“Malah diam! Kalau kamu tak segera bicara aku tinggal nih,” ancam Rosyida menatap sinis sahabatnya. Tidak ada tatapan kerinduan seperti dulu saat mereka masih berstatus sebagai sahabat karib. Semua kini sirna, karena ulah Erlangga.Bu Waida yang ditatap sinis oleh Rosyida, hanya bisa terima dengan lapang dada. Ia tahu kesalahan anaknya sangatlah fatal, jadi apa boleh buat. Apa pun bentuk perkataan Rosyida ia terima dengan ikhlas. Semua itu ia lakukan demi memenuhi permintaan anaknya. Syukur-syukur diterima oleh Rosyida. Jika pun tidak, tidak masalah, yang penting ia telah berusaha menunjukkan niat baik dan memenuhi harapan si buah hati. Seorang ibu tentu akan melakukan apapun demi kebahagiaan anaknya.Wanita itu diam sejenak, menunggu temannya untuk bicara. Sekian menit berlalu, namun sang teman tetap bungkam. Rosyida tampak tak sabaran menunggu, tiba-tiba wanita itu bangkit berdiri seraya menggebrak meja, bermaksud pergi. "Sepertinya percuma aku datang ke sini." hardiknya seraya me
Erlangga menghempaskan bobot tubuh besarnya di kasur. Wajahnya tampak lesu dan kehilangan gairah. Baru kemaren semangatnya menggebu, berharap orang tua Ela memberinya kesempatan kedua. Nyatanya itu hanya hayalan kosong belaka. Buktinya orang tua Ela menolak mentah-mentah keinginannya. Kini apa yang harus ia lakukan untuk membalikkan keadaan. Matanya menerawang ke langit-langit kamar. Penyesalan itu semakin kentara mendera hati dan jiwanya.Kegagalan bu Waida membujuk mertuanya untuk mau memaafkan dirinya membuatnya patah hati dan kehilangan semangat. Erlangga sungguh teramat menyesal. Rasanya Erlangga ingin waktu berputar kembali ke waktu akad nikahnya berlangsung. Tidak akan ia keluarkan kata talak itu.Andai ia tidak gegabah, pastilah mereka sekarang menjadi keluarga yang bahagia. Kini hancur sudah harapannya untuk membangun rumah tangga bahagia bersama Ela. Meskipun pada awalnya ia menolak keinginan sang mama, tapi setelah melihat retaknya hubungan persahabatan mamanya membuatnya m
“Sudah ada wanita yang kamu taksir? Apa perlu aku bantu carikan,” tawar Ikhsan semangat empat lima. Lelaki itu mengerling jenaka, bersiul kecil menunjukkan rasa bahagianya. Sebagai teman, tentu saja dia senang, melihat binar cinta di mata sahabatnya. Sebentar lagi temannya itu akan menyusul ke pelaminan.“Carikan apa nih,” tiba-tiba dua pria masuk bertanya dengan kepo. Lelaki itu sahabat Faiq juga, namanya Ilman dan Wiryo. Kedua pria yang baru datang itu menatap horor ke arah Ikhsan dan Faiq dengan mata memicing curiga.“Bukan apa-apa,” sahut Faiq cepat seraya mengedipkan mata mengkode Ikhsan. Ikhsan yang paham dengan kode yang diberikan Faiq menanggapi dengan tertawa kecil.“Kayak gak tahu saja kalian, sekarang lagi banyak pesanan. Aku bantu cari bahan-bahan yang diperlukan.” Balas Ikhsan berbohong. Pria berjanggut tipis itu tersenyum lebar berusaha mengalihkan perhatian duo sohibnya. Ikhsan mengerti, mungkin belum saatnya kedua sahabatnya tau tentang keinginan Faiq untuk melepas ma
