Kilas balikLebih dari enam tahun lalu di Widenia.Adrian baru saja berusia dua puluh satu tahun. Dia suka bermain ski es. Abas Nugroho, kakek Adrian, membeli vila di Widenia karena kecintaannya pada olahraga tersebut.Vila itu adalah rumah bata empat lantai yang terletak di puncak bukit. Setidaknya setahun sekali, seluruh Keluarga Nugroho mengunjungi vila ini.Adrian baru saja kembali ke puncak bukit setelah memeriksa jalan setapak untuk memastikan tidak ada puing yang tidak diinginkan. Dia menatap kakeknya, yang berdiri di balkon lantai dua, dan Adrian melambaikan tangan. "Siap untuk pertunjukan, Kakek?"Kakek Adrian, Abas Nugroho, berdiri siap dengan kamera videonya, melambangkan dukungan dan kebanggaannya yang tidak tergoyahkan atas keterampilan cucunya."Kakek siap saat kamu siap, Adrian!" serunya, suaranya penuh dengan semangat.Dengan seringai percaya diri di wajahnya, Adrian mengenakan helm dan kacamata skinya. Dia melompat di tempat untuk memeriksa apakah skinya dalam kondisi
"Ibu Anda sudah membaik, Bu Riana. Kita perlu melatih otot-ototnya, termasuk jantungnya. Dia nggak bisa menggunakan tubuhnya karena koma sehingga kehilangan banyak kekuatan.""Beruntung dia segera mendapatkan pertolongan medis setelah mengalami serangan jantung. Serangan itu nggak menyebabkan kerusakan pada otaknya.""Membuatnya bergerak itu sangat penting. Kita akan mulai dengan terapi okupasi sederhana.""Minggu depan, kita bisa memindahkan ibu Anda ke kamar pribadi. Pak Adrian sudah meminta dua orang perawat untuk merawat ibu Anda dua puluh empat jam sehari."Riana berdiri di samping ranjang rumah sakit Ranita, mendengarkan tiga dokter. Selama beberapa hari terakhir, tiga dokter spesialis telah mengunjungi ibu Riana. Para dokter tersebut adalah yang terbaik di bidangnya, dan Riana sangat berterima kasih kepada Adrian karena telah mengundang mereka.Baik Riana maupun Ranita sangat diperhatikan di RS Nugroho. Ke mana pun Riana pergi, staf selalu tersenyum kepadanya atau bertanya apaka
Lanjutan kilas balik"Dalam bidang perhiasan, membuat kesan adalah keharusan," kata Adrian selama presentasinya. "Toko harus berlokasi strategis di lokasi utama. Tenaga penjualan harus dilatih untuk mengetahui kualitas perhiasan. Mereka harus berpenampilan menarik dan tahu rekomendasi terbaik untuk klien."Ketika Adrian mempresentasikan rencana pemasarannya kepada kelas, dia menerima pujian. Rencananya hebat! Namun, metodenya tradisional dan hanya berlaku untuk perusahaan besar. Bagaimana dengan perusahaan rintisan?'Toko? Tenaga penjualan? Riana memutar matanya sambil mendengarkan. 'Kurasa dia sekaya itu.'Riana sudah tahu bahwa Adrian telah memberi tahu dosen tentang bekerja sendiri. Jadi, Riana lepas dari tanggung jawab atas apa yang akan dilakukannya. Riana bertekad untuk mengalahkan Adrian dalam permainannya sendiri. Adrian mungkin seorang mahasiswa jurusan bisnis, tetapi perhiasan adalah keahlian Riana.Ketika giliran Riana, dia berdandan dengan gaya dan mengenakan perhiasan mode
