Home / Rumah Tangga / Ditalak Usai Resepsi / Pertemuan dengan Reza

Share

Pertemuan dengan Reza

Author: Nomela Rosana
last update Last Updated: 2023-09-21 00:32:29

Mas Dimas sungguh tidak bisa mengendalikan emosinya. Dia tak perduli semua orang menatapnya di warung SGPC ini.

Mas Dimas ngajak ketemuan dengan Mas Reza setelah Dzuhur. Ya sudahlah sekalian aku bisa memgembalikan cincin dan maharnya. Biar aku nggak ada urusan lagi dengan lelaki itu.

"Ris, sekarang masih jam setengah sebelas. Kita ke Masjid Kampus aja ya, sekalian nunggu waktu dzuhur kita bisa sholat dhuha dan istirahat di sana. Nanti mas juga mau browsing info kos-kosan di aplikasi online," ucap Mas Dimas setelah menghabiskan sepiring sego pecelnya.

Aku hanya mengangguk tanda menyetujui idenya.

"Buruan dihabiskan makannya Ris," desak Mas Dimas yang melihat aku makan dengan lambat. Aku sebetulnya memang tidak selera untuk makan. Tapi aku juga harus memperhatikan kesehatanku, karena aku harus kuat menjalani hidupku yang baru di kota ini.

"Ya udah yuk Mas, aku udah kenyang," ajakku untuk segera meninggalkan warung ini meski masih tersisa separuh nasi di piringku.

Kamipun beranjak meninggalkan warung ini setelah Mas Dimas membayar makanan kami di meja kasir.

Mobil kami kembali menyusuri jalanan kampus, melewati beberapa fakultas, taman dan rawa kecil yang di sampingnya terhampar lembah hingga akhirnya kami tiba di parkiran Masjid Kampus UGM.

"Kita sudah sampai Ris. Kita langsung masuk ke Masjid ya. Kita tunggu aja sampai waktu Dzuhur tiba," saran Mas Dimas.

"Iya Mas," jawabku singkat. Gegas kami membuka pintu mobil dan menginjakkan kaki di parkiran Masjid.

Area parkir di Masjid ini lumayan luas, terletak di halaman yang kontur tanahnya lebih rendah dari Masjid. Di sekelilingnya ditanami pohon ketapang berdaun lebar dengan dahannya yang panjang menjulur ke samping sehingga menaungi mobil-mobil yang parkir di bawahnya. Untuk mencapai ke Masjid kita harus melewati banyak anak tangga.

Setelah mengambil wudhu, aku memasuki masjid di area khusus wanita. Aku sempatkan untuk sholat Tahiyatul Masjid dan sholat Dhuha sebanyak 4 raka'at. Setelah sholat, kutumpahkan segala keluh kesah dan masalahku kepada Allah. Suasana di dalam masjid yang agak sepi membuat aku dengan nyaman bermunajad pada-Nya.

Kutengadahkan kedua tanganku, "yaa Rob, hamba telah ikhlas menerima semua takdir ini, hamba ikhlas jika suami hamba meninggalkan hamba di hari pertama pernikahan kami, dengan sebab ini, maka ijinkan hamba untuk memohon kepada-Mu ya Rob ... tolong kuatkan hamba, berikanlah hamba kebahagiaan yang lainnya, berikanlah hamba nanti pengganti pasangan hidup yang betul-betul mencintai hamba dengan tulus karena Engkau semata. Tolong kuatkan kedua orang tua hamba, terutama bapak hamba dalam menerima kenyataan yang menimpa putri semata wayangnya ini ya Allah ... ya Mujiib ...." bisikku lirih dalam doa-doa yang kupanjatkan. Tak terasa bulir-bulir bening terus jatuh membasahi kedua pipiku.

Aku merasakan ketenangan yang luar biasa setelah menumpahkan segalanya kepada Allah, di Rumahnya yang Agung dengan suasananya yang menyejukkan hati. Lega rasanya hatiku, seperti mendapatkan kekuatanku kembali untuk terus melanjutkan kehidupanku. Semangat Riris, kamu pasti bisa melewati semua ujian hidupmu.

