Share

Mimpi buruk

Author: Rarha Ira
last update Last Updated: 2024-11-20 15:36:37
Aldo tampak memerhatikan layar ponselku, wajahnya semakin serius. "Ini nggak main-main, Kak. Kita nggak bisa diem aja," katanya sambil meremas ponselku pelan, seolah-olah ingin memberi kekuatan agar aku juga merasa yakin.

Aku mengangguk perlahan, meski perasaan takutku masih belum hilang. "Tapi apa yang harus kita lakukan, Do? Kalau semuanya ini cuma perasaan aku aja—"

"Tapi kalau bukan cuma perasaan, gimana?" Aldo menyela, suaranya penuh tekad. "Kita harus cari tahu lebih dalam, Kak. Jangan sampe kita ngelewatin sesuatu yang penting."

Aku menunduk, mencoba mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Aldo, tapi saat itu rasa takut justru semakin menggerayangi hati. Sosok di luar jendela, pesan-pesan misterius, dan kata-kata Mas Denny yang berulang kali terngiang-ngiang dalam benakku. Aku merasa terperangkap dalam jaring yang semakin rapat.

Aldo duduk di kursi dekat tempat tidurku, tangannya terlipat di depan dada. "Kak, kita nggak bisa diam aja. Aku udah punya beberapa ide, tapi ka
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Batal ke Sulawesi

    "Diana, bangun, Nak, udah pagi! Nanti kamu ketinggalan pesawat, loh." Sebuah suara membawaku pergi meninggalkan alam bawah sadarku. Napasku terengah-engah dan keringat bercucuran, tak hanya membasahi pipi, tapi seluruh tubuh. "Kamu sakit, Di?" ucap ibu khawatir menempelkan telapak tangannya ke dahi dan leherku. "Kamu demam, Nak. Kita ke rumah sakit, yuk!" Ibu terlihat sangat khawatir, tapi yang aku pikirkan bukan itu. Mimpi itu serasa nyata sekali, seperti sebuah peringatan. "Enggak, Bu. Aku nggak papa, kok," ucapku dengan suara yang sangat lemah. Entahlah, rasanya seluruh tubuhku kehilangan sendi dan otot-ototnya. Pagi itu, meski mataku masih terasa berat karena tidur yang terganggu, aku memutuskan untuk tetap melanjutkan rencana untuk pergi ke Sulawesi. Semua barang sudah terkemas, koper sudah tertutup rapat, tapi seiring berjalannya waktu, rasa gelisahku kian memuncak. Aku tak bisa menghin

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Misteri di gudang terbengkalai

    Aku dan Aldo segera menyusun rencana untuk menyelidiki lebih dalam tentang Mas Denny. Kami memutuskan untuk memulai dengan mencari tahu lebih banyak tentang teman-teman dekatnya, karena itu adalah langkah pertama yang logis. Kami tahu, jika ada yang bisa memberikan petunjuk, pasti mereka."Ayo, kita coba cari informasi lewat media sosial dulu," kata Aldo sambil membuka laptop di atas meja. Ia mulai mengetik cepat, menelusuri jejak digital Mas Denny dan teman-temannya. Aku duduk di sebelahnya, menunggu sambil menatap layar dengan cemas.Aldo mengklik beberapa profil yang sepertinya terhubung dengan Mas Denny. "Ini, ada beberapa teman yang sering tampil di foto-fotonya. Ada yang bernama Riko, yang ini temannya sejak kuliah. Ada juga seorang cewek, namanya Maya, kelihatannya cukup dekat."Aku mengangguk, meskipun hati masih terasa gelisah. "Apa kamu bisa hubungi mereka?" tanyaku dengan suara sedikit bergetar.Aldo mengan

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Inisial "R" di ruko tak terpakai

    Sesampainya di rumah, kami langsung mengunci pintu dan menutup semua jendela. Aldo menyalakan laptopnya dan mulai mencari informasi lebih lanjut tentang nama-nama yang ada di dokumen tadi. Sementara itu, aku duduk di sofa dengan pikiran yang masih kacau. "Do, kamu yakin kita bisa menyelesaikan ini tanpa melibatkan orang lain?" tanyaku akhirnya. Aldo menoleh. "Kita coba dulu, Kak. Kalau memang butuh bantuan, kita pikirkan nanti., tapi aku yakin, kalau kita sabar, semuanya bakal terungkap." Aku mengangguk pelan, meski hati ini masih penuh keraguan. Aku tahu Aldo berusaha meyakinkanku, tapi kenyataan bahwa Bapak mungkin terlibat membuat semuanya jauh lebih rumit. Setelah beberapa jam, Aldo akhirnya menemukan sesuatu. "Kak, ini Budi," katanya sambil menunjuk layar laptop. "Dia punya usaha kecil, semacam toko elektronik. Tapi beberapa bulan terakhir, tokonya tutup. Ada banyak komentar di akun media sosial

