Share

Hanya Masalah Kecil

Penulis: Rarha Ira
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-07 14:28:29

Beberapa hari menjelang pernikahan, Bang Sandi semakin sering menunjukkan kebucinan yang membuat hatiku serasa meleleh. Pagi itu, saat aku sedang sibuk dengan persiapan terakhir, dia datang ke kamarku dengan segelas coklat panas di tangannya, senyum lebarnya menghiasi wajah tampannya.

“Ini, buat kamu,” katanya, menyodorkan gelas itu, “Abang tahu kamu suka coklat panas di pagi hari.”

Aku tersenyum, menerima gelas itu dengan tangan yang sedikit gemetar. “Terima kasih, Bang. Abang benar-benar perhatian, ya.”

Dia duduk di tepi tempat tidur, menatapku dengan tatapan penuh kelembutan. “Abang akan selalu berusaha membuat hari-harimu lebih baik, Di. Kamu nggak tahu betapa berartinya kamu buat Abang.”

Hatiku berdebar. Meskipun kami sudah lama saling mengenal, rasa cinta yang ia tunjukkan seolah terus tumbuh, membuatku semakin merasa dihargai dan dicintai. Aku meletakkan gelas coklat di meja samping tempat tidur dan meraih tangannya.

“Bang, aku … aku nggak tahu bagaimana menggambarkan
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Akhirnya Akad

    Malam itu, setelah pesan misterius pertama masuk, aku berusaha untuk mengabaikannya. Namun, rasa tidak tenang tetap menghantuiku. Aku mencoba untuk menenangkan diri dengan membaca ulang pesan-pesan dari Bang Sandi yang selalu penuh cinta dan perhatian. Baru saja aku meletakkan ponsel di meja, getarannya kembali membuatku tersentak. Pesan lain dari nomor yang sama muncul: [Pernikahan sempurna? Hati-hati, tidak semua yang terlihat indah benar-benar seperti itu.] Aku menggigit bibir, mencoba menahan rasa takut yang mulai menyeruak. Aku tidak ingin berpikir macam-macam, tapi kalimat itu terasa seperti ancaman. Keesokan harinya, saat aku sedang sibuk di butik kebaya, ponselku kembali bergetar. Kali ini, sebuah foto masuk. Foto itu menunjukkan aku dan Bang Sandi sedang fitting baju kemarin sore—diambil dari sudut yang jelas-jelas bukan dari orang yang kami kenal. Pesan menyusul beberap

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Pesan Misterius

    Setelah akad selesai dan para tamu mulai menikmati hidangan di resepsi, Bang Sandi tetap menggenggam tanganku, tidak pernah melepasnya meskipun kami sibuk menerima ucapan selamat dari keluarga dan teman-teman. Tatapannya tak pernah berpaling dariku, seolah ingin memastikan aku tahu betapa berharganya aku baginya. Saat jeda sejenak, kami duduk di pelaminan. Aku menatapnya, mencoba membaca pikirannya. Namun, sebelum aku sempat berkata apa-apa, dia tiba-tiba berbisik, “Abang punya sesuatu untuk kamu.” Aku mengernyit bingung. “Apa, Bang? Di sini, sekarang?” Dia tersenyum kecil, lalu merogoh saku jasnya. Dari sana, dia mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna biru. Aku mengerutkan kening, terkejut. “Bang, ini apa lagi? Bukannya kita sudah banyak hadiah hari ini?” Dia membuka kotak itu, menampakkan sebuah cincin sederhana dengan ukiran nama kami di bagian dalamnya. “Ini bukan sekadar cincin, Di. Ini simbol dari janji Abang. Cincin ini akan selalu ada di tangan Abang, sebagai penging

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Bertemu dengan Rani

    Malam itu aku menggenggam ponsel dengan tangan gemetar. Pesan dari nomor tak dikenal itu seolah menarikku kembali ke pusaran ketidakpastian. Namun, sebelum aku tenggelam terlalu jauh dalam pikiranku sendiri, Bang Sandi tiba-tiba muncul dari kamar mandi. Rambutnya basah, dengan senyum hangat yang membuat jantungku sedikit tenang. Dia duduk di sampingku di ranjang, mengusap punggung tanganku dengan penuh kasih. “Kamu kelihatan tegang. Ada apa, Sayang?” Aku menunduk, tidak tahu harus menjawab apa, tapi sebelum aku bisa memikirkan alasan, Bang Sandi menarik ponsel dari genggamanku. Ekspresinya berubah tegas begitu melihat pesan yang baru saja masuk. “Ini dari siapa lagi?” tanyanya. Suaranya rendah, tapi penuh amarah yang ia coba sembunyikan. “Aku nggak tahu, Bang. Pesan ini sudah beberapa kali muncul,” jawabku jujur. Bang Sandi menghe