Setelah puas berdoa, kuambil Al Qur'an yang berada di dalam rak yang terletak di sudut Masjid. Sebaiknya aku habiskan waktu untuk membaca Al Qur'an sampai waktu Dzuhur tiba, agar hatiku semakin tenang dan damai.

***

Kami telah selesai sholat Dzuhur berjama'ah. Mas Dimas yang berada area Masjid bagian pria mengirimkan pesan WA padaku.

[Ris, sebentar lagi Reza datang. Kamu turun ke area parkir ya, kita tunggu saja dia di sana.]

[Ok Mas]

Kulipat mukena yang telah kulepaskan. Dan bergegas keluar dari Masjid, menuruni puluhan anak tangga menuju area parkir mobil. Ternyata Mas Dimas tengah duduk di anak tangga paling bawah menghadap ke mobil-mobil yang tengah di parkir. Aku menyusulnya ke tempat dia duduk.

"Mas .... " panggilku setelah berdiri mensejajarinya.

"Eh Ris, kita tunggu di sini aja ya. Oya aku dah browsing kos-kosan Ris. Ada beberapa pilihan, nanti kita survey ke sana ya setelah menemui Reza."

"Iya Mas, alhamdulillah kalau gitu, semoga nanti dapat kos yang cocok. Oya Mas, aku mohon nanti bersikap tenang aja di depan Mas Reza. Jangan emosi, jangan sampai ada keributan ya Mas. Nggak enak ini kan masih dalam lingkungan Masjid," pintaku dengan wajah memelas.

"Wah gimana ya Ris, tanganku ini sudah gatel banget pingin nonjok mukanya yang sok kegantengan itu!" Mas Dimas mengepalkan tangan kanannya dan mengayunkannya ke depan dada.

"Ndak usah balas perbuatannya dengan cara kayak gitu Mas, sayangi tanganmu jangan sampe tersentuh kulitnya. Biarlah semuanya Allah yang mbales Mas," bujukku kembali.

Sebuah mobil minibus berwarna hitam memasuki area parkir. Itu seperti mobilnya Mas Reza. Dan benar saja tak lama keluar sosok pria yang telah jadi mantan suamiku itu dari mobil hitam tersebut. Lalu berjalan mendekat ke arah kami yang telah berdiri tetap di posisi semula.

Dia memakai sepatu kets berwarna putih. Celana panjang chino berwarna coklat tua yang dipadukan dengan t'shirt berwarna putih yang dikenakannya, membuat Mas Reza nampak modis. Sayang penampilannya yang selalu keren ini tapi tidak sesuai dengan hati dan sifatnya. Aku jadi illfeel melihatnya. Beruntung aku sudah berpisah darinya sejak dini, jika tidak mungkin hatiku akan sering terluka olehnya nanti.

"Assalaamu'alaikum," sapanya.

"Wa'alaikumussalam," jawab kami serempak.

"Riris ... ternyata Kamu ada di sini," ucap Mas Reza yang nampak terkejut melihat aku sudah ada di Jogja bersama Mas Dimas.

"Heh Reza, kamu tuh nggak punya otak yah! Tega banget Kamu memperlakukan adek sepupuku seperti ini. Kamu tuh nggak liat aku sebagai sahabatmu sejak di pondok dulu Za. Kamu betul-betul bikin aku kecewa!" Mas Dimas langsung nyerocos.

"Dimas, justru aku yang udah kecewa banget sama Kamu. Gara-gara kamu aku terpaksa melakukan ini!"

"Apa Kamu bilang? Bisanya Kamu malah menyalahkan aku hah!!" Mas Dimas mulai emosi, wajahnya nampak memerah dan menegang.

"Ya, segitu banyak referensi para ustadzah teman-temannya Riris di pondok yang cantik dan anggun, kenapa kamu cuma kasih aku satu pilihan padaku?"

Deg, ucapan Mas Reza sangat melukai perasaanku. Segitu jeleknya kah aku sehingga Mas Reza tega mencampakkan aku?

"Dasar b*jingan Kamu Za!! Cuma dari fisik ajakah Kamu menilai wanita? Sungguh picik sekali pikiranmu!!" pekik Mas Dimas dengan tangan yang sudah mengepal.