“Namanya Ela, dia anak Abi Hisyam. Lelaki yang banyak berjasa padaku. Kamu ingatkan lelaki yang sering aku ceritakan itu?" tanya Faiq menatap serius sahabatnya. Ikhsan tampak berfikir, berusaha mengingat siapa lelaki yang pernah diceritakan Faiq. Tapi tidak ada bayangan sama sekali di otaknya."Kamu lupa?" protes Faiq tak sabaran dengan wajah masam. Padahal sering banget dia cerita tentang kebaikan Abi Hisyam padanya. "Ayolah! masa kamu lupa sih! aku sering banget lho ceritain tentang dia." cebik Faiq meninju kecil bahu sahabat kentalnya.“Tunggu-tunggu, maksud kamu lelaki yang sering kamu ceritakan itu? Lelaki yang kemaren koma karena anak gadisnya ditalak setelah akad nikah itu.” Tanya Ikhsan dengan dahi penuh kerutan. Faiq mengangguk lemah.“Astagfirullah Hal Adzhiim,” sahut Ikhsan terperanjat kaget. Lama membujang, kok dapatnya perempuan yang ditalak setelah akad. Miris sekali. “Kenapa harus dengan dia. Kamu kayak nggak laku aja, kayak gak ada perempuan lain saja.” Protes Ikhsan
Keluarga Abi Hisyam tengah sibuk mempersiapkan pernikahan Ela dan Faiq. Rencana pernikahan akan digelar dua Minggu lagi. Banyak hal yang harus dipersiapkan, meskipun pesta pernikahan digelar secara sederhana atas permintaan Ela. Sebagai orang tua, tentu saja Abi Hisyam dan Umi Rosyida tetap harus menyiapkan segala keperluannya. Tak lantas membuat pasangan suami istri bisa duduk santai tanpa persiapan.Beberapa hari yang lalu Faiq sudah datang melamar Ela secara resmi. Dia tidak datang sendiri, tetapi bersama ketiga temannya yang sudah dia anggap saudara. Tidak ada yang bisa dia ajak selain temannya karena memang dia hidup sendiri, sebatang kara, karena tidak memiliki keluarga dan sanak saudara.Sampai detik ini pun dia tidak tahu siapa keluarga dan orang tua yang telah melahirkannya. Besar keinginannya untuk mengetahui siapa keluarga besarnya. Selama ini Faiq hidup di panti. Berkat bantuan Abi Hisyam, kini ia mampu berdiri di kaki sendiri. Tak hanya itu, Faiq tumbuh menjadi pribadi ya
“Bukan itu, tapi ada hal yang masih mengganjal dalam hatiku.”“Tentang?” Ikhsan menatap Faiq mencoba menerka apa yang membuat temannya galau akut begini, hingga lebih senang menyendiri dari pada berbaur sama mereka. Ini bukanlah gaya Faiq, pasti ada sesuatu yang tengah menganggu pikirannya. Sebagai sahabat, Ikhsan tentu tidak bisa diam saja. paling tidak ia harus ikut andil memikirkan, setidaknya mencari solusi dari masalah yang dihadapi sahabatnya.Aneh saja kan! Tidak biasanya Faiq bersikap demikian, apapun masalahnya, Faiq selalu membagi masalahnya dengan ketiga temannya itu. Ibarat kata nih, tidak ada rahasia di antara mereka. Tapi melihat kegalauan Faiq membuat Ikhsan tak bisa acuh seakan tak peduli. Bila perlu apa yang dibutuhkan temannya, ia siap bantu, baik tenaga maupun pikiran.“Kok diam! Kamu tidak ingin membagi masalahmu dengan kami?” cecar Ikhsan tak sabar menanti jawaban dari sang teman.Faiq tersentak dalam mode diamnya. Bingung tengah menghinggapinya, hingga membuatn
“Kamu bilang mencintai Ela, tapi dengan cara menyakitinya. Cinta macam apa itu, cinta yang salah kaprah. Jangan bilang mencintai, bila kamu tak tahu arti mencintai yang sesungguhnya,” kecam Rusdy tak habis pikir dengan jalan pikiran anak lelakinya. Kepalanya tak berhenti menggeleng heran seraya menatap sang putra penuh intimidasi. Rasanya tak percaya, melihat sang putra salah mengartikan sebuah kata mencintai.“Ya, namanya cinta Pa. Itu bentuk usahaku untuk mendapatkan cintanya. Siapa tahu Ela berubah pikiran, setelah semua lelaki menolak untuk menikahinya. Aku yakin sekali itu, setelah semua orang tahu bagaimana kelakuan Ela, pasti tidak ada pria yang mau dengannya, kecuali pria bodoh. Saat itu terjadi aku datang sebagai dewa penolong. Bahkan aku yakin, Ela tidak akan menolak ukuran tanganku," ucap Soni yakin sepenuh hati.Rusdy kembali geleng-geleng kepala mendengar pernyataan anaknya. Tak menyangka anak yang begitu teramat dia sayangi telah salah melangkah. Padahal dulu, dia sering
