Share

42. Salah Paham

Penulis: Li Na
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-05 18:31:18

Dukuh Gelap ….

Mata kecil perempuan yang berdiri di sisi telaga itu berbinar, ternyata perkataan wanita yang merawatnya sangatlah benar. Telaga sekarang berair bersih, jika kita melempar nasi terlihat ikan-ikan berebutan menyantapnya.

Bibir Suci tersenyum kemudian tertawa kecil, merasa terhibur oleh gerombolan ikan yang mengharap makanan darinya. Ia sengaja datang dengan semangkuk kecil nasi sisa tadi.

“Eh, Dek Suci di sini.” Seorang lelaki kurus muncul, ikut mencomot nasi yang dibawa Suci lalu melemparkan ke sudut lain telaga. “Sudah kuat jalan ke sini?” tanya Supri sambil jalan kembali mendekat.

“Iya, Mas. Ini pertama aku beranikan diri ke sini lagi …” Suci masih merasa takut dengan suasana sekitar, karenanya ia menunda beberapa hari ke sini. “terima kasih banyak ya Mas Supri, seandainya aku mati, mungkin ngga

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Ditandai Sebagai Tumbal Saat Pulang Kampung    43. Pernikahan

    Lima tahun pertemanan mereka, baru kali ini Juju merasa sangat gugup membuat perut terasa mulas. “Gu-gue kira yang nikah sama Bang Hanif itu loe …, Ni.” Juju hampir tertawa merasa sudah konyol dengan pikiran sendiri. “makanya pas saudara pada ngomongin tentang rencana nikahnya Bang Hanif gue menjauh. Gue belum siap loe jadi milik orang,” kata Juju di sela senyum lebarnya. Nilam melirik sebentar lalu menunduk. Di saat begini Juju terasa kembali seperti semula, paling bisa mencairkan suasana. “Jadi, beneran loe nunggu gue lamar?” Juju mengintip wajah merah di balik kerudung itu. Nilam berpura-pura kesal. “Tau,” katanya sembari melangkah ke kursi kerja. Duduk di sana berpura melihat layar. Padahal Juju tau ekor mata Nilam tercuri ke arahnya. Dari pantulan cahaya layar datar itu, tampak sekali

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-05
  • Ditandai Sebagai Tumbal Saat Pulang Kampung    44. Dendam

    Di kamar pengantin suasana canggung terasa. Meski sudah akrab lama Nilam dan Juju sama-sama merasa sangat gugup. Nilam memilih mandi untuk menyegarkan badan, walaupun jam sudah menunjuk angka sembilan. Ia terbiasa mandi malam karena tak betah tidur dengan badan lengket keringat. Rambut panjang coklat itu basah sekeluarnya dari kamar mandi. Mayang indah yang telah ditutupi akses terlihat oleh pria lain itu, membuat Juju menelan saliva berkali-kali, meredam rasa yang bergejolak di dada. Lelaki yang baru menyandang status sebagai suami itu terpaku duduk di sisi bed. "Gak mandi?" tanya Nilam melihatnya dari pantulan kaca. "Eh, iya." Gegas Juju ke kamar mandi. Menikmati guyuran air yang terasa menyegarkan badan dari lelah acara seharian tadi. Saat keluar, ia kemudian mengajak Nilam salat sunah dua rak

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Ditandai Sebagai Tumbal Saat Pulang Kampung    45. Makhluk Hitam Menggila

    Nilam diantar Juju sampai ke halaman restoran. Juju langsung balik setelah Nilam mencium punggung tangannya, karena ia giliran masuk shift siang nanti. Langkah kaki Nilam melambat saat lewat pintu samping, lorong menuju area karyawan masuk. Tempat yang tak asing untuknya selama bertahun-tahun, tapi kali ini terasa berbeda. Begitu kakinya menapak di dalam, terasa ada desir halus aneh menjalar, napasnya juga jadi sedikit sesak. Seperti ada bau menghalangi rongga napas. Terasa pengap dan sulit meraup udara. “Ciee, ehemm, pengantin baru dateng." Leli yang tengah merapikan dandanan nyengir melihat Nilam kaget. Rupanya Nilam tidak sadar tadi temannya di lagi ngaca di cermin dekat jendela itu. "Ngagetin aja." "Pasti ngelamun. Tuan Hwa tuh pesen tadi begitu loe datang langsung ke ruangannya” “Eh, iya, Li

