Tes. Tes.Tanpa sadar, air mata Luna sudah membanjiri wajahnya. Bahkan kini, ponsel Bara juga terkena tetesan air mata yang berasal dari manik hitam milik Luna. Meski begitu, Bara hanya diam di tempatnya sembari menatap Luna dengan tatapan iba. Pria muda itu sudah tidak lagi peduli dengan keadaan ponselnya, karena saat ini, keadaan Luna justru lebih penting baginya.“Perempuan ini, bukankah dia aktris muda yang juga sedang naik daun? Siapa namanya? Maria?” tanya Luna dengan nada lirih. Bara yang mendengar itu hanya mengangguk pelan. Dia tahu betul bahwa Luna tidak benar-benar bertanya padanya. Wanita itu hanya ingin memastikan bahwa apa yang dilihatnya benar-benar nyata.“Mas Reno benar-benar bermain di belakangku seperti ini. Kenapa dia jahat sekali?” gumam Luna pelan. Tatapan matanya tidak beralih dari foto yang menampilkan sepasang pria dan wanita yang saling merangkul di lobi hotel.Luna beberapa kali mengerjapkan mata dan berharap bahwa dia hanya salah lihat. Sayangnya, meski Lun
Aldi memasuki ruangan yang didominasi warna abu-abu itu dengan langkah tegap. Ruangan yang hanya terisi meja panjang dengan sebuah layar di pojoknya terasa sangat mencekam baginya. Pasalnya, sepuluh orang yang mengisi kursi-kursi di sana menatapnya dengan wajah datar. Bagi Aldi, wajah tanpa ekspresi itu berarti masalah besar. Biasanya, para direktur dan pemegang saham agensi ini akan menyambutnya dengan senyum dan sapaan hangat, tetapi tidak kali ini. Om Bayu yang duduk di ujung ruangan hanya mengangguk pelan sebagai isyarat agar Aldi segera mengambil kursinya juga. Sebagai pria termuda di sana, Aldi juga sudah terbiasa berada di kursi paling ujung, menjadi pusat perhatian dari para pimpinan lainnya. Namun, berbeda dengan biasanya, kali ini Aldi berada di sana bukan untuk memberikan laporan ataupun memaparkan rencana kerjanya, melainkan untuk memberi klarifikasi dan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Yah, meskipun sebenarnya dia hanyalah korban dari ambisi gila Reno. "Selamat pa
Aldi menatap kosong pada meja dan kursi yang kosong di hadapannya. Sudah sekitar lima belas menit sejak para pimpinan perusahaan meninggalkan ruang rapat, tetapi tubuhnya masih terasa sangat berat untuk digerakkan. Kepalanya terasa sangat penuh dengan permasalahan yang saat ini tengah menerpanya. "Reno benar-benar mengacaukan hidupku. Aku kira semua yang dia lakukan saat kita kecil sudah cukup, ternyata dia masih saja belum puas," geram Aldi sembari mengepalkan tangannya. "Lihat saja, Reno. Dulu kamu bisa menginjak-injak aku dan ibuku seenak jidat, tetapi kali ini aku tidak akan membiarkanmu melakukan hal yang sama, terutama pada Luna." Aldi segera merasa getir setelah mengucapkan kalimat terakhirnya. Nomor teleponnya sudah diblokir oleh Luna sejak kemarin, jadi dia tidak tahu bagaimana kabarnya sekarang. Namun, Aldi jelas berharap Luna baik-baik saja dan dapat melewati semua permasalahan ini dengan baik. Dering ponsel membuat Aldi mengalihkan perhatiannya. Nama seseorang yang sang
