/ Pernikahan / Ditalak Usai Resepsi / Cukup Aku yang Terluka

공유

Cukup Aku yang Terluka

작가: Nomela Rosana
last update 최신 업데이트: 2023-09-21 00:25:35

"Nduk, cepat katakan ada apa sebenarnya? Kenapa Kamu nangis begini? Apa yang sudah terjadi padamu?" Ibu masih terus mengguncang pundakku.

Kutatap wajah ibu yang nampak cemas, kualihkan pandangan ke bapak yang berada di samping ibu, nampak ketegangan di raut wajahnya. Aku semakin bingung harus menjawab apa kepada mereka. Aku tidak ingin membuat mereka cemas dan sedih. Cukup aku saja yang terluka. Jangan sampai kedua orangtuaku juga ikut terluka.

Aku menyesal kenapa tadi aku berteriak dan menangis kencang hingga terdengar oleh bapak dan ibu, mungkin kerabat lain yang ada di luar kamar yang masih belum pada pulang juga ikut mendengarnya. Seharusnya aku tadi mengontrol emosiku.

Tenang Riris, tenangkan dirimu. Kamu bisa selesaikan masalah ini pelan-pelan. Tidak boleh gegabah. Banyak hati yang mesti dijaga. Terutama bapak, aku tidak mau bapak kena serangan jantung gara-gara masalah ini. Aku harus bisa mencari alasan kenapa aku menangis dan kenapa mas Reza pergi di malam pengantinnya.

"Nduk, kok malah melamun toh?" Ibu mengagetkanku dari lamunan.

"A-anu Bu, barusan mas Reza nekat memenuhi panggilan bosnya. Ada pekerjaan mendadak yang harus diselesaikan malam ini juga katanya. Aku sudah berusaha mencegahnya untuk menundanya sampai besok tapi Mas Reza nggak mau Bu. Makanya aku kesel trus nangis deh," ucapku dengan suara bergetar.

"Owalah jadi karena itu toh, pantesan tadi ibu liat suamimu itu keluar terburu-buru sampe nggak sempet pamit sama ibu dan bapak."

Penjelasan ibu semakin membuatku merasa terluka, Mas Reza betul-betul lelaki pengecut. Dia pergi begitu saja tanpa pamit pada kedua orang tuaku. Laki-laki macam apa itu, sikapnya tidak mencerminkan latar belakang pendidikannya. Ternyata pendidikan tinggi dari luar negeri pun tidak menjamin adab dan akhlak seseorang.

"Ya sudah, Nduk, yang sabar, Kamu harus memaklumi pekerjaan suamimu. Dukung suamimu supaya nanti bisa lebih sukses lagi." Bapak menasehatiku, tidak nampak lagi ketegangan di raut wajahnya. Aku akhirnya bisa bernapas lega.

"Nggeh, Pak," sahutku pelan seraya mengangguk.

"Yo wis, Nduk, sekarang kamu ganti baju, bersihkan make up di wajahmu dan mandi, biar seger. Habis itu istirahat ya!" titah ibu.

Aku hanya mengangguk pelan. Bapak dan ibu bergegas keluar dari kamar pengantin ini dan menutup pintu. Aku terduduk di tepi ranjang. Air mata kembali mengucur deras di pelupuk mata. Aku masih tidak percaya dengan apa yang sudah kualami. Berharap ini hanya mimpi dan segera bangun dari tidurku. Namun sayang ini bukan mimpi. Mungkin akulah pengantin wanita yang paling merana di dunia ini.

Ku edarkan pandangan di sekelliling kamar pengantin ini, semua yang nampak indah itu berubah menjadi luka yang menyayat-nyayat hatiku. Ingin rasanya aku rusak hiasan bunga-bunga di kamar ini. Ingin kuganti seprai di ranjang ini. Ingin ku kubur semua jejak-jejak pengantin di kamar ini. Namun nanti kedua orang tuaku pasti akan curiga.

Malam ini terpaksa aku tidur di ranjang ini dengan suasananya yang sangat menyesakkan dada. Kucoba memejamkan mata namun sulit sekali untuk bisa tertidur. Aku merasa gelisah, berulang kali aku merubah posisi tidurku ke kanan dan ke kiri. Pikiranku berkecamuk. Apa yang harus aku lakukan selanjutnya? Kini aku sudah menjadi janda. Mas Reza tak mungkin kembali lagi ke rumah ini. Apakah aku bisa terus menutupi masalah ini dari bapak dan ibu?

