Share

Kemesraan dan Kemarahan

Penulis: Nabila Rindra
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-17 22:59:50

“Udah cek ke rumah sakit, Dek?”

Hana mengangguk, lalu menyendok nasi dan mengunyahnya pelan. Tanpa suara, dia menyimak pembicaraan Faris soal detail acara khataman yang juga akan dilangsungkan tiga bulan lagi. Dua puluh santri yang diajarnya siap untuk mengikuti khataman, juga sepuluh santri dibawah pengasuhan Riza.

“Habisin, Han,” bisik Arkan saat melihat Hana makan dengan ogah-ogahan.

“Pahit, Mas,” balas Hana sambil bergidik. Nasi di piringnya tinggal satu sendok lagi, namun dia tidak berselera menghabiskannya. Di dalam hati, dia mengingatkan diri untuk makan dari piring yang sama dengan Arkan saja mulai besok.

Arkan tidak memaksa lagi dan menghabiskan sisa nasi istrinya. Tidak ada yang memperhatikan mereka. Zara, Aisyah, dan kedua orang tuanya sedang tertawa mendengar kelakar Faris, sementara Keira dan Naura sibuk membicarakan tentang sekolah diniyyah.

“Mas dapat kiriman buku dari teman. Kamu mau baca?” tawar Arkan.

“Buku apa?” balas Hana ingin tahu. Diangkatnya piring kotornya dan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Gosip Di Kalangan Pengurus dan Santriwati

    “Besok-besok barangnya dijaga ya, Nduk. Jangan ditaruh sembarangan lagi.”“Nggih, Ning.” Gadis berusia empat belas tahun itu mengangguk, lalu keluar dari kantor pengurus pesantren dan berbelok menuju asrama.Hana lalu menoleh ke kanan, ke arah halaman yang dipenuhi mobil-mobil para penjenguk. Terlihat Vanya sedang mengobrol dengan sepasang orangtua di sebelah sebuah sedan perak, sebelum gadis itu berbalik dan berjalan menuju kantor.“Assalamu’alaikum.”“Wa'alaikumsalam.” Hana menjawab. Diliriknya Vanya yang memasuki ruangan dan duduk di hadapannya, sementara gadis itu berkata sopan, “Saya mau izin ke luar, Ning.”“Buku izin.” Tangan Hana terulur meminta kartu perizinan keluar.Vanya mengulurkan buku kecil bersampul kertas kado. Satu tangan Hana terjulur ke bawah meja, lalu membuka laci dan mengeluarkan sebuah buku besar. Dicatatnya izin Vanya dua kali—satu di buku kecil dan satu lagi di buku perizinan. Diguratnya paraf dan cap stempel asrama, lalu mengembalikan buku tersebut.“Kamu ba

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-17
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Keributan Di Kantor Asrama

    “Permisi, Ning. Saya mau izin keluar.”Hana yang tengah mencatat mendongak. Ekspresinya berubah datar, namun bukan gadis bernama Maryam itu yang membuat senyumnya hilang. Melainkan wanita yang berdiri di belakangnya.Dea dan Lina, ibu dari Zidan alias pria yang menghinanya di Malang satu bulan lalu. Seiring itu, muncul pertanyaan di hati Hana. Ada hubungan apa mereka sebetulnya? Kenapa Dea selalu mengikuti kemanapun Lina pergi?“Oh iya. Mana buku izinnya?”Tanpa malu, Dea menarik bangku dan duduk di sebelah Maryam. Hana lalu bangkit dan menarik kursi yang terlipat di pojok ruangan dan menyerahkannya pada Lina sambil berkata, “Silahkan Bu.”Tanpa terimakasih sama sekali, Lina duduk. Ekspresinya begitu angkuh, kontras dengan Maryam yang malu-malu.“Maryam sudah shalat dzuhur?”Usia Maryam baru lima belas tahun. Orangtuanya meninggal saat usianya sepuluh tahun, dan sejak saat itu dirinya dan Dea diadopsi oleh keluarga Zidan. Bagian ini tidak diketahui Hana sama sekali, kecuali soal orang