Luna berjalan memasuki sebuah supermarket dengan langkah gontai. Setelah hampir satu jam menenangkan diri setelah mengetahui perselingkuhan suaminya, Luna memutuskan untuk berbelanja di supermarket dekat rumah kontrakannya dibandingkan di swalayan sesuai rencana awalnya. Tenaganya sudah terkuras banyak saat menangis di kedai kopi tadi. Luna juga tidak berhenti mengucap terima kasih dan maaf pada Bara karena sudah mau menemaninya. "Padahal hari ini aku ingin memulai kehidupan baru yang lebih nyaman, tetapi malah mendapatkan berita seperti ini," gumam Luna pelan. Tatapan matanya menelisik deretan mie instan yang terjajar rapi di depannya. Sepertinya, dia akan lebih sering mengonsumsi makanan instan mulai sekarang. Luna tersenyum kecil begitu membayangkan nikmatnya mie kuah dengan telur setengah matang yang jarang dia nikmati karena selama ini Reno selalu melarangnya dengan alasan diet agar tubuhnya tetap terlihat ramping. "Eh sudah dengar berita terbaru tentang Reno belum? Kasihan sek
Luna menatap pantulan dirinya di cermin besar. Setelah beberapa hari belakangan tidak mengurus dirinya dengan baik, kali ini Luna akhirnya dapat kembali merias wajahnya. Wanita itu memilih sebuah dress dengan gambar bunga-bunga kecil berwarna biru muda sebagai outfitnya hari ini. Luna juga membiarkan rambutnya tergerai bebas.“Ehem.” Suara dehaman yang berasal dari sosok pria di belakangnya membuat Luna menoleh dan mengangguk dalam. Sudah sekitar sepuluh menit dirinya memandangi cermin dan berusaha mengendalikan napasnya agar lebih rileks. Selama itu juga pria muda di belakangnya menunggu Luna tanpa berpindah tempat sama sekali.“Terima kasih banyak atas bantuan kamu, Bara,” ujar Luna dengan tulus.“Tidak perlu berterima kasih seperti itu, Mba Luna. Santai saja, saya melakukan semua ini juga karena saya memang ingin membantu Mba Luna,” jawab Bara dengan senyum kecil di wajah tampannya. Meskipun tipis, riasan di wajahnya mampu membuat kecantikan Luna terlihat lebih memancar. Hal itu me
Studio televisi itu dipenuhi suara beberapa orang yang menahan napas setelah Luna memberikan bukti lain untuk membantah perkataan Reno kemarin. Pembawa acara yang berada di sampingnya masih terdiam dengan tatapan mata yang kini beralih pada Luna.“Saya sengaja menampilkan foto dari angle berbeda sehingga para pemirsa bisa menilai sendiri apakah bukti yang saya berikan akurat atau tidak. Saya juga bisa mendatangkan saksi yang mengambil foto dan video itu secara langsung. Saya memang baru mengetahui perselingkuhan ini kemarin, jadi saya tidak akan menuduh Mas Reno sudah berselingkuh selama enam bulan seperti yang dia lakukan,” sindir Luna dengan ekspresi mengejek yang sangat kentara.Beberapa penonton memberikan tepuk tangan untuk Luna. Sosok wanita manis yang selama ini dikenal sebagai istri penurut dan selalu memberikan yang terbaik untuk suami, rupanya berani melakukan serangan balasan yang sangat kuat seperti ini. Ditambah, Luna juga tidak member
Hujan yang mengguyur kota Jakarta memaksa Luna untuk menunggu lebih lama di dalam ruangan dengan dominasi warna putih itu. Sudah sekitar lima belas menit dirinya mencoba memesan taksi online, tetapi tidak ada satupun driver yang bersedia mengantarnya. Hujan badai dengan petir yang cukup besar menjadi alasan terbesar mereka. Luna menghembuskan napas panjang dan menatap beberapa buah meja dan kursi yang tertata rapi di depannya. Beberapa jam lalu, dia berada di sini bersama dengan Bara, tetapi pria itu sudah pamit lebih dulu karena ada jadwal syuting iklan. Jadilah Luna menghabiskan waktu untuk menunggu hujan reda sendirian. Selepas acara interviewnya selesai, Luna sangat terkejut ketika mendapati beberapa audiens mendekati set acara dan menggaungkan kata-kata semangat baginya. Sesuatu yang sangat berbeda dengan hinaan yang dia dapatkan sejak kemarin. Pembawa acara kondang yang sangat dia hormati juga segera memeluk Luna tepat setelah acara itu usai. “Maafkan kami karena tidak pernah