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Ditandai Sebagai Tumbal Saat Pulang Kampung    46. Masalah Baru

    Saat di tempat lain sedang ramai pencarian anak gadis yang hilang, di rumah Juju sebaliknya. Hanya ada hening dari masing-masing penghuni yang berwajah tegang. Mereka semua berdiri melihat Nilam dan Juju baru masuk rumah dengan wajah kusut tertekuk. Ini sudah pukul 11 malam. Ada Mak Lumpit, Enyak Nurmi, dua sepupu Juju menunggu keduanya di ruang keluarga sejak tadi. Peluk penuh kasih sayang segera menyambut pasangan itu. Nurmi, juga Mak terisak haru mereka kembali ke rumah. Mata Juju basah saat ibunya memeluk sangat erat, terbawa haru oleh isak Enyak di dadanya itu. “Yang sabar, Tong. Enyak percaya Jagoan Enyak ini anak baek. Enyak percaye,” yakin Nurmi di sela tangis sambil merangkum wajah Juju, megusapnya penuh kasih. Wajah kusut Juju mencoba memberi senyum. “Iya, Nyak. Maafin Ju

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Ditandai Sebagai Tumbal Saat Pulang Kampung    47. Bayang Itu?

    Di kamar hotel berbintang lima, lelaki berkulit putih bersih terlelap di samping wanita berbibir merah alami hanya tertutup selimut. Seperti tersadar wanita berambut gelombang sebahu ini mengkerut alis melihat sekitar. Kenapa aku di sini? Ia kembali melihat atasannya itu ada di sebelahnya. Pak Malvin?! Lagi-lagi ia terlupa bagaimana bisa menghabiskan malam dengan bosnya ini. Di kamar hotel yang sama. Segera ia bangun, ke kamar mandi membersihkan badan lalu kembali berpakaian. Ya Tuhan kalau Mas Allan tau ini gimana? Hatinya resah merapikan dandanan dengan peralatan palet make-up yang selalu tersedia di dalam tas. Ini sudah ke sekian kali ia pergi dengan alasan lembur, atau

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Ditandai Sebagai Tumbal Saat Pulang Kampung    48. Pengintai Gaib

    Juju memang nakal dan manja, ia suka melihat Nilam malu saat diperlakukan begini. Mereka terlihat seperti pasangan baru pacaran. Pacaran halal yang sedang hangat-hangatnya. Ia berhasil mengembalikan keceriaan istri dengan hujanan sentuhan bibir di tiap senti wajah bening itu, sebelum keluar kamar. Membiarkan Nilam bersiap, lelaki muda memakai kaus panjang warna tosca ini ke belakang, akan izin dengan ibunya sebelum pergi. Kehilangan Mak membuat Juju makin merasakan arti seorang ibu. Ia tak mau pergi sebelum mengabari akan ke mana pada enyaknya tercinta. Nilam keluar kamar dengan gaya casual. Denim trousers coklat tua dengan atasan blouse putih ditutup cardigan warna kulit. Pashmina abu-abu dan tas mungil selempang melengkapi penampilannya membuat Juju dan ibunya menatap tanpa kedip. “Sayang … abang makin cinta nih lihat cantik b

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Ditandai Sebagai Tumbal Saat Pulang Kampung    49. Firasat

    "Argh!" Mengerang kesal. Lelaki yang betah melajang tanpa ikatan pernikahan itu segera bangkit dari tempat tidur. Suara si tua itu terdengar jelas sangat memaksa untuk kembali bergerak. Membuatnya yang biasa memerintah merasa menjadi bawahan makhlu gaib itu. Tubuh berotot padat efek rutin nge-gym ini segera terlihat saat membuka baju, melemparkan kaus dan celana sembarang pada keranjang di sisi kamar mandi. Setelah menyalakan shower, ia memasang badan di bawah guyuran airnya. Sambil merasakan kucuran segar air ia masih mendengar jelas perintah-perintah bersuara tua itu mengarahkan apa saja cara yang harus dilakukan. Dasar set*n apa ia punya teropong si cewek itu lagi apa?! Gerutu hatinya masih kesal. Pertama ditunjuk cara menemukan Nilam dulu ia terpaksa harus naik bus, be

