“Atira? Enggak ada, ini Mama!” ucap bu Haliza dengan kesal. “Aww... “Pak Suwardi menginjak kaki kanan bu Haliza dengan kaki kirinya. Ia tak habis pikir mengapa istrinya sampai berubah bebal hanya karena menganggap Atira bersalah di kehidupan Zafran. Padahal, istrinya itu tahu pasti bahwa Atira lah yang dulu sering membela Zafran saat kena rundungan teman-temannya di kampus. “Tadi Atira memang di sini. Ia kelelahan, Zafi! Sekarang dia lagi pemulihan dulu,” ucap pak Suwardi membuat mata bu Haliza mendelik sempurna. “Tapi Pa... ““Kamu mau minum?” tanya pak Suwardi kepada Zafran. Lelaki paruh baya itu mengabaikan pertanyaan istrinya, bahkan tangan kanannya mencubit paha samping bu Haliza sebagai peringatan agar wanita itu diam, tak membuat mental Zafran turun selagi dia baru sadar. Pintu ruangan dibuka oleh dokter dan satu suster yang membawa lembar anamnesa. Sedangkan, perawat yang sudah berada di dalam ruangan itu pun segera memberikan ruang kepada sang dokter untuk segera mem
“Ada apa, Pa – Ma? kenapa kalian diam?” tanya Zafran berusaha mencari jawaban dari kedua orang tuanya, namun nihil. “Boleh Zafi minta handphone Zafi? Kemaren ada kan di TKP?” tanyanya lagi karena ia tak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Namun, lagi-lagi kedua orang tuanya terdiam tanpa memberikan jawaban apapun. Zafran menghembuskan nafasnya dalam-dalam. Ia mulai yakin ada sesuatu yang tak beres, yang membuat mereka seperti itu. “Apa Roni juga celaka?” tanya Zafran menebak yang sebenarnya terjadi.“Roni tertembak di kakinya, tapi operasi pengangkatan pelurunya sudah berjalan lancar dan... berhasil. Jadi, sekarang dia sudah ada di rumahnya. Hanya saja, masih dalam tahap pemulihan,” jujur Pak Suwardi yang tak ingin membuat anaknya lebih khawatir lagi. “Ah, syukurlah kalau dia selamat. Dia itu orang yang kuat, nggak mungkin tumbang hanya dengan hal seperti ini. Tapi ngomong-ngomong, apa mereka semua tertangkap?” tanya Zafran lagi.“Zafi...Zafi! Ayo, istira
Ting tong...Dengan malas, Zafran beranjak dari duduknya. Ia berjalan untuk membuka pintu apartemennya tanpa mengintip dulu siapa yang ada di luar. “Pah,” ucap Zafran saat ia melihat lelaki yang menjadi alasan ia terlahir ke dunia berdiri di hadapannya. Ia mencium tangan Papanya. Pak Suwardi tersenyum, meskipun dalam keadaan hati yang kacau, tetapi Zafran selalu menghargai dirinya dan istrinya. “Kamu nggak ke kantor hari ini?” tanya Pak Suwardi sambil melangkahkan kakinya untuk masuk ke Unit apartemen milik Zafran. Apartemen yang Zafran beli karena sengaja ingin berhadap-hadapan dengan Atira. “Ini weekend. Enggak ada alasan aku untuk ngantor,” jawab Zafran sambil mempersilakan papa nya duduk. Sedangkan Zafran, ia pergi ke dapur dan membuka kulkasnya. Pak Suwardi duduk di ruang tamu, kemudian ia melihat sekeliling di mana ruangan ini berantakan dengan gelas-gelas kotor yang berbau kopi, bahkan sisa puntung rokok pun berserakan di mana-mana. Lelaki paruh baya itu di betul-betu
“Mau kopi atau... ?”Sebelum pramugari itu menyelesaikan kalimatnya, Zafran sudah mengangkat tangan sebagai tanda penolakan. Ia memberikan isyarat yang jelas bahwa ia tak ingin diganggu. Pikirannya masih seputar masalah Atira. Kabar dari pak Suwardi sungguh membuat kepalanya ingin meledak, di samping ia merasa bahagia. Ya, ia bahagia karena sebulan setelah ia bangun dari koma, akhirnya ia mendapatkan kejelasan tentang Atira, wanita yang ia harap akan menemaninya sampai menua bersama. “Bos!” panggil Roni yang sedari tadi berada di sampingnya. “Pak!” panggil Roni lagi. “Hemh,” sahut Zafran pada akhirnya. “Sebentar lagi landing!” ucap Roni yang berhasil membuat Zafran merubah posisinya. Lelaki tampan itu pun segera memasang sabuk pengaman, lalu kembali pada lamunannya. “Tira, apa kau mengenaliku jika kita bertemu?” tanyanya lirih pada dirinya sendiri. Ia betul-betul takut jika Atira akan menolak dirinya. Ia ingat bagaimana cerita papa nya yang mengatakan bahwa Atira sudah tak
