Nelly tidak menyangka, di hadapan kedua orang tua Reza, dia diberi pertanyaan seperti itu. Ditelannya saliva sembari berpikir keras jawaban apa yang akan dia berikan kepada Reza."Mhh, kok cepet sekali ya? Sebulan ... menikah kan butuh persiapan, iya kan, Tante?" Nelly beralih bertanya ke bundanya Reza. Dia memang tidak yakin akan bisa menikah secepat itu. Dia baru saja mulai membuka hatinya untuk Reza. Setelah dia patah hati oleh sikap dingin dan super cueknya Bagas kepadanya."Begini, Nel, menurut tante sih kalau Reza sudah punya niat baik untuk menyempurnakan agamanya, kenapa musti menunggu lama-lama? Niat baik itu enggak baik ditunda-tunda. Soal persiapan pernikahan, itu bisa diatur Nel. Yang penting menikah aja dulu. Resepsinya kan bisa menyusul," saran Bu Santi panjang lebar."Tapi menurut Ayah sih ada baiknya kalian tidak terburu-buru. Cobalah untuk saling mengenal pribadi masing-masing dan memantabkan hati dulu. Agar pernikahan kalian nantinya bisa langgeng." Ayah Reza menimpa
Matahari sudah hampir tenggelam di ufuk barat, setelah puas melihat sekumpulan burung kuntul yang pulang ke sarangnya, Riris dan Dimas akhirnya memutuskan untuk kembali pulang.Sepanjang perjalanan pulang, Riris tak hentinya menyunggingkan senyum manisnya, dia nampak bahagia sekali. Gadis manis itu mengatakan kepada Dimas bahwa pengalaman tadi adalah pengalaman yang terindah dalam hidupnya, selamanya akan selalu terkenang di hatinya. Dimas sungguh merasa terharu mendengarnya, hanya bisa menanggapinya dengan seulas senyum penuh rasa puas.'Sama, Ris. Aku juga tidak akan pernah melupakan kenangan kebersamaan kita tadi. Walaupun aku tidak bisa memilikimu, cukuplah aku memiliki kepingan puzle kenangan bersamamu.' Dimas membatin, netranya yang mulai mengembun itu, terus menatap jalanan yang ada di depannya."Ris, mohon doanya ya, mulai besok mas akan bekerja di perusahaan Pak Bagas, semoga selalu dimudahkan dan dilancarkan di tempat kerja mas yang baru ini," ucap Dimas masih sembari melaju
Hari pertama Dimas bekerja sebagai Asisten CEO-nya Bagas berjalan dengan lancar. Dimas yang supel dan cerdas, bisa cepat belajar mengenai tugas-tugasnya sebagai asisten. Dia juga cepat akrab dengan semua jajaran dan staff yang ada di sana."Terima kasih ya, Sinta ... udah banyak membantuku hari ini," ucap Dimas kepada Sinta sang sekretaris. Seulas senyum mengembang manis di bibir Dimas. Sinta membalasnya dengan senyuman yang merekah, Sinta sepertinya senang dengan kepribadian Dimas yang ramah dan rendah hati itu."Santai aja, Mas Dimas. Enggak perlu berterima kasih. Ini sudah jadi tugas saya juga kok. Pokoknya kalau ada yang mau ditanyain ke saya, jangan sungkan ya!" jawab Sinta sembari menyusun map dan file yang ada di atas mejanya."Oke, siap!" sahut Dimas dengan suara mantab.Tak lama gawai Dimas berdering, ternyata Bagas yang menelepon dan memintanya untuk masuk ke ruangannya."Ada yang bisa saya bantu, Pak," sapa Dimas ketika sudah berada di dalam ruangan Bagas."Saya panggil Dim
Sepulang dari kos Dimas, Riris hanya berdiam diri di kamarnya. Biasanya dia bercengkerama dengan ibunya di ruang tamu. Sekedar mengobrol dan bersenda gurau melepas lelah setelah seharian mengurusi pesanan ayam goreng bacem yang mulai banyak peminatnya itu.Ya, hampir setiap hari ada saja yang memesan. Rata-rata mereka bisa menggoreng dua puluh ekor ayam yang telah di potong-potong menjadi beberapa bagian. Per potongnya di jual sepuluh ribu sudah dengan sambal dan lalapannya."Nduk, ada apa? Ibu perhatikan sepulang dari anter lauk ke kosnya masmu kok malah berdiam di kamar terus? Ngelamun lagi .... " tegur Bu Rohman saat memasuki kamar Riris. Dan melihat Riris hanya duduk bersandar pada dinding di atas kasur busa yang digelar di lantai."Mmh, enggak ada apa-apa kok, Bu," jawab Riris yang berusaha menutupi kegundahan hatinya."Nduk, Kamu enggak bisa berbohong sama ibu. Ibu tau pasti ada sesuatu yang sedang Kamu pikirkan, ayo cerita aja sama ibu." Bu Rohman terus mendesak Riris.Dia tida
