Sore ini juga, Imron dan Elok pindah ke kontrakan baru. Lelaki itu menguras semua uang di tabungannya demi memberikan tempat tinggal yang layak untuk anak dan juga istrinya. Beberapa orang tetangga sempat menyesali kepindahan Imron dari tempat mereka, karena Imron termasuk penduduk tetap selama delapan tahun di sana. bahkan identitas kependudukan Imron juga sudah sesuai alamat kontrakan. Namun, Imron harus menyelamatkan keluarganya dari bahaya lelaki hidung belang yang nekat dan punya kekuasaan juga uang untuk merampas apa yang kini menajdi miliknya. Imron tak kau sampai itu terjadi. Walau bagaimanapun ia tetap akan menjaga Elok dan Aya sampai kapan pun.Elok dan Aya naik ke dalam mobil bak. Duduk bersama sang sopir. Sedangkan Imron naik motor bersama salah seorang temannya yang bersedia membantu kepindahannya. Langit semakin gelap dan mereka harus bergegas. Tak enak bila harus berisik mengangkat barang disaat
Sepekan sejak Imron mengutarakan isi hatinya pada Elok. Selama itu juga intensitas interaksi mereka berkurang. Imron sibuk mencari duit sebagai ojek online, sedangkan Elok di rumah saja mengurus Aya. Setiap harinya Imron berangkat pukul lima Subuh dan kembali pukul sepuluh malam. Keduanya hidup satu atap, tetapi bagaikan orang asing. Tak banyak yang bisa ia lakukan untuk memperbaiki pernikahannya karena memang Elok tak mencintainya. Ia harap maklum tak tidak bisa memaksa. Saat ini tugasnya hanya berusaha sebaik-baiknya agar Elok dan Aya tidak kelaparan.Pukul sepuluh malam, saat lampu semua rumah mati, Imron pun sampai. Ia mematikan mesin motor agar tidak mengganggu tetangga ataupu Elok yang kini sudah pasti tengan terlelap. Sangat disukuri, sejak bergabung dengan salah satu aplikasi ojek online, keadaan ekonominya lebih baik. Paling tidak, Elok bisa ia beri jatah lima puluh ribu dalam sehari untuk urusan dapur. Sedangkan sebagi
Imron sudah kembali ke rumah, setelah dilakukan perawatan infus vitamin penambah darah dan beristirahat lima jam di ruangan IGD. Tubuhnya masih lemah, tetapi ia paksakan untuk pulang saja. Imron ingat, bahwa iuran BPJS yang ia bayarkan hanya untuk nama Elok dan Aya saja—sedangkan dirinya menunggak dua bulan. Tentulah tidak akan dicover BPJS karena ia belum membayar tagihan premi. Desta pun menawarkan untuk membayar biaya rawat inap dirinya jika memang diperlukan, tetapi ia tetap menolak. Desta sudah cukup baik padanya dan juga Elok. Ditambah lagi ternyata Desta adalah keponakan dari pemilik panti yang mengenal cukup baik istrinya.Diagnosa dokter; Imron menderita maag dan juga gejala typus. Dokter meminta untuk dirawat, tetapi jika pasien menolak pihak rumah sakit juga tidak bisa menahannya. Ia tak boleh sakit. Karena akan bagaimana nanti anak dan istrinya jika ia sampai sakit.“Bang Imron, saya pamit ya. Nanti saya ke sini lagi untu
***Elok menyediakan minum untuk Desta. Mereka duduk bertiga di teras rumah. Tak mungkin ia berani memasukkan tamu laki-laki ke dalam rumah. Apalagi dalam keadaan suaminya tidak di rumah. Lalu-lalang tetangga yang melewati depan rumahnya membuat Elok sedikit canggung. Ia usahakan tersenyum tipis pada tetangga yang juga tersenyum padanya, atau sekedar berbasa-basi menegurnya.Aya duduk anteng dalam pangkuan Desta. Lelaki itu memang senang dengan anak kecil, sehingga mudah saja baginya untuk bisa dekat dengan Aya. Belum ada yang bersuara, sampai Desta meneguk teh yang disuguhkan oleh Elok."Lok, aku perhatikan kamu hidup dengan sangat sederhana. Apa kamu bahagia?" tanya Desta dengan suara dipelankan. Elok yang baru saja hendak mendekatkan bibir cangkir ke mulutnya, tiba-tiba berhenti."Apakah ukuran kebahagiaan hidup seseorang, berdasarkan sederhana atau tidak, Des?" tanya Elok balik sambil tersenyum. Desta