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Kode rahasia

    Setelah sampai di rumah, Aldo dan aku langsung menuju meja kerja di ruang tengah. Tanpa banyak bicara, kami mulai membongkar isi tas, termasuk dokumen yang kami temukan tadi dan kotak kayu kecil yang terkunci. Ruangan terasa sunyi, hanya suara kipas angin yang berputar pelan mengisi keheningan. Aldo mengambil napas panjang. “Kak, coba kita periksa catatan ini dulu. Mungkin ada petunjuk tentang Budi atau apa pun yang relevan,” katanya sambil membuka buku catatan tadi. Aku mengangguk, lalu duduk di sebelahnya. Aldo mulai memeriksa halaman demi halaman, mencari sesuatu yang menonjol. Tidak lama kemudian, ia menunjuk sebuah entri di salah satu halaman. “Lihat ini, Kak. Ada nama ‘Budi’ lagi, dan ada kode di sebelahnya—‘TG24’,” katanya. Aku memiringkan kepala, mencoba memikirkan apa arti kode itu. “Mungkin semacam kode barang atau lokasi?” Aku menebak.

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Mulai terbukanya sebuah misteri

    Aldo mendekatkan dirinya ke layar, matanya terpaku pada hasil pencarian yang kutunjukkan. "Ini dia, Kak! Ada sebuah tempat bernama Gudang TG di kawasan industri lama di pinggiran kota. Ternyata itu gudang penyimpanan yang sempat populer untuk barang elektronik pada masanya, tapi, ada catatan bahwa gudang itu sudah tidak beroperasi sejak lima tahun lalu," ujarnya dengan antusias. Aku mengangguk, membaca lebih lanjut informasi yang terpampang di layar. "Lihat ini, Do. Ada nama Ruslan tercantum sebagai salah satu pemiliknya sebelum operasionalnya berhenti. Kalau benar ini orang yang sama dengan kartu nama tadi, berarti kita ada di jalur yang tepat." Aldo tampak berpikir. "Tapi kalau tempat ini sudah lama tidak digunakan, apa mungkin masih ada sesuatu di sana? Apa kita perlu izin dulu untuk masuk?" "Aku rasa, sebelum kita melangkah lebih jauh, kita harus siapkan rencana," kataku, mencoba menenangkan diri.

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Fakta Yang Mengubah Segalnya

    Malam itu, setelah mengumpulkan semua informasi, aku dan Aldo memutuskan untuk kembali ke Gudang TG. Kami membawa senter, kamera, dan sebuah perekam suara—berjaga-jaga kalau ada sesuatu yang perlu diabadikan. Ketika sampai di dekat gudang, suasana begitu sunyi, hanya terdengar suara angin yang membawa aroma logam dari bangunan tua itu. Kami memarkir mobil agak jauh, lalu berjalan perlahan menuju gedung. Cahaya bulan menerangi sebagian besar area, tapi ada beberapa sudut yang gelap pekat. Aku melirik Aldo, yang tampak tegang namun penuh tekad. “Pintu samping itu,” bisikku, menunjuk ke arah pintu kecil yang tampak tidak terkunci. Kami mendekat, memastikan tidak ada yang mengawasi. Ketika pintu dibuka, suara engsel yang berdecit membuat kami berdua refleks berhenti sejenak. Setelah yakin tidak ada respons, kami masuk ke dalam. Gudang itu lebih besar daripada yang kami duga. Rak-rak tua masih berdiri, meskipun kosong dan berdeb

