Share

55. Kenapa Sih?!

Penulis: Hamira Irrier
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Ibu!" panggil Akila dari dalam.

Aku pun menoleh. Mengabaikan Bos Teo yang sudah menutup rapat pintu utama dari luar.

"Ya, Nak, sebentar," sahutku seraya melangkah menghampirinya.

"Ibu dari mana?"

"Habis dari depan, Nak. Ayo kita keluar." Kami harus keluar dulu karena ini bukan tempat kosku. Tidak nyaman saat pemilik rumah sendiri justru pergi. Akila mengangguk.

Berbeda saat dari dibuka dari luar. Pintu itu tidak membutuhkan pin untuk membukanya saat dari dalam. Dengan mudah kami bisa keluar dari rumah Bos Teo yang sepi.

Kruyuk kruyuk ....

"Kamu laper, Nak?" tanyaku saat kami sudah melewati lorong sempit penghubung rumah Bos Teo dengan restoran.

"Iya, Bu. Akila laper." Akila memamerkan gigi kelincinya. Ekspresi jujur khas anak-anak.

Kuulas senyum lalu menggandengnya lebih erat. Kami pun berjalan cepat menuju area restoran.

"Nasi putih sama bebek goreng, Mas. Air putih dua." Kusebutkan pesanan untuk kami berdua. Teringat sejak siang pun aku belum makan.

"Tadi juga pesen dua, Mbak Am
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   56. Surga yang Kurindukan

    Mau tak mau aku menuruti permintaan Bos Teo untuk tinggal sebentar di rumahnya. Mengingat Akila yang harus membersihkan diri dan istirahat. Hingga pukul setengah tujuh Ajiz tak kunjung membalas pesanku. Begitu juga dengan Tante Mutia. Keduanya kompak membiarkan pesanku dalam mode centang dua saja."Akila pakai yang ini, ya. Kalau yang besar buat ibu kamu." Bos Teo menyerahkan dua gulungan handuk pada Akila. "Iya, Om. Kamar mandinya mana?""Di dalam kamar itu. Akila bisa masuk aja." Bos Teo menunjuk kamar yang berada di lantai satu tak jauh dari ruang televisi."Makasih, Om," ucap Akila seraya tersenyum. Bos Teo membalasnya.Cukup terhenyak aku melihatnya. Kedekatan mereka terlihat sekali. Seperti sudah lama saling menyapa satu sama lain. Kulihat wajah Bos Teo yang terus saja memerhatikan Akila."Dah sana. Anaknya udah mau mandi, tuh." Bos Teo mengedikan dagu. Ia sadar telah kuperhatikan. Buru-buru kualihkan pandangan dan tak menangggapi ucapan itu. "Ayo, Nak." Segera kuayunkan lang

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   57. Dua Minggu Lagi

    Matahari merangkak naik. Setelah kunci pintu kamar berhasil terbuka aku bergegas ke sana. Akila kubiarkan menunggu di kamar sedangkan aku bersiap untuk melakukan pekerjaan di kantor. Hari kemarin aku tergolong izin karena tidak kembali selepas jam istirahat.Pakaian formal berupa kemeja panjang dan celana berbahan semi jins kukenakan. Kali ini kutinggalkan kacamata karena tidak perlu lagi menyamarkan tangis. "Sarapan dulu, ya, Akila. Habis itu Akila nemenin ibu kerja." Nasi goreng beserta teh hangat sengaja kupesankan dari restoran Bos Teo dan meminta untuk diantar langsung ke kamar. Akila mengangguk."Ibu enggak?" "Udah. Tadi ibu udah nyicipin waktu Akila masih mandi." "Baiklah." Doa sebelum makan Akila panjatkan lalu tanganku sigap menyendok menu itu. "Aaaaaa.""Yummi." Kami kompak tersenyum.Jarum jam sudah sampai di angka tujuh. Harusnya aku sudah membuka pintu kantor dan segera bekerja. Namun, aku meminta toleransi pada Bos Teo untuk sedikit terlambat. Aku tidak mau kehil