"Kamu tau Za, kalau bukan karena permintaan Riris, saat ini Kamu pasti sudah habis aku hajarr!!"

"Hajar saja kalau Kamu mau Dim, aku nggak takut, biar kita puaskan semua kekesalan kita!"

"Sudah ... sudah ... tolong kalian jangan bertengkar di sini. Ini di Masjid!" teriakku mencoba menengahi.

"Mas Reza, terima kasih atas talaknya. Aku bersyukur bisa berpisah darimu sejak awal menikah, aku akan kembalikan semua mahar yang Kamu minta, kebetulan aku bawa dan ada di mobil, nanti aku ambil."

Tiba-tiba gawaiku berdering, kubuka swing bag-ku dan segera kukeluarkan benda pipih itu. Telepon dari ibu? Ada apa ibu meneleponku? Gegas kuterima telepon dari ibu.

"Halo Assalaamu'alaikum Bu." 

"Wa'alaikumussalam, Nduk ... cepat pulang! Bapak kena serangan jantung, ini kita lagi perjalanan ke rumah sakit!" teriak ibu dari seberang sana.

"A-apa Bu? Bapak kena serangan jantung? I-iya Bu, Riris segera pulang ke Solo." Aku terhuyung lemas. Sungguh berita ini sangat mengagetkanku.

"Ris, kenapa dengan paklek?" tanya Mas Dimas cemas.

"Mas ayo kita segera balik ke Solo Mas, bapak kena serangan jantung, huhuhuu .... !" tangisku pecah.

"Astaghfirullah, ayoo Ris kita segera pulang!" Mas Dimas dan aku segera berlari menuju mobil. Kutinggalkan saja Mas Reza yang sedang nampak kebingungan itu. Aku tidak perduli dengannya. Saat ini keadaan bapaklah yang paling kukhawatirkan.

Jantungku terus berdebar kencang selama perjalanan menuju Solo. Aku sungguh merasa takut. Ya Robb ... tolong selamatkan bapak hamba, kuatkanlah dan sembuhkanlah bapak, aku terus berdoa dalam hati. Mas Dimas melajukan mobilnya dengan kencang.

Hatiku bertanya-tanya, kenapa bapak tiba-tiba kena serangan jantung ya? Apakah bapak dan ibu sudah tahu tentang hal besar yang menimpaku ini? Tapi dari siapa?

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Norriza Othman Iza
kok sampai 3 episod ini sama...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Ditalak Usai Resepsi   Di Rumah Sakit

    Reza merasa kebingungan melihat Riris dan Dimas berlari meninggalkannya begitu saja di area parkir Masjid."Apa-apaan ini, aku ditinggalin begitu aja, tanpa ada yang pamit padaku. Padahal hampir saja cincin dan mahar itu berada di tanganku, huh sial!!" Reza menyepakkan kaki kanannya di atas tanah. Wajahnya nampak kesal.Akhirnya Reza berjalan kembali ke mobilnya dan berniat untuk pulang kembali ke rumah."Huft, kalo begini jadi ribet urusannya. Padahal tadi itu dengan mudah aku bisa mendapatkan kembali cincin dan maharnya. Ini pasti nanti bunda akan mendesakku lagi soal ini." Reza menggerutu sendiri sambil mengendarai mobilnya menuju rumah.Sesampainya di rumah, Reza langsung disambut oleh bundanya yang nampak begitu panik."Reza ... untung Kamu cepet pulang. Dari tadi bunda teleponin Kamu tapi nggak nyambung terus sih!"Reza mengeluarkan gawainya dari saku dan mengeceknya."Waduh maaf Bun, ternyata Reza baterai handphoneku habis. Ada apa toh Bun, kok keliatan panik gitu?""Sini duduk