Oh iya, sebaiknya aku telepon Mas Dimas. Aku harus memberi tahu yang sebenarnya, seperti apa sahabatnya itu telah memperlakukan aku.

Gegas kuambil benda pipih berwarna hitam di atas nakas. Kusapu layar dan segera mencari kontak mas Dimas, kutekan lambang telepon berwarna hijau. Tak lama nada sambung terdengar.

"Halo, Ris ... ada apa nih malam-malam telepon, bukannya ini malam pertamamu bersama Reza, hehe," Mas Dimas berseloroh.

"Mas Di-mas, a-aku ... telah ditalak oleh mas Reza .... " ucapku lirih dengan suara bergetar.

"Apaaa? Kok bisa? Ini bukan prank kan Ris?"

Akhirnya tangisku tumpah kembali. Aku tergugu di tepi ranjang dengan tangan kanan masih memegang gawai yang ditempelkan di telinga kananku.

"Ris ... tolong jelaskan semuanya, hentikan dulu nangisnya ya, aku jadi panik nih kalau kamu nangis."

Setelah puas menumpahkan tangisanku akhirnya kujelaskan kejadian yang baru saja kualami ini. Aku juga sampaikan apa yang kutakutkan jika kedua orang tuaku tahu tentang hal ini.

"Kurang ajarrr si Reza!! Beraninya dia mempermainkan dan melukai sepupuku! Awas, aku akan buat perhitungan dengannya nanti!" geram Mas Dimas dari seberang sana.

"Mas Dimas, aku mau minta tolong. Gimana caranya agar bapak dan ibu jangan sampai tau tentang hal ini. Aku nggak mau bapak terkena serangan jantung Mas."

"Oke, sebaiknya kita berfikir yang tenang dulu. Dan mulai buat rencana." Mas Dimas terus berbicara di telepon dan mencoba menenangkanku.

Malam ini akhirnya aku dan Mas Dimas bisa membuat rencana agar semua nampak berjalan baik-baik saja di depan kedua orang tuaku.

Aku harus berpura-pura menyusul mas Reza ke rumahnya di Jogja. Dan mas Dimas lah yang akan mengantarku dengan alasan mas Rezalah yang minta bantuan mas Dimas untuk mengantarku ke rumahnya. Dengan begitu kedua orang tuaku tidak akan curiga.

Aku harus punya cukup uang untuk bekal hidupku sementara di Jogja. Oh iya, aku ingat kotak amplop pernikahanku yang tadi diberikan ibu kepadaku. Bahkan aku belum sempat membukanya. Kata ibu, semua amplop dari para tamu itu untuk aku dan Mas Reza sebagai bekal tabungan untuk menjalani hidup baru kami.

Aku beranjak dari ranjang dan mengambil kotak putih yang berisi amplop sumbangan para tamu tadi. Ku letakkan kotak berwarna putih itu di atas ranjang. Ku buka kotak itu dan ternyata kotak itu sudah penuh dengan amplop yang saling berjubel.

Kubuka satu-satu amplop itu. Harusnya aku membukanya bersama Mas Reza, ah mengingat namanya lagi membuat luka di hatiku kembali ternganga dan terasa perih. Seandainya waktu bisa diputar ulang, aku tidak akan mau menikah dengannya jika akhirnya akan begini.

Setelah semua amplop dan uang dari dalamnya dikumpulkan, aku mulai menghitungnya. Dan semuanya terkumpul kurang lebih dua puluh juta rupiah. Entahlah aku harus senang atau sedih menerima uang ini. Bulir bening kembali membasahi pipiku.

Kulirik kotak perhiasan berisi mas kawin dari Mas Reza yang diletakkan di atas nakas, terngiang kembali di telingaku kata-kata ijab kabul yang keluar dari mulut Mas Reza dengan tegas dan mantab pagi tadi. Ya, dia menikahiku dengan mas kawin lima keping emas batangan yang masing-masing seberat 5gr. Apakah aku masih berhak memiliki Mas Kawin itu? Jika iya pun, rasanya ingin kulempar saja mas kawin itu ke wajahnya.

Di jariku juga masih melingkar cincin berlian yang disematkan Mas Reza saat acara lamaran, ingin rasanya kulepas cincin ini. Memakainya terus membuat hatiku terasa perih. Nanti saja kulepaskan jika aku sudah di Jogja.

Besok aku akan ke Jogja dan memulai hidup baru di sana. Aku menunggu waktu yang tepat, untuk menceritakan semuanya kepada Ibu dan Bapak. Tentunya tetap harus dengan hati-hati agar bapak dan ibu tidak kaget dan merasa sedih.