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Paket Misterius

    Pria tampan yang berdiri di sampingku itu menggenggam tanganku erat. “Rani, aku ingin kamu tahu, aku menghargai apa yang pernah kita miliki, tapi itu masa lalu. Sekarang, aku adalah suami Adriana, dan dia adalah satu-satunya wanita yang aku cintai.” “Tapi Sandi, kita pernah punya mimpi bersama,” balas Rani dengan suara bergetar. “Mimpi itu sudah mati, Rani,” jawab Bang Sandi tegas, “aku sadar, perasaan itu hanya rasa sayang pada adik sebagai Kakak, bukan kepada pasangan yang diharapkan menjadi pendamping hidup. Aku bahagia dengan Adriana, Ran, dan aku tidak akan biarkan apa pun merusak hubungan kami.” Rani menatap kami dengan tatapan terluka. "Kamu jahat, Sandi! Kamu tega ninggalin aku demi wanita ini!" ucapnya menunjuk tanpa menoleh ke arahku. Bang Sandi melepaskan pegangan tangannya padaku dan berjalan mendekati Rani. "Ran, kamu wanita yang baik. Jujur, aku sayang sama kamu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Teror

    Ketika aku membukanya, isinya membuat darahku mendidih. Isi dari paket itu adalah foto-foto Bang Sandi bersama Rani di masa lalu. Foto-foto itu diambil di berbagai tempat, seperti taman dan kafe. Aku menunjukkan foto itu pada Bang Sandi dengan air mata mengalir. “Bang, aku nggak ngerti kenapa orang ini terus-terusan ganggu kita. Apa yang mereka mau?” Wajah Bang Sandi memerah karena marah. Dia langsung meraih ponsel dan menelepon seseorang. Aku hanya bisa duduk dan merasa ketakutan. Setelah menutup telepon, dia duduk di sampingku dan memelukku erat. “Sayang, Abang minta maaf kamu harus ngalamin ini semua. Abang janji, nggak akan biarin siapa pun rusak rumah tangga kita. Kita cari tahu siapa yang main-main ini, ya?” Aku mengangguk pelan, meski hatiku masih penuh kekhawatiran. “Bang, aku cuma pengen kita hidup tenang. Apa itu terlalu sulit?” Dia menggeleng, lalu mengecup keningku. “Kita akan dapatkan ketenangan itu, Sayang. Abang janji.” --- Hari berikutnya, kami memutuskan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Kantor polisi

    Pagi itu, suasana rumah begitu sunyi meski matahari sudah mulai menembus tirai. Aku duduk di ruang tamu dengan cangkir kopi yang hampir tak kusentuh. Bang Sandi berdiri di dekat jendela, memerhatikan jalan di luar dengan wajah yang sulit dibaca. Ketegangan di antara kami begitu tebal hingga sulit bernapas. “Sayang, kita harus segera ke kantor polisi,” ujarnya tiba-tiba, memecah keheningan. Aku hanya mengangguk tanpa bicara. Semalaman aku hampir tak tidur, memikirkan pesan menyeramkan itu. Siapa pun pelakunya, dia jelas bukan orang sembarangan. Setelah bersiap, kami berangkat ke kantor polisi dengan membawa semua bukti yang ada: foto-foto, pesan di ponsel, dan kertas yang ditemukan di kamar kami. Petugas yang menangani laporan kami, seorang pria bernama Pak Ridwan, terlihat serius mendengarkan cerita kami. “Kami akan menyelidiki ini,” ujarnya sambil mencatat, "tapi seperti yang Anda ketahui, prosesnya mungkin membutuhkan waktu. Sementara itu, saya sarankan Anda lebih berhati-hat