“Maaf Waida, keputusanku sudah bulat tidak bisa diganggu gugat.” ketus Rosyida sebal bin kesal.Waida terdiam cukup lama mendengar keputusan final sang mantan sahabat. Kini ia tak berdaya merubah keputusan itu. Rasanya tak sanggup melihat kekecewaan Erlangga, tapi mau bagaimana lagi. Waida terus berpikir mencari celah untuk bisa merubah keputusan Rosyida.Suasana hening mencekam. Kedua wanita itu sibuk dengan pikiran masing-masing. Waida dengan pikiran jahatnya, sedangkan Rosyida mentertawakan permintaan gila kawannya.Setelah cukup lama terdiam, Waida mengangkat kepala setelah menenangkan debar di dada. Ia pandangi wajah sahabatnya dengan pandangan intimidasi, menguatkan tekad yang telah ia rencanakan jauh-jauh hari. Rencana terakhir ini tidak boleh gagal. Ia terpaksa melakukan cara licik ini, agar Rosyida mau menuruti kemauannya. Jalan terakhir yang telah direncanakan terpaksa ia ungkap. Kini ia tak lagi peduli dengan kelanjutan hubungan persahabatan akan berakhir begitu saja. Asal
Lelaki itu akhirnya pergi juga meninggalkan kamar, meninggalkan Ela dengan degup jantung yang menderu. Bibir wanita itu kembali tersungging manis. Membayangkan tingkah agresifnya tadi sungguh membuatnya malu. Ia sungguh tak percaya, bisa melakukan hal yang sangat tabu untuknya. Wajahnya memerah, sontak ia menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.Setelah mengatur debar di dada, Ela mulai siap-siap seperti permintaan suaminya. Ia beranjak ke lemari, meraih kado dari Farah yang dulu hampir saja ia buang. Tapi setelah ia tahu kegunaan pakaian tipis menerawang itu, ia menyimpannya kembali di lemari. Kini ia berniat memakainya untuk menyenangkan sang suami. Yah, kini hatinya telah mantap, siap sempurna tanpa ada keraguan sedikitpun.Hampir 20 menit ia bersiap-siap dan menunggu kedatangan sang suami di kamar tepatnya di tempat tidur. Beberapa kali ia menguap, tapi sayangnya orang yang ditunggu tak kunjung datang. Ela menarik selimut hampir menutupi seluruh badannya. Ia belum siap menu
“Mas, kok berhenti, gak jadi masuk?” tanya Ela bingung. Wanita itu memindai area ruang keluarga, dan tatapannya melongo kaget, menyaksikan pertikaian antara kakak ipar dan suaminya.Bukannya menjawab pertanyaan Ela, Faiq justru berbisik di telinga sang istri. “Lihat itu, mereka lagi berantem. Kita dengarkan dari sini.”“Menguping pembicaraan orang diam-diam itu tidak baik Mas, apalagi mereka tengah berantem. Ayo kita keluar saja,” ajak Ela cepat seraya berbisik. Tangannya tak lupa menarik tangan sang suami dan mengajaknya keluar. Tapi sayang, Faiq tak bergerak dari posisinya. Ela menatap suaminya dengan perasaan kalut, takut ketahuan oleh kakak ipar dan suaminya.“Ayo Mas, tunggu apa lagi. Sebaiknya kita pergi sekarang,” pinta Ela memelas.Faiq mendekatkan bibir ke telinga sang istri lalu berbisik, “Ini kedua kalinya mereka berantem, aku harus tahu apa yang mereka debatkan.”“Tapi....”“Syut... Diamlah. Nanti kita ketahuan, bahaya!” pinta Faiq menutup mulut sang istri. Akhirnya Ela men