***

Selepas sholat subuh aku ke dapur untuk membantu ibu menyiapkan sarapan pagi. Ya, walaupun aku anak tunggal tapi aku bukan anak yang manja. Sejak kecil aku sudah terbiasa ikut ibu memasak di dapur. Sehingga keahlianku memasak sudah terasah, bahkan Bapak tidak bisa membedakan masakanku dengan masakan ibu. Aku bisa menyerap semua ilmu memasak yang ibu ajarkan.

"Nduk, suamimu kapan pulang?" tanya ibu saat aku memasuki dapur.

"Oh, eh ... anu Bu, semalam Mas Reza telepon Riris, katanya Riris disuruh menyusul Mas Reza ke Jogja. Mas Reza sudah minta tolong Mas Dimas untuk mengantarku ke Jogja Bu," jawabku dengan hati-hati. Maafkan aku bu, terpaksa harus membohongi ibu.

"Loh, kok gitu ... kenapa nggak suamimu yang jemput Kamu Ris? Kan sekalian pamit sama bapak ibu."

"Iya Bu, maunya Mas Reza seperti itu. Tapi Mas Reza masih belum bisa meninggalkan pekerjaannya di Jogja Bu, sedangkan tiket bulan madu kami ke Bali sudah terlanjur di beli untuk penerbangan nanti malam. Mas Reza minta maaf sama Bapak dan Ibu karena tidak bisa pamit secara langsung."

Duh, lagi-lagi aku harus berbohong agar ibu tidak curiga.

"Oh gitu to. Ya sudah ndak papa. Nanti Kamu sampaikan ke bapak saat sarapan ya."

"Nggih Bu." Aku bernapas lega. Ibu dengan mudahnya mempercayai kata-kataku. Sekali lagi putrimu minta maaf bu karena terpaksa melakukan ini semua.

Kamipun melanjutkan aktivitas di dapur. Rupanya masih ada sisa masakan dan lauk sehabis pesta kemarin. Jadi pagi ini kami hanya menghangatkannya saja.

Tidak menunggu waktu lama, hidangan untuk sarapan pagi sudah tertata di meja makan. Saat kami memulai untuk sarapan, tiba-tiba Mas Dimas datang.

"Ayo Le, sini ikut sarapan dulu," ajak ibu kepada Mas Dimas.

"Siap Bulek, kebetulan saya memang belum sarapan, hehe .... " Dengan sigap Mas Dimas ikut duduk di meja makan bersama kami.

Mas Dimas sudah biasa kalau ke rumah tidak pernah sungkan dan malu karena sejak kecil memang dia sering sekali main ke rumahku.

"Tumben pagi-pagi sudah ke sini, Mas?" tanya bapak heran.

"Iya Pak Lek, saya dapet tugas dari Reza untuk anter Riris ke Jogja," jawab Mas Dimas dengan suara pelan.

Bapak nampak terkejut, lalu menoleh padaku.

"Iya Pak, Mas Reza minta maaf sama Bapak dan Ibu, karena pekerjaannya yang masih belum bisa ditinggal, jadi nggak bisa jemput Riris," jawabku dengan hati-hati.

"Iya Pak'e, Reza udah beli tiket ke Bali untuk penerbangan nanti malam, dia nggak keburu kalau harus jemput Riris." Ibu ikut menimpali.

"Oh begitu," sahut bapak di iringi helaan napas panjang beliau.

Sepertinya bapak agak kecewa karena bukan Mas Reza yang menjemputku. Baru seperti ini saja bapak sudah nampak kecewa, gimana kalau beliau mendengar berita Mas Reza mentalakku usai resepsi, membayangkannya saja aku sudah ngeri.

"Dimas, hati-hati nanti di jalan. Kabarin pak lek kalau kalian nanti sudah sampai Jogja."

"Siap Pak lek," jawab Mas Dimas singkat. Dia nampak sedikit kikuk dan tegang di hadapan bapak dan ibu. Mungkin ada rasa bersalah di hatinya, karena sahabatnya yang sudah dipercaya itu telah mempermainkan pernikahan sepupunya ini.

Selesai sarapan, aku dan Mas Dimas langsung pamit ke Jogja. Kusalami dan kucium punggung tangan bapak dan ibu dengan takzim, kutahan embun di netraku agar tidak jatuh. Aku harus kuat di hadapan bapak dan ibu.

Bapak, ibu ... doakan anakmu agar bisa menata hidupnya yang baru di Jogja nanti, bisikku dalam hati.