Kilas BalikTujuh tahun lalu, Universitas Aruna berpartisipasi dalam kegiatan pembersihan di tepi pantai. Banyak mahasiswa mendaftar untuk melakukannya karena akan mereka mendapatkan nilai tambahan.Riana dan temannya Krista baru saja selesai memungut sampah di tepi pantai ketika Riana berkata, "Rasanya aku ingin minum yang segar-segar. Ayo kita pergi ke bar!""Ya, aku juga," kata Krista. "Ayo kita ke sana!"Krista adalah seorang mahasiswi jurusan seni, sama seperti Riana. Mereka banyak menghadiri kelas yang sama, jadi bisa dibilang bahwa Krista adalah salah satu sahabat Riana di kampus.Mereka telah menyerahkan semua sampah yang mereka kumpulkan kepada perwakilan kampus lain sebelum pergi ke restoran dan bar terapung. Bar tersebut berada di ujung dermaga yang panjang, dan banyak mahasiswa yang menuju ke arah sana. Beberapa berjalan kaki sementara beberapa yang lain mengendarai sepeda.Ketika Riana dan temannya akhirnya tiba di bar dan restoran, dia bertemu dengan dua pemuda terkenal y
Kembali ke masa sekarang.Di kantor pusat PT Nugroho.Adrian mengangkat dagunya tinggi-tinggi saat dia mengarahkan kursi rodanya menuju ke ruang konferensi. Ada keributan yang tengah berlangsung, dan dia tahu alasannya."Ini adalah proyek ketiga yang diambil oleh PT Bhimasakti dari kita.""Yah, mereka juga memiliki pabrik logam. Jadi pantas saja mereka bisa memberikan penawaran yang lebih rendah.""Ini bukan hanya karena tawarannya!" Ayah Adrian, Alfin Nugroho, berkata, "Dari informasi yang telah kukumpulkan, PT Bhimasakti menawarkan untuk mendesain ulang Ambrosia Entertainment Plaza. Mereka telah menemukan kesalahan dalam desain awal!""Mereka mendapat dukungan karena telah melampaui pelayanan mereka!" Alfin menambahkan. "Kenapa kita nggak melihatnya? Huh! Bukankah kita mempekerjakan insinyur terbaik? Kita telah kehilangan tender proyek senilai 15 triliun!""Fredy, Bagas? Jawab pertanyaanku!" seru Alfin.Saat itu, Adrian muncul di hadapan mereka. Ekspresinya yang tenang membungkam sem
Pada hari Rabu pagi, Riana membaca pesan teks dari Departemen Sumber Daya Manusia PT Pusaka Jaya.[ Bu Riana, Anda harus mengambil barang-barang Anda, kalau tidak Pak Beni akan membuangnya. ]Setelah membaca pesan tersebut, dia langsung melihat jam dinding dan mengerang, "Sepertinya tidur di kamar ini membuatku bangun kesiangan lagi."Saat itu jam 10 pagi. Sejak Riana pindah ke rumah Adrian, dia selalu bangun kesiangan."Beni benar-benar nggak punya perasaan! Apa dia lupa kalau aku pernah menjadi istrinya selama empat tahun? Dia selingkuh, lalu menceraikanku. Sekarang dia ingin membuang barang-barangku," gumam Riana.Dia pun langsung membalas pesan tersebut.[ Saya akan mengambil barang-barang saya hari ini. ]Berhubung pemecatannya tidak dilakukan secara formal, Riana tidak pernah mengambil barang-barangnya dari kantor.Riana bergegas mandi dan berganti pakaian. Ketika menuruni tangga, dia melihat Linda tengah melihat-lihat beberapa foto dari album lama di ruang tamu."Oh, selamat pa
Ranita bertanya pada Riana yang sedang membuat sketsa desain perhiasan lainnya, "Apakah rumah sakit ini aman, Riana?"Riana mengangkat alisnya dan menjawab, "Tentu saja, Bu. Memangnya ada apa?"Ranita mengerutkan kening dan berkata, "A-Aku ...." Dia bersandar di ranjang rumah sakitnya dan melanjutkan, "Nggak mau kena serangan jantung lagi."Ranita sudah dapat berbicara lebih baik sekarang, meski suaranya masih lemah. Mendengar kekhawatiran ibunya, dia duduk di tempat tidur di sebelah Ranita dan meyakinkan, "Kita berada di rumah sakit baru, Bu. Rumah sakit ini aman dan terjamin. Nggak ada seorang pun orang dari pihak Clara yang akan mengganggu kita. Selain itu, ada Mira dan Lauren yang akan selalu ada di sini menjagamu."Mira dan Lauren adalah pengasuh Ranita. Mereka bergiliran merawat Ranita, terutama saat Riana tidak ada."Nggak ada orang lain yang bisa masuk ke sini?" tanya Ranita."Ya, Bu. Adr ... um maksudku, aku telah memberi mereka instruksi khusus untuk nggak mengizinkan orang l
