Beranda / Romansa / Diuber Janda / 25. Duduk di Depan Penghulu

Share

25. Duduk di Depan Penghulu

last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-11 17:54:43

"Kenapa Mama pindah lagi?" Doni bertanya pada mamanya saat sepulang sekolah, ia berkunjung ke rumah baru mamanya yang lebih sederhana dari kemarin. Ririn memberikan senyumnya pada Doni, lalu mengambilkan sepiring salad buah yang baru semalam ia buat, untuk anak lelakinya.

"Gak papa. Lingkungannya kurang nyaman saja. Bagaiamana kabar Anes? Hari sabtu ini kamu dan Anes menginap di rumah Mamakan?"

"Iya, Ma." Doni menyantap sepiring salad buah dengan sangat nikmat. Sesekali ia menyuapkan potongan buah melon kecil ke dalam mulut Dira

Ririn kembali ke dapur, kali ini ia tengah merapikan belanjaanya di dapur. Ya, mulai besok, ia akan berjualan sarapan di pekarangan rumahnya. Ia harus bekerja dan tak bisa mengandalkan uang makan dari Dira yang diberikan Arya-mantan suaminya. Ia harus berusaha sendiri, untuk menutupi kebutuhan hidupnya. Selain itu, ia harus mengalihkan perasaan kecewanya pada seorang lelaki yang ... ah, sudahlah!

"Ada yang Mama pik
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Diuber Janda   26. Bayar Pakai Ini Bisa Gak, Bu?

    "Amiin!" Bu Sukma berteriak kencang, saat Amin berlari keluar dari rumah Tia. Ia bahkan melemparkan peci dan jasnya di lantai, lalu berlari dengan sekencangnya. Tujuannya saat ini adalah kembali ke Jakarta, mencari keberadaan Ririn. Sudah tak dipedulikannya lagi tatapan semua orang yang ada di sana. Saat ini, di hatinya dan kepalanya hanya ada satu tujuan, yaitu bertemu dengan Ririn."Kenapa Pak Herman membohongi saya dan keluarga saya? Ngakunya aja perawan, tapi bekas orang juga! Saya minta uang penjualan sawah saya kembali!" tukas Bu Sukma dengan emosi memenuhi kepala.Malu, kecewa, merasa dirugikan dan entah apalagi namanya saat ini. Bu Sukma, Minah, dan anggota keluarga lainnya, pergi dari rumah Pak Herman dengan wajah kesal. Di dalam sana, Tia dan Muji, lelaki yang ternyata adalah pacar dari Tia, sudah duduk di depan penghulu, siap untuk dinikahkan.****Amin sudah berada di terminal, masih dengan baju koko putih dan celana bahan hita

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-11
  • Diuber Janda   27. Ada yang Cemburu

    "Bang Amin, mau apa ke sini?" Ririn membuang pandangannya, lalu menaruh begitu saja cincin yang diberikan Amin di atas meja etalase warungnya."Saya mau beli nasi uduk," jawab Amin gugup. Di balik pohon, Imron sudah menepuk keningnya, merasa sangat gemas dengan Amin yang selalu saja gugup."Dua belas ribu saja," jawab Ririn masih tak mau melihat Amin. Ia malah sibuk sendiri mengelap piring makan, serta mengaduk nasi uduk di dalam termos."Saya gak punya uang dua belas ribu. Adanya cincin itu. Emang gak bisa bayar pakai cincin?" Ririn menaruh centong nasi dengan kasar, lalu menatap Amin dengan horor."Pergi! Ambil saja nasinya, gak usah bayar!" Ririn memilih masuk ke dalam rumah, meninggalkan Amin yang masih terbengong di dekat etalase nasi uduk.Puuk!Imron menimpuk kepala Amin dengan batu kecil."Aw ...." Amin mengusap belakang kepalanya sambil menoleh ke belakang."Kejar, Min! Is

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-14
  • Diuber Janda   28. Jalan-jalan