Dengan berjalan pelan kulalui halaman rumah yang masih berdiri megah tenda resepi kemarin. Melihat tenda dan kursi-kursi yang belum di angkat, juga hiasan bunga-bunga di pelaminan yang belum dibongkar, membuat hatiku menangis pilu. Membayangkan resepsiku kemarin yang hanya menyisakan kebahagiaan beberapa jam saja, setelahnya meninggalkan luka yang menganga di hatiku.

관련 챕터

  • Ditalak Usai Resepsi   PoV Reza

    Usai kutalak Riris, bergegas aku keluar dari rumahnya. Kulewati saja orang-orang yang masih berada di ruang keluarga, aku tidak berani menatap wajah-wajah mereka.Aku tidak mau ada kericuhan di rumah ini, sebaiknya secepatnya aku pergi dari sini. Maaf bapak dan ibu mertua, aku tidak berani pamit pada kalian. Aku tidak mau terjadi keributan di rumah ini.Gegas kulajukan mobilku menuju rumahku di Jogja. Ayah, bunda dan rombongan keluarga yang sejak sore tadi sudah pamit pulang mungkin sekarang sudah tiba di rumah.Aku tidak tahu bagaimana respon kedua orang tuaku jika mendengar aku sudah mentalak Riris. Mungkinkah mereka akan marah besar? Apalagi alasanku mentalaknya terkesan sungguh tidak masuk akal.Mungkin bagi orang-orang ini memang tidak masuk akal. Tapi bukankah pernikahan ini aku yg akan menjalaninya? Aku seorang Magister Ekonomi lulusan dari luar negeri. Baru saja diterima bekerja di salah satu perusahaan bonafit di kota Jogja. Walaupun jabatanku hanya sebagai asisten CEO, tapi

    최신 업데이트 : 2023-09-21
  • Ditalak Usai Resepsi   Telepon dari Reza

    Mas Dimas mulai melajukan mobil VW Kodok antiknya perlahan keluar dari halaman rumahku. Menyusuri jalanan desaku yang masih berbatu, melalui kebun, rumah warga dan berujung ke area persawahan yang luas membentang. Kami masih saling diam terpaku. Mas Dimas fokus menyetir, sedangkan aku hanya menatap kosong pemandangan di balik jendela kaca mobil ini dengan mata yang dipenuhi embun."Ris, yang kuat ya ... maafin aku yang secara tidak langsung sudah bikin nasibmu jadi begini." Mas Dimas mulai membuka percakapan.Aku masih terdiam, tidak tahu harus bicara apa."Mas Dimas semalam udah coba telepon si Reza, dan sialnya dia nggak mau angkat telepon dariku. Dasar laki-laki pengecut!" geram Mas Dimas sambil memukulkan tangannya yang terkepal di atas stir."Reza yang kukenal saat masih sama-sama di pondok dulu itu, adalah sosok yang baik, pendiam dan sholeh. Makanya saat dia minta tolong sama Mas untuk dicarikan calon pendamping, mas tidak ragu untuk mengenalkannya padamu. Aku nggak nyangka pola

    최신 업데이트 : 2023-09-21
  • Ditalak Usai Resepsi   Pertemuan dengan Reza

    Mas Dimas sungguh tidak bisa mengendalikan emosinya. Dia tak perduli semua orang menatapnya di warung SGPC ini.Mas Dimas ngajak ketemuan dengan Mas Reza setelah Dzuhur. Ya sudahlah sekalian aku bisa memgembalikan cincin dan maharnya. Biar aku nggak ada urusan lagi dengan lelaki itu."Ris, sekarang masih jam setengah sebelas. Kita ke Masjid Kampus aja ya, sekalian nunggu waktu dzuhur kita bisa sholat dhuha dan istirahat di sana. Nanti mas juga mau browsing info kos-kosan di aplikasi online," ucap Mas Dimas setelah menghabiskan sepiring sego pecelnya.Aku hanya mengangguk tanda menyetujui idenya."Buruan dihabiskan makannya Ris," desak Mas Dimas yang melihat aku makan dengan lambat. Aku sebetulnya memang tidak selera untuk makan. Tapi aku juga harus memperhatikan kesehatanku, karena aku harus kuat menjalani hidupku yang baru di kota ini."Ya udah yuk Mas, aku udah kenyang," ajakku untuk segera meninggalkan warung ini meski masih tersisa separuh nasi di piringku.Kamipun beranjak meningg

