Share

PoV Reza

Author: Nomela Rosana
last update Last Updated: 2023-09-21 00:28:47

Usai kutalak Riris, bergegas aku keluar dari rumahnya. Kulewati saja orang-orang yang masih berada di ruang keluarga, aku tidak berani menatap wajah-wajah mereka.

Aku tidak mau ada kericuhan di rumah ini, sebaiknya secepatnya aku pergi dari sini. Maaf bapak dan ibu mertua, aku tidak berani pamit pada kalian. Aku tidak mau terjadi keributan di rumah ini.

Gegas kulajukan mobilku menuju rumahku di Jogja. Ayah, bunda dan rombongan keluarga yang sejak sore tadi sudah pamit pulang mungkin sekarang sudah tiba di rumah.

Aku tidak tahu bagaimana respon kedua orang tuaku jika mendengar aku sudah mentalak Riris. Mungkinkah mereka akan marah besar? Apalagi alasanku mentalaknya terkesan sungguh tidak masuk akal.

Mungkin bagi orang-orang ini memang tidak masuk akal. Tapi bukankah pernikahan ini aku yg akan menjalaninya? Aku seorang Magister Ekonomi lulusan dari luar negeri. Baru saja diterima bekerja di salah satu perusahaan bonafit di kota Jogja. Walaupun jabatanku hanya sebagai asisten CEO, tapi gajiku lumayan besar, jika kinerjaku bagus dan loyal pada bosku, aku akan menjadi tangan kanan pekercayaannya. Jadi sudah sepantasnya aku memiliki istri yang jauh lebih cantik, lebih anggun dan berkarisma.

Aku tidak menyangka teman-teman Riris ternyata banyak yang lebih cantik dan anggun darinya. Membandingkan mereka di pesta resepsi tadi siang sungguh aku merasa kecewa sekali.

Wajah Riris kalah jauh dari mereka. Hidungnya tidak begitu mbangir, kulitnya juga sawo matang, pipinya yang agak temben dengan mata yang yang agak sipit itu walaupun sudah di rias ala make up pengantin tapi masih kalah cantik dari teman-teman pondoknya itu. Ah sialan si Dimas, kenapa waktu itu cuma kasih satu referensi saja. Coba dia juga kasih referensi lebih banyak lagi kan aku jadi bisa milih.

Apa yang telah kulakukan tadi itu sudah tepat, lebih cepat lebih baik. Daripada aku terus-menerus menyesal berkepanjangan. Aku bahkan masih menjaga kesucian dan kehormatannya.

Tak terasa mobilku sudah masuk ke halaman rumah orang tuaku. Di garasi sudah terparkir mobil orang tuaku, berarti mereka memang sudah sampai rumah.

Kutarik napas panjang dan kuhembuskan perlahan. Huuff ... aku harus bisa menghadapi keluargaku. Semoga ayah dan bunda bisa memahami dan menerima keputusanku ini.

"Assalaamu'alaikum .... " Kucoba buka pintu ternyata belum dikunci. Langsung saja aku melangkah masuk. Ruang tamu sepi, mungkin ayah dan bunda sedang istrirahat di kamarnya.

Ya sudahlah sebaiknya aku juga langsung masuk kamarku untuk istirahat dan menenangkan pikiran. Baru mau masuk kamarku tiba-tiba bunda memanggil dari arah dapur.

"Rezaa ... ! Kok kamu ada di sini? Mana Riris?" pekik bunda dengan wajah kaget seperti habis melihat hantu saja. Kuhentikan langkahku dan berjalan mendekati bunda.

"Bun, duduk dulu yuk. Reza mau jelasin sesuatu," pintaku sambil menggamit tangan bunda dan mengajak bunda duduk di kursi yang mengitari meja bundar yang ada di ruang makan.

"Ayah di mana Bun?" tanyaku setelah bunda kududukkan di kursi.

"Ayah tadi lagi istirahat di kamar."

"Ya sudah Bun, biarlah ayah istirahat dulu. Reza nggak mau ganggu istrirahat ayah."