Kilas balikEnam tahun lalu, selama beberapa bulan terakhir, Riana menerima empat kotak cokelat dari penolong rahasianya. Sebulan setelah kejadian itu, dia menerima cokelat rasa matcha yang sangat dia minta. Riana menemukan dua kotak cokelat berikutnya direkatkan di loker kampus setelah kelas pemasaran.Setiap kotak cokelat itu disertai dengan kartu ucapan kecil.[ Kotak cokelat kedua: Ini cokelat rasa matcha yang kamu minta. Jaga dirimu, Riana. ][ Kotak cokelat ketiga: Cuma mau memastikan kalau kamu baik-baik saja. ][ Kotak cokelat keempat: Syukurlah kamu nggak mencoba bunuh diri lagi, Riana. ]Kadang-kadang, Riana merasa penolong rahasianya itu seperti seorang kakak yang tidak pernah dia miliki. Dia selalu memakan cokelat pemberian penolongnya dengan senang hati. Tentu saja, dia tidak pernah menerima cokelat selama libur semester.Di semester ketiga kuliahnya, Riana berjalan memasuki kampus dan mendengar teman-temannya bergosip."Dengar-dengar, Adrian nggak kuliah di sini lagi. Dia
Kilas balikLebih dari enam tahun lalu.Abas akhirnya memutuskan untuk mengizinkan Linda terbang ke Widenia untuk merawat Adrian. Sudah lima bulan yang melelahkan sejak kecelakaan itu, dan akhirnya, Adrian bisa duduk. Namun, dia masih tidak bisa berdiri, bahkan sedetik pun, dan dia juga bergantung pada orang lain untuk hal-hal dasar seperti pergi ke kamar mandi, mengganti pakaiannya, dan sebagainya.Linda datang dengan wajah khawatir. Dia menata meja tempat tidur rumah sakit dan memperhatikan Adrian makan dalam beberapa menit berikutnya. Matanya tidak pernah lepas dari Adrian.Ketika Adrian selesai, Linda bertanya, "Adrian, bisa kamu ceritakan lagi tentang kecelakaan itu? Apa yang membuatmu keluar jalur?"Adrian menghela napas berat. Dia tidak suka mengingat kecelakaan itu. Dia menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku nggak ingin membahasnya.""Adrian, ini penting," Linda bersikeras. "Aku ingat kamu bilang kamu merasa ada yang menarik kakimu.""Ya. Mungkin ranting," jawab Adrian tanpa
Riana menikmati sensasi kejantanan Adrian yang tebal dan panjang keluar masuk darinya. Batang itu memenuhi dinding-dindingnya dan mencapai ujung-ujungnya. Tubuh Riana bergetar karena orgasme berulang yang dialaminya saat Adrian tiba-tiba memegang pinggang Riana dan mendorong kejantanannya dengan kuat."Aaaah!" Adrian mengerang keras. Matanya terpejam, dan rahangnya terkatup rapat.Riana sangat paham ekspresi itu. Tidak lama kemudian, dia merasakan cairan hangat pria itu memenuhi rahimnya. Matanya membulat saat dia bertanya, "Apa kamu ... sudah ejakulasi?"Pria itu mengerang. Dia menarik Riana turun dari tubuhnya dan memeluknya erat-erat. Dia mengaku, "Ya. Aku sudah menahannya sejak kamu mengulumku. Maaf. Rasanya terlalu nikmat."Riana sedikit kecewa. Namun, saat dia berbaring di dada pria itu, Riana merasakan kejantanannya berkedut di dalam dirinya. Adrian berkata, "Jangan khawatir. Aku belum selesai denganmu."Adrian tiba-tiba menggulingkannya ke sisi lain tempat tidur dan mendorong b