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Penelpon Misterius

    Malam semakin larut, tetapi pikiran kami terus berputar. Semua yang kami temukan malam itu terlalu besar untuk dicerna sekaligus. Hubungan antara Bapak, Proyek Orion, dan kelompok ini mulai terjalin seperti benang kusut dan kami harus menariknya satu per satu dengan hati-hati.---Keesokan harinya, pukul 07.30, aku dan Aldo memutuskan untuk berpura-pura seperti biasa. Kami tidak ingin memancing kecurigaan siapa pun, terutama Bapak. Namun, rasa was-was menghantui sepanjang sarapan. Bapak duduk di ujung meja, menyantap roti panggang sambil membaca koran. Wajahnya tenang, seperti tidak ada yang terjadi."Aldo, apa kamu belum akan masuk kuliah?" ujar Bapak tiba-tiba membuat Aldo tersentak. "Be–belum, Pak." Aldo menjawab sedikit gugup. Kemudian ia menarik dan menghembuskan napasnya pelan. Mungkin agar tidak kelihatan gugup. "Nanti sore, tolong bantu di pabrik, ya. Ada laporan keuangan yang harus diselesaikan.""Eh, iy

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Ancaman demi ancaman

    Keesokan Harinya, Pukul 07.00 Aku bangun dengan perasaan yang masih kacau. Suara ancaman semalam terus terngiang di pikiranku. Setelah mandi dan sarapan singkat, aku dan Aldo bertemu di ruang tamu untuk mendiskusikan langkah selanjutnya. Wajahnya tampak lebih tegang dari biasanya. "Aku udah mikir semalaman, Kak," ucap Aldo membuka percakapan. "Kita nggak bisa berhenti sekarang. Kalau kita mundur, mereka bisa menganggap kita ancaman, meskipun kita nggak melakukan apa-apa lagi. Kita harus tahu lebih banyak, tapi harus lebih hati-hati." Aku mengangguk setuju meski dadaku masih bergemuruh. "Jadi, langkah pertama?" "RL7," jawab Aldo singkat. "Aku punya ide. Kita bisa manfaatin peta lokasi yang kita temukan. Tapi kita harus cari tahu dulu apakah ada akses masuk yang aman. Kalau langsung masuk tanpa rencana, bisa bahaya." "Aku setuju. Tapi bagaimana kalau mereka sudah memantau kita?" tanyaku ragu. "Itu risiko yang harus kita ambil," jawab Aldo. "Lagipula, kalau mereka mau bertindak, se

Latest chapter

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Terowongan pelarian

    Kami berlari menembus kegelapan malam, napas terengah-engah dan langkah tergesa-gesa menyusuri lorong sempit di belakang gudang. Suara langkah berat di belakang kami semakin dekat—mereka pasti mendengar suara pintu belakang terbuka. “Arah sini!” Aldo menarik tanganku, memimpin ke sebuah gang kecil yang hampir tertutup reruntuhan dinding. Jalan itu begitu sempit sehingga kami harus merunduk untuk melewatinya. Dari kejauhan, terdengar suara teriakan dan perintah yang menggema. Aku berusaha fokus pada langkah kakiku, tetapi tubuhku gemetar. Aku melirik Aldo, yang tetap tenang meskipun napasnya tersengal. Keteguhan itu memberiku sedikit keberanian. “Reza,” Aldo berbicara dengan nada datar, menekan alat komunikasi di telinganya, “beri kami arah keluar tercepat.” Ada jeda sebelum suara Reza terdengar. “Ada terowongan tua di dekatmu. Ikuti jalan utama ke kiri, lalu cari pintu baja dengan tanda ‘H’. Itu pintu masuknya.” Aku menatap Aldo bingung. “Terowongan? Kau yakin?” “Kita tida

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Pelarian Mendebarkan

    Tiba-tiba, suara Bapak terdengar dari alat komunikasi yang ada di telingaku. “Pergi ke titik aman, koordinat yang sudah kuberi tahu. Aku akan menyusul kalian.” “Tapi—” Aldo mencoba memprotes, tapi Bapak memotongnya. “Tidak ada waktu! Pergi sekarang, atau semuanya akan sia-sia!” Dengan berat hati, kami berlari menuju titik pertemuan yang sudah direncanakan sebelumnya: sebuah bangunan tua di pinggiran kota. Di tengah kegelapan malam, aku terus memikirkan Bapak. Apakah dia bisa lolos? Ataukah ini terakhir kalinya kami melihatnya? Ketika kami tiba di tempat aman, Aldo segera menghubungi Reza. “Kita butuh kendaraan untuk keluar kota sekarang. Mereka sudah menemukan kita.” Reza, yang suaranya terdengar tegang, menjawab, “aku akan mengatur sesuatu, tapi kalian harus bertahan di sana dulu.” Aku memandang Aldo dengan putus asa. “Bagaimana dengan Bapak?”