"Bun, sebelumnya Reza mau minta maaf yang sebesar-besarnya kepada Bunda ...." Aku berkata pelan, aku harus hati-hati menyampaikan ini.

"Dari tadi siang saat resepsi, aku sudah memikirkan hal ini baik-baik Bun."

"Ada apa Le? Kamu jangan bikin bundamu ini takut, ini pasti ada yang nggak beres," cecar bunda dengan dahi berkerut.

"Bun, dengerin dulu penjelasan dari Reza ya. Tadi saat resepsi Reza melihat tamu undangan, teman-teman Riris itu jauh lebih cantik-cantik dari Riris Bun, masak pengantin kalah cantik dari tamunya, kan njomplang Bun jadinya. Reza merasa seharusnya istri Reza bisa lebih cantik dari Riris Bun. Istriku kan yang akan terus selamanya mendampingiku Bun. Jadi harus yang selalu membuat Reza bangga berada di sampingnya. Makanya, sebelum kami melangkah lebih jauh lagi, Reza putuskan untuk mentalak Riris seusai resepsi tadi, Reza pun masih menjaga kesucian Riris agar dia bisa mempersembahkan kepada suami barunya nanti."

"Apaaa?? Bunda nggak salah denger kan ini?" Bunda terpekik kaget, sampe netranya melotot seakan mau keluar dari kelopaknya. Aku menggeleng mantab.

"Ya Allah Reza ... apa yang sudah Kamu lakukan ini sungguh di luar batas. Kamu sangat gegabah mengambil keputusan ini. Kenapa nggak tanya dulu sama Bunda? Kamu apa nggak mikirin gimana perasaan Riris dan kedua orang tuanya?" Bunda terus mencecarku.

"Ada apa ini kok ribut-ribut? Reza ... kok kamu sudah ada di rumah ini? Bukankah ini malam pertamamu? Mana istrimu?" Tiba-tiba ayah sudah berada di ruang makan.

"Ini Yah, anakmu ini sudah bikin ulah. Kepala bunda jadi pusing ini mikirin ulahnya!"

Ayah beringsut ikut duduk di kursi yang ada di samping bunda. Nampak ketegangan di raut wajahnya.

"Ayah, Reza minta maaf. Reza sudah mentalak Riris .... " jawabku pelan.

"Apaaaa??" Ayah ternganga mendengar ucapanku.

"Iya Yah, masak Reza nyesel punya Istri Riris yang katanya wajahnya pas-pasan dan kalah cantik sama teman Riris yang tadi datang ke acara resepsi." Bunda menimpali.

"Jadi cuma gara-gara itu Kamu mentalak istrimu?" bentak ayah dengan netranya yang melotot. Ayah menghela napas kasar.

Aku hanya bisa menunduk dan terdiam.

"Hehh, dari dulu Kamu memang keras kepala, suka bertindak sesuka hatimu saja tanpa pikir panjang," ucap ayah dengan suara bariton yang terdengar bergetar.

"Nasi sudah menjadi bubur Yah, yang bunda sesalkan, kita ini sudah banyak keluar uang loh untuk pernikahan ini. Belum lagi cincin tunangan yang melingkar di jari Riris. Itu adalah cincin yang diwariskan turun temurun untuk istri dari keturunan Hadi Wijoyo, eyangnya Ayah. Lah sekarang Riris kan sudah bukan lagi istrinya Reza, jadi gimana ini?"

Aku menghela napas panjang, di saat seperti ini yang bunda pikirkan malah materi yang udah dikeluarkan. Itu tidak sebanding dengan kebahagiaanku bun, jeritku dalam hati.

"Reza, bagaimanapun caranya, kamu harus mengambil lagi cincin itu! Sama itu mahar keping emas murninya, kalau bisa juga diminta kembali. Toh kalian kan memang belum berkumpul sebagai suami istri. Kalau nggak salah maharnya bisa diminta lagi." pinta bunda dengan nada keras.