Hari ini hari pertama Reza menjalani pekerjaan barunya sebagai security atau satpam di North Apartemen. Setelah sebulan lamanya berjibaku dengan sinar matahari, latihan fisik di lapangan terbuka.Pukul tujuh pagi Reza sudah tiba di apartemen, keluar dari mobil langsung ke toilet yang ada di basement untuk mengganti pakaiannya dengan pakaian seragam satpam yang berwarna hitam-hitam itu.Setelah apel pertukaran shift, Reza diminta oleh Pak Adi-kepala koordinator Keamanan- untuk berjaga di pintu masuk apartemen yang menuju lobby dan bagian receptionist.'Haduh, kenapa aku disuruh jaga di pintu masuk sih? Bisa berisiko banget nih aku untuk ketemu sama Nelly ataupun tamu lain yang kukenal. Juga para staff yang mau masuk kantor. Ya Tuhan ... berat sekali ujian ini. Aku harus memiliki muka tebal menghadapi mereka.'Reza terus-menerus menggerutu dalam hati sembari berdiri tegap di samping pintu masuk apartemen. Jantung terus berdebar kencang, wajahnya kaku seperti kanebo kering. Menanti satu-
Tiba-tiba seorang wanita berjalan memasuki lobby, membuat Reza yang langsung menangkap sosok itu, seketika terbelalak karena kaget.Reza sudah tidak mungkin lagi untuk berlari menghindar di ruangan yang cukup terbuka dan luas itu. Sosoknya pasti akan tertangkap oleh netra wanita itu. Dan benar saja, wanita yang menenteng paper bag ukuran besar itu sejak memasuki lobby rupanya juga sudah melihat Reza, namun karena usianya yang sudah memasuki senja itu, matanya sudah mulai rabun, sehingga ia belum mengenali betul sosok Reza yang berdiri di kejauhan itu.Sembari berjalan mendekat, kedua alis wanita itu mengernyit, matanya berusaha keras menangkap dengan jelas sosok yang tengah berdiri tegap di sisi meja receptionist itu. Dan ketika jarak mereka hanya tinggal beberapa meter lagi, tiba-tiba wanita itu menjatuhkan paper bag yang dipegangnya. Wajahnya nampak terkejut dan seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya."Re-rezaaa!" pekik wanita itu."Bunda .... " sahut Reza lirih, wajahnya t
Gawat! Kalau Nelly masih di sini bisa-bisa dia akan melihat Reza, setelah dipanggil oleh karyawati reseptionist untuk membantu Riris mengangkut nasi kotak itu.' batin Bu Santi berteriak dan seketika matanya melotot."Eh, Nel! Tante dianter sampai sini aja ya, sebentar lagi taksi online-nya juga akan datang. Mending Kamu cepet-cepet balik aja ke kamar, jam dua nanti mau praktek kan?" bujuk Bu Santi agar Nelly segera kembali ke kamarnya. Dia tidak ingin Nelly melihat Reza yang akan disuruh bagai kacung menurunkan nasi kotak."Oke deh, Tante. Nelly balik ke kamar ya, hati-hati di jalan," sahut Nelly kemudian berlalu begitu saja tanpa salaman, cium tangan atau cipika-cipiki pada Bu Santi. Gadis itu memang cuek sekali, membuat Bu Santi hanya menghela napas sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihat punggung Nelly yang sudah berjalan menjauh darinya.Bu Santi melihat Riris sedang berbicara dengan petugas receptionist. Cepat-cepat dia keluar dari lobby dan menunggu taksi online pesanannya
Tiba-tiba gawai Reza berdering, gegas dirogohnya gawai yang ada di saku baju seragamnya dengan tangan kirinya. Tertera nama 'Nelly Kesayangan' sedang memanggil di layar benda pipihnya itu."Duh, ada apa ya, Nelly meneleponku, bukannya dia seharusnya sedang berangkat kerja?" gumam Reza kemudian melanjutkan mengunyah makanannya.Karena gawai Reza tidak berhenti berdering, akhirnya sambil makan diterima juga telepon dari Nelly."Iya, hallo sayang?" sapa Reza diselingi mengunyah makanannya."Iya, Mas, aku cuma mau bilang, undangan pernikahan kita udah jadi. Tadi aku dikabarin pihak percetakan. Aku minta Mas aja yang ambil ya. Nanti sebagian yang buat teman-teman kerjaku Mas anter aja ke rumah sakit ya. Aku kan pulang malam soalnya," jawab Nelly sambil terus nyerocos."Oke, nanti mas ambil undangannya," jawab Reza lagi."Mas satu lagi, itu yang buat Pak Bagas biar Mas aja loh ya yang kasih undangannya," pinta Nelly sambil berjalan keluar dari lift dan menuju lobby.Reza menghela napas kasa