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Amplop Coklat

    --- Aku menggenggam erat tangan Bang Sandi saat kami kembali ke kantor polisi membawa bukti baru, foto pernikahan yang dirusak dan rekaman kamera pengawas. Pak Ridwan memeriksa semuanya dengan wajah serius, sesekali berdiskusi dengan rekan-rekannya. "Ini jelas tindakan yang disengaja dan terencana," ujarnya sambil menatap kami, "kami akan mencoba melacak orang ini dari jejak yang ditinggalkannya, tapi butuh waktu." Iqbal yang ikut menemani kami ke kantor polisi dan tampak tak sabar. "Pak, apa nggak ada cara lebih cepat? Orang ini udah terlalu berani!" Pak Ridwan menghela napas. "Kami akan memprioritaskan kasus ini, tapi kalian juga harus membantu kami. Ada sesuatu yang mencurigakan atau siapa saja yang pernah bermasalah dengan kalian?" Aku dan Bang Sandi saling berpandangan. Pertanyaan itu menggantung seperti beban di udara. "Aku nggak tahu, Pak," jawabku akhirnya, "kami nggak punya musuh. Kehidupan kami biasa saja." Di sisi lain, Bang Sandi tampak berpikir keras. Ia m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Log aktivitas

    Pagi itu, suasana rumah terasa tegang. Aku duduk di meja makan memandangi secangkir kopi yang hampir dingin. Bang Sandi berada di seberangku, menatapku dengan pandangan penuh perhatian. Dia tahu aku masih terguncang oleh foto-foto yang kami temukan tadi malam. "Sayang, kamu yakin nggak mau makan dulu?" tanyanya dengan suaranya yang lembut. Aku menggeleng pelan. "Aku nggak lapar, Bang" Ia mendesah, lalu bangkit dari kursinya dan berjongkok di sampingku. Tangannya menggenggam tanganku erat. "Kamu harus kuat, Sayang. Abang janji kita akan selesaikan ini sama-sama. Abang nggak akan biarin apa pun terjadi sama kamu." Aku menatapnya, mataku mulai berkaca-kaca, "tapi aku takut, Bang. Orang ini tahu segalanya tentang kita. Dia bahkan masuk ke rumah kita, ke kamar kita .…"Bang Sandi mengusap pipiku dengan ibu jarinya. "Abang nggak akan biarin dia nyakitin kamu. Kamu percaya sama Abang, kan?" Aku mengangguk pelan, tapi rasa takut itu tetap ada, seperti duri yang menancap di hatiku. Iqbal

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29

Bab terbaru

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Masalah Baru Lagi

    ---Malam itu, kami berkumpul di ruang tengah rumah Iqbal, mengatur rencana untuk masuk ke apartemen Melisa. Sebelum Arman atau siapa pun yang berkepentingan dengan dokumen itu bertindak lebih jauh, kami harus bergerak cepat. Iqbal mengetik sesuatu di laptopnya sementara aku dan Bang Sandi duduk di sofa, memerhatikan.“Jadi, apartemennya ada di lantai 5, dan berdasarkan data yang aku dapat, dia tinggal sendirian sebelum menikah,” kata Iqbal tanpa mengalihkan pandangan dari layar.“Keamanan di sana seperti apa?” tanya Bang Sandi.Iqbal menyeringai kecil. “Standar. Ada petugas di lobi dan kamera di beberapa sudut, tapi aku sudah mengatur sesuatu untuk memutus kamera selama 15 menit. Itu waktu yang kita punya.”Aku menatap Iqbal dengan khawatir. “Kalau ketahuan, bagaimana?”Iqbal menoleh padaku. “Makanya kita harus hati-hati. Aku nggak bilang ini aman, tapi kita nggak punya banyak pilihan.”Bang Sandi menghela napas, lalu menatapku. “Kamu nggak harus ikut, Sayang.”“Aku ikut,” jawabku te

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    mulai terkuaknya sebuah misteri

    ---Malam itu, kami berkumpul di ruang tengah. Iqbal masih sibuk dengan laptopnya, sementara aku dan Bang Sandi duduk saling berhadapan. Setelah pertemuan dengan Arman di taman, suasana di rumah kami berubah. Ada keheningan yang menggantung, penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab.“Aku nggak yakin apa yang Arman inginkan benar-benar cuma soal balas dendam,” kata Iqbal tiba-tiba, memecah keheningan.Bang Sandi menatapnya. “Maksudmu?”Iqbal menatap layar laptopnya sebelum menjawab, “Aku memeriksa lagi akun media sosialnya, dan ada sesuatu yang aneh. Arman sering menulis tentang keadilan, tapi di antara semua itu, dia juga menyebutkan sesuatu tentang dokumen penting.”“Dokumen?” tanyaku, bingung.Iqbal mengangguk. “Aku belum tahu dokumen apa yang dia maksud, tapi kelihatannya itu ada hubungannya dengan Melisa, orang yang dia sebutkan tadi.”Bang Sandi menghela napas panjang. “Jadi dia bukan cuma marah. Dia mencari sesuatu.”“Aku pikir begitu,” kata Iqbal. “Kita mungkin bisa mulai da