“Hei, siapa kamu? berani-beraninya melamar istriku, hah?” ucap Zafran sambil menghampiri Atira. Ia pun langsung memeluk Atira dan segera membawanya pergi dari sofa, depan balkon. Fajar hanya melongo saat melihat seorang lelaki yang cukup ia tahu langsung membawa Atira pergi dari hadapannya. Ya, meskipun hanya sekali ia melihat Zafran saat sedang koma di rumah sakit, tapi lelaki itu mengenal dengan jelas bahwa lelaki yang baru saja membawa paksa Atira adalah Zafran, suaminya.Zafran menangkup kedua pipi Athira dengan kedua tangannya. “Sayang, ini... aku... Emmhhh, apa kamu baik-baik saja? kamu baik-baik saja?” ucap Zafran sambil menatap lekat wajah Atira. Ucapannya pun ternyata diulang karena lelaki itu merasa grogi. Zafran segera memeluk Atira dan memendamkan kerinduannya di bahu wanita cantik itu, meskipun Atira tak menjawab apapun. “Maafkan aku yang tak bisa melindungimu! Maafkan Aku yang tak bisa melindungimu, sayang! aku bersalah padamu, aku bersalah pada anak-anak,” ucap Zaf
" Sejak kapan kamu datang ke sini? " ucap seseorang dengan suara Bariton yang begitu tegas dari ujung ruangan sebelah kanan.Zafran segera melirik ke arah sumber suara, kemudian ia melihat sosok lelaki yang pernah menjadi Ayah mertuanya saat ia menikahi Helen. Saat ini pun, lelaki itu kembali menjadi mertuanya setelah ia mengetahui kabar bahwa Athira adalah Putri kandung dari Pak syahid.Seingat Zafran, Pak Syahid merupakan sosok ayah mertua yang begitu care dan bijak. Bahkan, ketika Helen berbuat jahat kepadanya, tak sekalipun Pak Syahid dan bu Mira menyalahkannya. Mereka tahu betul bahwa Helen lah yang bersalah di antara mereka. Tapi kali ini, Zafran merasakan bahwa aura lelaki paruh baya itu berbeda kepadanya."Papah?" Tanya Zafran dengan reaksi yang cukup kaget."Jangan memanggil saya papa karena saya bukan papa kamu! " jawab Pak Syahid dengan sarkasme."Maafkan saya karena baru saat ini bisa datang. Sungguh, saya baru tahu tentang Atira baik itu keadaannya ataupun di mana dia ber
Zafran merasa hidupnya kembali setelah sekian lama sempat hilang dan jatuh ke dasar bumi. Ia begitu menyayangi keluarga kecilnya. Atira yang menjadi istrinya begitu cantik dan baik hati. Wanita itu merupakan istri impian bagi dirinya semenjak mereka masih duduk di bangku kuliah. Ditambah dengan kehadiran Davin dan Daffa, anak yang sangat ia sayangi meskipun bukan darah dagingnya sendiri. "Sayang, anak-anak sudah tidur. Bagaimana?” goda Zafran sambil menatap manja ke arah Atira. Zafran sudah sangat merindukan sentuhan dari Atira, istri yang sempat hilang dari pandangan matanya. Kalau dulu, jika Zafran mengatakan hal itu maka Athira akan balik bermanja kepada Zafran. Meskipun, pada waktu itu tak ada hal apapun yang terjadi. Ya, penyerahan diri Athira seutuhnya kepada Zafran baru dilakukan sekali sebelum musibah itu menimpa mereka.“Ya,” jawab Atira singkat. Atira bangkit dari ranjang, kemudian ia berjalan menuju lemari pakaian yang ada di ruangan sebelahnya, ruang wal
"Mama Papa lagi apa?" Daffa pun segera menghampiri Athira setelah ia selesai mengucek matanya." Eh, iya Sayang! " ucap Atira sambil merangkul Daffa yang kini bermanja di sisinya.Meskipun tangannya merangkul Daffa yang kemudian menidurkan lagi kepalanya di atas paha Atira, tangannya pun mengelus-elus pucuk kepala Daffa, tapi mata Atira melotot, melihat nyalang ke arah Zafran yang masih berdiri di sisi ranjang." Papa nggak pegel berdiri terus?" tanya Daffa sambil melirik ke arah Zafran yang masih berdiri, melihat ke arah mereka."Ah, iya. Papa pegel banget ini,” jawab Zafran yang kemudian segera duduk di samping mereka."Sini aja Pa, bobo di samping Daffa! Mamah kan suka mijitin kepala Papa, kata Papa pijitan mama Yahuut! " ucap Daffa sambil mengacungkan jempol tangan kanan dan jempol tangan kirinya ke udara secara bersamaan, mempraktekkan apa yang sering dilakukan oleh Zafran dulu, saat ia dipijiti kepalanya oleh Atira.Zafran melihat mata Atira yang