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-17
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Konfrontasi Lina vs Hana

    “Kamu lagi ngapain, Nduk?”Hans menoleh, buru-buru menangkap mangkuk logam berisi adonan yang hampir terjatuh ke lantai. Dilepasnya sarung tangan, lalu berbalik dan menyandarkan pinggang pada meja konter. Beberapa khadimah sedang menyiapkan makan malam, kecuali dirinya yang tengah asyik memasak.“Bikin gorengan, Umi. Gak apa-apa, kan?”Salwa mengangguk, duduk di kursi makan sambil meneguk segelas air. Ditatapnya punggung Hana yang kembali berbalik menekuni kualinya. Bahunya naik-turun, namun wanita itu tidak berkata apa-apa.Tak lama, Arkan berjalan memasuki dapur.“Han?”“Iya, Mas?” Sekali lagi Hana menoleh dan tersenyum menyambut suaminya. Baru untuk pertama kalinya Salwa bisa melihat kalau wajah menantunya sembab seperti habis menangis. Agaknya Arkan juga bisa merasakannya karena pria itu menatap wajah istrinya lekat-lekat.“Kamu gak apa-apa?” tanya Arkan khawatir.Hana mengangguk. “Gak apa-apa. Mas mandi dulu sana. Mau aku bikinin kopi atau teh?”“Teh aja.”Setelah mendaratkan ciu

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-18
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Kesedihan Keira dan Naura

    “Dramanya lancar, Tante?”Zara, Aisyah, dan Riza tertawa mendengar pertanyaan itu, namun Faris terus menatap adik iparnya dengan serius sambil membenahi letak piring Sindi yang hampir jatuh dari meja bayinya. Salwa dan Harris tersenyum, bangga melihat menantunya mampu menghadapi orang seperti Lina dengan elegan. Hanya Keira yang sibuk menekuni piringnya dengan raut wajah datar, juga Naura yang terus melirik Hana dan Arkan dengan perasaan bersalah. Sesekali dia melirik kakak kembarnya, namun Keira masih asyik memainkan sendok di piringnya.“Makanannya dimakan, Nduk.”Semua orang menoleh pada Keira yang tersenyum salah tingkah dan memperbaiki posisi duduk. Salwa menyuap makanan sambil terus menatap Keira yang makan dengan ogah-ogahan.“Kamu punya masalah, Dek?” tanya Aisyah penuh perhatian.Keira menggeleng. Benaknya masih bisa memutar dengan jelas percakapannya dengan Naura dan Hana di kantor tadi, tahu bibirnya tidak akan sanggup mengatakan kalau biang kerok Hana mengalami keguguran a

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-18
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Tangisan Keira

    “Umi tadi lihat semuanya, Nduk.”Hana berbalik saat mendengar suara Salwa di belakangnya. Wanita itu tersenyum teduh, lalu menepuk space kosong di sebelahnya seolah mengisyaratkan Hana agar duduk di sebelahnya. “Semuanya apa, Umi?” tanya Hana sambil menyandarkan punggung. Halaman di bawah masih ramai, dan Lina serta Dea belum juga pulang dari tempat ini.“Drama di halaman.”Hana tersipu, lalu kembali mengalihkan pandangan ke bawah. Dea, Lina, dan Maryam kini duduk di pendopo, berdampingan dengan para tamu dan santri yang siap ditinggal pulang. Dea mendongak menatapnya, mengabaikan Lina yang tengah mengobrol dengan Maryam.“Apa dia yang kamu ceritain ke Umi tahun lalu?” tanya Salwa lagi.Hana mengangguk. Dia masih mengingat jelas semua percakapannya dengan Lina di halaman tadi.“Kamu marah karena dipermalukan begitu?” tanya Salwa penasaran.“Enggak, Mi.” Hana menggeleng. “Ucapan beliau gak ada yang bener, dan semua orang tahu kalau Hana bukan perempuan seperti itu. Beberapa di antara

