"Maaf Bi, sepertinya aku tak akan lama menumpang dirumahmu," tutur Raya pelan.***"Kau mau cari kost kostan?" Tanya Winda."Iya, aku nggak enak numpang terlalu lama dirumahnya Bi Lastri," sahut Raya."Udah dapet kerjaan belum? Di jakarta, biaya hidup disini itu mahal lho, nggak kayak di kampung, tempat kita.""Aku udah kirim lamaran ke pabrik tempat Bi Lastri kerja, cuma belum ada jawaban. Katanya Bi Lastri kalau aku siapin uang pelicin tiga juta, bisa diterima," jelas Raya."Lalu ... Apa rencanamu, Raya?"Mata Raya membulat begitu mendengar pertanyaan itu, pertanyaan yang membawanya harus bertemu dengan Winda, teman satu SMA dulu. Teman yang sejak lulus sekolah, langsung hijrah mencari penghasilan sendiri di Jakarta karena tak mampu melanjutkan kuliah."Justru karena itu aku belain sampe nyasar kesini, Win!" "Cariin aku kerjaan, ya. Apa saja deh, yang penting bisa nabung buat beli berlian, sama beliin emak mobil. Udah!""Jidatmu lebar!" Winda mencebik."Ya sudah, mana berkas lamara
Mata Raya terbelalak lebar ketika mendengarnya. Membuatnya hingga tak mampu mengeluarkan suara untuk beberapa detik."Tunggu dulu, a-apa maksud ucapannya tadi, ca-calon istri? Me-menikah?" ****Raya memandang pria yang berada disampingnya tanpa berkedip. Mulutnya terbuka karena masih belum mengerti akan apa yang baru saja didengarnya.Sadar jika tangannya masih dipegang erat oleh pria itu, Raya berusaha melepaskannya, sayang, pria itu bukannya melepaskan tangannya, tetapi malah merangkul pinggangnya. Hingga tak ada jarak lagi diantara mereka."Ini gadis yang ingin kunikahi, kuharap setelah ini, mama berhenti mencarikan calon istri untukku."Wanita dengan hijab dikepala, berpenampilan yang anggun serta berkelas itu, menatap Raya dengan seksama, matanya memindai setiap centimeter tubuh Raya dari atas sampai kebawah, hingga akhirnya sebuah senyuman terbit di wajahnya."Cantik, dan sepertinya pekerja keras, mama suka pilihanmu, Alex.""Siapa namamu, nak?" "Maaf, bu sepertinya ada kesala
"Terserah kau saja," jawab Raya yang tak henti menepuk jok mobil yang didudukinya."Mobilmu nyaman ya, beda sekali dengan angkot yang tiap pagi kunaiki," tutur Raya polos.Mata Alex mendelik melihat tingkah Raya, senyum tipis tiba-tiba merekah dari bibir pria itu. Sebuah senyuman yang penuh arti.***"Andrew Rinindra Alexander Green."Raya mengeja sebaris nama di kartu identitas Alex yang dipegangnya. "Namamu keren ya. Orang bule ternyata.""Kalau sudah selesai membacanya, sini kembalikan KTP ku," sungut Alex."Ternyata sudah 25 tahun umurnya, pantesan sampe dicariin calon istri segala. Udah tua!" Lanjut Raya terkekeh.Merasa diejek, tangan Alex dengan cepat menyambar kartu identitasnya dari tangan Raya, wajah kesal ia perlihatkan pada gadis itu."Bukan urusanmu, nona." Ketusnya sambil meletakkan kartu identitasnya kedalam saku celana yang dipakainya."Perasaan nyonya yang tadi siang wajahnya Indonesia banget. Kok bisa punya anak kayak bule nyasar begini yah," tutur Raya sambil melir
"Kok aku jadi ngerasa kayak benalu banget. Sudah ya, aku mau masuk dulu, mau mandi. Terus tirakat semalaman. Biar impianku dapet suami kaya terkabul." Tangan Raya dengan cepat memutar pintu kamar kosnya."Yuk bobo cantik biar tambah imut imut," lanjut Raya pada Winda."Kenapa ada gadis yang selalu beruntung, seperti dirimu," keluh Winda."Karena aku manis dan imut imut" jawab Raya asal. ***Sejak pagi Raya sudah bersiap, gadis itu berdandan cantik, meski acara makan malam yang akan di hadirinya, masih beberapa jam lagi, tetap saja ia menjaga penampilannya.Sepanjang waktu, Raya terlihat bersemangat melayani calon pelanggan yang datang ke counter yang dijaganya. Senyumnya tak pernah lepas dari bibirnya. Suasana hatinya terlihat sangat baik hari ini."Mbak Raya, baik baik saja, nggak demam atau lagi sakit kan?" Tanya Nanda, rekan kerjanya, sesama penjaga counter ini."Nggak, emang aku kenapa?" Balas Raya."Gak apa apa sih, cuma heran saja. Mbak Raya nggak kayak biasanya. Perasaan dar