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   58. Karyawan

    Informasi yang diberikan Bos Teo sangat valid. Tepat dua minggu berikutnya acara itu terjadi. Anehnya aku dan Arga tidak diizinkan Bos Teo bergabung dengan para karyawan."Pakai ini!" Dua buah paper bag Bos Teo serahkan pada Arga. Wajah kami tentu mempertanyakan itu apa."Pakaian kalian.""Maksud, Bos?""Ganti dengan itu. Yang satunya lagi buat Amira.""Kenapa harus ganti, Bos?" tanyaku merasa aneh. Baju yang kukenakan juga tidak jelek-jelek amat."Nurut saja. Untuk urusan makanan sudah ada yang handel. Kalian datang menemaniku sebagai tamu undangan."Bagaimana bisa? Kita lagi mau kerja lho, Bos. Kok gini sih?"Wah ini jas mahal, Bos." Arga sudah heboh membuka paper bag itu. Ia langsung mencobanya."Cepet gak pakai lama. Kamu juga, Amira!"Terpaksa aku menurut lagi melihat tatapannya yang cukup mengerikan. Kusempatkan untuk mengganti pakaian di toilet dan mematut diri pada cermin.Hmmmm ... Lumayan. Senyum ketegaran coba kuguratkan. Sapuan lipstik berwarna nude membuat kesan simpel

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   59. Tersesat

    Acara makan malam yang berlangsung seketika membuatku kenyang tanpa perlu menyantap hidangan. Bagaimana tidak sedari tadi Mas Baja terus-terusan menatap sinis ke arahku dengan wajah tak sukanya. Sekadar memegang sendok dan garpu saja membuatku kesulitan. "Cuekin aja. Natap ke aku biar dia gak berani lirik kamu."Aku menoleh. Bos Teo yang dari tadi pun hanya diam rupanya memperhatikan."Nah, gitu lebih baik.""Dih, pede amat, Bos. Lagian mana bisa orang dia di depan gitu.""Ya, kamu gak usah liat depan, lah.""Terus lihat mana? Belakang?" ujarku kesal. Ingin melempar garpu kecil ini rasanya."Udah dibilang ke samping aja, kok. Kaya gini.""Ntar leher saya terkilir, Bos, kalau ke samping terus gini.""Hmmm. Banyak protes." Bos Teo pun berdiri. Menggeser piringnya, lalu mengangkat kursi dan meletakkannya tepat berhadapan denganku. Tubuhnya membelakangi pelaminan."Kalau gini gak kelihatan lagi, 'kan?" selorohnya dengan senyum yang dibuat sedemikian rupa hingga tak kuasa membuatku ikut t

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   60. Rumit

    "Sejak kapan jadian sama Teo? Waktu masih di pabrik?" cibirnya yang terdengar jelas dengan tawa sumbang setelah intonasi tanda tanya.Jadian? What the meaning of Jadian? Ingin kuberteriak rasanya kalau ini hanya sandiwara. Tetapi jelas tidak mungkin."Oh, hanya pura-pura? Settingan?" kekeh Raline yang entah kenapa terdengar jelas kalau dia sedang mengejek. Beruntung aku sedang tidak melihat wajahnya."Teo itu adik angkatku. Hanya selisih satu tahun. Aku tahu betul gimana seleranya. Kamu? Jelas gak masuk sama sekali. Pasti ini hanya akal-akalan buat ngelabuhi Mama, Papa, 'kan?" Adik angkat. Tidak ada hubungan darah. Boleh memiliki rasa suka dan tidak masalah jika menjalin hubungan. Mungkin, Bos Teo memang menyukai Raline tapi terhalang dengan hubungan keluarga itu."Tidak perlu meladeni kemauannya, Amira. Tidak berpengaruh sama sekali dengan hubunganku dan Mas Baja. Terlalu buang-buang waktu untuk sekadar cemburu sama kalian."See? Membuat mereka cemburu? Nol besar itu. Tidak ada niat

