Riana sudah berenang sendirian di kolam. Di bawah terik matahari, rasanya menyegarkan sekali berada di dalam air yang dingin.Dia baru saja menyelesaikan empat putaran ketika Adrian muncul dalam balutan celana renangnya. Pria itu masih duduk di kursi roda meskipun sudah bertelanjang dada. Otot-otot perutnya yang tampak menonjol bisa dilihat dengan jelas."Airnya segar nggak?" tanya Adrian."Pas banget buat cuaca panas begini," jawab Riana sambil tersenyum.Adrian memajukan kursi rodanya mendekati tepi kolam, lalu berusaha berdiri sendiri. Riana yang tampak cemas langsung bertanya, "Kamu yakin bisa sendiri?""Cuma dekat kok," jawab Adrian santai.Riana hanya bisa menahan napas saat Adrian tertatih menuju tepi kolam. Ketika pria itu akhirnya berhasil duduk di pinggir kolam, Riana menghela napas lega.Riana berenang mendekat, bersiap membantu. "Kamu betulan masih bisa berenang, 'kan? Jangan memaksa," katanya.Adrian tersenyum padanya. Dia perlahan menurunkan tubuhnya ke air, lalu berkata,
"Mmmm!" Riana mendesah begitu melahap daging bagian kaki kepiting raja Alaska setelah mencelupnya ke saus sambal, dan saus itu mengalir keluar dari mulutnya. "Aduh!" Riana mengambil selembar tisu, lalu mengelap ujung bibirnya dan berkata, "Maaf ini terlalu enak."Saat Riana makan, Adrian menyaksikan dari seberang meja. Di mata Adrian, Riana tampak lucu seperti seorang anak yang memakan kue untuk pertama kalinya. "Aku bisa melihatmu begitu puas. Kamu baru saja mengalami orgasme," goda Adrian sebelum tertawa geli."Haha!" Riana tertawa terbahak-bahak, lalu berdalih, "Aku cuma suka makanan laut." Adrian pun mengupas udang, lalu melahapnya. Adrian pun mengunyahnya, lalu bertanya, "Kok kami bisa bertahan menikah sama pria yang alergi udang?""Haha!" Riana tertawa lagi hingga mengeluarkan air mata. "Aku …." Riana yang mabuk anggur pun menjawab, "Aku makan di luar sendiri atau bersama ibuku. Kadang-kadang, aku pergi ke rumah ibuku untuk makan makanan laut.""Tahun lalu, aku masak pasta dengan
Kilas BalikLebih dari enam tahun lalu di Widenia. Adrian sedang duduk di tempat tidur rumah sakit, dalam proses pemulihan cedera tulang punggung dan kaki. Para dokter masuk dan memberikan kabar yang membuatnya putus asa. "Kami sudah selesai dengan evaluasi keadaanmu, Pak Adrian," ujar dokter yang memimpin operasi. "Operasi itu berhasil menyelamatkan nyawamu dan kemampuanmu untuk menggunakan tubuh bagian atas. Namun, kamu nggak akan bisa jalan lagi.""Nggak mungkin!" terak Kakek Adrian, Pak Abas. "Percuma aku membayarmu jutaan kalau kamu cuma bisa memberi jawab itu kepadaku dan cucuku!" Teriakan itu nggak berhenti sampai sana. Abas Nugroho terus mencaci maki para dokter di luar kamar rawat Adrian. "Kamu bilang cucuku punya peluang 80% untuk sembuh? Sekarang apa? Adrian mengalami kejadian yang kemungkinannya lebih rendah dari 20%?" Abas melanjutkan, "Kamu dipecat! Bawakan aku dokter lain! Aku mau dokter terbaik untuk cucuku!"Adrian Nugroho bukan pria yang cengeng, tetapi membayangka
"Minggu depan ibu Anda sudah boleh pulang. Beliau mungkin memilih untuk melanjutkan terapinya sebagai pasien rawat jalan," kata dokter kepada Riana. "Namun, dengan membiarkan ibu Anda dirawat di sini, tentunya lebih praktis.""Terima kasih, Dokter. Kami akan mempertimbangkannya," kata Riana sebelum si dokter berjalan pergi.Riana menghampiri Ranita dan duduk di tepi tempat tidurnya, lalu bertanya, "Bu .... Ibu mau nggak pulang ke rumah?"Ranita terdiam sejenak untuk berpikir. Lalu, dia menjawab, "Ibu udah nggak bisa jalan dengan baik, jadi kalau mau ke mana-mana pasti susah. Ibu tinggal di sini saja nggak apa-apa, ya? Lagian, ibu ngerasa lebih aman di sini."Setelah beberapa saat, dia lanjut berkata, "Omong-omong, kamu kalau ke mana-mana diantar sama sopir, ya? Adrian pernah bilang ke ibu kalau dia mempekerjakan seorang sopir untuk mengantarmu. Semua aman, 'kan? Bagaimana keadaan di rumah?"Riana tertawa kecil, lalu berkata, "Bu, yang lagi kita bicarain itu Ibu, bukan aku."Setelah men
