“Tuan,” polisi dan Arka menghampiri Rangga yang tergeletak, akibat tembakan yang hampir mengenainya.“Aku tidak apa-apa,” jawab Rangga.Rangga kembali berdiri dengan tegak, dia sudah menggunakan rompi anti peluru. Dan senjata api di tangannya untuk keselamatan diri.Rangga dan Arka memiliki ilmu bela diri dan keahlian menembak yang tak perlu diragukan lagi.Eksekusi berlangsung sengit, hingga akhirnya setelah hari mulai gelap mereka pun berhasil menjadi pemenang. Anak buah Brian dibawa ke kantor polisi. Marka itu sudah meledak dan tak tersisa apapun di dalamnya.“Kita temui Brian dulu. Aku sudah minta izin pada Komandan Adam untuk menemui Brian di luar jam kunjungan. Karena besok aku tak bisa lagi datang menemuinya. Kau urus dulu legalitas Sejahtera Group di sini Arka. Setelah itu kau boleh kembali ke West Country!”Arka tahu ini bukan pilihan, tapi ini perintah. Rangga memilih kembali ke West Country lebih cepat karena tak ingin Mayang mengerjai Febby lagi. Rangga tak ingin menanggun
"Ada apa ini?" suara Rangga bergema dalam kemarahan saat menyaksikan kerumunan massa yang bergerak liar, melempari rumah dengan batu-batu. "Di mana Mayang? Suruh dia keluar!" seru seorang pria dari kerumunan itu dengan nada mengancam. Rangga menghela nafas berat, menahan rasa frustrasinya, "Jadi kalian semua kembali ke sini karena Mayang?" Ia menatap tajam ke arah massa dengan tatapan yang membakar. “Benar, dia telah menipu warga kami dengan membeli tanah itu murah!”"Dengar, hentikan pelemparan batu ini sekarang juga! Jika ada satu pun yang rusak, atau lebih buruk lagi, jika batu-batu itu sampai mengenai istri saya, saya bersumpah, saya akan laporkan kalian semua ke polisi. Urusan kalian dengan Mayang, selesaikan hanya dengan dia!" Ketegangan di depan rumah itu semakin terasa. Rangga berdiri dengan postur yang menantang, siap melindungi rumah dan istrinya dari amarah yang mungkin meledak sewaktu-waktu dari massa yang dihadapinya.“Kau pikir aku takut huh?” tantang yang lainnya.R
Rangga merasa terpojok. Dia tahu seharusnya ia jujur ketika kehebohan pertama kali terjadi di jagat sosial media, tapi kondisi sang istri tidak memungkinkan untuk diajak bicara tentang hal itu. Sekarang, Rangga benar-benar gugup."Sa–sayang, aku bisa jelaskan," ucapnya dengan suara pelan, sambil mendekat ke arah istrinya yang duduk dan bersandar di headboard ranjang."Jangan sentuh aku! Cepat jelaskan!" teriak Febby dengan suara tajam. Dia merasa menjadi orang yang paling bodoh karena tidak mengetahui apa-apa terkait dengan suaminya.Rangga menarik napas berat sebelum akhirnya menjawab pertanyaan sang istri."Aku minta maaf, Sayang. Awalnya aku ingin jujur padamu, tapi aku takut kejujuranku ini bocor ke telinga Mama dan kakak tirimu, yang nantinya justru memanfaatkan keadaanku untuk meminta uang padamu." Rangga kembali menarik napas. Dia tahu sang istri saat ini benar-benar marah terhadapnya. Pancaran matanya mengisyaratkan bahwa wanita cantik yang sedang hamil di hadapannya ini seol