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   61. Diorama Kehidupan

    Pagi hari aku sudah siap dengan outfit semi formal. Hari ini adalah hari terakhirku bekerja. Aku berniat akan melakukan yang terbaik untuk hari ini. Esoknya baru aku akan pulang ke rumah ibu. Pintu utama kamar kos kubuka dengan hati riang gembira. Bersiap menyambut hari bahagia."Bwaaaaaa!" sebuah kejutan mengagetkanku."Astaghfirulloh, Bos. Ngapain?!" Bos Teo terbahak melihatku yang nyaris saja mati mendadak karena ulahnya."Hahahaha! Kena juga.""Mau bikin saya mati, Bos?" ucapku sembari mengurut dada."Lama amat kamu. Ini sudah jam tujuh lewat." Bos Teo dengan pakaian formal orang kantoran melihat jam di pergelangan tangan kanannya."Baru jam tujuh pas, Bos. Belum lebih walau satu detik. Saya gak akan telat buat masuk kantor.""Tetap saja lama. Saya nunggu dari jam enam tiga puluh.""Nunggu? Ngapain nunggu, Bos?" "Kamu gak jadi ambil berkas?" tanyanya dengan kening mengernyit. Seperti sengaja menampakan ekpresi bahwa berkas itu terkesan tidak penting."Maksud, Bos?""Berkas ijaza

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   62. Kontan

    "Sudah lama, Mir?""Lumayan, Pak. Ada dua jam lebih.""Ya sudah ayo pindah ke ruangan saya." Pak Ginanjar membawa sejumlah berkas sembari mengedikan dagu. "Baik, Pak."Ruangan Pak Ginanjar berada tak jauh dari ruangan Bos Teo. Ada di tengah-tengah. Dengan pelan aku berjalan untuk sampai ke sana."Beneran mau ngalamar kerja lagi kamu? Gak tahu malu banget, sih!" seru Mbak Ripka yang baru keluar dari ruangannya. Dia bisa dengan jelas melihatku.Aku hanya tersenyum seraya mengangguk. Menanggapi omongannya sangat tidak perlu."Heh! Gak punya telinga, ya?!""Amira, cepat masuk!" seru Pak Ginanjar dari dalam. Aku semakin tersenyum sembari mengangguk dalam pada Mbak Ripka. Pembalasan yang terasa sempurna.Tok! Tok! Tok!"Langsung duduk aja, Mir.""Ya, Pak." Pak Ginanjar membuka lemari berkas di dekat meja kerjanya lalu mengambil satu buah map berwarna coklat dan berjalan ke arah kursi kerjanya. Di ruangan Pak Ginanjar tidak ada satu set kursi tamu seperti ruangan Bos Teo."Gimana kabar kam

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   63. Tinggal Rencana

    "Stop Tante? Bagaimana bisa?" tanyaku tak tahu menahu soal hal itu."Ayo kita bicarakan di luar." Tante Mutia melihat wajah Bu Nunik sebentar.Aku mengangguk. Namun, sebelum itu aku menatap neneknya Akila sebentar. Satu tembok paling kuat sudah runtuh. Beliau orang yang selalu menentangku untuk membawa Akila. Beliau yang paling gencar membuat penolakan atas niat baikku, sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau tubuhnya seringkih itu harusnya semua jauh lebih mudah. Sudah kuniatkan dalam hati untuk melawan mereka. Membalas perbuatan semua orang yang pernah melukaiku. Sekarang rencana itu menguap begitu saja. Bahkan anehnya ada sedikit keprihatinan yang ikut datang bersamaan saat aku menatapnya. Bagaimanapun juga perempuan ini sayang dengan darah dagingku sendiri. "Akila sini aja, Bu. Mau jagain Nenek." Aku mengulas senyum lalu mengusap rambutnya. Akila sejak awal memang dekat dengan neneknya. Saat aku bekerja setiap hari Mas Baja menitipkan Akila pada neneknya. Mungkin waktu yang dih