Di dalam rumah megah yang luas, empat orang duduk diam di meja makan, menunggu kembalinya Abas dan Adrian. Ketiga di antara mereka, yang adalah anggota keluarga Adrian, memfokuskan perhatian mereka pada orang yang sama, Riana, seakan-akan mereka sedang mengikuti lomba menatap.Alfin, Tamara, dan Fredy memperhatikan setiap gerak-gerik Riana, menilainya berdasarkan penampilan.Tamara memiliki rambut hitam pendek, bibir tebal, wajah tirus, dan kulit seputih mutiara. Dia terus memandang ke arah Riana sambil mengangkat alis dan kadang berbisik di telinga Fredy.Fredy juga memiliki kulit putih bersih, rambut cokelat, dan wajah yang tampan. Namun, bagi Riana, Fredy tidak sebanding dengan Adrian.Fredy tidak berhenti menyeringai saat matanya memperhatikan bentuk tubuh Riana. Riana merasa terganggu dengan cara bagaimana Fredy terus menatapnya dan menurut Riana itu sama sekali tidak pantas. Sikap Fredy lantas membuat Riana menjadi tidak nyaman."Apa kamu betul-betul adalah pacar anakku?" tanya A
Meskipun makanan laut yang menggugah selera tersaji di atas meja, perjamuan makan malam di hari itu jauh dari ekspektasi yang diharapkan Riana. Terlepas dari usaha Abas untuk menjaga suasana di meja makan tetap terkendali, semua itu menjadi sia-sia dengan ketegangan yang makin terasa seiring waktu.Tatapan Alfin bagaikan belati tajam yang terbang menembus udara dan mendarat tepat pada Adrian. Namun, Adrian seolah-olah tidak peduli dan lanjut mengisi piringnya dengan makanan. Dia mengupas kulit udang dengan lincah, mencelupkannya ke saus cabai, lalu menaruhnya di piring Riana. Dengan nada yang tenang, dia berkata, "Ini udang kesukaanmu, Sayang."Riana tersenyum canggung, lalu membalas, "Makasih, Sayang."Setelah memakan udang besar itu, Riana menenggak segelas anggur putih. Dia menepuk pelan ujung bibirnya dengan kain serbet, lalu berujar, "Em, saya permisi ke toilet dulu.""Biar aku tunjukkan jalannya," kata Adrian menawarkan."Nggak usah. Nggak apa-apa, Adrian." Riana mengambil tasnya
'Apa? Memberi Adrian kesempatan memimpin perusahaan?' pikir Fredy. Jika Adrian menginginkan posisi direktur utama tahun lalu, Fredy mungkin tidak akan pernah mempertimbangkannya. Namun, dengan kondisi bisnis saat ini, mungkin dia bisa memanfaatkan situasi jika Adrian menjadi direktur utama.PT Bhimasakti kehilangan proyek dan Fredy sudah kehabisan akal mencoba mencari cara untuk mengembalikan kejayaannya. Adrian mungkin saja mempunyai solusi yang tidak ingin dia bagikan.Dalam benaknya, Fredy berpikir, 'Kalau Adrian berpikir dia bisa membuktikan dirinya dengan mengambil alih posisiku untuk sementara waktu, dia salah. Aku akan memanfaatkannya habis-habisan dan saat masa kepemimpinannya yang singkat berakhir, aku yang akan menuai semua hasil kerja kerasnya. Haha!''Adrian, kamu nggak tahu dukungan seperti apa yang aku miliki di dalam dewan direksi sekarang,' pikir Fredy sambil tertawa di dalam hatinya. Meski merasa sangat gembira, Fredy mencoba sebisa mungkin untuk menyembunyikan kegemb