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Ditandai Sebagai Tumbal Saat Pulang Kampung    50. Berusaha

    Juju dan Nilam tadi sempat berhenti di sisi trotoar beberapa meter di depan kejadian. Sebelum mobil Malvin keluar jalur sampai naik ke bahu jalan, terasa angin secepat kilat mengenai punggung Nilam, membuat motor seperti terdorong lebih cepat ke depan. Nilam sempat memekik, merasa terpaan cukup kencang mengagetkannya. Juju refleks melirik spion dan menyeimbangkan kuda besi agar tak jatuh. Kejadian cepat itu disadari bisa saja membahayakan mereka. Keduanya berhenti mengira supir di balik kemudi itu dalam pengaruh obat atau alkohol sampai berkendara ugal-ugalan seperti itu. Setelah memastikan Nilam baik-baik saja, Juju kembali akan mengarah ke tempat laundry mereka. Namun,pikirannya merasa ada yang tak wajar sudah terjadi, hanya belum mendapat jawaban apa atas dugaan itu. Apa ya yang kerasa aneh?

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07

Bab terbaru

  • Ditandai Sebagai Tumbal Saat Pulang Kampung    61. Akhir

    Wajah Nilam pucat pasi. Pemuda yang ia kenal sopan, bagaimana bisa berubah bagai singa yang siap menerkam? Gigi Kusdi saling beradu ketat, mata merah tak lepas memandangnya dengan rona amarah sengit. Belum lagi dari tubuh pemuda itu menggeliat, menerjang siapa pun yang mengganggu. Walau sia-sia saja, karena puluhan santri dengan kekuatan cengkaraman juga dzikir mampu mengendalikan geraknya. Tubuh pemuda itu tertawan, hingga akhirnya tergolek lemah kehabisan tenanga. Sekarang ia sudah dibawa ke ruang kesehatan milik pondok ini. Nilam bersyukur kejadian barusan saat ia di pondok, sehingga ada banyak yang membantunya. Andai Kusdi menyerangnya di rumah, maka ia tak tahu apa yang akan terjadi dengan diri dan keluarganya. Ternyata semua masih berkaitan dengan kalimat yang menjadi momok untuknya dulu ‘Tumbal Kesembilan’. Kata-kata dari mulut Kusdi itu tadi mengingatkannya pada kejadian sepulang dari Dukuh Gelap. Sungguh tak disangka dirinya masih dijadikan target tumbal. “Mau minum lagi

  • Ditandai Sebagai Tumbal Saat Pulang Kampung    60. Mengamankan Keluarga Kecil Nilam

    Semuanya jadi menatap ke pintu.“Eh, Pak Malvin?” gumam Nilam dengan mata sedikit membesar. Ia kaget melihat di sana ada lelaki yang pernah mampir ke laundrynya bersama Hwa beberapa bulan lalu.“Assalamu’alaikum…”“Wa’alaikummussalam ….”“Oom Apiin!” Ali menghampiri lelaki itu. Ali dan Malvin memang akrab sejak bertemu pertama di acara pernikahan Hwa, saat itu Nilam memang datang membawanya.“Sama siapa, Pak?” Nilam bertanya setelah persilakan tamunya duduk. Sebenarnya ia menahan tanya, dari mana lelaki itu tahu alamat rumahnya, sebab Hwa saja tak tahu.“Sendiri, Nilam, saya mampir sebentar cuma mau kasih ini buat Ali.” Sekotak besar biru yang dibawa Malvin tadi disodorkan pada Ali, dan langsung mendapat ucapan terima kasih dari anak itu. “Ini hadiah ulang tahun Ali minggu lalu. Tak apa ‘kan om terlambat kasih, kebetulan saya baru ingat.”Ali yang tadi kurang segar mendadak tersenyum lebar, berterima kasih lagi setelah melihat isi kado itu. Ia dan Mischa yang bantu membukakan hadiahny