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Kembali Menemui Arman

    --- Pagi itu, setelah kejadian di jalan besar, kami kembali ke rumah dengan hati penuh kecemasan. Arman sudah pergi, tapi ancamannya masih menggema di pikiranku. Rasanya seperti bayangan gelap yang selalu mengikuti kami. Iqbal mengunci pintu dengan lebih ketat, memastikan semua jendela tertutup rapat. Sementara itu, Bang Sandi membantuku duduk di sofa. Dia berlutut di hadapanku, menggenggam kedua tanganku erat. “Sayang, kamu nggak apa-apa?” tanyanya lembut, matanya memancarkan kekhawatiran yang tulus. Aku mengangguk perlahan, meskipun dada ini terasa sesak. “Aku cuma takut, Bang. Dia benar-benar serius dengan ancamannya.” Bang Sandi mengusap tanganku dengan penuh kasih. “Abang nggak akan biarin dia menyakiti kamu, Sayang. Ini janji Abang.” Ucapan itu seharusnya membuatku tenang, tapi aku tahu situasi ini lebih rumit dari yang bisa kami kendalikan. Arman bukan hanya seseorang yang mar

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Pria Berjaket Hitam

    --- Bang Sandi memelukku erat setelah Iqbal melontarkan pernyataan itu. Aku merasakan detak jantungnya yang cepat, namun tangannya tetap kokoh menggenggam pundakku. Seolah ingin memastikan aku tetap aman di sisinya. “Sayang, tenang. Abang di sini. Apa pun yang terjadi, nggak akan ada yang menyentuh kamu,” katanya, suaranya penuh ketegasan. Aku mengangguk meski tubuhku gemetar. Kehangatan pelukannya menjadi satu-satunya hal yang membuatku merasa sedikit lebih tenang di tengah ketakutan yang semakin nyata. “Iqbal, apa kita bisa memastikan dia nggak bisa melacak kita lagi?” tanya Bang Sandi sambil menoleh ke arah Iqbal. Iqbal sibuk mengetik di laptopnya, wajahnya serius. “Aku sudah memutus koneksi dia sementara ini, tapi ini hanya solusi sementara. Kalau dia benar-benar ada di sekitar sini, kita harus lebih waspada.” Aku menghela napas panjang,

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Petunjuk Baru

    ---Setelah percakapan dengan Satrio berakhir, ruang tamu menjadi hening. Aku menatap Bang Sandi dan Iqbal bergantian, mencoba mencerna apa yang baru saja kami dengar. Perempuan misterius yang mendatangi Satrio … siapa dia? Dan, kenapa dia begitu tertarik pada Bang Sandi?“Apa kamu ingat perempuan lain yang mungkin terlibat dalam kejadian itu, Bang?” tanyaku dengan suara bergetar.Bang Sandi menggeleng pelan. “Setahu Abang, waktu itu cuma Satrio yang terlibat langsung. Nggak ada keluarga korban lain yang datang ke rumah sakit atau tempat kejadian.”“Tapi kalau perempuan itu benar-benar ada,” sela Iqbal sambil mengetik sesuatu di laptopnya, “mungkin dia punya hubungan dengan tempat kejadian kecelakaan. Bisa jadi dia pernah kehilangan seseorang di lokasi itu.”Aku mengangguk, meski pikiranku masih terasa kusut. “Kalau begitu, kita harus cari tahu lebih banyak tentang lokasi kecelakaan itu. Mungkin ada laporan atau artikel lama yang menyebut

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    perempuan misterius

    Bang Sandi dan Iqbal yang sedang fokus ikut terkejut dan memandangku dengan tatapan penuh rasa keingintahuan. Aku meraih ponsel yang tergeletak di atas meja dengan segera memeriksa sang penelepon. Di layar ponsel, terlihat nama Aldo yang muncul. Aku pun menjawab panggilan itu dengan penuh semangat. Belum sempat aku mengucapkan salam, tiba-tiba terdengar sebuah suara yang terasa asing di telingaku. "Luka fisik bisa diobati, luka hati sulit mendapatkan penawar." Suara itu ... Itu bukan suara Aldo! Bang Sandi yang melihatku mendadak lemah langsung berlari dan memeluk tubuhku. "Sayang, kamu kenapa?" tanya Bang Sandi menepuk pelan pipi kiriku. Aku menggenggam erat ponselku dengan tangan gemetar, dan pandanganku mulai kabur. Suara itu masih terngiang-ngiang di telingaku. "Luka fisik bisa diobati, luka hati sulit mendapatkan penawar." Apa maksudnya? "Sayang, apa yang dia bilang?" desak Bang Sandi, matanya penuh kekhawatiran. Aku mencoba berbicara, tapi suaraku te