    Last Updated : 2023-10-03
  • Ditalak Usai Resepsi   Reza dan Ibunya

    Melihat dokter dan Dimas keluar dari ruang ICU dan berjalan mendekati kursi tempat Riris dan ibunya duduk, mereka berdua segera beranjak dari duduknya. Dengan wajah cemas Riris langsung bertanya kepada dokter tersebut."Dok, gimana kondisi bapak saya Dok?""Ada kabar gembira, baru saja Pak Rohman telah sadar. Jika sampai besok kondisinya tetap stabil, maka bisa dipindahkan ke ruang perawatan biasa. Namun pesan saya sebaiknya pasien dijaga suasana hatinya, hindari hal-hal yang bisa memicu stress agar penyembuhannya bisa berjalan cepat," jelas dokter.Serempak Riris dan ibunya mengucap syukur, "Alhamdulillaah .... "Riris mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya, kemudian tersungging seulas senyum manis dari wajahnya. Dia merasa lega dan bahagia mendengar berita baik tentang bapaknya."Baiklah saya permisi dulu," pamit dokter."Iya Dok, terima kasih banyak," sahut ibunya Riris."Ris, paklek sadar tak lama saat aku berdiri di sisi ranjang paklek. Beliau sempet manggil namamu. Aku

    Last Updated : 2023-10-03
  • Ditalak Usai Resepsi   Kejutan yang Menyesakkan Hati

    Setengah berlari aku menuju kamar tempat bapak dirawat. Hatiku diliputi rasa cemas tak karuan. Ya Allah semoga bapak baik-baik saja, tak henti-hentinya ku berdoa dalam hati. Jantungku semakin berdebar kencang entah kenapa, semoga tidak ada hal buruk yang terjadi.Akhirnya sampai juga aku di depan kamar tempat bapak dirawat, segera kubuka pintu kamar. Mataku langsung tertuju pada ranjang yang berada di sudut kamar. Aku bernapas lega saat melihat bapak sedang tertidur dengan posisi miring membelakangi arah aku berdiri.Kulangkahkan kakiku menuju nakas di samping ranjang dan meletakkan obat yang baru saja kutebus di atas nakas. Bapak sedang tidur, sebaiknya aku tidak usah membangunkannya dulu.Napasku masih ngos-ngosan, ku hempaskan diriku di atas sofa kecil di depan ranjang bapak. Fiuuh, alhamdulillah bapak nggak kenapa-kenapa. Ya Rob, kenapa Mas Reza dan ibunya itu selalu menguji kesabaran kami. Semoga saja aku nggak ada lagi urusan dengan mereka setelah ini. Pergi jauh-jauh saja darik

    Last Updated : 2023-10-04
  • Ditalak Usai Resepsi   Mencoba Bangkit dari Keterpurukan

    Proses memandikan dan mengkafani jenazah bapaknya Riris selesai sebelum waktu Ashar. Semuanya berjalan lancar, jenazah tiba di rumah duka pukul empat sore. Di rumah sudah berdiri kembali tenda untuk para pelayat. Bendera kuning juga sudah di ikat di gapura masuk lingkungan dukuh tempat Riris tinggal. Para pelayat yang sebagian besar warga desa dan sekitarnya sudah banyak yang datang. Mendiang Pak Rohman semasa hidupnya memang dikenal baik, ramah dan aktif dalam kegiatan sosial masyarakat di desa tersebut, jadi tidak heran jika banyak warga dan kerabat yang datang untuk takziah. Mendiang bapaknya Riris juga dikenal oleh banyak petani, karena semasa hidup dia usahanya adalah sebagai tengkulak, menampung dan membeli semua hasil panen padi warga desa dan sekitarnya untuk kemudian di kirim ke gudang yang lebih besar di kota. Selain itu mendiang Pak Rohman juga memiliki beberapa petak sawah warisan dari orang tuanya. Dari situlah mendiang bapaknya Riris bisa membiayai sekolah Riris hingg