    Amin duduk di depan Ririn sambil meremas jarinya. Rasa gugup dan takut bercampur jadi satu, saat Ririn menatapnya dengan intens dan raut yang tak bersahabat. Ririn hanya menatapnya saja, tanpa sepatah kata pun, sehingga ia pun bingung mau bicara apa."Lagi pada jadi patung yang di dalam ya, Dira?" sindir Imron yang tengah menemani Dira bermain boneka di teras rumah. Ririn menahan tawa, begitu juga Amin."Bu.""Bang."Keduanya sama-sama ingin memulai percakapan."Cewek dulu yang ngomong kali, Min," celetuk Imron lagi dari luar."Im, lu pergi aja deh yang jauh! Mengganggu konsentrasi gue aja. Apa yang mau gue omongin, jadi lupa deh tuh!" omel Amin dengan gemas. Imron cuek saja, ia malah tergelak mendengar ocehan Amin."Gak boleh berduaan, Min. Nanti yang ketiganya pasti ada setan," sahut Imron lagi tak mau kalah."Ya lu setannya, Im. Makanya pergi deh yang jauh!" Ririn akhirnya tergelak, begi

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-14
  • Diuber Janda   29. Meminta Restu

    "Bu, bagaimana? Mau kan menjadi istri saya?" Amin bersungguh-sungguh dengan ucapannya, bahkan kini ia sudah bersimpuh di kaki Ririn, sambil menunjukkan kotal beludru merah yang berisi cincin emas yang sangat cantik. Ririn masih tergugu duduk di sofa. Air mata Ririn masih saja mengalir, ia tak mampu menjawab pertanyaan Amin, karena dadanya terlalu sesak."Mau! Mau! Mau!" beberapa pengunjung restoran ikut bersorak, menyemangati Ririn yang tak kunjung menjawab. Ada yang terharu, bahkan mengabadikan momen romantis yang dilakukan Amin saat ini."Bu, maukan?" Amin bertanya sekali lagi, sambil sedikit menggoyang kain rok yang dipakai oleh Ririn."Mau! Mau! Mau!" seru para pengunjung lagi, dengan begitu semangatnya. Ririn memberanikan diri mengangkat wajahnya, lalu menatap nanar wajah Amin. Ririn mengangguk pelan, sangat pelan."Horre ... diterima!" pekik pengunjung yang ikut bergembira. Jika tadi Ririn yang menangis, maka kali ini Amin yang

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-14
  • Diuber Janda   30. Harus Bagaimana

    Minah baru saja keluar dari dapur, sambil membawa satu cangkir air teh untuk tamunya. Pelan dan hati-hati, ia meletakkan cangkir itu di depan tamu Amin. Amin menoleh pada tetehnya dengan mengernyitkan kening."Kenapa cuma satu cangkir, Teh?" tanya Amin. Minah tak menjawab, ia berjalan cuek kembali ke dapur."Ibu yang suruh, bikin minum hanya untuk tamu saja. Kalau kamu bisa ambil sendiri di dalam. Kasian tamunya harus minum dulu sebelum kembali ke Jakarta." Ririn menguatkan hatinya. Ia tahu, ini adalah pengusiran secara tidak langsung ibu dari Amin kepadanya."Maksud Ibu apa? Bu Ririn akan menginap di sini. Kenapa harus pulang? Kami ke sini dengan maksud ....""Ibu tidak akan setuju. Sampai mati Ibu tidak akan setuju anak lelaki Ibu satu-satunya, masih muda pula, tampan, tetapi harus menikahi janda cacat.""Ibu!" Amin berdiri dari duduknya. Ia benar-benar kecewa atas ucapan ibunya yang begitu menyakitkan hati."

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-14
  • Diuber Janda   31. Amin Sekarat

    Seorang janda berwajah manis, tengah berdiri di depan kios bengkel Amin, tepat pukul enam pagi. Biasanya jam segini, Bang Amin sudah buka bengkel, bahkan tak jarang sudah ada yang mengantre. Namun, sudah satu pekan bengkel tutup, Bang Amin dihubungi juga tidak bisa. Wanita itu memijat pelipisnya, ini berarti ia harus berjalan ke depan lagi sambil mendorong motornya yang pecah ban belakang, untuk sampai di bengkel berikutnya."Mbak Sena, lagi apa?" wanita yang dipanggil Sena menoleh."Eh, Bang Imron. Ban motor saya pecah nih. Mana Bang Amin belum buka juga. Emang Bang Amin ke mana sih, Bang?" cecar Sena dengan wajah masam. Sungguh ia pasti akan sangat lelah mendorong motor kurang lebih lima tiga ratus meter lagi, dari lokasi bengkel Amin."Iya, nih. Saya aja temannya gak tahu Amin ke mana? Udah satu pekan, Mbak. Apa sakit di kampungnya?" gumam Imron tulus, sembari membayangkan wajah Amin yang pasti saat ini tengah bahagia, karena sebentar lagi akan me