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Sebuah Rahasia Besar yang Mulai Terungkap

    Selama beberapa hari berikutnya, kami bertiga bekerja dalam diam, tapi penuh kewaspadaan. Beruntung beberapa hari ke depan Ibu tak kan ada di rumah karena perjalanan umrahnya, jadi kamu tak perlu menjelaskan apapun padanya. Dan, jika pun terjadi sesuatu, kami tak perlu khawatir memikirkan dirinya.Aldo menghabiskan waktu menghubungi Reza, temannya yang bekerja di bidang elektronik. Reza berhasil menyediakan kamera kecil dengan pengaman sinyal dan alat pemindai frekuensi untuk melacak komunikasi penjaga di RL7. Sementara itu, Bapak terus menggali informasi tentang blueprint jalur bawah tanah melalui akses terbatas yang dimilikinya. Aku bertugas memantau RL7 dari kejauhan. Dengan bantuan teleskop dan notebook kecil, aku mencatat pola penjagaan di sana—berapa banyak orang yang masuk dan keluar, jam pergantian penjaga, serta kendaraan apa saja yang datang. Hari demi hari, fakta yang kami kumpulkan mulai membentuk gambaran besar. RL7 bukan hanya gudang, melainkan fasilitas rahasia dengan

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Menyusun rencana

    Aku dan Aldo mengintip dari balik tembok pagar. Kami menahan napas saat pria berjas hitam melangkah ke sisi lain mobil. Jantungku serasa berhenti ketika sosok yang keluar dari pintu itu adalah Bapak—Pak Ruslan."Apa yang Bapak lakukan bersama dia?" Aldo berbisik pelan, nada suaranya menyiratkan ketidakpercayaan.Bapak dan pria berjas hitam berjalan masuk ke rumah tanpa menyadari keberadaan kami. Ketika pintu utama tertutup, Aldo menarik lenganku dan kami segera mengendap ke dekat jendela ruang kerja Bapak.Kami mendengar suara mereka dari balik kaca jendela yang sedikit terbuka.“Waktu kita tidak banyak, Ruslan,” kata pria berjas hitam dengan suara tegas namun rendah, “pengiriman berikutnya akan melibatkan RL7, dan ini bisa membuka perhatian pihak yang tidak seharusnya.”“Sudah kubilang, aku hanya mau memastikan keluargaku aman,” jawab Bapak. Suaranya terdengar lelah, hampir seperti orang yang kalah. “Aku melakukan ini hanya untuk melunasi utang mereka.”“Tapi ini bukan tentang utang

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Ancaman demi ancaman

    Keesokan Harinya, Pukul 07.00 Aku bangun dengan perasaan yang masih kacau. Suara ancaman semalam terus terngiang di pikiranku. Setelah mandi dan sarapan singkat, aku dan Aldo bertemu di ruang tamu untuk mendiskusikan langkah selanjutnya. Wajahnya tampak lebih tegang dari biasanya. "Aku udah mikir semalaman, Kak," ucap Aldo membuka percakapan. "Kita nggak bisa berhenti sekarang. Kalau kita mundur, mereka bisa menganggap kita ancaman, meskipun kita nggak melakukan apa-apa lagi. Kita harus tahu lebih banyak, tapi harus lebih hati-hati." Aku mengangguk setuju meski dadaku masih bergemuruh. "Jadi, langkah pertama?" "RL7," jawab Aldo singkat. "Aku punya ide. Kita bisa manfaatin peta lokasi yang kita temukan. Tapi kita harus cari tahu dulu apakah ada akses masuk yang aman. Kalau langsung masuk tanpa rencana, bisa bahaya." "Aku setuju. Tapi bagaimana kalau mereka sudah memantau kita?" tanyaku ragu. "Itu risiko yang harus kita ambil," jawab Aldo. "Lagipula, kalau mereka mau bertindak, se