    Last Updated : 2023-10-04
  • Ditalak Usai Resepsi   Kegundahan Hati Dimas

    Aku tidak menyangka akan nasib yang menimpa Riris. Sungguh malang sekali dia, sejak menikah dengan sahabatku, Reza. Tak kukira Reza bisa setega itu terhadap Riris. Harapanku yang sangat besar terhadap Reza agar bisa membahagiakan adek sepupuku itu, ternyata jauh dari kenyataan. Justru luka dan kesedihan yang Reza berikan padanya.Malam hari, setelah pulang dari rumah Riris, selepas mengurusi pemakaman mendiang Paklek Rohman, aku merenung di kamarku. Memikirkan nasib Riris yang malang. Aku merasa ikut andil dalam musibah yang telah dialaminya.Seandainya saja aku tidak menjodohkannya pada Reza, mungkin Riris tidak akan mengalami nasib seperti ini. Namun sebagai seorang muslim kita tidak boleh berandai-andai dan menyesali apa yang sudah terjadi. Ini semua sudah digariskan oleh Allah Yang Maha Kuasa.Tiba-tiba ingatanku melayang kembali ke masa kecil, saat itu aku yang masih kelas lima SD, melihat Riris kecil yang sedang menangis sendirian, duduk di dangau yang ada di tepi sawah. Saat it

    Last Updated : 2023-10-04
  • Ditalak Usai Resepsi   Siapakah Pemuda Itu?

    Sementara itu di Jogja, Reza sudah menjalani aktifitas seperti biasanya. Bekerja dan kadang nongkrong di Kafe bersama teman-teman kerjanya. Di hari week end dia suka berolah raga, futsal, fitness, kadang jogging di depan Gedung Graha Sabha Pramana UGM, niatnya sih sekalian cuci mata. Siapa tahu dia bisa bertemu dengan mahasiswi cantik di sana. Dasar Reza, matanya masih suka jelalatan, dia sepertinya sudah betul-betul melupakan pernikahannya dengan Riris. Tidak ada rasa bersalah dan menyesal di dirinya."Za, gimana proses pengajuan Pembatalan Pernikahanmu di Pengadilan Agama?" tanya bundanya Reza ketika mereka sedang sarapan pagi itu."Alhamdulillah lancar Bun, berkat bantuan Om Andri yang bekerja di sana, semuanya jadi lebih mudah, tinggal menunggu sidang keputusan pengadilan" jawab Reza setelah meneguk secangkir kopi latte nya."Baguslah kalau begitu Za, semoga segera diputuskan oleh pengadilan, agar statusmu tetap lajang di KTP, biar nanti Kamu gampang kalau mau nyari istri lagi, ng

    Last Updated : 2023-10-04
  • Ditalak Usai Resepsi   Ikhtiar Dimas

    Mobil minibus mewah berwarna hitam mengkilat itu kemudian berjalan perlahan keluar dari halaman rumah Riris. Meninggalkan Bu Kardi yang masih terbengong dan berdecak kagum."Siapa toh pemuda itu? Udah ganteng, keren, sepertinya dia orang kaya. Mobilnya aja buagus banget. Ck ... ck ... ck!" gumam Bu Kardi. Lidahnya terus berdecak diiringi dengan geleng-geleng kepala.Sementara itu di dalam mobil mewah, pemuda tampan itu terus mengamati suasana desa yang dilaluinya."Desa ini tidak banyak perubahan," gumamnya.Ketika mobil itu melewati tepi areal persawahan, pemuda itu menegakkan duduknya dan menoleh ke arah kiri jalan."Berhenti dulu sebentar, Pak Dul!" pinta pemuda itu kepada sopirnya."Baik Pak," jawab sopirnya dengan suara pelan.Pemuda itu kemudian menekan tombol pintu mobil otomatisnya sehingga pintu itu terbuka perlahan. Dijejakkannya sepatu hitam mengkilatnya ke permukaan jalan berbatu itu. Dia berdiri di sisi mobilnya, termangu menatap sebuah rumah sederhana di tepi sawah. Ruma

