Riana tertegun mendengar jawaban Adrian, lalu bertanya, "Apa?""Dua minggu setelah aku operasi, kakekku bilang kalau paket yang aku pesan dari Jepang sudah sampai di Aruna. Aku langsung ingat sama kamu," ujar Adrian mengisahkan. Suaranya tenang dan dia berbicara tanpa terburu-buru. "Jadi, waktu Beni meneleponku, aku menyuruhnya memberimu cokelat.""Aku cerita padanya kalau aku yang menolongmu waktu kamu hampir tenggelam," ungkap Adrian. "Tapi, aku melarang Beni bilang ke kamu. Aku mau memberitahumu sendiri.""Tapi." Adrian menghela napas sebelum melanjutkan, "Beberapa hari kemudian, aku sadar kalau cederaku sangat parah. Aku nggak bisa lagi main basket atau ikut maraton dan ... aku mungkin harus terus bergantung dengan kursi roda.""Waktu itu, aku nggak punya semangat hidup lagi. Jadi, waktu Beni menelepon, aku menyuruhnya untuk berhenti memberimu cokelat dan nggak memberitahumu kalau aku yang menolongmu. Aku bilang padanya, aku nggak tahu kapan aku bisa balik ke Aruna," jelas Adrian.
Riana agak salah tingkah setelah mengetahui bahwa Adrian adalah penolongnya tujuh tahun lalu. Saat makan malam, dia terus mencuri pandang ke arah Adrian, tetapi buru-buru berpaling setiap kali Adrian menatapnya.Sayangnya, menjelang akhir makan malam, Adrian menoleh tepat saat Riana meliriknya. Riana pun makin salah tingkah."Riana, aku mau keluar kota besok selama dua hari. Ada urusan bisnis yang harus aku tangani," kata Adrian. "Setelah pulang nanti, aku janji akan menghabiskan lebih banyak waktu denganmu.""Kita perlu lebih saling mengenal. Tinggal tiga minggu lagi sebelum kakekku datang," sambung Adrian. "Maaf karena belakangan ini aku sibuk sekali, tapi urusan bisnis ini nggak bisa aku tinggal.""Urusan rumah sakit? Aku juga jarang melihatmu di Rumah Sakit Nugroho," tanya Riana."Bukan, ini urusan lain. Nanti aku akan cerita," jawab Adrian.Keduanya menyesap teh sebelum Adrian kembali berbicara, "Setelah pulang nanti, aku mau ketemu ibumu. Bagaimana kabarnya?""Kamu mau ketemu ibu
Malam itu, Riana bermimpi. Dalam mimpinya, dia berusaha berenang ke permukaan, tetapi ada sesuatu yang menjerat kakinya. Segalanya berubah menjadi gelap dan kemudian dia melihat dirinya terbaring di pantai dengan Adrian yang berlutut di sebelahnya. Pria itu mendekatkan wajahnya seolah-olah hendak mencium Riana.Riana tersentak bangun. Napasnya tersengal-sengal dan keringat dingin membasahi keningnya. Dia memegangi dadanya yang berdebar dan bergumam, "Mimpi itu lagi."Sudah dua hari sejak Riana mengetahui bahwa Adrian adalah penolong misteriusnya tujuh tahun lalu. Sejak saat itu, dia terus-menerus bermimpi tentang kejadian itu dan selalu terbangun ketika Adrian hendak memberinya napas buatan. "Sialan, Riana. Itu cuma napas buatan, bukan ciuman!" ujarnya memarahi dirinya sendiri.Riana melihat jam, sudah pukul enam pagi. Dia memutuskan untuk berangkat mengunjungi ibunya lebih awal, jadi dia segera mandi dan berganti pakaian. Ketika keluar dari kamar, dia memperhatikan bahwa pintu kamar
"Apa itu?" tanya Riana kepada Adrian saat keduanya sudah berada di dalam mobil.Tas kertas kecil yang dibawa Adrian membuat Riana penasaran. Adrian menoleh dan menjawab, "Hadiah buat ibumu. Aku harus bawa oleh-oleh, 'kan?"Riana tersenyum dan bersandar di kursi, lalu berkata, "Kamu nggak perlu repot-repot."Juna, sang sopir, mengemudi di tengah ramainya lalu lintas, sementara Riana dan Adrian membahas kondisi Ranita. Riana benar-benar puas dengan pelayanan di RS Nugroho. Ibunya diperlakukan seperti pasien VIP. Dari perawat hingga hal kecil seperti makanan, semuanya luar biasa. Tak lama lagi, ibunya pasti kembali pulih."Hari ini Ibu sudah mulai latihan berjalan. Aku sudah nggak sabar melihatnya," komentar Riana. "Sejauh ini kondisi Ibu sangat baik.""Bagus," jawab Adrian. "Aku juga nggak sabar mau ketemu sama ibumu."Beberapa hari sebelumnya, Riana akhirnya memberi tahu Ranita soal Adrian. Dia menceritakan bagaimana dahulu pria itu telah menolongnya dan sekarang pun Adrian juga menangg