  • Ditandai Sebagai Tumbal Saat Pulang Kampung    59. Sosok Pembebas Bayang Gelap

    Mata gelap pekat dari pemuda bertubuh kurus yang terus menatap satu titik itu menggambarkan sebuah ambisi. Flashback on. Mundur pada kejadian setahun sebelumnya …. Sebuah kampung yang bertetanggaan dengan Dukuh Gelap, tengah terjadi keriuhan di salah satu rumah warga. Mereka berkumpul dengan wajah-wajah emosi meneriakkan serapah, wujud kemarahan pada satu orang warga mereka. Telah 30-an orang berkumpul hingga datang seseorang yang mengaku melihat kejadian tadi, ia pun mengarahkan puluhan orang memegang obor itu menuju sudut kampung. Mengarah pada satu rumah tua kosong. Mereka percepat langkah melihat ada titik cahaya dari dalam menandakan benar ada orang di sana. Sementara itu … di dalam bilik rumah kayu tersebut tampak lelaki muda berkulit gelap tengah siap menggagahi seorang gadis yang dalam keadaan tak sadarkan diri. Gadis berkulit putih mulus yang dikenal sebagai kembang desa telah ia bebaskan dari pakaian penutup. Menatap semua yang tampak di depan mata seperti singa kelaparan

  • Ditandai Sebagai Tumbal Saat Pulang Kampung    58. Ada Apa?

    “Aneh …,” gumam Nilam sambil menoleh pada Ali dalam gendongan.“Ali nggak apa-apa, Nak?” Makin merasa aneh ia melihat Ali yang biasa ceria tiba-tiba pendiam. Tanpa disadarinya itu terjadi sejak tadi, saat ia bicara dengan Kusdi.Anak itu berkedip sayu membuat Nilam mengira Ali sedang mengantuk.“Nanti tidurnya, jam segini tanggung. Ali belum makan ‘kan?”Nilam bicara sambil menyeret langkah ke belakang. Ia yang dalam keadaan agak linglung memanggil mama mertuanya.Namun, tidak ada jawaban. Ali yang semakin berat membuat tangan Nilam pegal, ia pun mendudukkan anak itu di kursi makan.“Ali makan dulu. Maafin mama ya sampe lengah gini.” Diusapnya wajah Ali dengan tangan basah. Namun tetap saja wajah itu tampak loyo.Masuk makanan tiga suap setelahnya Ali menolak.“Baik kalau sudah nggak mau. Minum dulu.”Usai itu ia menggamit Ali akan ke kamar. Saat ka

  • Ditandai Sebagai Tumbal Saat Pulang Kampung    58. Ada yang Aneh

    Tiga tahun berlalu …. “Ali!” Perempuan berhijab kuning gading keluar pintu rumah, celingukan ke arah sekitar halaman. Baru mengembuskan napas lega melihat orang yang dicari ada di sana. “Eh, anak mama lagi ngapain?” Perempuan itu tak lain adalah Nilam, ia mendekati anak lelaki yang sedang berjongkok menatap sudut selokan pembuangan air. Tadi, Ali--putranya yang sudah berusia tepat tiga tahun minggu lalu itu tiba-tiba hilang dari pandangan. Padahal sebelumnya Nilam masih melihat anak itu bermain di ruang berbatas dengan dapur. Tak bisa dirinya lengah sedikit pun, Ali bisa tiba-tiba begini. “A-da Olang!” kata bocah berbibir merah itu terbata menunjuk pojokan. “Orang?” Sempat terhenyak tapi kemudian segera menggeleng, Nilam mengangkat tubuh mungil itu, untuk digendong di pinggangnya. “Nggak ada orang, Sayang. Ayo, kita main di dalam. Kalau di sini mama nggak lihat Ali main.” Nilam mengecup gemas si pipi gembil. Saat Ali kembali menoleh ke belakang dari balik pundaknya, perempuan ya