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Sebuah petunjuk

    Malam semakin larut, tapi kami semua masih terjaga di ruang tamu. Iqbal terus sibuk dengan laptopnya, mencoba menggali lebih dalam tentang petunjuk yang ia temukan. Bang Sandi duduk di sampingku, tangannya tak pernah lepas menggenggamku seolah takut aku menghilang. "Ini dia," kata Iqbal tiba-tiba, membuat kami berdua terlonjak, "aku nemu sesuatu yang menarik." "Apa?" tanyaku, mendekat ke arahnya. Iqbal memutar layar laptopnya ke arah kami. "Email kalian sempat menerima pesan mencurigakan sebulan lalu, tapi langsung terhapus. Untungnya, ada log yang tersimpan." Pesan itu hanya berisi satu kalimat: "Kalian nggak akan bisa lari dari masa lalu." Aku merasakan darahku membeku. "Masa lalu? Maksudnya apa?" Iqbal menggeleng. "Itu yang harus kita cari tahu. Pesan ini dikirim dari jaringan umum di sekitar kampus, sama seperti alamat IP yang tadi." Bang Sandi tampak berpikir keras. "Jaringan umum? Berarti pelaku bisa siapa saja." "Tepat," sahut Iqbal, "tapi ada satu hal aneh. Aku

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Log aktivitas

    Pagi itu, suasana rumah terasa tegang. Aku duduk di meja makan memandangi secangkir kopi yang hampir dingin. Bang Sandi berada di seberangku, menatapku dengan pandangan penuh perhatian. Dia tahu aku masih terguncang oleh foto-foto yang kami temukan tadi malam. "Sayang, kamu yakin nggak mau makan dulu?" tanyanya dengan suaranya yang lembut. Aku menggeleng pelan. "Aku nggak lapar, Bang" Ia mendesah, lalu bangkit dari kursinya dan berjongkok di sampingku. Tangannya menggenggam tanganku erat. "Kamu harus kuat, Sayang. Abang janji kita akan selesaikan ini sama-sama. Abang nggak akan biarin apa pun terjadi sama kamu." Aku menatapnya, mataku mulai berkaca-kaca, "tapi aku takut, Bang. Orang ini tahu segalanya tentang kita. Dia bahkan masuk ke rumah kita, ke kamar kita .…"Bang Sandi mengusap pipiku dengan ibu jarinya. "Abang nggak akan biarin dia nyakitin kamu. Kamu percaya sama Abang, kan?" Aku mengangguk pelan, tapi rasa takut itu tetap ada, seperti duri yang menancap di hatiku. Iqbal

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Amplop Coklat

    --- Aku menggenggam erat tangan Bang Sandi saat kami kembali ke kantor polisi membawa bukti baru, foto pernikahan yang dirusak dan rekaman kamera pengawas. Pak Ridwan memeriksa semuanya dengan wajah serius, sesekali berdiskusi dengan rekan-rekannya. "Ini jelas tindakan yang disengaja dan terencana," ujarnya sambil menatap kami, "kami akan mencoba melacak orang ini dari jejak yang ditinggalkannya, tapi butuh waktu." Iqbal yang ikut menemani kami ke kantor polisi dan tampak tak sabar. "Pak, apa nggak ada cara lebih cepat? Orang ini udah terlalu berani!" Pak Ridwan menghela napas. "Kami akan memprioritaskan kasus ini, tapi kalian juga harus membantu kami. Ada sesuatu yang mencurigakan atau siapa saja yang pernah bermasalah dengan kalian?" Aku dan Bang Sandi saling berpandangan. Pertanyaan itu menggantung seperti beban di udara. "Aku nggak tahu, Pak," jawabku akhirnya, "kami nggak punya musuh. Kehidupan kami biasa saja." Di sisi lain, Bang Sandi tampak berpikir keras. Ia m

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status