Share

Bab 39

Penulis: Syamwiek
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Barra adalah tipikal pria tidak sabaran. Baru aku terima cintanya langsung mengajakku menikah bulan depan.

Dia pikir menikah itu gampang?

Tinggal membalikkan telapak tangan lalu selesai.

Meski aku sudah pernah dilamar dan hampir menikah. Tetap saja aku ingin diperlakukan sama layaknya para gadis pada umumnya.

Secara tidak langsung aku ingin Barra datang membawa orang tua dan beberapa saudara untuk melamar ku. Tak perlu acara besar dan mewah. Cukup acara sederhana asalkan penuh dengan makna.

"Kamu maunya kapan?" Tanya Barra.

"Ya belum tahu. Aku akan membicarakan dengan Mama dan Papa terlebih dulu "

"Bakal lama," rengeknya seperti anak kecil. "Aku sudah tidak sabar ingin segera tinggal bersama kalian. Rumah terasa sepi setelah Mama memutuskan tinggal di panti asuhan."

Mama Sarah memilih tinggal di panti untuk mengusir rasa sedihnya. Kala sendirian beliau masih sering menangis saat teringat mendiang suami dan putri
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Nurhayati
si mbak mantan harusnya di lempar ke luar negri sana biar gak selalu ganggu rumi
goodnovel comment avatar
Kania Putri
wah parah sih ini dasar mantan gak ada akhlak kasih pelajaran Ravi ben kapok
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 40

    Daffa telah diusir tetap memaksa ingin masuk untuk bertemu denganku dan Zain. Saat satpam menghalangi langsung membuat keributan di depan rumah hingga para tetangga merasa terganggu. Lalu mengatakan jika ingin bertemu dengan putranya. Mantan tunanganku, Daffa sungguh tak tahu malu. Dengan santai datang ke rumah ku seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa diantara kami. Hingga akhirnya, Kak Ravi yang turun tangan sendiri. Perdebatan pun tak terelakkan padahal aku meminta kakakku agar tidak memperpanjang masalah. “Aku hanya ingin bertemu dengan putraku!” teriak Daffa di depan pagar. “Putra?” tanya Kak Ravi sembari tersenyum mengejek. “Zain adalah anak kandungku. Aku berhak bertemu dengannya.” “Hm, berhak katamu?” “Minggir! Jangan menghalangiku untuk bertemu dengan putraku!” Kak Ravi mendorong tubuh Daffa saat memaksa masuk ke dalam halaman rumah. Tubuh kurusnya terhuyu

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 41

    Aku mendapatkan kabar dari Mama jika Zain tiba-tiba demam. Saat ini aku masih berada di rumah sakit, baru selesai praktek, rencananya sebelum pulang ingin makan malam sebentar dengan Gista.Namun, Gista menyuruhku cepat pulang ke rumah. Dia juga meminta maaf tidak bisa menjenguk Zain karena sudah ada janji dengan kedua orang tuanya.Sesampainya di rumah, aku kebingungan mencari keberadaan Mama dan Zain. Semua kamar telah aku periksa namun hasilnya tetap nihil."Eh, Non Rumi. Cari Ibu dan Den Zain?""Iya, Bik. Kata Mama tiba-tiba Zain demam. Aku pulang cepat karena khawatir eh sampai rumah gak ada orang.""Bibik dapat pesan dari Ibu. Katanya Non Rumi di suruh nyusul ke alamat ini—"Bibik memberikan selembar kertas yang bertuliskan alamat sebuah restoran. Keningku mengernyit, bingung untuk apa aku harus menyusul ke sana, padahal Zain tengah sakit.Saat aku tak kunjung bicara, Bibik berkata lagi, "Ibu telah menyiapkan pakai

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 42

    Menurut Mama waktu dua bulan terlalu sebentar untuk mempersiapkan pernikahan. Beliau sendiri yang harus mengurus segala persiapannya. Itu dikarenakan Mama Sarah tiba-tiba drop dan harus dirawat selama beberapa hari di rumah sakit. Foto prewedding bertema indoor. Bandung adalah tempat yang aku pilih. Selain sejuk pemandangannya sangat indah. Sekalian bisa ajak Zain jalan-jalan. Aku dan si ganteng telah sampai di Bandung lebih dulu. Sementara Barra akan menyusul setelah rapat. Tepatnya sore nanti dia baru berangkat ke kota kembang. “Cantik banget semua dress rancanganmu,” ujarku ketika Gista datang membawa empat model dress yang akan aku kenakan besok. “Ya gimana nggak bagus, bikinnya saja sepenuh hati, sudah aku anggap anak sendiri para kain-kain ku,” jawabnya asal. “Oh, iya, Gis— kata Kak Ravi kemarin kamu ketemuan sama klien yang bawel itu. Mau apa lagi mereka menghubungimu?” Gista mendesah kesal, lalu mengerucutkan bibirnya sembari beranjak dari tempatnya berada, berjalan mend