  • Ditandai Sebagai Tumbal Saat Pulang Kampung    57. Juju Junior

    Tiba di tempat yang disebutkan petugas kepolisian Nilam, ibu mertua, dan saudara Juju melihat di lokasi kejadian mobil Juju menghilang sudah ramai kerumunan orang. Hardtop kuning yang pernah sampai di Dusun Gelap itu ada di bahu jalan, dan sedang dipasang garis polisi."Ini baru terlihat, ada yang laporan langsung kita hubungi keluarga," jelas petugas yang sudah mengenal keluarga Juju itu."A-ape di dalam ade anak enyak, Pak?""Iya, ada, Bu. Keluarga harap kuat, karena ini kejadian kita sudah tau lama jadi kondisi korban tidak bisa ditolong."Obrolan terputus saat sirene mendekat. "Itu ambulans. Keluarga diperbolehkan melihat dari jauh dulu. Kita langsung ke rumah sakit." Setelah menyebutkan nama rumah sakit yang dituju petugas bersuara tegas itu meninggalkan mereka.Nurmi dan Nilam saling berpegangan

  • Ditandai Sebagai Tumbal Saat Pulang Kampung    56. Dihantui Takut

    Mereka pun janjian bertemu besok pagi. Nilam ingin memastikan kalau itu benar-benar sosok nyata sahabatnya. Nilam kembali merosotkan badan berbaring. Menyambungkan kejadian Juju dan kembalinya Dara, membuat kepalanya tak bisa menemukan jawaban pasti bagaimana itu bisa terjadi. Ia pun mengalihkan pikiran dengan memandangi sisi sebelah tempat tidur, tempat biasa Juju tidur. Menghidu dalam udara di ruang 4x5 meter ini yang masih meninggalkan aroma tubuh suami. Nilam masih ingin di sini sampai tiga hari besok, baru kembali ke pondok. Kamar sepi tanpa seseorang yang biasa di sebelahnya ini memang terasa berbeda, tapi ia sudah berjanji akan mengikhlaskan. Demi senyum yang diinginkan suaminya di mana pun sekarang berada. Suami juga manusia, ia hanya titipan sementara untuk bersama, karena suatu saat akan pergi juga pada pemilik yan

  • Ditandai Sebagai Tumbal Saat Pulang Kampung    55. Dara Kembali?

    Dian memeluk Nilam yang memejamkan mata kuat. Mendorong bulir air mata kembali jatuh. Perasaannya makin tak enak. Ada suara tangisan di bawah sana. Tak lama muncul Tri dengan wajah tegang dan mulut sedikit membuka. Matanya berkaca-kaca menatap wanita yang tampak lemah itu sebelum memeluk erat. Tubuh Nilam mendadak kaku. Benarkah ini ...? Jika benar beri aku kekuatan .... Tri menahan isak, begitu juga Dian merangkul kedua sahabatnya dengan linangan air mata tanpa suara. Nilam mematung, merasa ini seperti mimpi untuknya. Sentuhan terakhir Juju masih terasa nyata, seperti baru saja terjadi. Ia tak yakin bisa kuat jika dipaksa menerima kenyataan kehilangan cintanya. Setelah merasa cukup tenang Nilam digamit dua sahabatnya turun. Beranikan diri ia mem

  • Ditandai Sebagai Tumbal Saat Pulang Kampung    54. Ujian

    Di luar hujan belum jua reda. Nilam pun memperpanjang doa selepas ibadah Ashar. Hujan adalah kesempatannya bermohon ampun sampai berlinang air mata, tanpa ada yang mendengar suara yang sengaja ia keluarkan melawan deru hujan menerpa atap. Rindu pada ibu, rindu pada bapak yang sejak kecil menghadap-Nya, juga rindu pada teman-teman entah kenapa hadir semua di hatinya saat ini. Nilam juga merindukan pada suami yang akan mendekapnya erat saat hujan begini. Semua rasa itu tumpahkan tuntas dalam doa terbaik untuk semua orang tercinta, sampai kepalanya terasa ringan bersamaan dengan berhentinya hujan. Refleks ia mengusap tengkuk hati-hati. Merasakan ceruk yang waktu itu teraba dalam tidak ada. Kulitnya terasa rata kembali seperti semula. “Alhamdulillah … terima kasih ya Rabbku,” sujud syukur ia menempelkan kembali dahi ke sajadah.

DMCA.com Protection Status