"Jangan macam-macam, sayang," ujar Rangga dengan nada kesal yang menyelubungi suaranya. "Aku serius. Aku tak bisa terima punya pasangan yang gemar berbohong. Selama ini ada yang mengganjal di hatiku, semua masalah diselesaikan begitu saja dengan kilat. Ternyata kau konglomerat rahasia," Febby mengejek dengan bibir mengerucut. Rangga menarik napas dalam, berusaha menyembunyikan getir yang muncul, "Tapi aku selalu berusaha minta maaf, walau hanya dalam hati, sayang," katanya sambil mencoba merayu. "Minta maaf dalam hati?" Febby mengulang dengan nada sinis. Rangga hanya bisa mengangguk lemah, merasa usahanya sia-sia. "Bagus, aku pun akan memaafkanmu dalam hati. Namun, aku tetap ingin bercerai. Aku tak bisa hidup bersama suami yang play boy dan pandai berbohong." "Tapi, sayang, percayalah aku bukan seperti itu," Rangga masih berusaha membujuk, namun di dalam hatinya ia menggerutu penuh kekecewaan, ketika kata 'cerai' meluncur tajam dari bibir sang istri.Febby masih ngambek."Pegang
Esok harinya Rangga pamit pada istrinya untuk mengadakan konferensi pers. Dia harus meluruskan kejadian ini pada publik.Setelah waktu yang ditentukan, kilat lampu kamera profesional terus berkedip-kedip, berita ini akan membawa keuntungan tersendiri untuk para awak media.Orang-orang memenuhi ruangan konferensi pers yang telah dipenuhi jurnalis dari berbagai media. Suasana terasa tegang, penuh dengan bisik-bisik dan percakapan yang bergerak dari satu sudut ke sudut lainnya. Semua orang yang hadir di ruangan itu tahu bahwa ini bukan konferensi pers biasa. Peristiwa yang akan dibahas adalah sesuatu yang mengguncang banyak pihak, terutama mereka yang terlibat dengan Sejahtera Group, salah satu konglomerat terbesar di negeri ini.Di depan ruangan, dua pria duduk dengan tegap. Rangga Wijaya dan Arka, yang kini mengambil alih kendali perusahaan setelah Brian, pemilik sebelumnya ditangkap atas tuduhan kejahatan berat. Meski mereka tampak tenang, namun ada ketegangan yang tak dapat disembu
Setelah konferensi pers yang penuh dengan sorot mata media, Rangga dan Arka beranjak menuju ruang rapat megah di kantor Sejahtera Group. Hari ini, adalah rapat terakhir yang akan dipimpin oleh Rangga. Dengan suara yang berat dan tatapan tajam, ia mengungkapkan pada semua staf bahwa mulai sekarang Sejahtera Group akan berada di tangan Arkana, asisten yang selama ini menjadi tumpuan kepercayaannya. Di tengah keheningan yang menyelimuti ruangan, Rangga menyampaikan sebuah pengumuman yang menggemparkan: nama perusahaan akan diubah menjadi Abadi Grup. Langkah ini diambil untuk memutus keterikatan dengan pemilik sebelumnya dan membuka lembaran baru. Namun, yang paling mengejutkan, Rangga mengumumkan bahwa seluruh keuntungan Abadi Grup akan didedikasikan untuk mendanai pendidikan anak-anak kurang mampu di kota Sun City. Meskipun Rangga berhak atas keuntungan tersebut, dengan penuh tekad ia menyatakan bahwa tak sepeser pun akan ia ambil. "Ini adalah komitmenku," ujarnya lantang, "untuk t
Setelah meeting bersama karyawannya, Rangga melanjutkan menuju lokasi pertemuan akbar yang akan diadakan hari ini.Di salah satu gedung terbesar, aula pertemuan utama sudah dipenuhi oleh berbagai tokoh penting dunia bisnis. Para pengusaha, investor, dan pemimpin perusahaan duduk di kursi-kursi mewah, menunggu pertemuan besar yang akan segera dimulai. Suasana ruangan dipenuhi oleh bisikan-bisikan kecil, sebagian besar membicarakan satu nama yang menjadi pusat perhatian hari itu: Rangga Wijaya.Rangga, yang telah kembali ke puncak kepemimpinan setelah berhasil mengalahkan Brian, kini berdiri di depan ruangan bersama Julio, pengganti sementara Arka, yang setia mendampingi. Julio kini mengisi kekosongan itu dengan baik. Julio adalah pria yang tenang dan penuh perhitungan, serta dikenal sebagai sosok yang loyal dan tangguh, tak kalah dengan Arka.Para pengusaha yang hadir di ruangan itu datang dengan berbagai macam ekspresi. Beberapa tampak penuh rasa hormat, sementara yang lain tampak