“Bunda,” ucapnya terbata-bata. Wanita itu lantas membuka pintu dan memintanya mamanya masuk ke dalam. Perempuan yang dipanggil bunda itu pun lantas masuk ke apartemen sang putri. Lalu mendaratkan bokongnya di kursi tunggal yang ada di sana. Matanya memindai area ruang keluarga yang tertata dengan rapi dan juga bersih. Meskipun rapi dan bersih, tetap saja tinggal sendiri itu tidak menyenangkan.“Betah kamu tinggal menyendiri di sini?”“Maksud bunda?”“Kamu jangan pura-pura tidak tahu apa maksud perkataan bunda.”“Menikah!! Itu yang ingin bunda katakan bukan?”“Iya, apalagi.”“Kapan kamu bisa memenuhi permintaan bunda, Nak? Kamu itu bukan ABG labil lagi. Kamu itu sudah kelewat dewasa.”Widuri tersentak kaget, ia sangat paham dengan maksud perkataan sang bunda, memang dirinya sudah kelewat dewasa, bahkan sebentar lagi usianya mencapai 29 tahun. Tapi mau bagaimana, lelaki yang ia sukai dari dulu bahkan sampai sekarang tidak berubah, namun tidak direstui oleh sang bunda hanya karena lelak
“Baiklah! Saya mengerti. Sebenarnya apa yang hendak kamu bicarakan?” tanya Widuri menatap lekat sang mantan. Dadanya sampai sekarang masih bergetar hebat, saat menatap lelaki di depannya itu. Rasa cinta itu semakin menancap dalam hati, meskipun tidak terlihat rasa rindu itu di mata Faiq. Tak membuat rasa cintanya padam, tapi terus saja menyala terang. Apalagi setelah melihat keberhasilan dan kesuksesan yang pria itu sandang sekarang menambah rasa kagum dan keinginan untuk memiliki lelaki itu sepenuhnya semakin tertancap kuat dalam dadanya. Terlebih setelah mendengar perkataan Ela, kalau Faiq belum menikah dan tidak punya wanita spesial. Ia berharap, dialah wanita yang mendampingi Faiq melewati fase kehidupan berumah tangga. Ia merasa, Faiq masih mengharapkannya, belum bisa move on, buktinya sampai sekarang Faiq masih betah menyendiri. Bisa seyakin itu Widuri memahaminya, padahal andai ia tahu, jika Faiq sudah memiliki wanita spesial yang bergelar istri, entah bagaimana perasaan per
“Ela, Maaf! Tadi gak bangunin kamu, soalnya tidurmu pulas banget,” ucap Faiq menyesal seraya mendaratkan bokongnya di kursi tak jauh dari Ela. Lelaki itu menatap sang istri yang tak menoleh sedikit pun padanya.Sebenarnya tadi Faiq ragu untuk masuk ke dalam ruang keluarga, ulahnya semalam yang pura-pura pingsan membuatnya enggan bertemu dengan Ela. Ia khawatir Ela mengetahui kepura-puraannya dan bisa saja wanita itu menceritakan kepada orang tuanya. Tapi bila tetap diam dan menunggu di luar juga akan membuat kedua orang tuanya pasti bertanya-tanya. Makanya Faiq memberanikan diri masuk bergabung dengan istri dan kedua orang tuanya. Ia tak hiraukan, meskipun nanti pandangan buruk yang dilayangkan Ela.“Tidak apa-apa Mas.” Jawab Ela singkat, setelah terdiam cukup lama. Itu pun karena tak enak pada kedua mertuanya, bila Ela menampakkan kekesalan di depan sang mertua. “Oh iya Mas, nanti kita jadi pergi menemui Bu Widuri?” tanya Ela memastikan. “Kalau jadi, aku mau siap-siap sekalian mau ka
“Bukan begitu, sekarang sudah terlalu larut. Bagaimana kalau besok saja,” ucap Faiq bernegosiasi. Lelaki itu bicara tanpa beban, seolah sang istri tidak marah dituduh tidak virgin.Bukan tanpa alasan Faiq menunda sampai besok, malam ini karena sudah terlalu malam dan ia juga dari tadi menguap terus, maka tercetuslah ide menunda malam pertama itu sampai besok pagi.Lelaki itu berusaha membujuk Ela, tapi sayangnya Ela sudah terlalu kesal. Akhirnya ia bicara dengan ketus. Bahkan terkesan mengancam. Ela jelas tak bisa terima begitu saja, di mana harga dirinya. Kehormatannya dipertanyakan.“Sekarang! Atau tidak sama sekali,” ancam Ela tak terima dicurigai tidak perawan oleh lelaki yang baru beberapa hari ini sah menjadi suaminya.Sebagai wanita yang selalu menjaga kehormatannya, jelas kecewa dibuatnya.Sakit hatinya dituduh tidak perawan apalagi oleh suami sendiri. Rasanya Ela ingin menjambak rambut lelaki itu untuk melampiaskan kekesalan hati, tapi ia tak punya keberanian melakukannya. Si