Riana menghirup aroma baju Adrian, dan seketika itu juga pipinya memerah. Mengenakan kemeja kebesaran pria itu membuatnya merasa seperti sedang dipeluk oleh Adrian. Setidaknya, begitulah yang dirasakan oleh Riana."Wow," bisiknya, "wanginya sangat enak."Adrian memiliki pelembut pakaian dan cairan pelicin khusus untuk semua pakaiannya. Segala sesuatu di lemarinya memancarkan aroma maskulin khas yang hangat dan sensual.Dia menelan ludah, jantungnya berdebar kencang di dadanya. Setelah mencuci wajahnya, dia kembali ke kamar tidur, langkahnya dipenuhi kegugupan.Adrian sudah berada di tempat tidur. Dia sedang membaca buku. Dia menatapnya, dan mata mereka terpaku satu sama lain selama beberapa detik.Riana terkekeh sebelum mengangkat tangannya dan bertanya, "Gimana penampilanku?"Mata Adrian berbinar geli saat dia melihat penampilan Riana. "Cocok sekali," katanya, suaranya dipenuhi dengan kepuasan.Kaos dalam Adrian merupakan gaun tidur mini yang sempurna untuk Riana. Kaos itu menutupi le
"Suamimu membayar operasi Clara serta biaya hidup keluarganya termasuk makanan dan sewa. Dia juga baru saja menanggung biaya apartemen mereka di Caraka Indah," lapor Adrian.Banyak informasi terungkap, termasuk bagaimana Burhan meminta sekretarisnya untuk menyuap teknisi laboratorium di RSU Aruna agar memalsukan tes DNA.Anak buah Adrian mendapatkan informasi dari teknisi laboratorium, termasuk tangkapan layar komunikasi mereka dengan sekretaris Burhan.Bukti itu sudah tidak terbantahkan, terutama karena Cindy memiliki kontak sekretaris Burhan di daftar nomornya.Setengah jam berlalu. Riana membantu Cindy duduk. Cindy meneliti setiap bukti di atas meja, tubuhnya gemetaran akibat pengkhianatan yang begitu nyata. Semua orang bisa melihat bahwa dia sangat marah.Hati Riana sakit melihat Cindy. Dia bersimpati. "Maaf kami harus memberitahumu. Kami nggak ingin ikut campur dalam hubunganmu, tapi kami juga nggak bisa menutup mata."Riana menjelaskan bagaimana Clara menghancurkan pernikahannya.
"Ini adalah peluang besar," ujar Cindy sambil melangkah masuk ke Hotel Platinum."Ya, tapi siapa orang ini? Kenapa begitu misterius?" tanya Burhan pada istrinya."Dia bilang kamu akan terkejut! Jadi, aku akan merahasiakannya sampai kita tiba di tempat pertemuan." Cindy berkata sambil meletakkan satu tangan di pinggangnya. "Ayo."Mereka akan bertemu dengan calon pembeli Farmasi Asri. Bukan berarti mereka berencana menjualnya, tetapi karena seseorang menyatakan ketertarikan, Cindy dan Burhan mempertimbangkan untuk bermitra atau menjualnya dengan harga yang sangat tinggi.Anehnya, Cindy berkata bahwa pembeli itu ingin tetap misterius, setidaknya bagi Burhan. Kenapa?Sayangnya, Burhan tidak bisa mendapatkan jawaban dari istrinya. Jadi, dia hanya mengikuti langkahnya menuju sebuah ruang konferensi kecil. Seorang pria dengan ekspresi serius telah menunggu mereka. Dia berkata, "Namaku Juna. Bos akan datang sebentar lagi."Burhan dan Cindy menunggu dengan cemas. Hanya butuh lima menit sebelum
"Itu cuma Viagra. Jadi santai saja. Kalau pun kamu meminumnya, paling buruk, kamu cuma bakal ereksi," kata Zia kepada Kris, sambil menunjukkan kemasan yang ditemukan di tas Clara."Zia, aku merasa perlu membersihkan diri selama sebulan," keluh Kris.Tawa kecil lolos dari bibir Zia. Dia menanggapi, "Dia bukan penderita Ebola! Dia cuma punya kelamin yang kotor.""Kamu serius? Bukankah kita baru menyimpulkan kalau dia mau berhubungan seks denganku? Itu sangat menjijikkan!" seru Kris, memasang ekspresi jijik.Sementara Zia tertawa, Kris menceritakan kejadian saat makan siang dan makan malam dengan Clara dan Maria. Mereka juga membahas keberhasilan rencana mereka untuk menjalankan tes DNA. Setelah itu, Kris bertanya, "Jadi, Viagra itu yang bikin dia pingsan?""Yap. Viagra bisa menurunkan tekanan darah, dan mungkin itu yang terjadi padanya, apalagi dia memang sudah merasa mual, seperti yang kamu bilang." Zia mengonfirmasi. "Tapi kamu membawanya ke sini, jadi semuanya berjalan sesuai rencana.