Pukul 14.00, Rangga kembali ke kantor pusat di West Country setelah menyelesaikan rangkaian pertemuan tahunan yang padat dengan para pengusaha sekelas. Di semilir sore itu, sebuah berita mengejutkan menghambur di seluruh ruang kantor: perusahaan milik Rangga kembali menyabet gelar sebagai perusahaan nomor satu di kota itu, untuk ketujuh kalinya berturut-turut. Kesuksesan ini bukanlah peristiwa biasa, melainkan sebuah simfoni kemenangan yang menuntut perayaan. Pengusaha lain kini mengarahkan pandangan penuh kekaguman kepada Rangga, mengharap bisa mengekspansi sayapnya ke pelosok dunia, sambil tetap memegang kendali dari pusat kekuatan di West Country. Momen baik ini juga ditandai dengan permintaan khusus kepada Rangga untuk membagikan rahasia kepemimpinannya yang fenomenal. Di tengah gemuruh tepuk tangan, Rangga mengakui, ada keraguan dalam hatinya menjelang pengumuman. Pasalnya, ia dan Arka sempat disibukan rencana pengungkapan kejahatan Brian yang memporak-porandakan keharmonisa
Arka masih berdiri dengan ekspresi serius, berhadapan dengan Nabila yang tampak gugup. Sebuah kesalahan fatal baru saja terjadi, membuat Nabila harus menghadapi amarah Arka, rekan kerjanya yang juga dikenal sebagai tangan kanan Rangga.“Ma–maaf,” ucap Nabila dengan nada terbata-bata. Matanya menatap meja, tak berani menatap langsung ke arah Arka. “Aku akan memperbaikinya.”Arka menyilangkan tangan di depan dada, ekspresinya tetap tegas. “Sudah seharusnya begitu, Nabila. Jangan campur adukkan masalah pribadi dengan urusan kantor,” tegurnya. “Data ini sangat penting. Kita dibayar untuk bekerja, bukan untuk mengecewakan pemilik perusahaan.”Nada suaranya yang dingin membuat Nabila merasa semakin bersalah. Rekan kerja lain di tempat itu, yang mendengar percakapan mereka, memilih untuk mengabaikannya.Nabila menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Ia tahu Arka benar, dan ia harus memperbaiki kesalahan ini secepat mungkin. “Baik, Arka,” ucapnya dengan nada penuh penyesalan. “Unt
Arka mengetuk pintu ruang kerja Rangga dengan hati yang sudah terasa berat sejak tadi. Ia tahu, percakapan ini akan melibatkan Nabila, yang terlihat semakin berusaha mendekatinya belakangan ini. Setelah mendengar suara Rangga mempersilakan masuk, Arka membuka pintu dan melangkah masuk bersama Nabila. Mereka duduk berdampingan, meskipun suasana di antara keduanya terasa canggung.Rangga menatap mereka sejenak, matanya tajam namun tetap ramah. Ia memulai pembicaraan, “Arka, saya akan segera mempersiapkan penggantimu-”Belum selesai kalimat itu terucap, Nabila langsung memotong, “Maksud Anda bagaimana, Tuan?”Nada suaranya terdengar penuh rasa ingin tahu, namun juga sedikit ketakutan. Ia menatap Rangga, mencoba mencari penjelasan dari kalimat yang setengah terucap itu.Rangga tersenyum tipis, mengalihkan pandangannya pada Arka yang tampak tenang. “Arka kan sebentar lagi akan menikah,” lanjut Rangga, nadanya penuh pengertian. “Dia akan menjadi pimpinan salah satu anak cabang Wijaya Group