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 43

    Sehari setelah melakukan foto prewedding, aku mendapatkan kabar yang kurang baik, yaitu kabar meninggalnya janin yang ada di dalam kandungan Kanaya. Sementara Kanaya masih berada di ruang ICU akibat pendarahan yang dialaminya. Dari cerita Kak Ravi, tak ada satupun keluarga Kanaya yang datang menjenguk. Padahal pihak rumah sakit telah menghubungi beberapa kali untuk meminta persetujuan tindakan. Barra seolah tak peduli dengan nasib malang yang dialami mantan tunangannya, malah berkata jika kematian janin Kanaya adalah karma atas perbuatan jahatnya. Meski wanita itu sering menggangguku dengan mengirim berbagai macam teror tapi aku sama sekali tidak menyimpan dendam. Aku turut prihatin atas musibah yang sedang dialami oleh Kanaya. Bahkan aku sempat meminta Kak Ravi agar membantu membayar biaya rumah sakit wanita itu meski ditolak mentah-mentah oleh kakakku. "Mikir apa sih?" Kak Ravi menarik hidungku saat aku melamun. "Pikirkan saja persiapan pernikahan mu. Jangan memikirkan hal yang

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 44

    Aku dan Barra tengah menjalani pingitan. Acara itu telah berlangsung 10 hari tinggal empat hari lagi kami akan melangsungkan akad nikah sekaligus resepsi. Aktivitas kami sangatlah berbeda. Aku menghabiskan waktu dengan melakukan berbagai macam perawatan badan dan wajah. Sementara Barra masih sibuk dengan segunung pekerjaan. Seperti siang ini, Aku baru saja selesai memotong rambut. Tak banyak, hanya merapikan bagian ujung yang bercabang. Setelahnya, Aku akan bersantai sambil bermain dengan Zain. Karena sahabatku masih berada di luar kota.“Rum— sudah dapat kabar?” Kak Ravi berdiri di depan pintu, hanya setengah badannya yang terlihat, sepertinya tak berniat masuk kamarku.“Kabar dari siapa, Kak?” tanyaku balik. “Soal Kanaya— dia menghembuskan nafas terakhir pukul 8 pagi,” jawab Kak Ravi. “Innalillahi Wainnailaihi Rojiun.” Aku melihat jam yang tertempel pada dinding. Sudah pukul tiga sore. Kemungkinan jenazah Kanaya sudah dikebumikan. Kenapa tidak ada yang memberitahuku?Ah— Barr

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 1

    “Aku sedang mengandung anak dari tunangan Anda, Dokter Narumi!”Seorang gadis belia menemuiku di rumah sakit tempatku bekerja berhasil membuat duniaku runtuh. “Apa benar yang kamu katakan?” tanyaku memastikan dan dia pun mengangguk sembari menangis. “Aku minta maaf, tapi aku tak berbohong. Ini murni ketidaksengajaan, tetapi aku tetap membutuhkan suami. Aku tidak mau saat anakku lahir ke dunia tak memiliki seorang ayah.” Aku tercekat.Satu hal yang pasti, semua terjadi begitu cepat.Pernikahan yang tinggal menghitung hari terpaksa harus dibatalkan karena kesalahan calon suamiku. Dia dan keluarganya sempat tak terima. Tapi, aku memintanya bertanggungjawab, hingga keluarganya setuju meski kedua orang tuanya masih membela diri.Menurut mereka, putranya dijebak oleh pesaing bisnis dan dengan angkuh. Aku hanya diam.Bagiku yang terpenting, rencana pernikahan itu berakhir.Namun siapa sangka, keluarga Daffa justru mengatakan pernikahan batal karena aku ketahuan selingkuh.Entah d

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 2.