Krista sedang merajuk di pantai. Selama beberapa malam terakhir, dia terus datang ke tempat yang sama, mencoba memikirkan apa yang harus dilakukan dalam hidupnya sejak kehilangan pekerjaannya.Sambil duduk di area paling gelap di tepi pantai, dia memeluk dirinya sendiri. Dia mengenakan jaket hitam dan celana jeans, menyatu dengan kegelapan.Saat itulah Krista melihat sepasang kekasih berjalan melewatinya. Dia tidak bisa melihat pria tinggi itu dengan jelas, tetapi gadis berbaju merah itu tampak sangat familier. Setelah mengamati beberapa saat, dia menyadari bahwa itu adalah Riana!"Apa yang Riana lakukan di sini? Siapa pria yang bersamanya?" Krista mulai mengikuti mereka. Keduanya begitu tenggelam dalam dunia mereka sendiri hingga tidak menyadari keberadaannya.Tak lama kemudian, Krista mendapat pandangan yang lebih jelas tentang wajah gadis itu dan memastikan itu memang Riana. Kemudian, dia melihat Riana mencium pria misterius yang mengenakan topi itu."Aku nggak percaya ini!" seru Kr
"Dari Hendri ke Burhan, lalu Geri, dan kemudian Beni," Clara bergumam. "Pria yang tertarik padaku semakin muda setiap saat!""Kristian hampir seumuranku. Dia baru dua puluh lima tahun! Ini bisa berhasil, Bu!" Clara berseru di kamarnya sambil berputar."Dengar aku, Clara. Kamu harus menjebak pria ini. Cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan tidur dengannya!" Maria menyatakan.Clara memanyunkan bibirnya. Dia berkata, "Tapi Bu, aku sedang hamil.""Itu nggak masalah. Seks tetaplah seks! Jangan sia-siakan operasi payudaramu dan manfaatkan sebaik mungkin besok!" Maria memberikan jempol sebelum keluar dari kamar.Saat Clara sendirian, dia memikirkan Kristian. Dia menghela napas dan berkata, "Oh Tuhan, dia benar-benar tampan."Dia masih merasa wajahnya familier, tetapi tidak bisa mengingat dari mana. Meski begitu, memikirkan berhubungan seks dengannya membuatnya bersemangat. Saat bersama Beni, setidaknya dia masih bisa menikmati orgasme secara rutin, tetapi berkat Adrian dan Riana, semua
Di lobi Caraka Indah, Clara dan Maria muncul untuk menyaksikan percakapan antara pemilik gedung dan seorang pria yang tampak sangat kaya."Siapa itu?" Maria bersiul, matanya berbinar saat memandangi pria tak dikenal itu."Dia kelihatan kaya, Bu," komentar Clara.Pria yang berdiri beberapa meter dari mereka mengenakan setelan biru yang dijahit dengan rapi, dengan kancing manset berlian di kemejanya. Sosoknya tinggi dan gagah, dengan fitur wajah yang tegas, rambut pirang gelap yang dipangkas rapi, dan kacamata berbingkai hitam."Tapi dia kelihatan familier, sepertinya aku pernah melihatnya sebelumnya," kata Clara sambil memiringkan kepala untuk melihat wajahnya lebih jelas."Mungkin di majalah bisnis?" bisik Maria."Mungkin," jawab Clara."Pak Kristian, kami sangat senang mendengar Anda mempertimbangkan untuk membeli seluruh gedung apartemen ini. Kami sudah menawarkannya selama setahun terakhir, tapi banyak yang bilang harga yang kami pasang terlalu tinggi." Pemilik gedung mengakui."Ber