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Penelpon Misterius

    Malam semakin larut, tetapi pikiran kami terus berputar. Semua yang kami temukan malam itu terlalu besar untuk dicerna sekaligus. Hubungan antara Bapak, Proyek Orion, dan kelompok ini mulai terjalin seperti benang kusut dan kami harus menariknya satu per satu dengan hati-hati.---Keesokan harinya, pukul 07.30, aku dan Aldo memutuskan untuk berpura-pura seperti biasa. Kami tidak ingin memancing kecurigaan siapa pun, terutama Bapak. Namun, rasa was-was menghantui sepanjang sarapan. Bapak duduk di ujung meja, menyantap roti panggang sambil membaca koran. Wajahnya tenang, seperti tidak ada yang terjadi."Aldo, apa kamu belum akan masuk kuliah?" ujar Bapak tiba-tiba membuat Aldo tersentak. "Be–belum, Pak." Aldo menjawab sedikit gugup. Kemudian ia menarik dan menghembuskan napasnya pelan. Mungkin agar tidak kelihatan gugup. "Nanti sore, tolong bantu di pabrik, ya. Ada laporan keuangan yang harus diselesaikan.""Eh, iy

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Fakta Yang Mengubah Segalnya

    Malam itu, setelah mengumpulkan semua informasi, aku dan Aldo memutuskan untuk kembali ke Gudang TG. Kami membawa senter, kamera, dan sebuah perekam suara—berjaga-jaga kalau ada sesuatu yang perlu diabadikan. Ketika sampai di dekat gudang, suasana begitu sunyi, hanya terdengar suara angin yang membawa aroma logam dari bangunan tua itu. Kami memarkir mobil agak jauh, lalu berjalan perlahan menuju gedung. Cahaya bulan menerangi sebagian besar area, tapi ada beberapa sudut yang gelap pekat. Aku melirik Aldo, yang tampak tegang namun penuh tekad. “Pintu samping itu,” bisikku, menunjuk ke arah pintu kecil yang tampak tidak terkunci. Kami mendekat, memastikan tidak ada yang mengawasi. Ketika pintu dibuka, suara engsel yang berdecit membuat kami berdua refleks berhenti sejenak. Setelah yakin tidak ada respons, kami masuk ke dalam. Gudang itu lebih besar daripada yang kami duga. Rak-rak tua masih berdiri, meskipun kosong dan berdeb

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Mulai terbukanya sebuah misteri

    Aldo mendekatkan dirinya ke layar, matanya terpaku pada hasil pencarian yang kutunjukkan. "Ini dia, Kak! Ada sebuah tempat bernama Gudang TG di kawasan industri lama di pinggiran kota. Ternyata itu gudang penyimpanan yang sempat populer untuk barang elektronik pada masanya, tapi, ada catatan bahwa gudang itu sudah tidak beroperasi sejak lima tahun lalu," ujarnya dengan antusias. Aku mengangguk, membaca lebih lanjut informasi yang terpampang di layar. "Lihat ini, Do. Ada nama Ruslan tercantum sebagai salah satu pemiliknya sebelum operasionalnya berhenti. Kalau benar ini orang yang sama dengan kartu nama tadi, berarti kita ada di jalur yang tepat." Aldo tampak berpikir. "Tapi kalau tempat ini sudah lama tidak digunakan, apa mungkin masih ada sesuatu di sana? Apa kita perlu izin dulu untuk masuk?" "Aku rasa, sebelum kita melangkah lebih jauh, kita harus siapkan rencana," kataku, mencoba menenangkan diri.

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Kode rahasia

    Setelah sampai di rumah, Aldo dan aku langsung menuju meja kerja di ruang tengah. Tanpa banyak bicara, kami mulai membongkar isi tas, termasuk dokumen yang kami temukan tadi dan kotak kayu kecil yang terkunci. Ruangan terasa sunyi, hanya suara kipas angin yang berputar pelan mengisi keheningan. Aldo mengambil napas panjang. “Kak, coba kita periksa catatan ini dulu. Mungkin ada petunjuk tentang Budi atau apa pun yang relevan,” katanya sambil membuka buku catatan tadi. Aku mengangguk, lalu duduk di sebelahnya. Aldo mulai memeriksa halaman demi halaman, mencari sesuatu yang menonjol. Tidak lama kemudian, ia menunjuk sebuah entri di salah satu halaman. “Lihat ini, Kak. Ada nama ‘Budi’ lagi, dan ada kode di sebelahnya—‘TG24’,” katanya. Aku memiringkan kepala, mencoba memikirkan apa arti kode itu. “Mungkin semacam kode barang atau lokasi?” Aku menebak.

DMCA.com Protection Status