen yang katanya sangat berguna untuk stamina. Untung permen, bukan tisu!Imron tergelak dalam hati saat menging
"Bangunlah, Elok. Aku'kan udah bilang, aku memaafkanmu. Ayo, bangun!" Imron meraih pundak sang istri, lalu membawanya duduk kembali ke atas ranjang. Wanita itu masih terus terisak, membuat Imron kebingungan sendiri."Udah, jangan nangis ya. Nanti kalau kita kebanjiran gimana? Sekarang, kamu mandi, ganti baju. Di dalam lemari ada baju yang sudah disiapkan hotel katanya. Setelah mandi, nanti kita bicara lagi," pinta Imron dengan lembut. Lelaki itu kembali mengancingkan baju piyamanya dengan wajah merona malu. Ia yang tadi saling berhadapan dengan istrinya, kini sudah menggeser tubuhnya ke samping. Sangat malu melakukan aktifitas seperti ini sambil diperhatikan wanita."Kenapa dikancing lagi bajunya?" tanya Elok sambil menyembunyikan wajahnya yang juga merona."Gak papa, nanti juga kamu buka lagi'kan?" jawab Imron sambil terbahak. Tawa yang tak pernah dilihat Elok sebelumnya. Wajah suaminya malam ini sungguh tampan tiga ratus
"Saya di sini, Bu Ririn. Saya baik-baik saja," ucap suara Imron yang tiba-tiba saja berdiri dari balik kerumunan orang yang tengah duduk di kursi. Elok dan Desta terkejut dengan suara lelaki itu, begitu juga dengan Ririn yang memandang iba wajah teman suaminya yang sudah ia anggap teman sendiri. Ditambah lagi, ia tahu betul perjuangan Imron bersabar terhadap sikap Elok."Mas Imron," gumam Elok dari tempat ia berdiri saat ini. Kakinya gemetar dan tak kuat melangkah untuk menghampiri mantan suaminya itu. Tangannya berpegangan pada meja yang sudah dihias sedemikian cantiknya untuk acara pernikahan sederhananya hari ini. Agar tidak limbung, karena yang ia rasakan saat ini adalah seluruh persendiannya melemah.Air matanya membasahi pipi. Lidahnya kelu tak mampu berucap kata maaf pada Imron. Padahal sudah dari lama ia ingin meminta maaf pada lelaki itu atas semua kesalahannya. Namun, di depan sana, seorang Imron tengah tersenyum
Istri Wasiat 31Hari minggu pagi yang sangat sejuk. Pukul setengah enam pagi, Desta memutuskan untuk berolah raga dengan berlari di sekitaran komplek tempat ia tinggal. Elok masih sibuk di dapur, membereskan barang-barang sekaligus memasak sarapan untuk mereka.“Lok, sepatu lari saya yang warna merah kamu simpan di mana?” tanya Desta saat menghampiri Elok di dapur. Wanita itu menoleh, lalu tersenyum tipis. Tanpa menjawab pertanyaan Desta, Elok berjalan ke arah lemari yang masih berada di area dapur. Pintu lemari itu ia buka, lalu mengmabilkan sepasang sepatu yang ditanyakan oleh Desta.“yang ini bukan?” tanya Elok memastikan. Tangannya terulur untuk memberikan sepatu sneaker itu pada Desta.“Wah, baru kamu cuci ya? Duh, ini mah calon istri terbaik,” puji Desta tulus. Elok menegang. Sekelebat bayangan Imron muncul di kepalanya. Tidak! Dia bukan
Kalian mungkin bertanya-tanya ada di mana Imron saat ini? Lelaki itu tengah berada di sebuah kos-kosan kecil di tengah kota. Keadaannya serba pas-pasan dengan kondisi hati yang masih diliputi rasa sedih sekaligus rindu. Ya, dia merindukan Aya dan juga Elok. Bagaimanapun ia kesal terhadap wanita itu, tetap saja Imron tak bisa membohongi dirinya sendiri. Ia sendiri tidak tahu, sejak kapan rasa cinta ini begitu dalam ia rasakan pada istrinya. Mungkinkah sudah dari awal sejak ijab qabul itu ia ucapkan, atau mungkin karena sikap keras istrinya yang membuatnya mencintai wanita itu?Waktu berputar terasa sangat lambat. Setiap hari sepulang bekerja saat langit berubah gelap, hanya kamar, bantal, dan guling yang menemaninya meratapi nasib. Jika cinta harus sesakit ini, lebih baik ia tidak menikahi Elok saja. Lebih baik ia cukup mengurus kakak iparnya serta keponakannya, tanpa harus mengambil tanggung jawab yang sah di mata Tuhan.
Elok menangis semalaman. Berkali-kali ia menelepon suaminya, tetapi nomor itu tidak aktif. Elok juga menelepon Amin, teman suaminya itu. Barangkali tahu di mana keberadaan suaminya. Namun sungguh sayang, Amin tidak tahu di mana Imron kini.Lelaki itu hilang bak ditelan bumi. Kontrakan lama juga sudah dikunjungi Elok pagi ini. Ia tidak mengatakan langsung bahwa mencari keberadaan suaminya, tetapi ia berbasa-basi menanyakan apakah suaminya ada mampir ke sana. Jawaban yang sangat ia sesalkan adalah, mereka tidak tahu di mana keberadaan Imron. Ditambah celetukan Bu Husna yang membuatnya semakin tak enak hati."Kenapa tanya-tanya Imron? Emang kabur lagi?" pertanyaan yang membuat Elok segera pamit pergi dari kontrakan. Ia takkan sanggup mendengar celetukan lain dari para tetangga. Sempat ia tangkap di telinganya, bahwa kedatangan Desta saat Imron tak ada di rumah, menjadi bahan gunjingan para tetangga. Padahal lelaki itu duduk di teras dan para
Imron sampai di rumah pukul sebelas malam. Ia sengaja pulang larut karena tak siap untuk bertemu Elok. Lebih tepatnya ia bingung harus bersikap bagaimana pada istrinya itu. Tawaran yang diajukan Desta bukanlah hal yang buruk untuknya dan juga Elok. Mungkin nanti saat semua sudah dlam kehidupan masing-masing, keduanya bisa sadar arti hubungan saat ini. Imron hanya menginginkan yang terbaik untuk Elok dan juga Aya. Ia rasa, ia tak bisa menjaga dan bertanggung jawab dengan wanita itu lebih lama. Elok dan Aya harus segera diselamatkan dari Rudi, karena cepat atau lambat, lelaki itu pasti akan menemukan mereka.Imron mengunci pintu dengan pelan. Lalu bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Rumah sudah dalam keadaan bersih dan rapi. Hanya ada dua buah mainan Aya yang tergeletak di dekat meja dapur. Sepertinya bayi itu semakin lincah untuk merangkak hingga ke dapur. Imron tersenyum getir, lalu masuk ke dalam kamarnya untuk beristirahat. Suara pintu kamar Elok te