“Hmph!” Luna berusaha menggerakkan tangannya sekuat tenaga, tetapi seseorang yang berada di belakangnya menarik tangan Luna dengan lebih kuat, membuat wanita itu terpaksa berjalan mundur. Luna menduga orang yang membekapnya adalah seorang pria jika dilihat dari ukuran tangan yang jauh lebih besar dari miliknya, ditambah sebuah jam tangan berwarna hitam yang melingkar di tangannya yang terasa tidak asing bagi Luna.Luna membelalakkan mata dan menoleh begitu mengingat siapa yang biasa mengenakan jam tangan hitam itu. Pria yang menariknya mundur mengenakan masker dan kacamata hitam sehingga membuatnya tidak dapat mengenalinya dengan mudah, tetapi Luna merasa sedikit lega ketika menyadari bahwa pria itu mungkin orang yang cukup dekat dengannya.Langkah Luna terasa lebih ringan setelah pria itu melepaskan tangan dan memberi isyarat di atas bibirnya, meminta Luna untuk tidak bicara apapun dan bergegas mengikuti langkahnya yang bergerak menuju sisi lain dari gang sempit itu.Sesuai dengan pe
Luna menatap layar ponselnya sembari memasukkan segenggam kacang goreng ke dalam mulutnya. “Perselingkuhan Aktor Terkenal Reno dengan Aktris Pendatang Baru.” Luna membaca judul berita di layar kecil itu dengan nada datar. Tidak ada lagi rasa sedih ataupun kecewa dari sorot matanya, seolah-olah Luna sudah sangat terbiasa dengan berita perselingkuhan itu.Bi Imah yang tengah menyiapkan sarapan mendekat dan membaca berita yang sama dari ponsel Luna. “Jadi mereka tertangkap kamera lagi ya? Apa Pak Reno sengaja melakukan ini?” tanya Bi Imah dengan raut penasaran.Luna menoleh heran demi mendengar pertanyaan asisten rumah tangganya. “Kenapa Mas Reno harus melakukan itu, bi? Memang apa untungnya? Bukankah seharusnya berita seperti ini malah bisa merugikan Mas Reno ya?” Luna justru balas bertanya dengan raut bingung.Wanita paruh baya yang mengenakan celemek kuning itu mengambil kursi di depan Luna dan menghela napas panjang. “Mungkin saja ‘kan Pak Reno sedang tes ombak? Karena kemarin Bu Lun
Reno menatap rumah besar di depannya dengan wajah kesal. Setelah insiden di jalan tadi, dia memutuskan untuk mengemudikan mobil dan mengantar Maria dan Angga pulang lebih dulu. Entah apa yang ada di pikiran manajernya itu sampai-sampai tidak fokus dalam mengemudi dan hampir membahayakan mereka semua.“Luna, semua ini karena kamu! Seandainya sejak awal kamu mendengarku dan mengabaikan Aldi, pasti kehidupanku akan baik-baik saja! Aku dekat dengan Maria juga ‘kan karena kamu yang mulai cari gara-gara dan merepotkanku terus,” geram Reno sambil memukul setir di depannya.“Sebenarnya di mana kamu bersembunyi, Luna? Mungkinkah kamu kembali ke rumah?” tanya Reno pada dirinya sendiri. Upayanya mendatangi kontrakan Luna setelah tayangan klarifikasi itu tidak membuahkan hasil. Meskipun sudah menunggu di depan rumah petak itu sejak siang hingga malam hari, Reno sama sekali tidak melihat Luna. Sepertinya Luna sudah tahu keberadaannya dan berhasil melarikan diri lebih dulu. Tetapi ke mana wanita it