“Kalian ini berani-beraninya, ya, ngomongin Mama,” ujar Febby pura-pura marah sambil memandang mereka dengan alis terangkat.Elina dan Elio hanya tertawa kecil, tampak tak terpengaruh oleh wajah pura-pura serius mamanya. “Kami hanya bercanda, Mama!” jawab mereka serempak dengan wajah polos dan senyum lebar, seperti berusaha meyakinkan bahwa mereka tidak bersalah.Febby menggeleng, lalu tersenyum. “Ya sudah, ayo cepat sarapan dulu. Nanti keburu terlambat ke sekolah,” katanya dengan suara lembut, namun tetap tegas.“Siap, Mama!” balas mereka, masih dalam nada polos dan penuh semangat.Tak lama kemudian, Elina dan Elio mengambil tas mereka, dan bersiap turun ke lantai bawah. Di ruang makan, Rangga, sudah duduk dengan rapi dan tampan dalam setelan kerjanya, menunggu mereka dengan sabar. Di meja itu juga sudah ada nenek mereka, dan Rossa, yang duduk menunggu sambil tersenyum melihat keceriaan anak-anak itu.Melihat kedatangan mereka, Rangga segera berdiri dari kursinya dan dengan penuh kas
Malam telah larut ketika Mayang dan Rossa memasuki kamar. Setelah percakapan hangat bersama keluarga, mereka kini berdua, bersiap untuk beristirahat. Namun, suasana hati Rossa tampak tidak tenang. Ia duduk di tepi tempat tidur dengan pandangan menerawang, sementara Mayang mengamati anaknya dengan lembut dari sudut ruangan."Ma," Rossa akhirnya membuka suara dengan nada pelan, tapi penuh rasa takjub, "Rossa sama sekali nggak menyangka, ternyata Arka bakal mendapatkan hadiah sebesar itu dari Rangga. Padahal tadi kami sempat diskusi, setelah menikah mungkin dia hanya akan pulang ke Sun City setiap akhir pekan. Tapi sekarang… hadiah itu mengubah segalanya. Kami bahkan bisa tinggal di sana bersama Mama."Mayang mendekati anaknya dan duduk di sebelahnya. Ia menggenggam tangan Rossa dengan lembut. "Iya, Sayang. Mama juga nggak pernah menyangka. Kalau Mama ingat-ingat lagi… Mama malu sekali atas apa yang pernah Mama lakukan ke Rangga dulu." Suara Mayang mulai serak. "Mama dulu menghina dia
Setelah Arka pamit pulang, Febby, Rangga, dan Mayang masih duduk bersama. Di samping mereka, Rossa duduk tenang, menyimak obrolan sambil tersenyum kecil, namun di wajahnya ada keraguan yang tersirat.Febby yang duduk di sebelah Rossa menatapnya dengan penuh perhatian. "Kakak, rencananya mau menikah di sini atau di kota Sun City?" tanyanya lembut, ingin tahu keputusan kakak tirinya itu. Pertanyaan itu sontak membuat semua mata di ruangan tertuju pada Rossa, menunggu jawabannya.Rossa tersenyum tipis, lalu menghela napas panjang. "Kak Rossa sih inginnya di Sun City saja," jawabnya akhirnya, memandangi mereka satu per satu. "Di sana banyak kenangan yang ingin kami pertahankan, tempat-tempat yang istimewa untukku dan Arka. Lagipula, kami juga akan tinggal di sana setelah menikah... meskipun harus berpisah jarak dan waktu dengan Arka yang akan tetap bekerja di sini." Ada sedikit nada ragu di ujung kalimatnya, seakan-akan perpisahan itu adalah pengorbanan yang tak mudah baginya.Rangga ya
“Kamu serius, sayang?” tanya Arka.Rossa mengangguk, “aku serius sayang. Kapanpun aku siap,” ulang Rossa.“Dua bulan lagi ada hari baik, apa kamu mau?”Rossa mengangguk.Arka kembali masuk ke dalam rumah sang atasan, dia minta Rangga dan febby kembali turun sebentar. Mereka pun berkumpul di ruang keluarga rumah mewah Rangga.Suasana hangat penuh kekeluargaan begitu terasa, terutama dengan adanya Febby yang tengah mengandung anak kedua, membawa kebahagiaan tersendiri bagi seluruh keluarga. Melihat Arka yang tampak ragu-ragu, Rangga segera menepuk punggungnya dan mempersilakannya duduk di samping."Ada apa, Ark? Kok wajahmu serius banget?" tanya Rangga, berusaha mencairkan suasana.Arka menarik napas dalam-dalam, memandangi ketiganya satu per satu, lalu berkata, "Saya ingin minta izin, Sama tante, Tuan dan Nyonya. Setelah berdiskusi dengan Rossa, kami memutuskan untuk menikah dua bulan lagi."Pernyataan itu mengejutkan semua orang, terutama Mayang, yang tidak menyangka rencana pernika