"Ceritakan tentang ibumu," ujar Ranita.Adrian tersenyum meski ada kesedihan yang terselip di tatapannya. "Ibuku bernama Maya Nugroho. Dulu aku sangat mencintainya.""Dulu?" sela Ranita."Ibuku sudah lama meninggal," jawab Adrian."Oh, maaf. Bagaimana dengan ayahmu?""Ayahku bernama Alfin Nugroho. Hubungan kami agak renggang sejak Ayah memutuskan untuk menikah lagi. Awalnya, Ayah cuma mau memberiku sosok ibu. Tapi, hubunganku dengan keluarga ibu tiriku kurang baik dan makin lama, Ayah makin memihak ibu tiriku."Adrian melanjutkan, "Aku ingin cerita sekarang supaya Bu Ranita nggak kaget nanti saat bertemu keluargaku."Kemungkinan besar, Alfin akan menentang pernikahannya dengan Riana. Jadi, Adrian merasa perlu jujur soal hubungannya dengan ayahnya itu."Aku iri sama Riana karena dia punya sosok ibu seperti Bu Ranita. Ibu sudah membesarkan Riana dengan baik. Dia perempuan yang luar biasa," kata Adrian dengan tulus sambil mengingat kenangan terakhir bersama ibunya. "Aku yakin, seorang ibu
"Kamu mau kopi?" tanya Riana sambil tersenyum pada Adrian.Adrian menghentikan pekerjaannya sejenak dan menjawab, "Boleh. Kamu mau beli kopi?""Iya, aku mau beli kopi di kantin," balas Riana sebelum menatap Ranita. "Bu, aku belikan cokelat panas, ya."Riana keluar dari ruangan dan menuju kantin rumah sakit di lantai satu.Akhir pekan itu, Adrian menepati janjinya untuk menghabiskan waktu bersama Riana dan Ranita. Dia menemani Riana ke rumah sakit dan berkenalan dengan calon mertuanya.Namun, setelah berdiskusi dengan Riana soal perusahaan perhiasan mereka, Adrian kembali sibuk di depan laptopnya. Selain itu, dia juga berkeliling rumah sakit untuk memeriksa tiap departemen. Fokusnya terbagi antara pekerjaan dan keinginan mereka untuk lebih saling mengenal.Riana tentu saja merasa sedikit kecewa. Namun, dia paham pentingnya pekerjaan Adrian. Berkat standar tinggi yang Adrian tetapkan, fasilitas RS Nugroho, staf medis, dan layanan yang ditawarkan adalah yang terbaik di kota ini.Saat Rian
Adrian dan Riana melanjutkan obrolan mereka tentang minat masing-masing. Beberapa hal sudah Riana ketahui sebelumnya seperti, kecintaan Adrian terhadap mobil mewah dan kesukaannya menonton siaran olahraga serta berita."Aku punya garasi lain untuk menampung semua mobilku. Aku bisa suruh Juna mengantarmu pakai mobil yang lebih mewah kalau kamu mau," kata Adrian. Namun, Riana buru-buru menggeleng."Sebetulnya, aku mau menyetir sendiri sekarang. Kondisiku sudah jauh lebih baik," sahut Riana. Setelah kehilangan bayinya, Riana meninggalkan mobilnya di rumah Ranita dan lebih sering menggunakan taksi, terutama sebelum pindah ke rumah Adrian."Nggak," kata Adrian dengan sedikit lebih tegas. "Biar Juna saja yang menyetir buatmu."Saat Riana menunjukkan ekspresi tidak puas, Adrian menambahkan, "Percaya saja sama aku. Biar semuanya lancar, biarkan Juna jadi sopirmu."Ini bukan berarti Riana tidak suka pada Juna. Dia hanya ingin teman mengobrol saat di jalan. Meski tubuhnya tegap, Juna yang selalu