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-14
  • Diuber Janda   32. Bu Sukma ke Jakarta

    "Mak, Mak! Bang Amin dibawa ambulan, Mak!" teriak seorang anak kecil di depan kebun tebu. Bu Sukma yang merasa seperti mengenal nama anaknya, tentu saja menoleh dengan kaget.Nafas anak lelaki kecil itu terengah, saat mendekat pada Bu Sukma. Ia bahkan meringis, mencoba mengatur nafas yang memburu. Bu Sukma memandangi wajah Ujang, nama anak lelaki itu. Bajunya juga basah karena hujam gerimis masih deras. Dia tak mengenakan payung menyusul Bu Sukma."Ngapa lu, Jang? Bang Amin dibawa ambulan? Jangan ngaco!" Bu Sukma mengibaskan tangannya, dan bermaksud melanjutkan perjalanan kembali ke rumah Kek Romi."Mak, beneran. Bang Amin mau mati! Cepat, Mak!" Ujang berusaha menarik tangan Bu Sukma, agar kembali ke rumah. Namun sayang, wanita tua itu sudah buta akan kesesatan, sehingga ia hanya bisa menepis tangan Ujang, lalu pergi melanjutkan perjalanannya."Ah, si Emak gak percayaan! Semoga Bang Amin selamat ya Allah," gumam Ujang, berjalan de

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-14
  • Diuber Janda   33. Akhirnya Bertemu

    Selamat membaca."Mas, bisa kirim ambulan ke rumah sakit X di Tasik, untuk dibawa ke Hasan Sadikin-Bandung?""Loh, kok jauh sekali? Siapa yang sakit? Kamu?"Sekilas, Ririn melirik Bu Sukma."Calon suami saya, Mas. Tolong ya.""Oke, tapi kenapa gak dibawa ke Jakarta saja?""Saya khawatir ... kondisinya semakin memburuk.""Oke. Pasien atas nama?""Amin Haikal.""Oke.""Terima kasih, Mas. Nanti saya menyusul ke Bandung. Cepat ya, Mas.""Dira bagaiamana?""Saya bawa.""Oke."Ririn menutup teleponnya, sambil mengusap air mata. Bu Sukma tak bisa berkata apapun melihat Ririn betapa gesit menelepon siapa saja agar bisa membawa Amin untuk segera mendapat perawatan terbaik."Ayo, Bu. Kita bersiap ke Bandung.""Naik apa, Nak?""Mmm ... mobil saya."Raut wajah Bu Sukma berubah pucat dan Ririn m

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-14

Bab terbaru

  • Diuber Janda   74. Ekstrapart 3

    Elok terus saja memandang suaminya yang kini sedang duduk di kursi teras rumah mereka. Lelaki itu akan berangkat bekerja di sebuah mal sebagai petugas parkir. Sepuluh sudah suaminya bekerja di sana dan terlihat lelaki itu sangat menikmatinya. Wajahnya lebih bersih dan bersinar, saat ada istri yang benar-benar mengurusnya. Elok terus saja mengulum senyum. Menikmati debaran di dadanya saat bisa memandang suaminya dengan intens seperti ini. “Udah, jangan lihatin melulu! Nanti saya gak jadi berangkat nih,” celetuk Imron saat dia menyadadri pandangan sang istri tak putus darinya. Elok tergelak dengan wajah memerah. Sisa semalam saja masih membuatnya susah berjalan, masa mau diulang lagi? “Jangan dong, Mas. Mau jalan aja susah nih,” sahut Elok dengan wajah bersemu merah. Imron yang duduk di seberang kursi sang istri;berjalan mendekat, lalu berjongkok di hadapan istrinya. Lelaki itu mengmabil kedua tangan Elok, lalu mengecupnya

  • Diuber Janda   73. Ekstra part2

    "Lok, ada hal yang ingin saya katakan," ujar Imron dengan suara pelan. Elok tengah menyusui Aya. Balita itu sungguh merindukan asi ibunya yang dua hari tidak ia dapat secara langsung. Selama Elok dan Imron bulan madu di hotel, Aya diberikan ASI yang disiapkan Elok di dalam botol khusus penyimpanan ASI."Apa itu, Mas? Bukan minta jatah lagi'kan?" goda Elok sambil tergelak. Imron pun ikut menyeringai sambil mengusap pipi sang istri."Besok, kita bawa Aya ke rumah sakit. Kita tes DNA bersama Pak Rudi.""Mas, tapi ...." Elok mendadak pucat dan memelas. Imron sangat tahu keresahan yang melanda istrinya. Justru langkah ini harus ia ambil, agar Pak Rudi tidak terus-terusan mengganggu dirinya dan juga Elok. Lelaki itu takkan berhenti sampai keinginannya tercapai."Ada saya. Kamu jangan khawatir. Saya yakin, Aya adalah anak dari Indra, bukan lelaki itu. Kita harus melakukanny