Haduh, gimana ini. Masak aku harus minta lagi semuanya ke Riris, aku sudah melukai perasaannya. Rasanya aku juga tak punya muka untuk meminta cincin dan mahar itu lagi.

"Ya sudah Bun, besok aja lagi kita pikirkan tentang masalah ini. Ayah berharap keluarga besan kita tidak marah dengan perlakuan Reza kepada putrinya. Sebaiknya sekarang kita istirahat saja dulu, ini sudah larut malam," perintah ayah.

Akhirnya kami masuk ke kamar kami masing-masing. Kurebahkan tubuhku di atas kasurku yang empuk. Kulipat kedua tanganku di bawah leher. Kupandangi langit-langit kamar, huff rasanya lelah sekali badan ini. Baru mulai terpejam mataku, gawaiku berdering nyaring. Gegas kuambil gawaiku. Tertera nama Dimas di layar benda pipih itu.

Hadeh, Dimas lagi yang telepon, jangan-jangan dia sudah tahu tentang hal ini dari Riris. Dia pasti akan marah besar padaku. Capek sekali rasamya. Tadi aku sudah menghadapi kedua orang tuaku. Kini harus menghadapi Dimas. Hufft, aku sudah terlalu lelah, nanti-nanti sajalah aku terima teleponnya. Saat ini aku hanya ingin tidur dengan tenang.

Kuletakkan gawai di atas ranjang. Kubiarkan saja gawai itu terus berdering sampai yang menelepon di seberang sana merasa bosan.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Asiyah Nur
Lelaki kurang ajar ini mah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Ditalak Usai Resepsi   Telepon dari Reza

    Mas Dimas mulai melajukan mobil VW Kodok antiknya perlahan keluar dari halaman rumahku. Menyusuri jalanan desaku yang masih berbatu, melalui kebun, rumah warga dan berujung ke area persawahan yang luas membentang. Kami masih saling diam terpaku. Mas Dimas fokus menyetir, sedangkan aku hanya menatap kosong pemandangan di balik jendela kaca mobil ini dengan mata yang dipenuhi embun."Ris, yang kuat ya ... maafin aku yang secara tidak langsung sudah bikin nasibmu jadi begini." Mas Dimas mulai membuka percakapan.Aku masih terdiam, tidak tahu harus bicara apa."Mas Dimas semalam udah coba telepon si Reza, dan sialnya dia nggak mau angkat telepon dariku. Dasar laki-laki pengecut!" geram Mas Dimas sambil memukulkan tangannya yang terkepal di atas stir."Reza yang kukenal saat masih sama-sama di pondok dulu itu, adalah sosok yang baik, pendiam dan sholeh. Makanya saat dia minta tolong sama Mas untuk dicarikan calon pendamping, mas tidak ragu untuk mengenalkannya padamu. Aku nggak nyangka pola

    Last Updated : 2023-09-21
  • Ditalak Usai Resepsi   Pertemuan dengan Reza

    Mas Dimas sungguh tidak bisa mengendalikan emosinya. Dia tak perduli semua orang menatapnya di warung SGPC ini.Mas Dimas ngajak ketemuan dengan Mas Reza setelah Dzuhur. Ya sudahlah sekalian aku bisa memgembalikan cincin dan maharnya. Biar aku nggak ada urusan lagi dengan lelaki itu."Ris, sekarang masih jam setengah sebelas. Kita ke Masjid Kampus aja ya, sekalian nunggu waktu dzuhur kita bisa sholat dhuha dan istirahat di sana. Nanti mas juga mau browsing info kos-kosan di aplikasi online," ucap Mas Dimas setelah menghabiskan sepiring sego pecelnya.Aku hanya mengangguk tanda menyetujui idenya."Buruan dihabiskan makannya Ris," desak Mas Dimas yang melihat aku makan dengan lambat. Aku sebetulnya memang tidak selera untuk makan. Tapi aku juga harus memperhatikan kesehatanku, karena aku harus kuat menjalani hidupku yang baru di kota ini."Ya udah yuk Mas, aku udah kenyang," ajakku untuk segera meninggalkan warung ini meski masih tersisa separuh nasi di piringku.Kamipun beranjak meningg