Riana tertegun, jantungnya berdebar kencang. "Sekarang?" tanyanya."Iya, sekarang," jawab Adrian santai. "Kris sudah selesai menguruskan surat ceraimu kemarin, kamu sudah bukan istri Beni lagi. Sekarang waktunya kencan pertama kita."Riana panik. Dia melirik dirinya sendiri dan ke arah lemari. Adrian tertawa kecil melihat reaksinya. "Kamu masih punya waktu satu jam untuk bersiap. Kita akan menginap di sana," katanya."Aku tunggu di meja makan, ya," tambah Adrian sebelum berbalik ke kamar. "Oh, satu lagi. Riana ... di pulau nanti, kamu resmi jadi pacarku.""Ya," jawab Riana dengan malu-malu sambil menutup pintu setelah Adrian pergi. Dia segera menelepon Ranita untuk memberi tahu bahwa dia tidak bisa berkunjung hari itu, lalu bergegas menyiapkan barang-barangnya.....Dua jam kemudian ...."Ahhh!" teriak Riana saat speedboat meluncur kencang, melompat dari permukaan air, dan mendarat dengan cipratan. "Ini seru banget!"Angin menerpa wajah dan rambutnya, membuatnya terus tersenyum. Dia me
"Suamimu membayar operasi Clara serta biaya hidup keluarganya termasuk makanan dan sewa. Dia juga baru saja menanggung biaya apartemen mereka di Caraka Indah," lapor Adrian.Banyak informasi terungkap, termasuk bagaimana Burhan meminta sekretarisnya untuk menyuap teknisi laboratorium di RSU Aruna agar memalsukan tes DNA.Anak buah Adrian mendapatkan informasi dari teknisi laboratorium, termasuk tangkapan layar komunikasi mereka dengan sekretaris Burhan.Bukti itu sudah tidak terbantahkan, terutama karena Cindy memiliki kontak sekretaris Burhan di daftar nomornya.Setengah jam berlalu. Riana membantu Cindy duduk. Cindy meneliti setiap bukti di atas meja, tubuhnya gemetaran akibat pengkhianatan yang begitu nyata. Semua orang bisa melihat bahwa dia sangat marah.Hati Riana sakit melihat Cindy. Dia bersimpati. "Maaf kami harus memberitahumu. Kami nggak ingin ikut campur dalam hubunganmu, tapi kami juga nggak bisa menutup mata."Riana menjelaskan bagaimana Clara menghancurkan pernikahannya.
"Ini adalah peluang besar," ujar Cindy sambil melangkah masuk ke Hotel Platinum."Ya, tapi siapa orang ini? Kenapa begitu misterius?" tanya Burhan pada istrinya."Dia bilang kamu akan terkejut! Jadi, aku akan merahasiakannya sampai kita tiba di tempat pertemuan." Cindy berkata sambil meletakkan satu tangan di pinggangnya. "Ayo."Mereka akan bertemu dengan calon pembeli Farmasi Asri. Bukan berarti mereka berencana menjualnya, tetapi karena seseorang menyatakan ketertarikan, Cindy dan Burhan mempertimbangkan untuk bermitra atau menjualnya dengan harga yang sangat tinggi.Anehnya, Cindy berkata bahwa pembeli itu ingin tetap misterius, setidaknya bagi Burhan. Kenapa?Sayangnya, Burhan tidak bisa mendapatkan jawaban dari istrinya. Jadi, dia hanya mengikuti langkahnya menuju sebuah ruang konferensi kecil. Seorang pria dengan ekspresi serius telah menunggu mereka. Dia berkata, "Namaku Juna. Bos akan datang sebentar lagi."Burhan dan Cindy menunggu dengan cemas. Hanya butuh lima menit sebelum
"Itu cuma Viagra. Jadi santai saja. Kalau pun kamu meminumnya, paling buruk, kamu cuma bakal ereksi," kata Zia kepada Kris, sambil menunjukkan kemasan yang ditemukan di tas Clara."Zia, aku merasa perlu membersihkan diri selama sebulan," keluh Kris.Tawa kecil lolos dari bibir Zia. Dia menanggapi, "Dia bukan penderita Ebola! Dia cuma punya kelamin yang kotor.""Kamu serius? Bukankah kita baru menyimpulkan kalau dia mau berhubungan seks denganku? Itu sangat menjijikkan!" seru Kris, memasang ekspresi jijik.Sementara Zia tertawa, Kris menceritakan kejadian saat makan siang dan makan malam dengan Clara dan Maria. Mereka juga membahas keberhasilan rencana mereka untuk menjalankan tes DNA. Setelah itu, Kris bertanya, "Jadi, Viagra itu yang bikin dia pingsan?""Yap. Viagra bisa menurunkan tekanan darah, dan mungkin itu yang terjadi padanya, apalagi dia memang sudah merasa mual, seperti yang kamu bilang." Zia mengonfirmasi. "Tapi kamu membawanya ke sini, jadi semuanya berjalan sesuai rencana.