    Last Updated : 2023-10-04
  • Ditalak Usai Resepsi   Tugas Untuk Reza

    Saat menuju kosan Dimas, tiba-tiba gawai Riris berdering. Bergegas di ambilnya benda pipih itu dari dalam swing bag-nya. Terpampang nama Reza di layar itu.'Hh, dia lagi ... ada apa sih telepon aku lagi? Bukankah urusan kami sudah selesai?' Batin Riris merasa kesal."Siapa yang telepon Ris?" tanya Dimas penasaran."Laki-laki itu Mas," jawab Riris tanpa mau menyebut nama mantan suaminya. Gawainya masih terus berdering."Heh, mau apalagi dia, angkat aja Ris, kalau dia macem-macem akan berhadapan sama aku," tukas Dimas kesal. Riris akhirnya menerima panggilan telepon dari Reza."Ada apa sih, Kamu menelepon saya terus?!" bentak Riris kesal. Riris yang biasanya sabar entah mengapa kali ini begitu emosi menjawab telepon dari Reza. Dia merasa sudah lelah berurusan dengan lelaki pengecut itu."Heh, Ris! Kalau nggak mendesak banget juga aku nggak akan telepon Kamu, buat apa coba?" jawab Reza tak kalah sewot."Ya udah ada apa? Waktuku nggak banyak untuk meladeni Kamu!""Aku cuma mau buku nikah

    Last Updated : 2023-10-04

Latest chapter

  • Ditalak Usai Resepsi   Bahagia Usai Resepsi

    Tepat pukul delapan, semuanya telah lengkap berada di dalam Masjid Kampus nan Agung dan indah itu Bagas dengan balutan tuxedo berwarna putih tulang itu telah duduk bersila di depan meja persegi panjang yang berkaki pendek. Di depannya telah duduk pak penghulu dan pakleknya Riris--adik dari bapaknya-- yang akan menjadi wali nikahnya.Sang pengantin pria yang diapit oleh Pak Bimo dan Pakde Arya, terlihat sedikit tegang. Mungkin karena ini adalah pengalaman pertamanya untuk memulai hidup yang baru. Sedangkan Riris bersama ibunya dan Bu Bimo juga para keluarga dan tamu undangan wanita, telah duduk di balik hijab. Sehingga untuk prosesi akad nikah, hanya para hadirin pria yang bisa melihatnya secara langsung. Riris dan para hadirin wanita hanya bisa melihat di tayangan video siaran langsung yang ada di layar kaca yang terpasang di bagian depan ruangan berhijab itu.Riris duduk bersimpuh diapit oleh sang ibu dan calon ibu mertua. Di belakangnya para keluarga dan tamu wanita dari desanya Ri

  • Ditalak Usai Resepsi   Terpukau Melihat Sang Pengantin

    "Kalau boleh tau, apa syaratnya, Ris?" tanya Bagas penasaran."Nduk, kok pake syarat toh?" bisik Bu Rohman ke telinga putrinya. Riris kemudian memandang ibunya, lalu tersenyum sembari mengangguk. Sedangkan Bu Rohman justru menunjukkan wajah tegangnya."Syaratnya, pertama ... saya minta akad nikahnya nanti di Masjid Kampus yang ada di Universitas nomor satu di Jogja, karena saya memiliki kenangan yang dalam, saat pertama kali mendatangi masjid itu dan bermunajat di sana. Yang kedua, saya ingin setelah menikah nanti, Mas Bagas harus menerima ibu saya untuk tinggal bersama kita nantinya. Karena ibu sudah tak memiliki siapa-siapa lagi, kecuali putri semata wayangnya," ucap Riris dengan suara bergetar hingga netranya yang berkaca-kaca. Riris dan ibunya kembali saling tatap, di kedua manik mereka telah dipenuhi oleh embun. Bu Rohman merasa terharu dengan permintaan putrinya itu, ternyata meski putrinya mau dinikahi oleh pemuda kaya, Riris masih ingat ibunya, masih amat peduli padanya.Riri

  • Ditalak Usai Resepsi   Lamaran

    Hari yang dinanti telah tiba, selama dua pekan ini Riris dan ibunya sibuk mempersiapkan acara lamaran untuk menyambut kehadiran Bagas dan keluarganya. Dari pagi, Riris telah merias dirinya, berbekal ilmu yang didapatnya dari terapis kecantikan salon ternama yang dipesan oleh Bagas selama dia menginap di apartemen.Riris mengenakan gaun kebaya panjang selutut, berwarna hijau lumut dengan hiasan payet pada bagian bawah pinggang serta di ujung tangannya, menambah kesan mewah dan anggun. Gaun itu telah dipesan oleh Bagas dan dikirimkan pak Dul dua hari sebelumnya. Untuk bawahannya, Riris mengenakan kain jarik berbordir emas yang diwiru dengan rapih menambah kesan elegan. Rumah Riris juga telah dipasang tenda untuk para tamu undangan, dan bagian dalamnya di dekor sedemikian rupa sehingga nampak indah dengan aneka bunga di setiap sudut rumah. Back drop yang terlihat indah dan mewah terpasang di salah satu sisi dinding dalam ruang tamu untuk momen lamaran dan pengambilan foto.Dari semua o