Reno menghentakkan kakinya kencang-kencang setelah menutup pintu coklat di belakangnya. Dia benar-benar tidak menyangka akan mendapatkan reaksi sinis seperti itu dari salah satu direktur yang biasanya selalu memujanya. Ditambah lagi, sikap sinis itu dia dapatkan tepat di depan Aldi, musuh terbesarnya saat ini."Siapa yang akan menangis katamu? Tentu saja itu adalah kamu, Aldi! Dasar tidak tahu diri!" geram Reno sambil meninju tangannya ke sembarang arah dan berjalan menuju lift di ujung koridor. Berita-berita tentang kekerasan yang dia lakukan pada Luna sudah tersebar luas di berbagai media. Tidak seperti biasanya, manajernya, Angga bahkan mengatakan bahwa dia belum mendapat berita apapun dari agensi mereka tentang upaya membersihkan namanya. Hal itu jelas membuat Reno semakin pusing, ditambah dengan sikap direktur yang tadi dia temui. Mungkinkah saat ini dia tengah dikucilkan? "Kenapa jadi aku yang harus dikucilkan? Padahal Aldi dan Luna yang bersalah. Kalau saja Aldi tidak datang
Brak!Aldi mengangkat kepalanya karena suara pintu kantornya yang mendadak dibuka dengan kencang. Lebih tepatnya, seseorang yang tampak sangat marah membantingnya dan kini menatap lurus pada dirinya.“Setidaknya tunjukkan rasa sopan ketika memasuki tempat orang la—”Grab!Belum sempat Aldi menyelesaikan ucapannya, sebuah tangan kekar telah mencapai dirinya dan kini mencengkram kerah kemeja hitam yang dia kenakan.“Kurang ajar! Katakan di mana Luna sekarang!” ucap Reno dengan mata memerah. Gigi putihnya bahkan bergetar karena menahan emosi.Aldi menatap pria di depannya dengan dingin. Siapa sangka pagi harinya akan dibuka dengan kemarahan Reno yang mendadak datang di kantornya yang sangat tenang.“Setidaknya tunjukkan rasa sopan ketika memasuki tempat orang lain.” Bukannya menjawab perkataan Reno, pria dengan rambut ikal yang kini dikuncir kecil itu justru mengulangi ucapannya sendiri.B
"Saya merasa senang mendengarnya pak. Semoga semua berjalan sesuai rencana, sehingga posisi bapak di agensi itu tidak akan goyah."Luna yang bermaksud mengambilkan air minum dan beberapa snack untuk Bi Imah menghentikan langkahnya tepat di dinding pembatas dapur ketika mendengar suara berat milik Bara. Sebuah nama segera melintas dalam pikiran Luna ketika mendengar kata-kata 'posisi' dan 'agensi'. "Mas Aldi? Mungkinkah Bara bicara dengan Mas Aldi?" tanya Luna pada dirinya sendiri. Seolah tersihir, kedua kakinya bergerak mendekat dan berniat mencuri dengar pembicaraan Bara dan temannya itu. "Baik, pak. Saya mengerti. Saya akan melakukan semua yang bapak minta," ujar Bara dengan mantap. Luna terdiam di sisi lain dapur dan berusaha menahan napas agar Bara tidak merasa terganggu dengan keberadaannya. Sesekali, wanita muda itu mengintip ke dapur dan mendapati Bara yang tengah duduk di meja makan. Mangkuk bakso miliknya yang masih tersisa separuh sama sekali tidak memalingkan perhatian L
Ting Tong! Bara menghentikan Luna dengan tangannya dan beranjak lebih dulu mendekati pintu utama dengan aksen garis putih itu. Sementara di belakangnya, Luna mengekor dengan tatapan curiga. Hampir saja dirinya terlarut dalam rasa penasaran yang mungkin saja menyeretnya dalam bahaya. Bara membuka sedikit ujung gorden demi mengecek siapa yang berada di balik pintu. "Iya, pak. Beliau sudah datang," ujarnya pelan pada lawan bicara di telepon.Luna yang berada tepat di belakangnya menghela napas lega. Artinya, orang yang berada di belakang pintu bukanlah ancaman bagi mereka.Wanita yang mengenakan dress bunga itu mengernyit kecil ketika Bara membisikkan sesuatu melalui telepon. Rasa penasaran tentang siapa yang diajak bicara oleh pria itu mendadak mencuat. Melihat bagaimana Bara sangat waspada ketika mengangkat telepon, Luna jadi menduga-duga kalau lawan bicara aktor muda itu mungkin saja adalah pemilik rumah mewah ini."Mba, bibi yang akan membantu Mba Luna selama di sini sudah datang."