    최신 업데이트 : 2023-09-21
  • Ditalak Usai Resepsi   Di Rumah Sakit

    Reza merasa kebingungan melihat Riris dan Dimas berlari meninggalkannya begitu saja di area parkir Masjid."Apa-apaan ini, aku ditinggalin begitu aja, tanpa ada yang pamit padaku. Padahal hampir saja cincin dan mahar itu berada di tanganku, huh sial!!" Reza menyepakkan kaki kanannya di atas tanah. Wajahnya nampak kesal.Akhirnya Reza berjalan kembali ke mobilnya dan berniat untuk pulang kembali ke rumah."Huft, kalo begini jadi ribet urusannya. Padahal tadi itu dengan mudah aku bisa mendapatkan kembali cincin dan maharnya. Ini pasti nanti bunda akan mendesakku lagi soal ini." Reza menggerutu sendiri sambil mengendarai mobilnya menuju rumah.Sesampainya di rumah, Reza langsung disambut oleh bundanya yang nampak begitu panik."Reza ... untung Kamu cepet pulang. Dari tadi bunda teleponin Kamu tapi nggak nyambung terus sih!"Reza mengeluarkan gawainya dari saku dan mengeceknya."Waduh maaf Bun, ternyata Reza baterai handphoneku habis. Ada apa toh Bun, kok keliatan panik gitu?""Sini duduk

    최신 업데이트 : 2023-10-03
  • Ditalak Usai Resepsi   Reza dan Ibunya

    Melihat dokter dan Dimas keluar dari ruang ICU dan berjalan mendekati kursi tempat Riris dan ibunya duduk, mereka berdua segera beranjak dari duduknya. Dengan wajah cemas Riris langsung bertanya kepada dokter tersebut."Dok, gimana kondisi bapak saya Dok?""Ada kabar gembira, baru saja Pak Rohman telah sadar. Jika sampai besok kondisinya tetap stabil, maka bisa dipindahkan ke ruang perawatan biasa. Namun pesan saya sebaiknya pasien dijaga suasana hatinya, hindari hal-hal yang bisa memicu stress agar penyembuhannya bisa berjalan cepat," jelas dokter.Serempak Riris dan ibunya mengucap syukur, "Alhamdulillaah .... "Riris mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya, kemudian tersungging seulas senyum manis dari wajahnya. Dia merasa lega dan bahagia mendengar berita baik tentang bapaknya."Baiklah saya permisi dulu," pamit dokter."Iya Dok, terima kasih banyak," sahut ibunya Riris."Ris, paklek sadar tak lama saat aku berdiri di sisi ranjang paklek. Beliau sempet manggil namamu. Aku

    최신 업데이트 : 2023-10-03
  • Ditalak Usai Resepsi   Kejutan yang Menyesakkan Hati

    Setengah berlari aku menuju kamar tempat bapak dirawat. Hatiku diliputi rasa cemas tak karuan. Ya Allah semoga bapak baik-baik saja, tak henti-hentinya ku berdoa dalam hati. Jantungku semakin berdebar kencang entah kenapa, semoga tidak ada hal buruk yang terjadi.Akhirnya sampai juga aku di depan kamar tempat bapak dirawat, segera kubuka pintu kamar. Mataku langsung tertuju pada ranjang yang berada di sudut kamar. Aku bernapas lega saat melihat bapak sedang tertidur dengan posisi miring membelakangi arah aku berdiri.Kulangkahkan kakiku menuju nakas di samping ranjang dan meletakkan obat yang baru saja kutebus di atas nakas. Bapak sedang tidur, sebaiknya aku tidak usah membangunkannya dulu.Napasku masih ngos-ngosan, ku hempaskan diriku di atas sofa kecil di depan ranjang bapak. Fiuuh, alhamdulillah bapak nggak kenapa-kenapa. Ya Rob, kenapa Mas Reza dan ibunya itu selalu menguji kesabaran kami. Semoga saja aku nggak ada lagi urusan dengan mereka setelah ini. Pergi jauh-jauh saja darik

    최신 업데이트 : 2023-10-04
  • Ditalak Usai Resepsi   Mencoba Bangkit dari Keterpurukan

    Proses memandikan dan mengkafani jenazah bapaknya Riris selesai sebelum waktu Ashar. Semuanya berjalan lancar, jenazah tiba di rumah duka pukul empat sore. Di rumah sudah berdiri kembali tenda untuk para pelayat. Bendera kuning juga sudah di ikat di gapura masuk lingkungan dukuh tempat Riris tinggal. Para pelayat yang sebagian besar warga desa dan sekitarnya sudah banyak yang datang. Mendiang Pak Rohman semasa hidupnya memang dikenal baik, ramah dan aktif dalam kegiatan sosial masyarakat di desa tersebut, jadi tidak heran jika banyak warga dan kerabat yang datang untuk takziah. Mendiang bapaknya Riris juga dikenal oleh banyak petani, karena semasa hidup dia usahanya adalah sebagai tengkulak, menampung dan membeli semua hasil panen padi warga desa dan sekitarnya untuk kemudian di kirim ke gudang yang lebih besar di kota. Selain itu mendiang Pak Rohman juga memiliki beberapa petak sawah warisan dari orang tuanya. Dari situlah mendiang bapaknya Riris bisa membiayai sekolah Riris hingg