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-18
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Berdebat Dengan Vanya

    “Gayamu elegan banget.”Secara spontan, sudut mata Hana terarah pada Dea dan Lina yang tengah duduk di pelataran ruang tamu sambil mengobrol dengan Maryam.“Karena aku gak melihat alasan kenapa aku harus menyerang beliau dengan brutal.”Sambil menatap Salwa yang menyapa para santri, Hana melirik lagi ke arah pelataran ruang tamu. Apa yang dikatakan Keira beberapa jam lalu nyata adanya. Meski samar, Hana bisa menemukan ekspresi penuh kebencian dan dengki terpancar di wajah Dea.“Dia ngatain kamu yang enggak-enggak. Seharusnya kamu marah kan?” tanya Vanya penasaran.“Kenapa harus marah?” tanya Hana balik.Vanya menggeram, membuat Hana tertawa dan merangkul bahunya dengan akrab.“Aku gak marah. Yang aku takutin itu kalau kalian semua percaya dengan ucapan beliau.”“Jelas enggak,” balas Vanya tersinggung. “Aku tahu kamu lebih suka menahan diri untuk dapatin sesuatu yang kamu suka daripada meminta sama orang lain. Jelas itu kebohongan besar. Fitnah yang beliau lontarin supaya nama kamu kel

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-18
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Sosok Misterius di Tengah Malam

    “Ada surat buat kamu.” Arkan berkata saat Hana kembali ke rumah pukul sebelas malam.Hana meletakkan gamis dan kerudungnya di gantungan, lalu berganti baju dan duduk di sebelah Arkan sambil menerima surat yang diletakkan di sebelah kitab terjemahan. Disobeknya amplop yang menutupinya dan membacanya dengan lambat.“Dari siapa?” tanya Arkan tanpa mengalihkan pandang dari laptop.“Maryam.”Tangan Arkan yang tengah mengetik seketika berhenti. Di sebelahnya, Hana masih terus membaca tanpa suara. Tidak ada reaksi yang ditampakkannya selayaknya orang yang tengah membaca sesuatu.“Dia ngapain?” tanya Arkan penasaran.Hana melipat kertas tersebut dan menopang dagu di lutut sambil menatap suaminya.“Maryam ngerasa bersalah dengan sikap ibu dan kakaknya, Mas. Jadi dia minta maaf.”“Kenapa malah dia yang ngerasa bersalah gitu? Drama tadi siang dan sore kan kakak dan ibunya yang mulai,” balas Arkan bingung.Satu alis Hana terangkat sambil bertanya, “Mas lihat drama di kantor tadi?”Arkan hanya ter

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-19
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Kegelisahan Keira

    “Ibunya Maryam lihatin kamu, Dek.” Aisyah berbisik saat mereka baru tiba di rumah.Hana ikut melirik. Meski posenya memperlihatkan seolah dirinya mengobrol dengan Lina, namun Hana tahu jelas kalau mereka tengah memperhatikannya. Apalagi jarak dari rumah ke lapangan parkir tidak begitu jauh.“Tadi Tante sudah telepon Zidan,” ucap Lina dengan suara yang sengaja dikeraskan. “Dia sama Om sudah sampai di rumah dinas. Kamu mau ikut Tante belanja dulu atau langsung pulang?”“Nyebelin,” gumam seseorang dari sebelah kanannya. Aisyah dan Hana menoleh, menemukan Keira duduk sambil menatap kedua orang tersebut dengan sorot mata tak suka.“Gak boleh gitu, Kei,” tegur Hana sambil mengacak kerudungnya.“Terserahnya Tante aja. Dea ikut.” Dea membalas dengan suara tak kalah keras dan sengaja dimanis-maniskan. Sekali lagi gadis itu menoleh pada Hana, namun Hana tidak peduli dan mengalihkan pandang pada sosok yang juga menonton drama di halaman.“Arkan mana, Ning?” tanya Dirga kemudian.Mata Keira tak s