“Bara, apa ini foto pemilik rumah?”Pertanyaan Luna membuat Bara menoleh dan menatapnya dengan wajah pucat. Sebelum Luna datang ke sini, Bara ingat betul dia sudah menyingkirkan semua foto ataupun barang-barang yang bisa menjadi petunjuk tentang pemilik rumah mewah itu, tetapi sepertinya dia melewatkan satu pigura kecil yang kini menjadi perhatian Luna.“Bara? Apa pemilik rumah ini seorang aktor juga sepertimu?” Luna yang merasa semakin bingung setelah melihat ekspresi Bara mencoba mengganti pertanyaannya, tetapi Bara masih terdiam dan kini hanya tersenyum tipis.“Ah, bukan. Pemilik rumah ini memang bukan aktor mba, tetapi saya kenal baik dengannya, hehe. Jadi, Mba Luna tenang saja, Mas Reno tidak akan tahu kalau Mba Luna ada di sini,” jawab Bara dengan senyum terpaksa.Luna mengulum senyum kecil ketika mendengar jawaban lawan bicaranya yang terlihat sangat gugup. Wanita cantik itu menatap foto anak laki-laki kecil dengan rambut ikal itu sekali lagi, sekadar memastikan bahwa foto itu
Luna menatap kosong pada lemari besar yang tampaknya dibuat dari kayu berkualitas tinggi. Warna lemari yang putih tampak selaras dengan ruangan besar yang juga didominasi warna putih dan abu-abu.Sudah sekitar dua puluh menit wanita itu berdiam diri di atas kasur empuk yang dilapisi seprai putih bersih. Luna merasa sedikit sangsi dengan ucapan Bara yang mengatakan kalau rumah ini sangat jarang ditempati, karena seprai yang menyelimuti kasur itu juga terasa sangat bersih dan seperti baru diganti.“Sebenarnya rumah siapa ini? Mungkinkah rumah salah satu aktor terkenal juga? Kenapa Bara tidak mau memberitahuku soal itu?” gerutu Luna sambil melayangkan pandangan pada ruangan yang tampaknya dua kali lipat lebih besar dari kamar yang biasa dia tempati bersama dengan Reno.Luna memijat pelan kepalanya begitu mengingat soal Reno. Entah bagaimana keadaan pria yang sangat temperamental itu. Mungkinkah Reno masih berada di rumah kontrakan Luna, atau dia sudah pulang dan mengamuk di rumah?Helaan
“Hmph!” Luna berusaha menggerakkan tangannya sekuat tenaga, tetapi seseorang yang berada di belakangnya menarik tangan Luna dengan lebih kuat, membuat wanita itu terpaksa berjalan mundur. Luna menduga orang yang membekapnya adalah seorang pria jika dilihat dari ukuran tangan yang jauh lebih besar dari miliknya, ditambah sebuah jam tangan berwarna hitam yang melingkar di tangannya yang terasa tidak asing bagi Luna.Luna membelalakkan mata dan menoleh begitu mengingat siapa yang biasa mengenakan jam tangan hitam itu. Pria yang menariknya mundur mengenakan masker dan kacamata hitam sehingga membuatnya tidak dapat mengenalinya dengan mudah, tetapi Luna merasa sedikit lega ketika menyadari bahwa pria itu mungkin orang yang cukup dekat dengannya.Langkah Luna terasa lebih ringan setelah pria itu melepaskan tangan dan memberi isyarat di atas bibirnya, meminta Luna untuk tidak bicara apapun dan bergegas mengikuti langkahnya yang bergerak menuju sisi lain dari gang sempit itu.Sesuai dengan pe