  • Diuber Janda   72. Ekstrapart 1

    Imron terbangun dari tidur nyenyaknya. Pelan ia membuka mata dan berusaha menggerakkan tangan, tetapi tidak bisa. Ada Elok yang kini tidur sambil memeluk dirinya. Tubuh keduanya polos, hanya tertutup selimut tebal. Beberapa jam lalu, untuk kelima kalinya mereka mengulangi aktifitas yang sama.Sudah dua malam mereka menginap di hotel yang difasilitasi oleh Desta. Seharusnya, lelaki itulah yang bersama dengan Elok malam ini. Sungguh rejeki, maut, jodoh, takkan pernah ada yang mengetahui. Pelan Imron mengusap kening sang istri. Menyingkirkan beberapa helai rambut yang berserakan menutupi kening wanitanya.Senyumnya kembali mengembang, lalu bibir itu kembali mendaratkan ciuman di keningnya. Sungguh luar biasa efek permen yang diberikan oleh Amin. Temannya itu rela menyusul ke hotel hanya untuk memberikan dua buah permen yang katanya sangat berguna untuk stamina. Untung permen, bukan tisu!Imron tergelak dalam hati saat menging

  • Diuber Janda   71. Malam Pertama

    "Bangunlah, Elok. Aku'kan udah bilang, aku memaafkanmu. Ayo, bangun!" Imron meraih pundak sang istri, lalu membawanya duduk kembali ke atas ranjang. Wanita itu masih terus terisak, membuat Imron kebingungan sendiri."Udah, jangan nangis ya. Nanti kalau kita kebanjiran gimana? Sekarang, kamu mandi, ganti baju. Di dalam lemari ada baju yang sudah disiapkan hotel katanya. Setelah mandi, nanti kita bicara lagi," pinta Imron dengan lembut. Lelaki itu kembali mengancingkan baju piyamanya dengan wajah merona malu. Ia yang tadi saling berhadapan dengan istrinya, kini sudah menggeser tubuhnya ke samping. Sangat malu melakukan aktifitas seperti ini sambil diperhatikan wanita."Kenapa dikancing lagi bajunya?" tanya Elok sambil menyembunyikan wajahnya yang juga merona."Gak papa, nanti juga kamu buka lagi'kan?" jawab Imron sambil terbahak. Tawa yang tak pernah dilihat Elok sebelumnya. Wajah suaminya malam ini sungguh tampan tiga ratus

  • Diuber Janda   70. Pengantin Baru

    "Saya di sini, Bu Ririn. Saya baik-baik saja," ucap suara Imron yang tiba-tiba saja berdiri dari balik kerumunan orang yang tengah duduk di kursi. Elok dan Desta terkejut dengan suara lelaki itu, begitu juga dengan Ririn yang memandang iba wajah teman suaminya yang sudah ia anggap teman sendiri. Ditambah lagi, ia tahu betul perjuangan Imron bersabar terhadap sikap Elok."Mas Imron," gumam Elok dari tempat ia berdiri saat ini. Kakinya gemetar dan tak kuat melangkah untuk menghampiri mantan suaminya itu. Tangannya berpegangan pada meja yang sudah dihias sedemikian cantiknya untuk acara pernikahan sederhananya hari ini. Agar tidak limbung, karena yang ia rasakan saat ini adalah seluruh persendiannya melemah.Air matanya membasahi pipi. Lidahnya kelu tak mampu berucap kata maaf pada Imron. Padahal sudah dari lama ia ingin meminta maaf pada lelaki itu atas semua kesalahannya. Namun, di depan sana, seorang Imron tengah tersenyum