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-19

Bab terbaru

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Kegelisahan Alina

    “Kakak lihat gak sih kalau mereka merhatiin kita terus?”Fauzan mengangguk, matanya tidak lepas dari laptop.“Buat apa sih dia masukin anaknya ke ponpes Al Mulk juga? Memangnya dia gak punya tujuan lain gitu? Atau dia ngelakuin ini karena pengen gangguin kita lagi? Bisa jadi begitu kan? Orangtuanya udah gak ada lagi, semua fasilitasnya udah balik, dan Rafika bahkan juga udah gak ada. Dia gak punya alasan buat gak ngelakuin apapun rencana buruknya,” ucap Alina geram. Dia terus saja mondar-mandir keliling kamar, membuat Fauzan pun tidak nyaman. Tapi dia tahu Alina begitu karena gelisah memikirkan keadaan putra mereka nanti.“Nanti kalau Raza diapa-apain anaknya gimana? Dari tadi siang aja kelihatan jelas kalau mereka terus merhatiin kita. Terus laki-laki itu berani banget deketin Raina. Memangnya dia gak takut dikeroyok orang-orang karena gangguin gadis muda gitu?” tanya Alina lagi. Dia kemudian merebahkan diri di sebelah Fauzan dan memainkan rambut merahnya yang mulai memutih.“Udah ng

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Ketakutan Raina

    Baru mereka sadari kalau Gabrielle memang tidak berhenti memperhatikan keluarganya. Bahkan ketika Raina mencoba mengingat-ingat lagi interaksinya dan Raza dengan Fathan dan Asyraf tadi, dia baru tahu kalau ada yang memperhatikannya.“Mukanya serem banget, Kak. Kayak mau makan kita,” ucap Raina.“Kayak gimana orang yang merhatiin kalian itu?” tanya Najwa penasaran.“Mukanya garang, matanya tajam, terus ekspresinya kayak orang marah terus....”Najwa menggeleng. “Bukan itu maksud Mbak Najwa. Maksudnya, penampilannya kayak apa?”“Rambutnya dicat pirang, terus pakaiannya acak-acakan. Matanya merah kayak orang gak tidur. Terus,” Raina merendahkan suara dan mendekatkan kepala. “Ada bau menyengat dari arah mereka. Kayak bau rokok sama kayak aroma manis, tapi menusuk hidung gitu.”Najwa, Farah—kakak kedua Najwa, Azka, Ahmad, Aiman, dan Raza bertatapan.“Bensin kali. Atau bubble gum,” sahut Aiman.Raina menggeleng. “Enggak. Baunya lebih menyengat. Dan bau itu baru pertama kalinya aku cium.”Sem

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Benci Yang Mengakar Dalam

    “Jangan sampai saya dengar kamu bikin masalah setelah sampai disana nanti. Saya gak mau denger pengaduan dari guru maupun pengasuhmu!”“Kalaupun Johan bikin ulah, memangnya Ayah peduli? Bukannya Ayah yang buang Johan ke sana supaya gak ngerecokin ayah lagi?” tantang Johan balik.Gabrielle mendelik. Dia sangat tidak suka mendengar nada menantang dari suara putranya, namun dia tidak bisa bertindak apa-apa disini. Dia tidak mau jadi tersangka kalau sampai menabrakkan mobil yang dikendarainya dan membuat Johan meninggal.Akhirnya mereka berdiam diri. Johan dengan pikirannya sendiri, sementara Gabrielle dengan angannya yang memikirkan Alina. Sekian lama sejak pertemuan terakhir mereka yang tidak mengenakkan, akhirnya dia melihat wanita itu lagi. Wanita yang dia cintai sejak kelas sebelas SMA, namun malah menikah dengan orang lain dan tega membuatnya gila. Atau setidaknya itu yang diyakini Gabrielle selama ini.“Apa istimewanya perempuan itu sampai ayah gak bisa move on?” tanya Johan mendad