    최신 업데이트 : 2023-10-04
  • Ditalak Usai Resepsi   Kegundahan Hati Dimas

    Aku tidak menyangka akan nasib yang menimpa Riris. Sungguh malang sekali dia, sejak menikah dengan sahabatku, Reza. Tak kukira Reza bisa setega itu terhadap Riris. Harapanku yang sangat besar terhadap Reza agar bisa membahagiakan adek sepupuku itu, ternyata jauh dari kenyataan. Justru luka dan kesedihan yang Reza berikan padanya.Malam hari, setelah pulang dari rumah Riris, selepas mengurusi pemakaman mendiang Paklek Rohman, aku merenung di kamarku. Memikirkan nasib Riris yang malang. Aku merasa ikut andil dalam musibah yang telah dialaminya.Seandainya saja aku tidak menjodohkannya pada Reza, mungkin Riris tidak akan mengalami nasib seperti ini. Namun sebagai seorang muslim kita tidak boleh berandai-andai dan menyesali apa yang sudah terjadi. Ini semua sudah digariskan oleh Allah Yang Maha Kuasa.Tiba-tiba ingatanku melayang kembali ke masa kecil, saat itu aku yang masih kelas lima SD, melihat Riris kecil yang sedang menangis sendirian, duduk di dangau yang ada di tepi sawah. Saat it

    최신 업데이트 : 2023-10-04

최신 챕터

  • Ditalak Usai Resepsi   Bahagia Usai Resepsi

    Tepat pukul delapan, semuanya telah lengkap berada di dalam Masjid Kampus nan Agung dan indah itu Bagas dengan balutan tuxedo berwarna putih tulang itu telah duduk bersila di depan meja persegi panjang yang berkaki pendek. Di depannya telah duduk pak penghulu dan pakleknya Riris--adik dari bapaknya-- yang akan menjadi wali nikahnya.Sang pengantin pria yang diapit oleh Pak Bimo dan Pakde Arya, terlihat sedikit tegang. Mungkin karena ini adalah pengalaman pertamanya untuk memulai hidup yang baru. Sedangkan Riris bersama ibunya dan Bu Bimo juga para keluarga dan tamu undangan wanita, telah duduk di balik hijab. Sehingga untuk prosesi akad nikah, hanya para hadirin pria yang bisa melihatnya secara langsung. Riris dan para hadirin wanita hanya bisa melihat di tayangan video siaran langsung yang ada di layar kaca yang terpasang di bagian depan ruangan berhijab itu.Riris duduk bersimpuh diapit oleh sang ibu dan calon ibu mertua. Di belakangnya para keluarga dan tamu wanita dari desanya Ri

  • Ditalak Usai Resepsi   Terpukau Melihat Sang Pengantin

    "Kalau boleh tau, apa syaratnya, Ris?" tanya Bagas penasaran."Nduk, kok pake syarat toh?" bisik Bu Rohman ke telinga putrinya. Riris kemudian memandang ibunya, lalu tersenyum sembari mengangguk. Sedangkan Bu Rohman justru menunjukkan wajah tegangnya."Syaratnya, pertama ... saya minta akad nikahnya nanti di Masjid Kampus yang ada di Universitas nomor satu di Jogja, karena saya memiliki kenangan yang dalam, saat pertama kali mendatangi masjid itu dan bermunajat di sana. Yang kedua, saya ingin setelah menikah nanti, Mas Bagas harus menerima ibu saya untuk tinggal bersama kita nantinya. Karena ibu sudah tak memiliki siapa-siapa lagi, kecuali putri semata wayangnya," ucap Riris dengan suara bergetar hingga netranya yang berkaca-kaca. Riris dan ibunya kembali saling tatap, di kedua manik mereka telah dipenuhi oleh embun. Bu Rohman merasa terharu dengan permintaan putrinya itu, ternyata meski putrinya mau dinikahi oleh pemuda kaya, Riris masih ingat ibunya, masih amat peduli padanya.Riri