Bab terbaru

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 72

    Riuh tepuk tangan itu menjadi awal proses akuisisi BaRlie oleh Aditama Group. Tanpa negosiasi yang alot dan terjadi seperti cuma-cuma. Teo yang nampak kebingungan hanya bisa mengikuti arahan Pak Rama saat diminta maju ke depan mendampingi Bu Hana.“Ini pemilik sebenarnya Aditama Group. Pewaris tunggal Almarhum Pak Aditama. Meski dulu, Aditama Group dibangun bersama papa saya, nyatanya dialah yang menikmati hasilnya sampai hari ini. Awalnya saya malas dan ragu melepaskan semua ini bahkan saya ada niat jahat ingin merebutnya dari anak kecil ini. Tapi, ada satu orang yang membuat saya takjub sampai-sampai menghilangkan rasa benci saya pada keluarga Aditama. Dia adalah Amira, istri dari Pak Teo ini yang sekaligus adik saya saat kami bekerja di sebuah lembaga bimbingan belajar. Kegigihannya membuat saya tak sampai hati melukai orang-orang terdekatnya. Pak Teo, anda harus berterima kasih pada istri anda,” ujar Bu Hana pada Teo di atas panggung di depan semua orang. “Baik, Bu.”“Sekarang sud

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 71

    Ini pertama kalinya aku ke Bali bersama Teo. Meski Teo memiliki resto di sana dan kerap bolak balik Jakarta Bali aku tidak pernah ikut. Sebenarnya aku sedikit berat meninggalkan Akila dan Ibu tapi karena ibu mengizinkan dan tetap akan di Jakarta sampai aku pulang, akhirnya aku pun berangkat."Deg degan?" tanya Teo saat pesawat yang kami tumpangi mulai mengudara."Sedikit," jawabku sambil melirik ke arah jendela di mana aku bisa melihat ke bawah dan memang cukup menakutkan."Santai saja. Nanti juga nyaman kok," balas Teo sambil mengeratkan genggamannya. "Adek aman, kan?""Aman."Dan benar sekali perjalanan Jakarta Bali ini tidak terasa. Aku juga tidak tidur seperti saat melakukan perjalanan darat. Mungkin karena ini pertama kali jadi tidak nyaman untuk tidur di pesawat.Sesampainya di bandara kami disambut oleh manajer dari resto milik Teo. Memang selain datang untuk menghadiri undangan Bu Hanania, Teo berencana melakukan cekhing ke resto juga."Selamat siang, Pak dan Ibu. Selamat data

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 70

    Aku tidak mengerti mengapa Teo memintaku ikut ke Bali. Penjelasannya pun terasa tak masuk akal. Tapi, Teo bersikeras menyampaikan aku harus ikut."Tapi aku sedang hamil. Apa tidak masalah naik pesawat?""Kita konsul dulu sama Dokter Adara. Atau kamu WA tanya.""Tapi kenapa mendadak sekali? Kenapa harus lusa?""Ini penting, Ra. Sangat penting. Nanti aku jelaskan saat kita udah berangkat."Teo mulai menyiapkan koperku. Dia membuka lemari dan berusaha memilih baju-baju yang akan aku kenakan. Rasanya aneh sekali."Nah, itu sudah datang orangnya," kata Teo setelah mendengar seruan dari Mbak Dewi. "Biar tunggu di bawah, Mbak!" jawab Teo."Kamu manggil siapa emangnya?""Ayo kita turun dulu," ajak Teo seraya menarik tanganku. Aku pun pasrah karena aku sendiri tidak mengerti detail yang akan disampaikan Teo. Aku hanya berusaha percaya. Itu yang bisa kulakukan. Sesampainya di ruang tamu aku jelas terkejut melihat siapa yang duduk di sofa."Dokter," ucapku."Saya jadwalkan cek di rumah sekalian