Di vila Adrian, Riana menunggu di tempat tidur hingga kekasihnya selesai mandi. Dia merasa sangat cemas. Dia berulang kali menarik napas dalam-dalam sambil terkadang mengepalkan tangannya ke selimut tempat tidur.Akhirnya, pria itu keluar dari kamar mandi.Seperti biasa, Adrian tampak rupawan. Rambutnya sedikit basah dan otot-ototnya bergelombang hingga ke pinggangnya yang ramping. Alih-alih piama, Adrian hanya mengenakan handuk di pinggangnya. Caranya berdiri dengan percaya diri di dekat pintu kamar mandi dengan dukungan minimal hampir membuat Riana lupa bahwa pria itu memiliki masalah kaki."Jadi, apa kejutannya?" tanya Adrian, suaranya terdengar memikat di telinga Riana."Ini kejutanku," jawab Riana. Dia berbalik dengan menggoda, memperlihatkan punggungnya kepada pria itu. Riana merangkak naik ke tempat tidur, dan saat dia melakukannya, gaun tidurnya terangkat ke pantatnya. Saat dia merasakan udara dingin ruangan itu di bagian tengah tubuhnya, dia tahu bahwa dirinya telah menunjukka
"A … aku nggak tahu harus berkata apa." Ranita menatap Riana dengan ekspresi cemas. Dengan suara bergetar, dia berkata, "Kamu yakin mau menikah?"Berhubung Adrian dan Riana sudah memantapkan diri untuk segera menikah, mereka pergi menemui Ranita di rumah sakit untuk menyampaikan kabar ini. Seperti yang sudah Riana duga, Ranita tidak terlalu senang setelah mendengar kabar tersebut."Bu, aku yakin." Suara Riana terdengar tegas, sorot matanya penuh dengan keyakinan. Dia menceritakan setiap detail tentang Adrian, mulai dari masa mereka kuliah hingga betapa Adrian selalu ada untuknya selama bertahun-tahun.Saat Riana menyampaikan ceritanya, Adrian duduk di sisi meja kopi, menunggu gilirannya untuk berbicara."Jadi, Beni bohong pas dia bilang ke kamu kalau dia yang menyelamatkanmu?" tanya Ranita. Ekspresinya yang berubah sedikit masam menunjukkan kemarahannya atas apa yang baru saja dia ketahui."Ya, Bu," kata Riana mengonfirmasi. "Beni juga tahu kalau dulu Adrian menyukaiku.""Aku paham Tan
Riana seketika terbangun saat merasakan sinar matahari menyentuh matanya. Dia memanggil, "Adrian?"Pria itu tidak berada di sampingnya. Ketika dia meraba dadanya, Riana menyadari bahwa dia sudah mengenakan baju tidurnya lagi. Dia pun paham bahwa Adrianlah yang mengenakan baju tidur itu untuknya sebelum pergi. Namun, ke mana Adrian pergi?Riana segera bangkit dari tempat tidur dan memeriksa kamar mandi. Adrian tidak ada di dalam. Kemudian, Riana melihat jam dan menyadari bahwa waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang!Tiba-tiba, Riana merasa cemas. Jantungnya berdebar tidak karuan saat dia bergumam, "Mungkinkah Adrian meninggalkanku?"Semalam, ketika Adrian bertanya apakah Riana mau segera menikahinya, Riana menolaknya dengan alasan dia tidak mau membuat Ranita syok. Riana ingin memberikan ibunya sedikit waktu untuk menyesuaikan diri sebelum Riana melangkah ke pernikahan lagi. Riana mengambil jubah satin dan mengenakannya sebelum keluar untuk mencari Adrian di rumah itu. Adrian tida
Adrian sangat terangsang. Sebagai seorang pria, tentu saja, dia pernah bermimpi bercinta dengan Riana.Riana yang berbaring telanjang di tempat tidurnya, terlihat sangat menggairahkan. Dadanya naik turun. Puting payudaranya yang bulat sempurna tegak, tungkainya yang jenjang gemetar, dan wajahnya bersemu merah. Mulutnya sedikit terbuka, dan bagian terbaiknya adalah bagaimana dia bisa menikmati pemandangan kewanitaannya yang telanjang.Bagi Adrian, bagian intim Riana sangat menggairahkan. Labianya tampak seperti bibir yang penuh, berkilau oleh jus cinta. Terlebih lagi, dia membayangkan bagaimana rasanya memasukinya.Adrian dengan bersemangat membentangkan kaki Riana. Sementara dia membelai dirinya sendiri, dia merasakan bagaimana kejantanannya menjadi lebih keras dan lebih tebal. Ketika dia menyejajarkannya ke pintu masuknya, jantungnya berdegup kencang.'Akhirnya ini terjadi. Riana menjadi milikku sepenuhnya.'"Aaah!" Saat dia mendorong anggotanya ke dalam kewanitaan Riana, dia mengeran