  • Ditalak Usai Resepsi   Lamaran

    Hari yang dinanti telah tiba, selama dua pekan ini Riris dan ibunya sibuk mempersiapkan acara lamaran untuk menyambut kehadiran Bagas dan keluarganya. Dari pagi, Riris telah merias dirinya, berbekal ilmu yang didapatnya dari terapis kecantikan salon ternama yang dipesan oleh Bagas selama dia menginap di apartemen.Riris mengenakan gaun kebaya panjang selutut, berwarna hijau lumut dengan hiasan payet pada bagian bawah pinggang serta di ujung tangannya, menambah kesan mewah dan anggun. Gaun itu telah dipesan oleh Bagas dan dikirimkan pak Dul dua hari sebelumnya. Untuk bawahannya, Riris mengenakan kain jarik berbordir emas yang diwiru dengan rapih menambah kesan elegan. Rumah Riris juga telah dipasang tenda untuk para tamu undangan, dan bagian dalamnya di dekor sedemikian rupa sehingga nampak indah dengan aneka bunga di setiap sudut rumah. Back drop yang terlihat indah dan mewah terpasang di salah satu sisi dinding dalam ruang tamu untuk momen lamaran dan pengambilan foto.Dari semua o

  • Ditalak Usai Resepsi   Pulang ke Solo

    Tak terasa sudah sepekan Riris dan Bu Rohman menginap di apartemen milik keluarga Bagas. Selama itu pula mereka setiap hari didatangi terapis kecantikan langganan yang dari awal men-treatment Riris.Gadis yang dulunya berwajah manis dan terlihat sederhana itu, kini telah berubah wajahnya semakin cantik cemerlang, meski perawatannya tidak dengan cara yang ekstrim seperti operasi plastik dan sebagainya. Perawatannya hanya membuat kulit dan wajah Riris terlihat semakin glowing. Selain itu, Riris juga belajar cara merias wajah supaya bisa tampil cantik dan lebih percaya diri. Riasan yang mampu menutupi kekurangan di wajah dan bisa menonjolkan kelebihan, sehingga terlihat semakin cantik bersinar. Apalagi Riris juga memiliki kecantikan yang terpancar dari dalam, dari hati yang bersih dan tulus apa adanya."Ris, makin hari Kamu semakin cantik, maasyaa Allah," puji Bagas di suatu sore saat mereka tengah duduk di taman tepi kolam renang yang ada di rooftop apartemen. Angin bertiup agak kencan

  • Ditalak Usai Resepsi   Di Rumah Reza

    Setelah dirawat di rumah sakit selama dua pekan, akhirnya Bu Santi sudah diperbolehkan untuk pulang. Walaupun kondisinya belum banyak perkembangan, separuh badannya sebelah kanan lemah, namun bisa dilakukan perawatan di rumah. Asalkan minum obat dari dokter secara rutin, makan makanan yang sehat dan rendah lemak, rajin melakukan terapi dan olah raga ringan.Sumi telah diberi pengarahan oleh Bulik Tutik, bagaimana cara merawat Bu Santi dengan baik. Di pagi dan sore hari Sumi memandikan majikan perempuannya itu dengan mengelap seluruh badan dengan handuk yang dibasahi dengan air hangat dan dicampur dengan sabun mandi yang lembut. Sumi melakukannya dengan penuh hati-hati agar tidak menyakiti tubuh Bu Santi. Setelah mandi, Sumi mengajak wanita paruh baya itu jalan-jalan di halaman rumah yang luas itu dengan kursi roda. Sekedar untuk menghirup udara segar dan mengusir kejenuhan Bu Santi.Sumi juga bertugas menggantikan pampers jika sudah penuh dengan air seni dan ketika Bu Santi buang air

  • Ditalak Usai Resepsi   Bagas Buka Suara

    Tepat jam sembilan malam, Riris dan Bu Rohman tiba di apartemen. Pak Dul yang diserahi kartu untuk akses agar bisa masuk ke unit delapan kosong delapan, ikut mengantarkan Riris dan ibunya masuk sampai dalam unit."Mbak Riris, ini kartunya dipegang sama Mbak saja, pesan dari Pak Bagas. Agar Mbak bisa bebas keluar masuk apartemen ini." Pak Dul menyerahkan kartu itu pada Riris."Baik, Pak Dul, terima kasih," jawab Riris sembari tersenyum dan menerima benda tipis persegi itu dari tangan Pak Dul."Baiklah, Mbak Riris dan Bu Rohman, saya pamit dulu. Selamat istirahat. Nanti kalau mau ada perlu untuk anter-anter, bisa telepon saya."Pak Dul sedikit membungkukkan badannya lalu bergegas ke luar dari unit apartemen setelah Riris mengucapkan terima kasih padanya.Riris segera menutup pintu. Lalu keduanya memasuki kamar di mana sudah ada lemari yang berisi pakaian yang dibelikan Bagas tadi pagi. Bu Rohman sempat menyusunnya ke dalam lemari sebelum mereka mengunjungi rumah Pakde Arya."Nduk, maasy