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 69

    POV Teo"Kita harus berangkat sekarang jika tidak ingin terlambat, Pak.""Berangkat ke mana? Maksudnya apa, Pak Rama?" Aku masih belum terlalu paham dengan situasi yang baru saja dijelaskan Pak Rama. Bagaimana mungkin Raline menjual perusahaan sementara kondisinya seperti itu?Pak Rama pun menyodorkan beberapa file salinan dari apa saja yang sudah dikerjakan Baja dan Raline akhir-akhir ini. "Ini sebagian kecil, Pak. Sisanya saya ....""Sebentar. Ini benar, Pak?" tanya Arhab tiba-tiba yang mengenali nama pihak kedua dalam perjanjian itu."Benar, Pak Arhab. Ibu Hanania yang akan menjadi kunci dalam akuisisi ini.""Aku bilang apa. Dokter itu aku pernah meihatnya bersama Hana," terang Arhab padaku.Kini aku mengangguk setuju. Pasti ada sesuatu. "Kamu tau dia di mana, Hab?" "Bali, Pak. Bu Hana stay di bali selama ini," jawab Pak Rama seperti sudah memastikan semuanya."Kita berangkat hari ini. Cari tiket terdekat," ujarku yang langsung dijawab dengan anggukan Pak Rama.Tok! Tok! Tok!Ses

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 68

    POV TeoApa yang belum pernah kudapatkan di dunia ini? Segala macam kemewahan dan kenikmatan hidup bisa dibilang sudah pernah kurasakan. Akan tetapi, tidak ada yang semenggembirakan ini. Mendengar detak jantung makhluk kecil yang masih bersembunyi di rahim mamanya membuatku tak bisa berhenti merasakan euforia yang susah sekali untuk kujabarkan.Aku tidak salah mendengar. Kata Dokter Adara janin atau nanti akan disebut sebagai bayi milik kami sehat tanpa kurang suatu apa. Detak jantungnya normal, pertumbuhannya juga sesuai dengan usia kandungan mamanya. Bahkan tadi dia bergerak-gerak lincah seakan menyapa papa mamanya mengabarkan kalau dia baik-baik saja. Lucu sekali. Ini lebih mengharukan dibandingkan memenangkan tender manapun. Dan lihatlah aku, Teodorus Liem Aditama dalam kurun waktu kurang dari satu tahun akan menjadi seorang papa."Ibu dan kandungannya sehat. Semuanya normal dan berkembang sesuai usianya. Ini hasil print outnya ya," ujar Dokter Adara sambil menyerahkan hasil cetak

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 67

    Tamu tak diundang itu cukup mengejutkanku. Bagaimana bisa tanpa rasa sungkan dia datang seraya menyapa ibu dengan ramah."Apa-apaan? Kenapa bisa nyamper ke sini?" tanya Teo saat kami sudah bertiga di ruang tamu."Udah ketemu belum sama pemilik saham-saham itu?" Aku pun melirik sekilas ke arah mereka saat meletakkan minum yang dibuatkan Mbak Dewi. Walau awalnya enggan, karena ada ibu di rumah mana bisa kami menolak kedatangan mantan kepala desa itu."Aku bilang mau cuti sehari. Pak Rama aja paham. Lo enggak?" timpal Teo. Mereka nampak akrab tidak seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya."Makasih, Mir," ujar Mas Arhab malah menanggapi sikapku dibanding pertanyaan Teo."Istri gue, Hab!""Iya paham."Aku menggeleng. Mereka berdua benar-benar aneh. Dari cara komunikasi hingga kedekatan mereka tampak lebih akrab."Nih aku bawa nama penting hari ini," ujar Arhab seraya menyodorkan layar ponselnya ke Teo.Aku yang duduk di sebelah Teo praktis bisa membaca dan melihat profil perempuan yang sed

