Luna memundurkan tubuhnya dan mengelus pelan dada bidang Reno yang tidak tertutup oleh apapun. Wanita cantik yang masih mengenakan pakaian lengkap itu terkekeh pelan.“Kenapa mas hari ini tampan sekali sih? Aku jadi gemas,” geram Luna sembari mengecup pelan dada suaminya dan beralih pada wajah tampan Reno.Aktor tampan itu tersenyum lebar dan meraih tangan Luna sebelum membawanya mendekat pada tempat tidur. “Ada apa, Luna? Bukankah sejak tadi kamu menolakku? Lalu sekarang mendadak menggodaku seperti ini?” tanya Reno sembari memainkan tangannya di bagian belakang tubuh Luna, membuat istrinya melenguh pelan dan menyenderkan kepala di pundaknya.Senyum Reno berubah menjadi sinis setelah mendapati reaksi Luna. “Ternyata obat yang kutambahkan diminumanmu bereaksi dengan cepat ya,” gumamnya sembari tertawa kecil.“Sekarang, karena kamu yang memulai, kamu juga tidak bisa lagi menghentikannya. Setelah anak kita lahir nanti, kamu akan selamanya terikat denganku, Luna,” sambung Reno yang kini s
Reno menatap wajah cantik Luna yang sudah tertidur lelap. Sebuah senyum kecil terbentuk di wajah aktor terkenal itu. “Terima kasih, Luna. Aku akui malam ini kamu sangat hebat,” gumam Reno sambil mengelus pelan rambut panjang istrinya. “Kamu sudah berlagak sangat sombong dan bisa menghadapiku, tetapi ternyata kamu masih Luna yang sama, Luna yang mudah tertipu dan sangat ceroboh. Lihat saja, sebentar lagi, aku akan membuatmu sadar siapa yang sebenarnya kamu hadapi,” sambung Reno dengan nada pelan. Reno menyibak selimut putih yang melingkari tubuhnya dan beranjak dari kasur. Sebelah tangannya meraih ponsel hitam di atas nakas. Waktu yang baru menunjukkan pukul sebelas malam membuat Reno bergegas menuju kamar mandi. “Mas, kamu mau ke mana?” Suara lirih Luna membuat Reno menoleh dan mengecup pelan kening istrinya. “Aku mau ke bawah sebentar, menyiapkan kejutan untukmu,” jawab Reno dengan nada lembut. Pria itu melanjutkan langkahnya dan segera mengambil kaus hitam panjang dan celana ber
Flash! Luna mengernyitkan dahinya ketika menyadari adanya kilatan sinar flash yang terasa menusuk matanya. Wanita cantik itu membuka mata perlahan dan berusaha mempelajari situasi di depannya. Sosok suaminya, Reno tampak memegang ponsel dan tersenyum kecil. Luna segera terduduk begitu menyadari kalau dia hanya menggunakan pakaian dalam di balik selimut putih yang menyelimuti tubuhnya. Gerakan tangannya yang menyentuh tubuh seseorang membuat Luna segera menoleh dan membulatkan mata begitu mengetahui siapa yang berada di sebelahnya. "Mas Aldi! Kenapa Mas Aldi bisa ada di sini?" tanya Luna dengan nada histeris. Suara teriakan Luna sukses membuat pria berambut ikal di sampingnya terbangun. "Wah! Apa ini? Kenapa aku ada di sini?" tanya Aldi tidak kalah heboh. Pria itu segera menuruni kasur dan segera menutupi dadanya ketika dia menyadari bahwa satu-satunya yang melekat di tubuhnya hanyalah celana panjang berwarna hitam, Luna dan Aldi saling menatap dan menunjukkan ekspresi terkejut. K
Luna merapikan kemeja merah muda yang asal diambilnya dari dalam koper dan berjalan gontai menuju Aldi yang masih berdiri di pojok ruangan. “Berbaliklah, saya sudah selesai ganti baju,” ucap Luna pelan. Wanita itu menepuk pelan pundak Aldi yang segera berbalik. Tatapan Aldi menelisik kemeja pink dan rok jeans selutut yang dikenakan Luna. “Saya minta maaf karena sudah menyebabkan semua kekacauan ini,” ujar Aldi yang kini mengambil tempat duduk di atas sofa yang tadi ditempati oleh Reno. Luna memilih duduk di atas tempat tidur dan terdiam untuk beberapa lama. Tatapan mata wanita itu tampak kosong dan lurus pada dinding putih di depannya. Sikap Luna membuat Aldi yang berada di sofa menundukkan wajahnya dalam-dalam. Pria berambut ikal itu sangat menyesali keputusannya untuk mengikuti Luna. Aldi tidak bisa memungkiri bahwa apa yang dikatakan Reno memang benar. Dia berniat memastikan keselamatan Luna dengan mengikutinya, tetapi niat baiknya malah mengakibatkan masalah besar bagi Luna.