mengulum sen
Imron sampai di rumah pukul sebelas malam. Ia sengaja pulang larut karena tak siap untuk bertemu Elok. Lebih tepatnya ia bingung harus bersikap bagaimana pada istrinya itu. Tawaran yang diajukan Desta bukanlah hal yang buruk untuknya dan juga Elok. Mungkin nanti saat semua sudah dlam kehidupan masing-masing, keduanya bisa sadar arti hubungan saat ini. Imron hanya menginginkan yang terbaik untuk Elok dan juga Aya. Ia rasa, ia tak bisa menjaga dan bertanggung jawab dengan wanita itu lebih lama. Elok dan Aya harus segera diselamatkan dari Rudi, karena cepat atau lambat, lelaki itu pasti akan menemukan mereka.Imron mengunci pintu dengan pelan. Lalu bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Rumah sudah dalam keadaan bersih dan rapi. Hanya ada dua buah mainan Aya yang tergeletak di dekat meja dapur. Sepertinya bayi itu semakin lincah untuk merangkak hingga ke dapur. Imron tersenyum getir, lalu masuk ke dalam kamarnya untuk beristirahat. Suara pintu kamar Elok te
Elok menangis semalaman. Berkali-kali ia menelepon suaminya, tetapi nomor itu tidak aktif. Elok juga menelepon Amin, teman suaminya itu. Barangkali tahu di mana keberadaan suaminya. Namun sungguh sayang, Amin tidak tahu di mana Imron kini.Lelaki itu hilang bak ditelan bumi. Kontrakan lama juga sudah dikunjungi Elok pagi ini. Ia tidak mengatakan langsung bahwa mencari keberadaan suaminya, tetapi ia berbasa-basi menanyakan apakah suaminya ada mampir ke sana. Jawaban yang sangat ia sesalkan adalah, mereka tidak tahu di mana keberadaan Imron. Ditambah celetukan Bu Husna yang membuatnya semakin tak enak hati."Kenapa tanya-tanya Imron? Emang kabur lagi?" pertanyaan yang membuat Elok segera pamit pergi dari kontrakan. Ia takkan sanggup mendengar celetukan lain dari para tetangga. Sempat ia tangkap di telinganya, bahwa kedatangan Desta saat Imron tak ada di rumah, menjadi bahan gunjingan para tetangga. Padahal lelaki itu duduk di teras dan para
Kalian mungkin bertanya-tanya ada di mana Imron saat ini? Lelaki itu tengah berada di sebuah kos-kosan kecil di tengah kota. Keadaannya serba pas-pasan dengan kondisi hati yang masih diliputi rasa sedih sekaligus rindu. Ya, dia merindukan Aya dan juga Elok. Bagaimanapun ia kesal terhadap wanita itu, tetap saja Imron tak bisa membohongi dirinya sendiri. Ia sendiri tidak tahu, sejak kapan rasa cinta ini begitu dalam ia rasakan pada istrinya. Mungkinkah sudah dari awal sejak ijab qabul itu ia ucapkan, atau mungkin karena sikap keras istrinya yang membuatnya mencintai wanita itu?Waktu berputar terasa sangat lambat. Setiap hari sepulang bekerja saat langit berubah gelap, hanya kamar, bantal, dan guling yang menemaninya meratapi nasib. Jika cinta harus sesakit ini, lebih baik ia tidak menikahi Elok saja. Lebih baik ia cukup mengurus kakak iparnya serta keponakannya, tanpa harus mengambil tanggung jawab yang sah di mata Tuhan.
Istri Wasiat 31Hari minggu pagi yang sangat sejuk. Pukul setengah enam pagi, Desta memutuskan untuk berolah raga dengan berlari di sekitaran komplek tempat ia tinggal. Elok masih sibuk di dapur, membereskan barang-barang sekaligus memasak sarapan untuk mereka.“Lok, sepatu lari saya yang warna merah kamu simpan di mana?” tanya Desta saat menghampiri Elok di dapur. Wanita itu menoleh, lalu tersenyum tipis. Tanpa menjawab pertanyaan Desta, Elok berjalan ke arah lemari yang masih berada di area dapur. Pintu lemari itu ia buka, lalu mengmabilkan sepasang sepatu yang ditanyakan oleh Desta.“yang ini bukan?” tanya Elok memastikan. Tangannya terulur untuk memberikan sepatu sneaker itu pada Desta.“Wah, baru kamu cuci ya? Duh, ini mah calon istri terbaik,” puji Desta tulus. Elok menegang. Sekelebat bayangan Imron muncul di kepalanya. Tidak! Dia bukan