    Last Updated : 2023-09-21
  • Ditalak Usai Resepsi   Di Rumah Sakit

    Reza merasa kebingungan melihat Riris dan Dimas berlari meninggalkannya begitu saja di area parkir Masjid."Apa-apaan ini, aku ditinggalin begitu aja, tanpa ada yang pamit padaku. Padahal hampir saja cincin dan mahar itu berada di tanganku, huh sial!!" Reza menyepakkan kaki kanannya di atas tanah. Wajahnya nampak kesal.Akhirnya Reza berjalan kembali ke mobilnya dan berniat untuk pulang kembali ke rumah."Huft, kalo begini jadi ribet urusannya. Padahal tadi itu dengan mudah aku bisa mendapatkan kembali cincin dan maharnya. Ini pasti nanti bunda akan mendesakku lagi soal ini." Reza menggerutu sendiri sambil mengendarai mobilnya menuju rumah.Sesampainya di rumah, Reza langsung disambut oleh bundanya yang nampak begitu panik."Reza ... untung Kamu cepet pulang. Dari tadi bunda teleponin Kamu tapi nggak nyambung terus sih!"Reza mengeluarkan gawainya dari saku dan mengeceknya."Waduh maaf Bun, ternyata Reza baterai handphoneku habis. Ada apa toh Bun, kok keliatan panik gitu?""Sini duduk

    Last Updated : 2023-10-03
  • Ditalak Usai Resepsi   Reza dan Ibunya

    Melihat dokter dan Dimas keluar dari ruang ICU dan berjalan mendekati kursi tempat Riris dan ibunya duduk, mereka berdua segera beranjak dari duduknya. Dengan wajah cemas Riris langsung bertanya kepada dokter tersebut."Dok, gimana kondisi bapak saya Dok?""Ada kabar gembira, baru saja Pak Rohman telah sadar. Jika sampai besok kondisinya tetap stabil, maka bisa dipindahkan ke ruang perawatan biasa. Namun pesan saya sebaiknya pasien dijaga suasana hatinya, hindari hal-hal yang bisa memicu stress agar penyembuhannya bisa berjalan cepat," jelas dokter.Serempak Riris dan ibunya mengucap syukur, "Alhamdulillaah .... "Riris mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya, kemudian tersungging seulas senyum manis dari wajahnya. Dia merasa lega dan bahagia mendengar berita baik tentang bapaknya."Baiklah saya permisi dulu," pamit dokter."Iya Dok, terima kasih banyak," sahut ibunya Riris."Ris, paklek sadar tak lama saat aku berdiri di sisi ranjang paklek. Beliau sempet manggil namamu. Aku

    Last Updated : 2023-10-03
  • Ditalak Usai Resepsi   Kejutan yang Menyesakkan Hati

    Setengah berlari aku menuju kamar tempat bapak dirawat. Hatiku diliputi rasa cemas tak karuan. Ya Allah semoga bapak baik-baik saja, tak henti-hentinya ku berdoa dalam hati. Jantungku semakin berdebar kencang entah kenapa, semoga tidak ada hal buruk yang terjadi.Akhirnya sampai juga aku di depan kamar tempat bapak dirawat, segera kubuka pintu kamar. Mataku langsung tertuju pada ranjang yang berada di sudut kamar. Aku bernapas lega saat melihat bapak sedang tertidur dengan posisi miring membelakangi arah aku berdiri.Kulangkahkan kakiku menuju nakas di samping ranjang dan meletakkan obat yang baru saja kutebus di atas nakas. Bapak sedang tidur, sebaiknya aku tidak usah membangunkannya dulu.Napasku masih ngos-ngosan, ku hempaskan diriku di atas sofa kecil di depan ranjang bapak. Fiuuh, alhamdulillah bapak nggak kenapa-kenapa. Ya Rob, kenapa Mas Reza dan ibunya itu selalu menguji kesabaran kami. Semoga saja aku nggak ada lagi urusan dengan mereka setelah ini. Pergi jauh-jauh saja darik