  • Diuber Janda   69. Pernikahan Elok

    Istri Wasiat 31Hari minggu pagi yang sangat sejuk. Pukul setengah enam pagi, Desta memutuskan untuk berolah raga dengan berlari di sekitaran komplek tempat ia tinggal. Elok masih sibuk di dapur, membereskan barang-barang sekaligus memasak sarapan untuk mereka.“Lok, sepatu lari saya yang warna merah kamu simpan di mana?” tanya Desta saat menghampiri Elok di dapur. Wanita itu menoleh, lalu tersenyum tipis. Tanpa menjawab pertanyaan Desta, Elok berjalan ke arah lemari yang masih berada di area dapur. Pintu lemari itu ia buka, lalu mengmabilkan sepasang sepatu yang ditanyakan oleh Desta.“yang ini bukan?” tanya Elok memastikan. Tangannya terulur untuk memberikan sepatu sneaker itu pada Desta.“Wah, baru kamu cuci ya? Duh, ini mah calon istri terbaik,” puji Desta tulus. Elok menegang. Sekelebat bayangan Imron muncul di kepalanya. Tidak! Dia bukan

  • Diuber Janda   68. Bercerai

    Kalian mungkin bertanya-tanya ada di mana Imron saat ini? Lelaki itu tengah berada di sebuah kos-kosan kecil di tengah kota. Keadaannya serba pas-pasan dengan kondisi hati yang masih diliputi rasa sedih sekaligus rindu. Ya, dia merindukan Aya dan juga Elok. Bagaimanapun ia kesal terhadap wanita itu, tetap saja Imron tak bisa membohongi dirinya sendiri. Ia sendiri tidak tahu, sejak kapan rasa cinta ini begitu dalam ia rasakan pada istrinya. Mungkinkah sudah dari awal sejak ijab qabul itu ia ucapkan, atau mungkin karena sikap keras istrinya yang membuatnya mencintai wanita itu?Waktu berputar terasa sangat lambat. Setiap hari sepulang bekerja saat langit berubah gelap, hanya kamar, bantal, dan guling yang menemaninya meratapi nasib. Jika cinta harus sesakit ini, lebih baik ia tidak menikahi Elok saja. Lebih baik ia cukup mengurus kakak iparnya serta keponakannya, tanpa harus mengambil tanggung jawab yang sah di mata Tuhan.

  • Diuber Janda   67. Elok dan Desta

    Elok menangis semalaman. Berkali-kali ia menelepon suaminya, tetapi nomor itu tidak aktif. Elok juga menelepon Amin, teman suaminya itu. Barangkali tahu di mana keberadaan suaminya. Namun sungguh sayang, Amin tidak tahu di mana Imron kini.Lelaki itu hilang bak ditelan bumi. Kontrakan lama juga sudah dikunjungi Elok pagi ini. Ia tidak mengatakan langsung bahwa mencari keberadaan suaminya, tetapi ia berbasa-basi menanyakan apakah suaminya ada mampir ke sana. Jawaban yang sangat ia sesalkan adalah, mereka tidak tahu di mana keberadaan Imron. Ditambah celetukan Bu Husna yang membuatnya semakin tak enak hati."Kenapa tanya-tanya Imron? Emang kabur lagi?" pertanyaan yang membuat Elok segera pamit pergi dari kontrakan. Ia takkan sanggup mendengar celetukan lain dari para tetangga. Sempat ia tangkap di telinganya, bahwa kedatangan Desta saat Imron tak ada di rumah, menjadi bahan gunjingan para tetangga. Padahal lelaki itu duduk di teras dan para

  • Diuber Janda   66. Surat dari Imron

    Imron sampai di rumah pukul sebelas malam. Ia sengaja pulang larut karena tak siap untuk bertemu Elok. Lebih tepatnya ia bingung harus bersikap bagaimana pada istrinya itu. Tawaran yang diajukan Desta bukanlah hal yang buruk untuknya dan juga Elok. Mungkin nanti saat semua sudah dlam kehidupan masing-masing, keduanya bisa sadar arti hubungan saat ini. Imron hanya menginginkan yang terbaik untuk Elok dan juga Aya. Ia rasa, ia tak bisa menjaga dan bertanggung jawab dengan wanita itu lebih lama. Elok dan Aya harus segera diselamatkan dari Rudi, karena cepat atau lambat, lelaki itu pasti akan menemukan mereka.Imron mengunci pintu dengan pelan. Lalu bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Rumah sudah dalam keadaan bersih dan rapi. Hanya ada dua buah mainan Aya yang tergeletak di dekat meja dapur. Sepertinya bayi itu semakin lincah untuk merangkak hingga ke dapur. Imron tersenyum getir, lalu masuk ke dalam kamarnya untuk beristirahat. Suara pintu kamar Elok te

DMCA.com Protection Status