Beni menangis mendengar perkataan Adrian.Adrian benar! Riana tampak jauh lebih bahagia dan puas sekarang setelah bersamanya, sesuatu yang gagal diberikan Beni padanya.Beberapa hari terakhir, Beni merenungkan apa yang telah dia kehilangan. Dia ingin Riana kembali, tetapi sayangnya, dia sudah menikah dengan Adrian.Masalah dengan Clara membuat dia sangat tersadarkan.Tentu saja, ditambah fakta bahwa Riana pernah mengandung anak mereka. Beni sebenarnya memiliki kehidupan yang sempurna, tetapi dia menghancurkannya karena tidak bisa menahan diri.Saat Beni terisak, Adrian membentak, "Pukulan itu untuk semua rasa sakit yang kamu berikan pada Riana, untuk malam-malam dia menangis karenamu dan untuk rasa sakit yang sama yang kamu berikan pada Bu Ranita!""Selama berbulan-bulan setelah dia mengetahui perselingkuhanmu, Riana kehilangan sebagian dari dirinya sendiri dan aku membencimu karena itu!" Adrian menambahkan. "Tapi, meskipun aku sangat membencimu, aku rasa istrimu yang sampah itu perlu
Siapa atau apa yang menginspirasimu untuk menciptakan Takhta Nugraha? Sungguh luar biasa bagaimana satu set perhiasan pria bisa meraih ketenaran begitu besar hanya dalam waktu seminggu setelah peluncurannya," tanya pembawa acara TV kepada Riana, menyoroti kesuksesan tak terduga dari koleksi tersebut.Sebagai bagian dari strategi pemasaran PT Adriana, mereka secara strategis memanfaatkan wawancara singkat berdurasi sepuluh menit yang disiarkan langsung di TV nasional. Meski singkat, waktu itu lebih dari cukup untuk meningkatkan profil mereka."Takhta Nugraha sebenarnya terinspirasi oleh suamiku," jawab Riana dengan senyum. Matanya berbinar melalui layar televisi dan senyumnya semakin lebar. "Dia nggak terlalu suka memakai perhiasan yang terlalu mencolok, itulah sebabnya sebagian besar set perhiasan ini dilapisi enamel hitam.""Kenyataannya, nggak banyak perhiasan yang dirancang untuk pria, jadi aku pikir itu juga berkontribusi pada kesuksesan koleksi ini." Riana menyentuh dadanya dan me
"Maria! Buka pintu!" teriak Beni sambil menghantam pintu apartemen."Buka pintunya, dasar nenek lampir! Berani-beraninya kamu menipuku?" teriak Bianka.Sementara itu, Dustin terus menelepon kantor administrasi gedung karena Maria dan Clara tidak mau membuka pintu apartemen."Kamu nggak punya kuncinya, Beni?" tanya Dustin."Aku memberikannya pada mereka," jawab Beni dengan frustrasi.Saat itu juga, sebuah keluarga tiba dan bertanya, "Permisi? Kenapa kalian menggedor pintu unit kami? Ada masalah apa?"Beni kebingungan. Dia menyipitkan mata dan bertanya, "Apartemen kalian? Ini unit milikku."Pria dan istrinya saling berpandangan dengan bingung. Wanita di sebelah pria itu berkata, "Kami membeli apartemen ini seminggu yang lalu dari Clara Damanik. Apa kalian sedang mencoba menipu kami? Apartemen ini atas nama dia!""Apa?" Beni bertanya dengan ngeri. Dia mengulang, "Clara menjual apartemen ini?""Ya, kami kebanyakan berurusan dengan ibunya, Maria," kata pria itu. "Omong-omong, siapa kalian?"