    Last Updated : 2023-10-04
  • Ditalak Usai Resepsi   Mencoba Bangkit dari Keterpurukan

    Proses memandikan dan mengkafani jenazah bapaknya Riris selesai sebelum waktu Ashar. Semuanya berjalan lancar, jenazah tiba di rumah duka pukul empat sore. Di rumah sudah berdiri kembali tenda untuk para pelayat. Bendera kuning juga sudah di ikat di gapura masuk lingkungan dukuh tempat Riris tinggal. Para pelayat yang sebagian besar warga desa dan sekitarnya sudah banyak yang datang. Mendiang Pak Rohman semasa hidupnya memang dikenal baik, ramah dan aktif dalam kegiatan sosial masyarakat di desa tersebut, jadi tidak heran jika banyak warga dan kerabat yang datang untuk takziah. Mendiang bapaknya Riris juga dikenal oleh banyak petani, karena semasa hidup dia usahanya adalah sebagai tengkulak, menampung dan membeli semua hasil panen padi warga desa dan sekitarnya untuk kemudian di kirim ke gudang yang lebih besar di kota. Selain itu mendiang Pak Rohman juga memiliki beberapa petak sawah warisan dari orang tuanya. Dari situlah mendiang bapaknya Riris bisa membiayai sekolah Riris hingg

    Last Updated : 2023-10-04
  • Ditalak Usai Resepsi   Kegundahan Hati Dimas

    Aku tidak menyangka akan nasib yang menimpa Riris. Sungguh malang sekali dia, sejak menikah dengan sahabatku, Reza. Tak kukira Reza bisa setega itu terhadap Riris. Harapanku yang sangat besar terhadap Reza agar bisa membahagiakan adek sepupuku itu, ternyata jauh dari kenyataan. Justru luka dan kesedihan yang Reza berikan padanya.Malam hari, setelah pulang dari rumah Riris, selepas mengurusi pemakaman mendiang Paklek Rohman, aku merenung di kamarku. Memikirkan nasib Riris yang malang. Aku merasa ikut andil dalam musibah yang telah dialaminya.Seandainya saja aku tidak menjodohkannya pada Reza, mungkin Riris tidak akan mengalami nasib seperti ini. Namun sebagai seorang muslim kita tidak boleh berandai-andai dan menyesali apa yang sudah terjadi. Ini semua sudah digariskan oleh Allah Yang Maha Kuasa.Tiba-tiba ingatanku melayang kembali ke masa kecil, saat itu aku yang masih kelas lima SD, melihat Riris kecil yang sedang menangis sendirian, duduk di dangau yang ada di tepi sawah. Saat it

    Last Updated : 2023-10-04
  • Ditalak Usai Resepsi   Siapakah Pemuda Itu?

    Sementara itu di Jogja, Reza sudah menjalani aktifitas seperti biasanya. Bekerja dan kadang nongkrong di Kafe bersama teman-teman kerjanya. Di hari week end dia suka berolah raga, futsal, fitness, kadang jogging di depan Gedung Graha Sabha Pramana UGM, niatnya sih sekalian cuci mata. Siapa tahu dia bisa bertemu dengan mahasiswi cantik di sana. Dasar Reza, matanya masih suka jelalatan, dia sepertinya sudah betul-betul melupakan pernikahannya dengan Riris. Tidak ada rasa bersalah dan menyesal di dirinya."Za, gimana proses pengajuan Pembatalan Pernikahanmu di Pengadilan Agama?" tanya bundanya Reza ketika mereka sedang sarapan pagi itu."Alhamdulillah lancar Bun, berkat bantuan Om Andri yang bekerja di sana, semuanya jadi lebih mudah, tinggal menunggu sidang keputusan pengadilan" jawab Reza setelah meneguk secangkir kopi latte nya."Baguslah kalau begitu Za, semoga segera diputuskan oleh pengadilan, agar statusmu tetap lajang di KTP, biar nanti Kamu gampang kalau mau nyari istri lagi, ng