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 part 66

    Aku bisa merasakan sentuhan itu. Seperti sesuatu yang telah lama kurindu. Rupanya saat aku menoleh, Teo ada di belakangku. Tangannya melingkar di perutku."Kamu udah pulang?" tanyaku meyakinkan.Teo mengangguk. Dia semakin mengeratkan pelukan. Pulang satu kata yang cukup jarang kami gunakan. Seharusnya sejak awal kami memang menjadikan rumah ini sebagai tempat pulang bukan tempat singgah pelepas lelah. Setelah berbalik, kuamati wajahnya yang tampak tak terawat. Seperti foto yang dikirimkan Mas Arhab, Teo tampak berantakan. Kubelai lembut pipinya, dan aku bisa merasakan kulitnya yang kasar."Maaf," ujarnya. Saat aku memandanginya penuh dia berujar maaf."Kenapa?""Maaf karena tak pernah memberimu kabar."Aku tersenyum kecil. Dari mana dia paham perihal kabar? Apa dia sudah menyadari sikapnya yang kadang keterlaluan? Aku pun mengangguk."Maaf sudah membuatku khawatir," imbuhnya. "Aku suami yang tidak tahu diri."Buru-buru aku menggeleng. Tentang suami yang tak tahu diri aku kurang setuj

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 65

    Pov TeoBerkas-berkas itu terus menumpuk bahkan setelah aku membaca dan menandatanganinya. Pak Rama bilang ini baru di kantor utama belum yang di cabang perusahaan. Banyak sekali pekerjaan rumah yang harus kubereskan dan sialnya si pelaku dari timbulnya masalah besar ini sudah pergi ke neraka. Sesuatu yang sangat amat tidak sesuai dengan harapanku. Seharusnya Baja tidak semudah itu meregang nyawa. Harusnya cecuruk itu membayar semua perbuatannya. Kini berkas-berkas ini serasa tak penting lagi karena aku tidak bisa menghukum pelakunya. Data-data yang kukumpulkan bersama Pak Rama pun menguap begitu saja. Baru aku akan meremas semua berkas ini saking kesalnya pintu kantor terbuka."Maaf, Pak. Ada tamu," ujar sekretaris yang berjaga di luar. Aku masih belum ingat siapa namanya."Saya bilang tidak mau menerima tamu hari ini. Kamu lupa?""Mohon maaf, Pak. Beliau memaksa dan katanya penting.""Lebih penting mana dengan perintah saya!" sentakku. Aku sedang tidak mau diganggu.Lalu muncul satu

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 64

    “Mama tidak mau ada kekacauan di Aditama group. Mama pengen Aditama group bisa langgeng sampai cucu-cucu mama.” Mata Mama Ajeng berkaca. Beliau memintaku untuk mendekat. “Nanti kalau papanya sudah tua, sudah waktunya istirahat, dia yang bakal gantiin papanya. Kamu sedang mengandung calon pewaris Aditama Group, Mir. Kamu harus kuat dan jangan sampai omongan orang di luar mempengaruhi kamu. Jangan sampai kamu sama Teo goyah. Janji sama Mama, ya.” Kali ini Mama Ajeng tampak bersungguh-sungguh.Aku tidak mungkin menggeleng dengan keadaan Mama Ajeng yang semakin hari semakin memburuk. Selepas kepergian Papa, mau tidak mau Mama Ajeng perlu mengurus banyak hal. Di saat Teo sempat tidak mau bergabung dengan keluarga dan perusahaan, pastilah Mama Ajeng memikirkannya sendirian.“Iya, Ma. Amira janji Amira bakal damping Teo terus.” Hanya itu yang bisa kuucapkan. Meski masih dibalut dengan banyak keraguan. Setidaknya di depan Mama Ajeng aku perlu menjadi istri yang tidak membebani keluarga suami

DMCA.com Protection Status