Krista sedang merajuk di pantai. Selama beberapa malam terakhir, dia terus datang ke tempat yang sama, mencoba memikirkan apa yang harus dilakukan dalam hidupnya sejak kehilangan pekerjaannya.Sambil duduk di area paling gelap di tepi pantai, dia memeluk dirinya sendiri. Dia mengenakan jaket hitam dan celana jeans, menyatu dengan kegelapan.Saat itulah Krista melihat sepasang kekasih berjalan melewatinya. Dia tidak bisa melihat pria tinggi itu dengan jelas, tetapi gadis berbaju merah itu tampak sangat familier. Setelah mengamati beberapa saat, dia menyadari bahwa itu adalah Riana!"Apa yang Riana lakukan di sini? Siapa pria yang bersamanya?" Krista mulai mengikuti mereka. Keduanya begitu tenggelam dalam dunia mereka sendiri hingga tidak menyadari keberadaannya.Tak lama kemudian, Krista mendapat pandangan yang lebih jelas tentang wajah gadis itu dan memastikan itu memang Riana. Kemudian, dia melihat Riana mencium pria misterius yang mengenakan topi itu."Aku nggak percaya ini!" seru Kr
"Dari Hendri ke Burhan, lalu Geri, dan kemudian Beni," Clara bergumam. "Pria yang tertarik padaku semakin muda setiap saat!""Kristian hampir seumuranku. Dia baru dua puluh lima tahun! Ini bisa berhasil, Bu!" Clara berseru di kamarnya sambil berputar."Dengar aku, Clara. Kamu harus menjebak pria ini. Cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan tidur dengannya!" Maria menyatakan.Clara memanyunkan bibirnya. Dia berkata, "Tapi Bu, aku sedang hamil.""Itu nggak masalah. Seks tetaplah seks! Jangan sia-siakan operasi payudaramu dan manfaatkan sebaik mungkin besok!" Maria memberikan jempol sebelum keluar dari kamar.Saat Clara sendirian, dia memikirkan Kristian. Dia menghela napas dan berkata, "Oh Tuhan, dia benar-benar tampan."Dia masih merasa wajahnya familier, tetapi tidak bisa mengingat dari mana. Meski begitu, memikirkan berhubungan seks dengannya membuatnya bersemangat. Saat bersama Beni, setidaknya dia masih bisa menikmati orgasme secara rutin, tetapi berkat Adrian dan Riana, semua
Di lobi Caraka Indah, Clara dan Maria muncul untuk menyaksikan percakapan antara pemilik gedung dan seorang pria yang tampak sangat kaya."Siapa itu?" Maria bersiul, matanya berbinar saat memandangi pria tak dikenal itu."Dia kelihatan kaya, Bu," komentar Clara.Pria yang berdiri beberapa meter dari mereka mengenakan setelan biru yang dijahit dengan rapi, dengan kancing manset berlian di kemejanya. Sosoknya tinggi dan gagah, dengan fitur wajah yang tegas, rambut pirang gelap yang dipangkas rapi, dan kacamata berbingkai hitam."Tapi dia kelihatan familier, sepertinya aku pernah melihatnya sebelumnya," kata Clara sambil memiringkan kepala untuk melihat wajahnya lebih jelas."Mungkin di majalah bisnis?" bisik Maria."Mungkin," jawab Clara."Pak Kristian, kami sangat senang mendengar Anda mempertimbangkan untuk membeli seluruh gedung apartemen ini. Kami sudah menawarkannya selama setahun terakhir, tapi banyak yang bilang harga yang kami pasang terlalu tinggi." Pemilik gedung mengakui."Ber