    Last Updated : 2023-10-04

Latest chapter

  • Ditalak Usai Resepsi   Bahagia Usai Resepsi

    Tepat pukul delapan, semuanya telah lengkap berada di dalam Masjid Kampus nan Agung dan indah itu Bagas dengan balutan tuxedo berwarna putih tulang itu telah duduk bersila di depan meja persegi panjang yang berkaki pendek. Di depannya telah duduk pak penghulu dan pakleknya Riris--adik dari bapaknya-- yang akan menjadi wali nikahnya.Sang pengantin pria yang diapit oleh Pak Bimo dan Pakde Arya, terlihat sedikit tegang. Mungkin karena ini adalah pengalaman pertamanya untuk memulai hidup yang baru. Sedangkan Riris bersama ibunya dan Bu Bimo juga para keluarga dan tamu undangan wanita, telah duduk di balik hijab. Sehingga untuk prosesi akad nikah, hanya para hadirin pria yang bisa melihatnya secara langsung. Riris dan para hadirin wanita hanya bisa melihat di tayangan video siaran langsung yang ada di layar kaca yang terpasang di bagian depan ruangan berhijab itu.Riris duduk bersimpuh diapit oleh sang ibu dan calon ibu mertua. Di belakangnya para keluarga dan tamu wanita dari desanya Ri

  • Ditalak Usai Resepsi   Terpukau Melihat Sang Pengantin

    "Kalau boleh tau, apa syaratnya, Ris?" tanya Bagas penasaran."Nduk, kok pake syarat toh?" bisik Bu Rohman ke telinga putrinya. Riris kemudian memandang ibunya, lalu tersenyum sembari mengangguk. Sedangkan Bu Rohman justru menunjukkan wajah tegangnya."Syaratnya, pertama ... saya minta akad nikahnya nanti di Masjid Kampus yang ada di Universitas nomor satu di Jogja, karena saya memiliki kenangan yang dalam, saat pertama kali mendatangi masjid itu dan bermunajat di sana. Yang kedua, saya ingin setelah menikah nanti, Mas Bagas harus menerima ibu saya untuk tinggal bersama kita nantinya. Karena ibu sudah tak memiliki siapa-siapa lagi, kecuali putri semata wayangnya," ucap Riris dengan suara bergetar hingga netranya yang berkaca-kaca. Riris dan ibunya kembali saling tatap, di kedua manik mereka telah dipenuhi oleh embun. Bu Rohman merasa terharu dengan permintaan putrinya itu, ternyata meski putrinya mau dinikahi oleh pemuda kaya, Riris masih ingat ibunya, masih amat peduli padanya.Riri

  • Ditalak Usai Resepsi   Lamaran

    Hari yang dinanti telah tiba, selama dua pekan ini Riris dan ibunya sibuk mempersiapkan acara lamaran untuk menyambut kehadiran Bagas dan keluarganya. Dari pagi, Riris telah merias dirinya, berbekal ilmu yang didapatnya dari terapis kecantikan salon ternama yang dipesan oleh Bagas selama dia menginap di apartemen.Riris mengenakan gaun kebaya panjang selutut, berwarna hijau lumut dengan hiasan payet pada bagian bawah pinggang serta di ujung tangannya, menambah kesan mewah dan anggun. Gaun itu telah dipesan oleh Bagas dan dikirimkan pak Dul dua hari sebelumnya. Untuk bawahannya, Riris mengenakan kain jarik berbordir emas yang diwiru dengan rapih menambah kesan elegan. Rumah Riris juga telah dipasang tenda untuk para tamu undangan, dan bagian dalamnya di dekor sedemikian rupa sehingga nampak indah dengan aneka bunga di setiap sudut rumah. Back drop yang terlihat indah dan mewah terpasang di salah satu sisi dinding dalam ruang tamu untuk momen lamaran dan pengambilan foto.Dari semua o