"Tunggu, mas! Wartawan itu ada di mana saja?" tanya Luna menghentikan langkah Aldi yang sudah hampir mencapai lift. "Di area depan hotel. Kita harus cepat, Luna!" Aldi masih bersikeras mendekati lift ketika Luna justru menghentikan langkahnya. "Jangan pakai lift, mas! Mereka pasti akan melihat kita turun dan bisa jadi malah menimbulkan keramaian, lebih baik kita lewat tangga darurat saja!" usul Luna yang segera memutar balik tubuhnya. "Kita pakai lift, Luna! Kita bisa turun di basement dan keluar dengan mobilku! Jangan membantahku lagi, atau kita akan kehabisan waktu!" Aldi berusaha berbicara dengan nada normal meskipun keadaan mereka sedang terdesak. Luna menghela napas panjang sebelum akhirnya mengikuti langkah kaki Aldi yang sudah memasuki lift. Ternyata pria berambut ikal itu benar-benar niat untuk mengikuti dirinya. Waktu di dalam lift terasa seperti berhenti. Baik Luna maupun Aldi sama-sama sibuk dengan pikirannya masing-masing. Untunglah lift itu berjalan dengan lancar dan
Luna berjalan mengendap-endap menuju pintu besi di belakang rumahnya. Rencananya untuk meminta bantuan papa dan Bi Imah berjalan dengan mulus. Papa segera menawarkan diri untuk meminjamkan salah satu mobilnya untuk Luna pakai, tetapi wanita itu menolak karena khawatir akan memperumit masalah. Sebagai gantinya, Luna hanya meminta semua barangnya dipacking dengan ringkas dan diletakkan di halaman belakang rumah. "Bu Luna." Suara Bi Imah yang lebih terdengar seperti bisikan membuat Luna menoleh dan tersenyum kecil. Keduanya berpelukan singkat, tetapi Luna dapat melihat wajah Bi Imah yang dipenuhi kekhawatiran. Tidak hanya itu, Luna juga menyadari air mata yang perlahan membasahi pipi Bi Imah yang sudah dipenuhi kerutan. "Terima kasih, bi," ucap Luna sembari menarik sebuah koper hitam berukuran besar. Seorang pria paruh baya yang merupakan driver taksi online pesanannya segera mendekat dan membantu Luna membawa barang-barang. Terdapat tiga koper berukuran besar yang kesemuanya berwarna
Luna menatap kosong pada tumpukan kardus dan rentetan koper yang berada di ruang tamu dengan ukuran 3x3 meter. Setelah dua jam berkeliling daerah perkampungan yang dipenuhi rumah kontrakan, Luna akhirnya menemukan sebuah rumah yang cocok untuknya. Rumah dengan dominasi warna abu-abu di sekitarnya itu memang tidak terlalu besar. Di dalamnya hanya terdapat tiga petak ruangan yang berfungsi sebagai ruang tamu, kamar tidur, serta kamar mandi dan dapur yang berada di area yang sama. Meski begitu, rumah ini didesain dengan cukup efisien. Ditambah, pemilik rumah juga sudah menyediakan kasur beserta dipan berukuran double dan sebuah lemari yang berukuran cukup besar. Dua fasilitas yang sangat cukup bagi Luna yang hanya membawa barang seadanya karena harus keluar dari rumah secara mendadak."Aku harus mulai membereskan dari mana ya," gumam Luna, sambil mengedarkan pandangan pada sekeliling rumah yang hanya memiliki lorong kecil sebagai penghubung antar ruangan. Untunglah, supir taksi online
Brak!Suara pintu yang dibuka sangat keras membuat Aldi segera menoleh karena terkejut. Pria yang duduk di sofa panjang itu juga mengelus pelan dadanya. Sosok Om Bayu yang berdiri di depan pintu segera membuat nyalinya menciut. Pasalnya, Aldi dapat merasakan aura kemarahan yang sangat kuat dari Om Bayu, sesuatu yang sama sekali tidak pernah dia lihat sebelumnya.“APA KAMU SUDAH TIDAK WARAS, ALDI?” Suara Om Bayu segera memenuhi ruang kerja yang cukup luas itu.Brak!Kali ini, Om Bayu menyodorkan gadget miliknya ke arah Aldi dengan cukup keras. Pria berambut ikal yang belum sempat berganti pakaian itu hanya melihat sekilas layar gadget itu dan segera menundukkan kepala.“Cih! Kamu bahkan belum sempat berganti pakaian setelah keluar dari kerumunan wartawan itu,” ucap Om Bayu dengan nada sinis.“Om yakin semua tuduhan itu tidak benar, tetapi om ingin tahu kenapa kamu bisa ada di sana?” Melihat reaksi Aldi yang hanya terdiam dan masih menunduk, Om Bayu kembali bertanya, kali ini dengan pen