“Mas lupa, pernikahan kita kan masih menjadi rahasia, masa aku bongkar di depan dosenku sendiri. Mana mungkin?” kilah Ela masam dengan wajah memberengut kesal."Eh iya, benar juga. Maaf lupa?" cengir Faiq tak enak hati.“Terus dia percaya?”“Iya, dia percaya begitu saja. Saat itu aku juga heran, kenapa dia bisa seyakin itu pada orang yang baru dikenalnya. Bahkan dia bilang begini, kamu adik angkat Faiq di panti ya, dia mencoba menebaknya.”“Terus kamu jawab apa?”“Aku jawab dengan anggukan saja.”“Terus yang membuatku merasa aneh dan bingung, kok dia bisa langsung bilang begitu ya, makanya aku curiga ada hubungan tak biasa antara mas Faiq dengan Bu Widuri. Karena wanita itu seperti sangat mengenal diri mas Faiq. Itu baru pikiranku yang pendek itu mas, belum tentu benar. Makanya sekarang aku beranikan tanya.”“Kapan kalian ketemu?”“Waktu aku masih tinggal bersama Abi dan umi, mas Faiq jemput ke rumah terus mengantarku ke kampus. Waktu itu dia melihat mas Faiq berada dibalik kemudi.”
“Kamu belum jawab salamku, menjawab salam itu wajib, jika kamu lupa.” Ujar Faiq mengingatkan istrinya.“Waalaikumsalam,” sahut Ela cepat. Wanita itu masih tampak menetralkan napas yang memburu karena saking terkejutnya. Lalu mengulurkan tangan untuk Salim dengan suaminya.“Kamu kaget ya, sedang apa sih, asyik bener, hingga beberapa kali salamku tak kamu jawab.” Protes Faiq meletakkan tas berisi laptop dan map berisi berkas di meja samping tempat tidur. Lelaki itu menghempaskan bokong tepat di sebelah Ela.“Maaf Mas, aku tidak mendengar ucapan salammu.” Jawab Ela tak enak hati.“Tidak apa-apa, aku juga minta maaf telah membuatmu terkejut.”“Terus kenapa mas mengagetkan aku, coba bayangkan kalau aku jantungan dan mati, gimana coba?”“Maaf, maaf, janji tidak akan diulangi.” Ucap Faiq untuk kedua kalinya. “Kamu sedang apa sebenarnya? Kok sampai kaget gitu? Kamu tidak melakukan sesuatu hal yang mencurigakan bukan?”“Ya tidaklah Mas, biasa, aku lagi nulis,” bohong Ela. Padahal tadi dia seda
“Kamu kenal dengan lelaki muda itu,” tanya pak Handoko mendekati sang putra sambil tangannya menunjuk ke Faiq yang kini hanya kelihatan punggungnya saja.Sebenarnya dia penasaran, bagaimana bisa Faiq mengenal putranya, mereka tidak pernah ketemu secara langsung. Selama ini Erlangga juga tidak pernah menceritakan teman yang bernama Faiq. Makanya dari pada penasaran, mending dia tanya langsung pada Erlangga.“Kenal Pa, dia itu-kan Faiq. Suami baru Ela.”“Apa?” ucap Bu Waida dan pak Handoko tak percaya secara bersamaan karena saking terkejutnya. “Kapan mereka menikah, bukannya waktu itu calon suami barunya itu diculik sebelum akad nikah dilangsungkan.” Oceh Bu Waida tak percaya, karena dia masih berharap, dengan batalnya pernikahan itu, ia berharap masih ada harapan untuk Erlangga bersatu dengan mantan istrinya.Kini harapan wanita itu sirna seketika, ia tak menyangka pernikahan itu ternyata telah dilangsungkan. Kenapa ia tidak tahu mengenai perihal itu, kenapa juga Rosyida tidak mengund