Riana mendesah. Dia merasa sekujur tubuhnya merinding saat Adrian menyentuh payudaranya. Adrian dengan cepat memasukkan tangannya yang besar ke bawah gaun tidur satinnya, dan meremas dada wanita itu dengan lembut. Adrian tidak menyia-nyiakannya sedetik pun. Sebelum Riana mengerang untuk kedua kalinya, bibir Adrian telah mencumbu bibirnya lagi, dan lidah mereka menari bersama. Suara bibir mereka yang saling mengecup yang sesekali disertai dengan desahan penuh gairah bergema di seluruh ruangan, dan Riana tidak bisa mendengar apa-apa lagi.Dia merasakan jari-jari Adrian bermain-main dengan putingnya. Sering kali, dia akan mencubitnya dengan ringan atau menelusurinya dengan jarinya. Tindakannya membuat seluruh tubuh Riana bergelinjang dan tangannya bergerak tanpa disadari, menekan setiap otot tubuh bagian atas pria itu. Tubuh Adrian sangat kencang. Dadanya keras, dan perutnya ramping. Riana menikmati setiap detiknya saat dia merasakannya.Cara Adrian menciumnya membuat bibir Riana menja
Adrian berkata, "Bersediakah kamu memilikiku?"Riana kagum bahwa setelah semua yang terjadi, Adrian masih mempertimbangkan perasaan dan keputusannya. Dia bukan tipe pria yang memutuskan segala sesuatu atas nama Riana dan mengasumsikan sesuatu berdasarkan status mereka saat ini karena, jelas, mereka sudah berperilaku seperti pasangan sungguhan.'Adrian benar-benar orang yang baik,' renungnya.Riana dengan lembut meletakkan tangannya di pipi pria itu. Matanya terpaku pada iris abu-abunya yang menawan. Dia berbisik sambil tersenyum, "Aku juga menginginkan hubungan ini. Aku ingin tahu akan seperti apa hubungan kita kalau kamu nggak kecelakaan. Sayangnya, kita nggak bisa kembali ke masa lalu, tapi setidaknya kita belum terlambat.""Ya, kita belum terlambat," Adrian setuju. Dia tersenyum, lalu mendekatkan dahinya untuk menempelkannya pada dahi Riana. "Kita berdua berada di sini dan usia kita juga masih muda.""Jadi, ya. Aku akan senang memilikimu. Kita nggak perlu berpura-pura lagi." Riana m
Riana patah hati. Bagaimana mungkin dia tidak merasa demikian? Dia merasa haknya untuk mendapatkan cinta dan kehidupan yang lebih baik telah dirampas.'Andai saja aku jatuh cinta pada Adrian dan bukan Beni. Andai saja Adrian nggak pernah mengalami kecelakaan. Andai saja Beni nggak berbohong pernah menyelamatkanku.'Setelah Adrian mengatakan yang sebenarnya, dia tidak bisa menahan tangisnya."Aku nggak bisa ... aku nggak bisa menerima kenyataan ini. Seharusnya orang itu adalah kamu! Kamulah orangnya!" Suara Riana pecah karena beban emosinya. Tangannya terkepal erat di dadanya, dan napasnya terengah-engah."Riana?" Dari kursi rodanya, Adrian berlutut agar bisa sejajar dengannya. Dia dengan lembut memegang lengannya dan bertanya, "Apakah aku telah mengatakan sesuatu yang salah?""Nggak!" Riana berpegangan pada lengan Adrian. Dia berkata, "Aku sangat marah pada Beni! Dia telah membohongi kita berdua."Bibirnya bergetar, dan dia berkata dengan tegas, "Aku hanya merasa bahwa seharusnya aku m