  • Ditalak Usai Resepsi   Pulang ke Solo

    Tak terasa sudah sepekan Riris dan Bu Rohman menginap di apartemen milik keluarga Bagas. Selama itu pula mereka setiap hari didatangi terapis kecantikan langganan yang dari awal men-treatment Riris.Gadis yang dulunya berwajah manis dan terlihat sederhana itu, kini telah berubah wajahnya semakin cantik cemerlang, meski perawatannya tidak dengan cara yang ekstrim seperti operasi plastik dan sebagainya. Perawatannya hanya membuat kulit dan wajah Riris terlihat semakin glowing. Selain itu, Riris juga belajar cara merias wajah supaya bisa tampil cantik dan lebih percaya diri. Riasan yang mampu menutupi kekurangan di wajah dan bisa menonjolkan kelebihan, sehingga terlihat semakin cantik bersinar. Apalagi Riris juga memiliki kecantikan yang terpancar dari dalam, dari hati yang bersih dan tulus apa adanya."Ris, makin hari Kamu semakin cantik, maasyaa Allah," puji Bagas di suatu sore saat mereka tengah duduk di taman tepi kolam renang yang ada di rooftop apartemen. Angin bertiup agak kencan

  • Ditalak Usai Resepsi   Di Rumah Reza

    Setelah dirawat di rumah sakit selama dua pekan, akhirnya Bu Santi sudah diperbolehkan untuk pulang. Walaupun kondisinya belum banyak perkembangan, separuh badannya sebelah kanan lemah, namun bisa dilakukan perawatan di rumah. Asalkan minum obat dari dokter secara rutin, makan makanan yang sehat dan rendah lemak, rajin melakukan terapi dan olah raga ringan.Sumi telah diberi pengarahan oleh Bulik Tutik, bagaimana cara merawat Bu Santi dengan baik. Di pagi dan sore hari Sumi memandikan majikan perempuannya itu dengan mengelap seluruh badan dengan handuk yang dibasahi dengan air hangat dan dicampur dengan sabun mandi yang lembut. Sumi melakukannya dengan penuh hati-hati agar tidak menyakiti tubuh Bu Santi. Setelah mandi, Sumi mengajak wanita paruh baya itu jalan-jalan di halaman rumah yang luas itu dengan kursi roda. Sekedar untuk menghirup udara segar dan mengusir kejenuhan Bu Santi.Sumi juga bertugas menggantikan pampers jika sudah penuh dengan air seni dan ketika Bu Santi buang air

  • Ditalak Usai Resepsi   Bagas Buka Suara

    Tepat jam sembilan malam, Riris dan Bu Rohman tiba di apartemen. Pak Dul yang diserahi kartu untuk akses agar bisa masuk ke unit delapan kosong delapan, ikut mengantarkan Riris dan ibunya masuk sampai dalam unit."Mbak Riris, ini kartunya dipegang sama Mbak saja, pesan dari Pak Bagas. Agar Mbak bisa bebas keluar masuk apartemen ini." Pak Dul menyerahkan kartu itu pada Riris."Baik, Pak Dul, terima kasih," jawab Riris sembari tersenyum dan menerima benda tipis persegi itu dari tangan Pak Dul."Baiklah, Mbak Riris dan Bu Rohman, saya pamit dulu. Selamat istirahat. Nanti kalau mau ada perlu untuk anter-anter, bisa telepon saya."Pak Dul sedikit membungkukkan badannya lalu bergegas ke luar dari unit apartemen setelah Riris mengucapkan terima kasih padanya.Riris segera menutup pintu. Lalu keduanya memasuki kamar di mana sudah ada lemari yang berisi pakaian yang dibelikan Bagas tadi pagi. Bu Rohman sempat menyusunnya ke dalam lemari sebelum mereka mengunjungi rumah Pakde Arya."Nduk, maasy