"Berhenti! Ku bilang, turunkan aku."Dengan terpaksa Alex menaikkan kembali kaca jendela mobilnya dan menghirup kembali parfum aroma melati itu, Merasa menang, Raya mengulas senyum.Mobil yang dikendarai Alex mulai membelah jalanan ibukota. Langit yang bertaburan bintang seolah-olah ikut menyambut kedatangan mereka diserpong. Tanpa di sadari, bahwa acara makan malam ini akan membuat babak baru dalam kisah hidup mereka.****Raya menatap takjub deretan bangunan mewah yang dilewatinya. Mobil yang dikemudikan Alex kini mulai bergerak pelan, berbelok dan berhenti di depan sebuah rumah berlantai dua bergaya Mediterania klasik.Pagar setinggi dua meter itu langsung terbuka, begitu mobil ini menepi, seorang penjaga rumah terlihat melambaikan tangan, seakan telah mengenal pemilik Ferarri merah ini.Alex membuka sedikit kaca jendela mobilnya, dan membalas lambaian tangan itu dengan senyum tipis, lalu membawa mobilnya masuk ke area carport rumah ini."Aku ingin tahu latar belakangmu. Siapa kau
"Kita memang serasi ya," ucapnya dengan senyuman yang lebar. Membuat Alex berdecih pelan, lalu membuang muka.Pemuda bernama Arya itu duduk disamping Bu Sekar. Ia terlihat dingin. Hanya sesekali saja ia terlihat memaksakan diri untuk tersenyum. Berbeda sekali dengan Alex yang cukup banyak bicara, sosok Arya, cenderung diam."Secepatnya, aku ingin bertemu dengan ibumu, Raya," ungkap Bu Sekar."Be- bertemu ... tapi untuk apa, ma?" Tanya Alex gugup.***"Kok nanyanya begitu, nak. Ya untuk membicarakan tentang pernikahan kalian. Bukankah kau bilang kemarin ingin menikahinya bulan depan? Mama pikir juga sebaiknya begitu, semakin cepat akan semakin baik. Lagipula tak elok jika terlalu lama menunda, benar begitu kan, Raya?" Ucapan yang sangat jujur dan terbuka itu sontak membuat Alex salah tingkah. Ia tak mungkin menyanggah perkataan ibunya, karena sama saja seperti menjilat ludahnya sendiri. Tapi, jika secepat itu menikahi gadis yang baru belum genap dua hari dikenalnya ini, membuatnya har
"Ayo masuklah," ajak Alex sambil membuka pintu utama rumahnya."Terima kasih."Mereka berjalan beriringan melintas ruangan tamu, lalu menaiki tangga yang menuju ke lantai atas, sambil memegang selusur tangga ini, mata Raya tak sengaja melihat foto keluarga yang tergantung di dinding ini.Foto seorang anak laki laki berkemeja putih yang diapit kedua orang tuanya. Sebuah foto yang memperlihatkan kehangatan keluarga ini membuat Raya menghentikan langkahnya sejenak.***"Apa ini bapakmu?" "Iya, itu foto kedua orang tuaku. Sudah jelas kan sekarang jika aku bukan kapur yang berada di tumpukan arang," sindirnya."Masih ingat saja." Raya terkekeh.Alex membuang muka sambil mendengkus kesal, tak lama ia masuk kedalam sebuah kamar."Dengar, aku butuh waktu untuk membuang hajat. Kau bisa berkeliling rumah ini. Tapi ingat, Jangan sekali kali mencoba masuk ke kamarku.""Iya. Tapi jangan lama lama, aku mau pulang, aku mau istirahat," balas Raya."Kau benar benar gadis menyebalkan, nona," rutuk Ale
"Bukan seperti itu caranya memperlakukan seorang gadis."Ucapan seseorang refleks membuat Raya langsung menoleh, tampak disana dia sedang mengulas senyum sembari mengulurkan tangannya."Kau!""Akan kutunjukkan padanya, bagaimana cara memperlakukan seorang gadis." Lanjutnya.***"M-mas Arya!"Ia mengulurkan tangannya pada Raya. Untuk sesaat gadis itu tertegun karena tak tahu harus berbuat apa."Sini, kemarikan tanganmu, Raya." ucapnya dengan cepat meraih tangan Raya.Arya mengandeng tangan Raya dengan lembut, membuat gadis itu sejenak terpukau dan terus menatapnya tanpa berkedip. Tak menyangka jika ia mendapat perlakuan semanis ini oleh pria yang tak begitu dikenalnya."Benar benar beda sikapnya," gumam Raya."Maaf, apa kau baru saja mengatakan sesuatu?""Ah, tidak." Jawab Raya tersipu.Arya terus mengandeng lengan Raya hingga tiba didepan Ferarri merah milik Alex. Wajah masam diperlihatkan pemuda itu ketika Arya melepaskan tangannya dan membuka pintu mobil Alex untuk Raya."Nah, masuk