    Aku menggeleng. Bukan seperti itu kejadiannya. “Tidak! Anda salah. Bukan saya yang telah merebut. Tapi ...” Ucapanku terhenti saat Gista, sahabatku dari spesialis Anak, datang. Bukan saatnya aku menjelaskan permasalahan yang sebenarnya terjadi. Aku tidak seharusnya menyebarkan kesalahan yang sudah dilakukan Divya saat dia baru saja berpulang. Aku mendekat ke arah Barra. “Maaf, karena saya tidak bisa membantu adik anda lagi,” ujarku sebelum pergi. *** “Kenapa sih kamu diam saja?! Harusnya kamu tuntut Kakak pasien itu!” Sejak tadi, Gista terus mengomel. Kini dia tengah mengkompres pipiku yang sudah mulai terlihat memar. “Mana aku tega, Gis? Mereka baru saja kehilangan anak. Keluarganya masih dalam keadaan berduka.” Gista mendengkus kesal. Pasti akan mulai mengomel lagi. “Sudah tau sedang berduka. Masih sempat memfitnah orang!” “Kita ‘kan gak tau informasi apa yang telah keluarga mereka dapatkan. Mungkin saja keluarga Daffa mengarang cerita lagi. Seolah-olah aku yang melakuka

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 3.

    Gista menunjuk Zain sebagai jawaban. Terpaksa aku memiringkan tubuh kecil Zain agar pria itu dapat melihat wajah anaknya. Barra menghembuskan nafas lega. Wajah panik sekaligus khawatir kini sudah tidak terlihat lagi. “Suster Zain kemana, Dok?” tanyanya dengan mendekat ke arahku. “Suster Zain, saya suruh pergi makan siang, Pak. Mumpung Zainnya tenang digendong sama Dokter Narumi,” jawab Gista. “Nama saya Barra Dayyan jauhar. Panggil saja Barra.” Dia mengulurkan tangannya pada Gista. “Saya, Gista. Dokter anak yang menangani Zain.” Barra melihat ke arahku. “Kalau ini Dokter Narumi. Dia Dokter kandungan. Kebetulan lagi main ke ruangan saya. Sekalian bantuin jaga Zain,” terang sahabatku. Barra berjongkok di hadapanku. Dia mengelus pipi Zain lalu menciumnya. “Terima kasih sudah mau menjaga Zain,” ucapnya lirih. Aku mengangguk. Mencoba menetralkan degup jantung yang berdetak sangat cepat. “Sama-sama, Pak.” “Boleh, kita bicara sebentar? Ada hal penting yang ingin saya sampaika

Bab terbaru

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 44

    Aku dan Barra tengah menjalani pingitan. Acara itu telah berlangsung 10 hari tinggal empat hari lagi kami akan melangsungkan akad nikah sekaligus resepsi. Aktivitas kami sangatlah berbeda. Aku menghabiskan waktu dengan melakukan berbagai macam perawatan badan dan wajah. Sementara Barra masih sibuk dengan segunung pekerjaan. Seperti siang ini, Aku baru saja selesai memotong rambut. Tak banyak, hanya merapikan bagian ujung yang bercabang. Setelahnya, Aku akan bersantai sambil bermain dengan Zain. Karena sahabatku masih berada di luar kota.“Rum— sudah dapat kabar?” Kak Ravi berdiri di depan pintu, hanya setengah badannya yang terlihat, sepertinya tak berniat masuk kamarku.“Kabar dari siapa, Kak?” tanyaku balik. “Soal Kanaya— dia menghembuskan nafas terakhir pukul 8 pagi,” jawab Kak Ravi. “Innalillahi Wainnailaihi Rojiun.” Aku melihat jam yang tertempel pada dinding. Sudah pukul tiga sore. Kemungkinan jenazah Kanaya sudah dikebumikan. Kenapa tidak ada yang memberitahuku?Ah— Barr

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 43

    Sehari setelah melakukan foto prewedding, aku mendapatkan kabar yang kurang baik, yaitu kabar meninggalnya janin yang ada di dalam kandungan Kanaya. Sementara Kanaya masih berada di ruang ICU akibat pendarahan yang dialaminya. Dari cerita Kak Ravi, tak ada satupun keluarga Kanaya yang datang menjenguk. Padahal pihak rumah sakit telah menghubungi beberapa kali untuk meminta persetujuan tindakan. Barra seolah tak peduli dengan nasib malang yang dialami mantan tunangannya, malah berkata jika kematian janin Kanaya adalah karma atas perbuatan jahatnya. Meski wanita itu sering menggangguku dengan mengirim berbagai macam teror tapi aku sama sekali tidak menyimpan dendam. Aku turut prihatin atas musibah yang sedang dialami oleh Kanaya. Bahkan aku sempat meminta Kak Ravi agar membantu membayar biaya rumah sakit wanita itu meski ditolak mentah-mentah oleh kakakku. "Mikir apa sih?" Kak Ravi menarik hidungku saat aku melamun. "Pikirkan saja persiapan pernikahan mu. Jangan memikirkan hal yang