  • Ditalak Usai Resepsi   Widia Gigit Jari

    "Loh, Wid ... Kamu nyusul ke sini?" tanya Bude Arya ketika melihat putri angkatnya sudah berada di ruang tunggu depan IGD. Wajah gadis itu terlihat cemas dan pucat."Iya, Bu ... saya khawatir sekali dengan Mas Bagas. Ingin tau keadaannya sekarang." Mendengar itu Riris semakin cemas, takut kehadiran Widia membuat jantung calon suaminya itu kembali tak stabil."Kami juga belum bisa masuk, jadi belum tau gimana kondisinya. Di dalem ada Bulik dan Paklik Bimo. Tadi sih kata Riris, Masmu sudah membaik keadaannya," sahut Bude Arya lagi.""Sini duduk sini, Wid ... samping ibu!" ajak ibu angkat Widia. Gadis yang sedari tadi masih berdiri itu, menurut dan mendekati kursi kosong di sebelah Bude Arya.Tak lama, pintu ruang IGD terbuka. Kedua orang tua Bagas muncul dari arah dalam.Bude Arya, Suaminya dan Widia segera bangkit dari duduknya dan mendekati orang tua Bagas."Gimana kondisi Bagas, Dek?" tanya Bude Arya. "Alhamdulillah sudah membaik, malah dia bilang sudah sembuh dan pingin dipercepat p

  • Ditalak Usai Resepsi   Rayuan di Kala Sakit

    "Nduk, kok ditanya sama Bu Bimo diem aja? Bu Bimo nungguin jawabanmu, loh!" tegur Bu Rohman pada putrinya yang terlihat diam melamun itu. Padahal sebetulnya Riris sedang berpikir mau menjawab apa."Eh, i-itu ... Bu, Riris sendiri tidak tau kenapa saat Riris lihat di kejauhan Mas Bagas tampak kesakitan, jadi Riris segera berlari menuju Mas Bagas," jawab wanita berwajah manis itu dengan gelagapan."Apa saat itu putraku sedang sendirian, atau bersama seseorang?" selidik Bu Bimo yang sudah seperti petugas kepolisian lagi menginterogasi orang.Riris merasa bingung, haruskah dia menjawab dengan jujur tentang keberadaan Widia saat itu? Apakah hal itu baik untuk gadis itu, dia sebenarnya kasihan dengan Widia. Hatinya tengah patah dan terluka, haruskah ditambah lagi dengan masalah baru untuknya jika semua keluarga tahu penyebab sakitnya Bagas. "Nduk, kok malah diem lagi? Itu loh Bu Bimo tanya lagi, tinggal dijawab aja," desak ibunya Riris yang juga penasaran."Ehh ...." Riris hanya menggelengk

  • Ditalak Usai Resepsi   Kejadian Tak Terduga Menimpa Bagas

    Setelah dirasa para pelayan itu sudah tidak membicarakan tentang Widia lagi, Riris bergegas keluar dari toilet. Ketika melewati dapur,, para pelayan itu yang tengah duduk mengobrol itu kompak melihat ke arah Riris."Eh, ini calonnya Mas Bagas, ya?" Salah satu dari mereka langsung bertanya ke Riris. Riris hanya tersenyum lalu mengangguk."Namanya siapa, Mbak? Ayu banget juga kalem Mbaknya ini, cocok sama Mas Bagas nantinya.""Nama saya Riris, Mbok," jawab Riris kepada pelayan yang sudah tua berbadan gemuk itu. Mungkin lebih tepatnya adalah tukang masak di rumah itu."Oh, Mbak Riris toh namanya?" sahut simbok tukang masak itu dengan semringah.Tanpa menunggu lama Riris langsung mendekati mereka yang berjumlah sekitar empat orang itu dan menyalami satu-satu."Wah, Mbak Riris selain ayu, ternyata juga ramah dan tidak sombong, mau menyapa dan berkenalan dengan kita," sahut yang lainnya."Terima kasih, Mbok, saya juga manusia biasa seperti kalian jadi tidak ada yang bisa disombongkan. Kala

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status