Beni menangis mendengar perkataan Adrian.Adrian benar! Riana tampak jauh lebih bahagia dan puas sekarang setelah bersamanya, sesuatu yang gagal diberikan Beni padanya.Beberapa hari terakhir, Beni merenungkan apa yang telah dia kehilangan. Dia ingin Riana kembali, tetapi sayangnya, dia sudah menikah dengan Adrian.Masalah dengan Clara membuat dia sangat tersadarkan.Tentu saja, ditambah fakta bahwa Riana pernah mengandung anak mereka. Beni sebenarnya memiliki kehidupan yang sempurna, tetapi dia menghancurkannya karena tidak bisa menahan diri.Saat Beni terisak, Adrian membentak, "Pukulan itu untuk semua rasa sakit yang kamu berikan pada Riana, untuk malam-malam dia menangis karenamu dan untuk rasa sakit yang sama yang kamu berikan pada Bu Ranita!""Selama berbulan-bulan setelah dia mengetahui perselingkuhanmu, Riana kehilangan sebagian dari dirinya sendiri dan aku membencimu karena itu!" Adrian menambahkan. "Tapi, meskipun aku sangat membencimu, aku rasa istrimu yang sampah itu perlu
Siapa atau apa yang menginspirasimu untuk menciptakan Takhta Nugraha? Sungguh luar biasa bagaimana satu set perhiasan pria bisa meraih ketenaran begitu besar hanya dalam waktu seminggu setelah peluncurannya," tanya pembawa acara TV kepada Riana, menyoroti kesuksesan tak terduga dari koleksi tersebut.Sebagai bagian dari strategi pemasaran PT Adriana, mereka secara strategis memanfaatkan wawancara singkat berdurasi sepuluh menit yang disiarkan langsung di TV nasional. Meski singkat, waktu itu lebih dari cukup untuk meningkatkan profil mereka."Takhta Nugraha sebenarnya terinspirasi oleh suamiku," jawab Riana dengan senyum. Matanya berbinar melalui layar televisi dan senyumnya semakin lebar. "Dia nggak terlalu suka memakai perhiasan yang terlalu mencolok, itulah sebabnya sebagian besar set perhiasan ini dilapisi enamel hitam.""Kenyataannya, nggak banyak perhiasan yang dirancang untuk pria, jadi aku pikir itu juga berkontribusi pada kesuksesan koleksi ini." Riana menyentuh dadanya dan me
"Maria! Buka pintu!" teriak Beni sambil menghantam pintu apartemen."Buka pintunya, dasar nenek lampir! Berani-beraninya kamu menipuku?" teriak Bianka.Sementara itu, Dustin terus menelepon kantor administrasi gedung karena Maria dan Clara tidak mau membuka pintu apartemen."Kamu nggak punya kuncinya, Beni?" tanya Dustin."Aku memberikannya pada mereka," jawab Beni dengan frustrasi.Saat itu juga, sebuah keluarga tiba dan bertanya, "Permisi? Kenapa kalian menggedor pintu unit kami? Ada masalah apa?"Beni kebingungan. Dia menyipitkan mata dan bertanya, "Apartemen kalian? Ini unit milikku."Pria dan istrinya saling berpandangan dengan bingung. Wanita di sebelah pria itu berkata, "Kami membeli apartemen ini seminggu yang lalu dari Clara Damanik. Apa kalian sedang mencoba menipu kami? Apartemen ini atas nama dia!""Apa?" Beni bertanya dengan ngeri. Dia mengulang, "Clara menjual apartemen ini?""Ya, kami kebanyakan berurusan dengan ibunya, Maria," kata pria itu. "Omong-omong, siapa kalian?"