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Drama Santri Baru

    “Johan gak mau, Ayah!”“Saya gak peduli! Saya sudah muak lihat muka kamu!” Pria berambut dicat pirang itu balas melotot. Dia kemudian menoleh pada panitia pendaftaran santri baru dan bertanya, “Dia bisa daftar disini kan?”Fikri—pengurus berkoko putih yang sejak tadi memperhatikan pertengkaran mereka mengangguk patah-patah, ketakutan melihat ekspresi wali murid di depannya yang menyeramkan. Diberikannya formulir dan pulpen, kemudian melirik si calon santri baru yang mendelik penuh kebencian pada ayahnya.“Pak,” Mata Fikri menyipit membaca nama yang tertera di formulir. “Gabrielle.” Untuk sesaat dia tertegun, kemudian melanjutkan, “Njenengan asli Solo kah?”Gabrielle tidak mengacuhkannya dan terus menulis. Fikri memutuskan untuk tidak mencari masalah dan berpaling pada Johan. Namun, sebelum dia sempat berkata-kata, mendadak sepasang orangtua dan dua anaknya memasuki ruangan.“Assalamualaikum.”“Wa’alaikumsalam.”Karena ruangan sedang penuh, keluarga itu duduk di bangku tunggu sambil mem

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Kegelisahan Arkan

    “Duduk dulu, Mas.”Arkan tidak mengacuhkan panggilan Keira dan terus mondar-mandir. Sesekali dia berhenti dan menempelkan telinga ke kaca UGD, namun tidak ada yang bisa didengarnya.“Kaca UGD itu tebel. Suara dan kegiatan apapun yang terjaid di dalam gak bakalan bisa diketahui orang luar,” komentar Ivan.Arkan berhenti dan kembali mondar-mandir. Kali ini dia melepas peci dan menyugar rambutnya yang keriting kecoklatan.“Padahal sebelum berangkat Hana baik-baik aja. Kenapa tiba-tiba kondisinya menurun lagi?” tanya Salwa penasaran.Alissa dan Azzam tidak bisa menjawab. Mereka pun baru tahu tadi kalau pneumonia Hana kembali parah. Wanita itu bahkan muntah darah setelah sebelumnya makan siang bersama keluarga mereka.“Njenengan jangan nyalahin diri sendiri, Bu.” Salwa berkata saat melihat Alissa yang tidak berhenti menunduk dan mengusap matanya. “Ini sama sekali bukan kesalahan Njenengan.”“Tapi saya lalai menjaga dia, Bu. Ibu macam apa saya yang ngebiarin anaknya yang lagi sakit untuk pe

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Omelan dan Nasihat Humaira

    “Mbak Aira tahu kamu mau bahas apa.” Baru saja duduk, Hana sudah disuguhi ekspresi Aira yang tidak enak dilihat. “Kenapa kamu gak terus terang aja sekalian?”“Memangnya beliau mau denger?” tanya Alina balik. Dipanggilnya penjaga kantin dan minta dibawakan dua botol teh dingin. “Sampe mulutku berbusa pun Mama gak bakalan mau ngerti. Yang ada beliau malah playing victim, nyari pembenaran, lalu ngatain aku ngegas dan gak sopan.”Hana yang tidak tahu hendak melakukan apa hanya memainkan kotak tisu yang diletakkan di meja kantin.“Bukannya Mbak Aira gak mau dengerin, Nduk. Tapi gimana ya....” Aira bergerak-gerak salah tingkah, lalu melirik Hana sekilas sebelum kembali menunduk menekuni mangkuk sotonya. “Mau ngatain mamamu, nanti Mbak Aira dibilang guru yang ngajarin hal buruk. Gak bertindak, misalnya menjauhkan kamu dari beliau, kamunya makin tersiksa.”Alina mengangguk.“Mbak masih inget kejadian waktu mamamu gak percaya kamu....”“Godain laki-laki lain di luar, padahal Umi udah nyiapin p