  • Ditalak Usai Resepsi   Pulang ke Solo

    Tak terasa sudah sepekan Riris dan Bu Rohman menginap di apartemen milik keluarga Bagas. Selama itu pula mereka setiap hari didatangi terapis kecantikan langganan yang dari awal men-treatment Riris.Gadis yang dulunya berwajah manis dan terlihat sederhana itu, kini telah berubah wajahnya semakin cantik cemerlang, meski perawatannya tidak dengan cara yang ekstrim seperti operasi plastik dan sebagainya. Perawatannya hanya membuat kulit dan wajah Riris terlihat semakin glowing. Selain itu, Riris juga belajar cara merias wajah supaya bisa tampil cantik dan lebih percaya diri. Riasan yang mampu menutupi kekurangan di wajah dan bisa menonjolkan kelebihan, sehingga terlihat semakin cantik bersinar. Apalagi Riris juga memiliki kecantikan yang terpancar dari dalam, dari hati yang bersih dan tulus apa adanya."Ris, makin hari Kamu semakin cantik, maasyaa Allah," puji Bagas di suatu sore saat mereka tengah duduk di taman tepi kolam renang yang ada di rooftop apartemen. Angin bertiup agak kencan

  • Ditalak Usai Resepsi   Di Rumah Reza

    Setelah dirawat di rumah sakit selama dua pekan, akhirnya Bu Santi sudah diperbolehkan untuk pulang. Walaupun kondisinya belum banyak perkembangan, separuh badannya sebelah kanan lemah, namun bisa dilakukan perawatan di rumah. Asalkan minum obat dari dokter secara rutin, makan makanan yang sehat dan rendah lemak, rajin melakukan terapi dan olah raga ringan.Sumi telah diberi pengarahan oleh Bulik Tutik, bagaimana cara merawat Bu Santi dengan baik. Di pagi dan sore hari Sumi memandikan majikan perempuannya itu dengan mengelap seluruh badan dengan handuk yang dibasahi dengan air hangat dan dicampur dengan sabun mandi yang lembut. Sumi melakukannya dengan penuh hati-hati agar tidak menyakiti tubuh Bu Santi. Setelah mandi, Sumi mengajak wanita paruh baya itu jalan-jalan di halaman rumah yang luas itu dengan kursi roda. Sekedar untuk menghirup udara segar dan mengusir kejenuhan Bu Santi.Sumi juga bertugas menggantikan pampers jika sudah penuh dengan air seni dan ketika Bu Santi buang air

  • Ditalak Usai Resepsi   Bagas Buka Suara

    Tepat jam sembilan malam, Riris dan Bu Rohman tiba di apartemen. Pak Dul yang diserahi kartu untuk akses agar bisa masuk ke unit delapan kosong delapan, ikut mengantarkan Riris dan ibunya masuk sampai dalam unit."Mbak Riris, ini kartunya dipegang sama Mbak saja, pesan dari Pak Bagas. Agar Mbak bisa bebas keluar masuk apartemen ini." Pak Dul menyerahkan kartu itu pada Riris."Baik, Pak Dul, terima kasih," jawab Riris sembari tersenyum dan menerima benda tipis persegi itu dari tangan Pak Dul."Baiklah, Mbak Riris dan Bu Rohman, saya pamit dulu. Selamat istirahat. Nanti kalau mau ada perlu untuk anter-anter, bisa telepon saya."Pak Dul sedikit membungkukkan badannya lalu bergegas ke luar dari unit apartemen setelah Riris mengucapkan terima kasih padanya.Riris segera menutup pintu. Lalu keduanya memasuki kamar di mana sudah ada lemari yang berisi pakaian yang dibelikan Bagas tadi pagi. Bu Rohman sempat menyusunnya ke dalam lemari sebelum mereka mengunjungi rumah Pakde Arya."Nduk, maasy