  • Ditalak Usai Resepsi   Widia Gigit Jari

    "Loh, Wid ... Kamu nyusul ke sini?" tanya Bude Arya ketika melihat putri angkatnya sudah berada di ruang tunggu depan IGD. Wajah gadis itu terlihat cemas dan pucat."Iya, Bu ... saya khawatir sekali dengan Mas Bagas. Ingin tau keadaannya sekarang." Mendengar itu Riris semakin cemas, takut kehadiran Widia membuat jantung calon suaminya itu kembali tak stabil."Kami juga belum bisa masuk, jadi belum tau gimana kondisinya. Di dalem ada Bulik dan Paklik Bimo. Tadi sih kata Riris, Masmu sudah membaik keadaannya," sahut Bude Arya lagi.""Sini duduk sini, Wid ... samping ibu!" ajak ibu angkat Widia. Gadis yang sedari tadi masih berdiri itu, menurut dan mendekati kursi kosong di sebelah Bude Arya.Tak lama, pintu ruang IGD terbuka. Kedua orang tua Bagas muncul dari arah dalam.Bude Arya, Suaminya dan Widia segera bangkit dari duduknya dan mendekati orang tua Bagas."Gimana kondisi Bagas, Dek?" tanya Bude Arya. "Alhamdulillah sudah membaik, malah dia bilang sudah sembuh dan pingin dipercepat p

  • Ditalak Usai Resepsi   Rayuan di Kala Sakit

    "Nduk, kok ditanya sama Bu Bimo diem aja? Bu Bimo nungguin jawabanmu, loh!" tegur Bu Rohman pada putrinya yang terlihat diam melamun itu. Padahal sebetulnya Riris sedang berpikir mau menjawab apa."Eh, i-itu ... Bu, Riris sendiri tidak tau kenapa saat Riris lihat di kejauhan Mas Bagas tampak kesakitan, jadi Riris segera berlari menuju Mas Bagas," jawab wanita berwajah manis itu dengan gelagapan."Apa saat itu putraku sedang sendirian, atau bersama seseorang?" selidik Bu Bimo yang sudah seperti petugas kepolisian lagi menginterogasi orang.Riris merasa bingung, haruskah dia menjawab dengan jujur tentang keberadaan Widia saat itu? Apakah hal itu baik untuk gadis itu, dia sebenarnya kasihan dengan Widia. Hatinya tengah patah dan terluka, haruskah ditambah lagi dengan masalah baru untuknya jika semua keluarga tahu penyebab sakitnya Bagas. "Nduk, kok malah diem lagi? Itu loh Bu Bimo tanya lagi, tinggal dijawab aja," desak ibunya Riris yang juga penasaran."Ehh ...." Riris hanya menggelengk

  • Ditalak Usai Resepsi   Kejadian Tak Terduga Menimpa Bagas

    Setelah dirasa para pelayan itu sudah tidak membicarakan tentang Widia lagi, Riris bergegas keluar dari toilet. Ketika melewati dapur,, para pelayan itu yang tengah duduk mengobrol itu kompak melihat ke arah Riris."Eh, ini calonnya Mas Bagas, ya?" Salah satu dari mereka langsung bertanya ke Riris. Riris hanya tersenyum lalu mengangguk."Namanya siapa, Mbak? Ayu banget juga kalem Mbaknya ini, cocok sama Mas Bagas nantinya.""Nama saya Riris, Mbok," jawab Riris kepada pelayan yang sudah tua berbadan gemuk itu. Mungkin lebih tepatnya adalah tukang masak di rumah itu."Oh, Mbak Riris toh namanya?" sahut simbok tukang masak itu dengan semringah.Tanpa menunggu lama Riris langsung mendekati mereka yang berjumlah sekitar empat orang itu dan menyalami satu-satu."Wah, Mbak Riris selain ayu, ternyata juga ramah dan tidak sombong, mau menyapa dan berkenalan dengan kita," sahut yang lainnya."Terima kasih, Mbok, saya juga manusia biasa seperti kalian jadi tidak ada yang bisa disombongkan. Kala

DMCA.com Protection Status