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 42

    Menurut Mama waktu dua bulan terlalu sebentar untuk mempersiapkan pernikahan. Beliau sendiri yang harus mengurus segala persiapannya. Itu dikarenakan Mama Sarah tiba-tiba drop dan harus dirawat selama beberapa hari di rumah sakit. Foto prewedding bertema indoor. Bandung adalah tempat yang aku pilih. Selain sejuk pemandangannya sangat indah. Sekalian bisa ajak Zain jalan-jalan. Aku dan si ganteng telah sampai di Bandung lebih dulu. Sementara Barra akan menyusul setelah rapat. Tepatnya sore nanti dia baru berangkat ke kota kembang. “Cantik banget semua dress rancanganmu,” ujarku ketika Gista datang membawa empat model dress yang akan aku kenakan besok. “Ya gimana nggak bagus, bikinnya saja sepenuh hati, sudah aku anggap anak sendiri para kain-kain ku,” jawabnya asal. “Oh, iya, Gis— kata Kak Ravi kemarin kamu ketemuan sama klien yang bawel itu. Mau apa lagi mereka menghubungimu?” Gista mendesah kesal, lalu mengerucutkan bibirnya sembari beranjak dari tempatnya berada, berjalan mend

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 41

    Aku mendapatkan kabar dari Mama jika Zain tiba-tiba demam. Saat ini aku masih berada di rumah sakit, baru selesai praktek, rencananya sebelum pulang ingin makan malam sebentar dengan Gista.Namun, Gista menyuruhku cepat pulang ke rumah. Dia juga meminta maaf tidak bisa menjenguk Zain karena sudah ada janji dengan kedua orang tuanya.Sesampainya di rumah, aku kebingungan mencari keberadaan Mama dan Zain. Semua kamar telah aku periksa namun hasilnya tetap nihil."Eh, Non Rumi. Cari Ibu dan Den Zain?""Iya, Bik. Kata Mama tiba-tiba Zain demam. Aku pulang cepat karena khawatir eh sampai rumah gak ada orang.""Bibik dapat pesan dari Ibu. Katanya Non Rumi di suruh nyusul ke alamat ini—"Bibik memberikan selembar kertas yang bertuliskan alamat sebuah restoran. Keningku mengernyit, bingung untuk apa aku harus menyusul ke sana, padahal Zain tengah sakit.Saat aku tak kunjung bicara, Bibik berkata lagi, "Ibu telah menyiapkan pakai

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 40

    Daffa telah diusir tetap memaksa ingin masuk untuk bertemu denganku dan Zain. Saat satpam menghalangi langsung membuat keributan di depan rumah hingga para tetangga merasa terganggu. Lalu mengatakan jika ingin bertemu dengan putranya. Mantan tunanganku, Daffa sungguh tak tahu malu. Dengan santai datang ke rumah ku seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa diantara kami. Hingga akhirnya, Kak Ravi yang turun tangan sendiri. Perdebatan pun tak terelakkan padahal aku meminta kakakku agar tidak memperpanjang masalah. “Aku hanya ingin bertemu dengan putraku!” teriak Daffa di depan pagar. “Putra?” tanya Kak Ravi sembari tersenyum mengejek. “Zain adalah anak kandungku. Aku berhak bertemu dengannya.” “Hm, berhak katamu?” “Minggir! Jangan menghalangiku untuk bertemu dengan putraku!” Kak Ravi mendorong tubuh Daffa saat memaksa masuk ke dalam halaman rumah. Tubuh kurusnya terhuyu