Rangga dan keluarganya bersiap untuk malam spesial mereka. Ia merangkul bahu istrinya, Febby, yang sedang hamil, dengan lembut sembari mengajak kedua anak kembar mereka, Elina dan Elio."Ayo, sayang, kita bersiap," ucapnya dengan suara hangat yang penuh semangat.Bocah kembar berusia empat tahun yang energik, tidak bisa menahan kebahagiaan mereka. Setiap kali diajak makan di luar, mereka tahu pasti bisa memilih menu yang mereka inginkan tanpa batasan. Restoran mewah dengan berbagai pilihan hidangan daging adalah favorit mereka.Si kembar masuk ke dalam kamarnya bersama suster Barbara."Kamu mau daging apa nanti?" tanya Elina sambil memandang adik kembarnya, dengan mata berbinar. Mereka sedang dibantu mengganti pakaian oleh suster Barbara, yang setia menemani mereka setiap hari."Aku mau daging sapi saja, kamu daging ayam saja, nanti kita bagi," jawab Elio, mencoba memberi saran."Oke, tos dulu dong!" Elina mengulurkan tangannya, dan keduanya melakukan tos sambil tertawa kecil.Suster
Rangga menatap Febby dengan perasaan yang tak menentu, dia nyaris tak percaya dengan berita yang baru saja ia dengar. Matanya menatap lekat-lekat wajah istrinya, seolah mencari kepastian lebih dalam dari sekadar kata-kata.“Ka—kamu beneran hamil, sayang?” tanyanya dengan suara terbata, penuh harap dan ketidakpercayaan.Febby tersenyum hangat, lalu mengangguk dengan penuh keyakinan. “Iya, sayang. Kita akan punya anak lagi,” jawabnya lembut, seolah kata-katanya itu adalah musik indah yang meresap ke dalam hati Rangga.Seolah tak mampu menahan luapan rasa bahagianya, Rangga menarik tubuh Febby ke dalam pelukan. Air mata jatuh tanpa malu-malu dari kedua matanya, namun ia tak peduli. Dalam hatinya, ia terus-menerus bersyukur pada Tuhan atas anugerah ini. Ia mengusap wajah Febby dengan jemari lembutnya, lalu menghujani pipi, kening, dan bibir istrinya dengan ciuman bertubi-tubi.“Aku bahagia sekali, sayang. Aku benar-benar nggak menyangka kalau Tuhan memberi kita kepercayaan lagi,” ucap Ra
"Nabila!" panggil Rangga ketika ia sudah ada di lobi. Kebetulan, Nabila juga masih berada di sekitar lobi. Dengan cepat, Nabila mendekati Rangga."Iya, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya sopan."Harusnya sih, saya tidak perlu bicara seperti ini. Saya minta maaf sebelumnya kalau apa yang akan saya ucapkan ini menyinggung perasaanmu," ucap Rangga mengawali kalimatnya, membuat jantung Nabila berdebar semakin kencang."I-iya, Tuan. Ada apa?" tanya Nabila dengan suara lirih."Tolong jangan berharap apa pun lagi pada Arka, apalagi mengejarnya secara berlebihan. Dia bisa menjadi orang yang paling membencimu karena dia sangat tidak menyukai wanita agresif. Dan sekarang, Arka sudah memiliki calon istri, dan mereka akan segera menikah. Calon istrinya itu adalah kakak iparku sendiri. Jadi, jangan coba-coba untuk mengganggu hubungan mereka lagi. Kamu sudah pernah melewatkan kesempatan emas, di mana saat itu Arka benar-benar ingin mengulang kembali hubungan kalian yang pernah terputus," uca