  • Ditalak Usai Resepsi   Widia Gigit Jari

    "Loh, Wid ... Kamu nyusul ke sini?" tanya Bude Arya ketika melihat putri angkatnya sudah berada di ruang tunggu depan IGD. Wajah gadis itu terlihat cemas dan pucat."Iya, Bu ... saya khawatir sekali dengan Mas Bagas. Ingin tau keadaannya sekarang." Mendengar itu Riris semakin cemas, takut kehadiran Widia membuat jantung calon suaminya itu kembali tak stabil."Kami juga belum bisa masuk, jadi belum tau gimana kondisinya. Di dalem ada Bulik dan Paklik Bimo. Tadi sih kata Riris, Masmu sudah membaik keadaannya," sahut Bude Arya lagi.""Sini duduk sini, Wid ... samping ibu!" ajak ibu angkat Widia. Gadis yang sedari tadi masih berdiri itu, menurut dan mendekati kursi kosong di sebelah Bude Arya.Tak lama, pintu ruang IGD terbuka. Kedua orang tua Bagas muncul dari arah dalam.Bude Arya, Suaminya dan Widia segera bangkit dari duduknya dan mendekati orang tua Bagas."Gimana kondisi Bagas, Dek?" tanya Bude Arya. "Alhamdulillah sudah membaik, malah dia bilang sudah sembuh dan pingin dipercepat p

  • Ditalak Usai Resepsi   Rayuan di Kala Sakit

    "Nduk, kok ditanya sama Bu Bimo diem aja? Bu Bimo nungguin jawabanmu, loh!" tegur Bu Rohman pada putrinya yang terlihat diam melamun itu. Padahal sebetulnya Riris sedang berpikir mau menjawab apa."Eh, i-itu ... Bu, Riris sendiri tidak tau kenapa saat Riris lihat di kejauhan Mas Bagas tampak kesakitan, jadi Riris segera berlari menuju Mas Bagas," jawab wanita berwajah manis itu dengan gelagapan."Apa saat itu putraku sedang sendirian, atau bersama seseorang?" selidik Bu Bimo yang sudah seperti petugas kepolisian lagi menginterogasi orang.Riris merasa bingung, haruskah dia menjawab dengan jujur tentang keberadaan Widia saat itu? Apakah hal itu baik untuk gadis itu, dia sebenarnya kasihan dengan Widia. Hatinya tengah patah dan terluka, haruskah ditambah lagi dengan masalah baru untuknya jika semua keluarga tahu penyebab sakitnya Bagas. "Nduk, kok malah diem lagi? Itu loh Bu Bimo tanya lagi, tinggal dijawab aja," desak ibunya Riris yang juga penasaran."Ehh ...." Riris hanya menggelengk

  • Ditalak Usai Resepsi   Kejadian Tak Terduga Menimpa Bagas

    Setelah dirasa para pelayan itu sudah tidak membicarakan tentang Widia lagi, Riris bergegas keluar dari toilet. Ketika melewati dapur,, para pelayan itu yang tengah duduk mengobrol itu kompak melihat ke arah Riris."Eh, ini calonnya Mas Bagas, ya?" Salah satu dari mereka langsung bertanya ke Riris. Riris hanya tersenyum lalu mengangguk."Namanya siapa, Mbak? Ayu banget juga kalem Mbaknya ini, cocok sama Mas Bagas nantinya.""Nama saya Riris, Mbok," jawab Riris kepada pelayan yang sudah tua berbadan gemuk itu. Mungkin lebih tepatnya adalah tukang masak di rumah itu."Oh, Mbak Riris toh namanya?" sahut simbok tukang masak itu dengan semringah.Tanpa menunggu lama Riris langsung mendekati mereka yang berjumlah sekitar empat orang itu dan menyalami satu-satu."Wah, Mbak Riris selain ayu, ternyata juga ramah dan tidak sombong, mau menyapa dan berkenalan dengan kita," sahut yang lainnya."Terima kasih, Mbok, saya juga manusia biasa seperti kalian jadi tidak ada yang bisa disombongkan. Kala

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status