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 39

    Barra adalah tipikal pria tidak sabaran. Baru aku terima cintanya langsung mengajakku menikah bulan depan.Dia pikir menikah itu gampang?Tinggal membalikkan telapak tangan lalu selesai.Meski aku sudah pernah dilamar dan hampir menikah. Tetap saja aku ingin diperlakukan sama layaknya para gadis pada umumnya.Secara tidak langsung aku ingin Barra datang membawa orang tua dan beberapa saudara untuk melamar ku. Tak perlu acara besar dan mewah. Cukup acara sederhana asalkan penuh dengan makna."Kamu maunya kapan?" Tanya Barra."Ya belum tahu. Aku akan membicarakan dengan Mama dan Papa terlebih dulu ""Bakal lama," rengeknya seperti anak kecil. "Aku sudah tidak sabar ingin segera tinggal bersama kalian. Rumah terasa sepi setelah Mama memutuskan tinggal di panti asuhan."Mama Sarah memilih tinggal di panti untuk mengusir rasa sedihnya. Kala sendirian beliau masih sering menangis saat teringat mendiang suami dan putri

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 38

    Teror yang aku dapatkan tiap minggu menjadi setiap hari. Ada-ada saja yang dikirim oleh si tukang teror ke tempat kerjaku. Mulai dari makanan busuk, binatang mati, boneka berdarah hingga boneka santet.Apa aku takut? Awalnya iya namun lama-kelamaan menjadi terbiasa. Aku menganggap teror itu adalah surat cinta dari mantan yang susah move on.Ah, iya, satu lagi si pengganggu yang mulai merusuh dalam kehidupanku. Mantan tunangan yang baru saja keluar dari penjara, Daffa.Kemarin dia datang ke rumah untuk bertemu denganku juga putranya. Mungkin dia tahu tentang Zain yang diasuh oleh Mama dari orang tuanya.Hanya bertanya dan tidak ada niatan ingin mengambil bayi mungil itu. Daffa menganggap jika Zain adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya. Kesalahan yang membuat masa depannya hancur hingga kehilangan cinta.“Rumi—” panggil Gista. “Ada paket,” ucapnya lagi.“Teror apalagi yang aku dapatkan?” tanyaku tanpa melihat ke arah sahabatku.

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 37

    Cittt ... Brak!!! Tubuh terhuyung ke depan dan kepalaku membentur dashboard ketika Barra mengerem mendadak. “Akhhh, sakit –” Aku meringis kesakitan sambil memegang kepala. “Sayang, kamu tidak apa-apa ‘kan?” Barra melepaskan seat belt yang masih melilit tubuhku. Lalu memeriksa luka akibat benturan dashboard yang terasa nyeri.Tiba-tiba saja ada mobil warna putih berhenti di depan mobil yang dikendarai oleh Barra. Alhasil dia mengerem mendadak agar tak menabrak mobil itu.Tangan Barra membelai lembut pelipis ku dan meniupnya pelan. “Maaf, aku tidak sengaja membuatmu terluka,” ujarnya.“Hm, lebih baik kita lanjutkan lagi perjalanan. Aku merasa ada yang sengaja –”Kalimatku terpotong saat kaca mobil diketuk keras dari luar. Aku dan Barra pun terlonjak kaget. “Siapa mereka, Bar?” tanyaku kaget ketika melihat empat orang berbadan besar.“Kamu tetap di dalam dan kunci mobil setelah aku keluar,” titah Barra

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 36

    Liburan telah usai, kini aku telah kembali ke rutinitas biasa. Bangun pagi untuk menyiapkan sarapan, mengurus Zain lalu berangkat ke rumah sakit.Sekarang ada kegiatan tambahan setiap jam makan siang. Kegiatan yang membuat aku jadi bahan perbincangan seantero rumah sakit.Barra selalu datang ke tempat kerjaku sebelum jam istirahat. Jika tidak mengajakku ke luar pasti dia membawakan makan siang untuk dimakan bersama.Seperti siang ini, sudah aku bilang jika ada rapat dengan petinggi rumah sakit tapi dia tetap ngeyel. Datang membawa begitu banyak makanan untuk dibagikan pada teman-temanku.“Terima kasih, Dok. Makan siang nya selain mewah juga enak sekali rasanya,” ujar salah satu Dokter senior di rumah sakit ini.“Sama-sama, Dok. Maaf rapat hari ini sedikit terganggu.”“Kami justru senang jika hubungan Dokter Rumi dengan Pak Barra mengalami peningkatan,” jawab beliau sebelum berlalu meninggalkan ruang rapat.Barra memang paling pandai membuatku kesal. Tak cukup merecoki hari-hariku seka

DMCA.com Protection Status