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Kemarahan Alina

    “Gimana kabar keluarganya Mbak Alina?”“Ya begitu-begitu aja. Kamu berharapnya gimana?” balas Alina enteng. Sejak tadi, tangannya tidak berhenti memainkan tutup toples permen, membuat Hana gemas dan ingin melakban tangannya sekalian.“Mbak Alina bisa untuk gak peduli sama mereka lagi?”Alina mendongak, kebingungan tersorot dari iris matanya yang berwarna hijau.“Maksudku, Mbak Alina bisa gak peduliin ucapan buruknya Mama lagi? Mau beliau nyumpahin Mbak Alin kek, mau ngata-ngatain Mbak Alin kek, gak usah dipeduliin. Anggap aja angin lalu....”“Memangnya kamu dulu bisa kayak begitu?” tanya Alina balik. “Empat tahun lalu kamu bisa diam waktu Tante Naira ngatain kamu? Aku udah diam hampir seumur hidupku, Han! Gak bisa disamain dengan kamu yang langsung ngamuk dan lempar-lemparin piring ke dinding!”Hana tertegun. Ini pertama kalinya dia melihat Alina hilang kendali, dan perasaan bersalah mulai menelusup masuk ke hatinya.“Berapa kali Mamaku bilang gak mau peduli lagi sama aku dan Mas Fauz

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Perhatian Kedua Putri dan Cerita Tentang Alina

    “Umi baik-baik aja?”Alissa mengangguk. Pandangannya tidak lepas dari Hana yang sibuk mengerjakan ini-itu. Ditepuknya space kosong di sebelahnya dan berkata, “Duduk sini, Nduk.”“Sebentar, Umi. Hana beresin obatnya dulu biar nanti gak ribet nyarinya.”“Biar aku aja, Mbak,” tawar Rayya.“Gak usah. Kamu duduk aja.”Rayya merengut, namun dia tidak melawan dan terus memijit kaki ibu mertuanya.“Sini dulu, Han.”Barulah Hana menghentikan pekerjaannya. Diletakkannya lap di pinggir meja dan duduk di sebelah Alissa.“Umi jangan sakit-sakit terus. Nanti kalau Umi sakit, gak ada yang bisa diajak ngobrol dan diskusi lagi,” ucap Hana sambil memperbaiki selimut.“Rayya sama kakak-kakakmu kan ada.”“Hana pengennya sama Umi.”“Arkan juga ada. Kenapa kamu nyarinya Umi terus?” tanya Alissa lagi.“Hana cuma bisa ketemu dia pas malam aja. Siangnya sibuk kerja terus.”“Mas Arkan kan kerja buat Mbak Hana sama anak-anak juga,” sahut Rayya.“Ya udah. Gak usah kerja aja kalau gitu. Di rumah aja,” balas Hana

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Takut Kehilangan

    “Mas mau pulang sebentar nengok anak-anak. Kamu mau disini?”Hana mengangguk.“Yakin? Kamu nanti sendirian lho. Mas-mas sama Mbak-mbak yang lain kan pada sibuk,” lanjut Arkan.“Nanti kalau Umi kebangun terus nyari aku, kasihan Mas. Abah juga belum balik dari mushola soalnya.”Arkan akhirnya mengangguk. Dipeluknya Hana erat-erat dan menciumi seluruh wajahnya, kemudian menatap ibu mertuanya yang tertidur pulas.“Kalau capek, langsung istirahat ya. Jangan maksain diri.”Hana mengangguk. Diantarnya Arkan ke luar, kemudian duduk di pinggir ranjang dan menatap wajah Alissa lekat-lekat. Tangannya lantas terulur dan meraih tangan Alissa dan menempelkannya di pipi.“Cepet sembuh, Umi. Jangan tinggalin Hana dulu,” bisik Hana pelan.Masih teringat jelas olehnya kejadian tiga jam lalu dimana Alissa ditemukan di kamar dalam keadaan pingsan. Seisi rumah seketika panik, dan Azzam yang baru pulang langsung membawanya ke mobil dan meminta Arkan untuk secepatnya ke rumah sakit.“Hana mohon, Ya Allah. J

DMCA.com Protection Status