Setibanya di rumah sakit, Rangga langsung menggendong Febby yang tak sadarkan diri ke ruang UGD. Keringat dingin mengalir di pelipisnya, rasa panik melingkupi setiap gerakannya. Febby yang tengah hamil tujuh bulan baru saja terjatuh dari tangga, meski tidak terlalu tinggi, namun kondisinya tetap membuat Rangga khawatir. Febby tak mengalami luka fisik, tapi ia kehilangan kesadaran begitu saja membuat hati suaminya panik, padahal harusnya Rangga ada meeting dengan kliennya.Saat dokter meminta Rangga menunggu di luar ruangan, ia hanya bisa pasrah, berdiri dengan gelisah di koridor rumah sakit yang terasa mencekam.Rangga memandang pintu UGD dengan perasaan campur aduk. Kepanikan, rasa bersalah, dan ketakutan semuanya berputar di pikirannya. “Kenapa ini harus terjadi?” pikirnya. Hatinya bergemuruh tak karuan, apalagi mengingat kondisi Febby yang sedang mengandung anak kembar mereka. Tak ada yang lebih ditakutinya selain kehilangan istri dan anak-anaknya. Wajah Febby yang tadi pucat s
"Apa Anda bilang, Pak Eko? Anda memecat saya, sementara Anda tahu sendiri investor paling besar di perusahaan ini adalah orang tua saya," ucap Monica dengan suara lantang karena ia tak terima urusannya dengan Rangga dan istrinya berujung pemecatan."Saya akan minta kedua orang tua saya untuk menarik investasinya di kantor ini, kecuali Anda meralat ucapan Anda untuk tidak memecat saya dan tetap memberikan saya tugas seperti biasanya," kata Monica lagi, masih mempertahankan egonya."Silakan ambil, saya sudah tidak peduli. Harusnya kamu sadar diri. Kamu itu tak mampu bekerja dengan baik di perusahaan saya, hanya karena ingin menghancurkan rumah tangga mantan kekasihmu, bukan? Dan saya tidak akan membiarkan nama baik perusahaan saya hancur. Pergi dari ruangan saya, dan silakan suruh orang tuamu untuk segera menarik investasinya. Saya tidak butuh investor toxic seperti kamu dan kedua orang tuamu. Saya masih bisa berdiri tanpa dana investasi dari mereka," kata Pak Eko membalas ucapan Monica
Satu Setengah bulan berikutnya, Rangga meminta izin pada Febby untuk pulang ke Sun City.“Sayang, aku pergi dulu ya. Pesawatnya berangkat dua jam lagi. Besok begitu selesai sidangnya aku akan langsung pulang.”Febby mengangguk, walau di dalam hati berteriak tak ingin berpisah semenitpun dari suaminya, terlebih jelang kelahiran anak pertama mereka.Namun ia menyadari ini adalah hari yang penting untuk Rangga.“Iya sayang, hati-hati di jalan ya,” jawab Febby.“Terima kasih sayang.” Rangga mengecup bibir dan kening sang istri. Lalu beralih ke perut istrinya yang sangat besar.“Papa berangkat dulu ya sayang, jangan nakal sama Mama ya,” ucapnya. “Aduuuh!” Rangga mendapat dua kali tonjokan dari kedua calon anaknya. Febby terkekeh melihat suaminya kesakitan.Rangga pun menuju ke Bandara bersama Arka yang sudah menunggunya di bawah.****Sun CitySidang perdana Brian pagi itu membawa suasana yang begitu tegang. Ruang sidang dipenuhi oleh berbagai pihak, termasuk media yang ingin meliput kasu
Setelah 4 jam melakukan perjalanan udara, dan 1 jama darat, akhirnya Rangga tiba di ruma sakit, dia bergegas menuju ruang persalinan, kali ini sang istri ngotot akan melahirkan secara normal.Di luar ruangan ada sang kepala pelayan, dan pelayan lain serta ahli gizi Febby, dan Arkana bergabung di sana. Sementara suster Barbara penjaga Febby ada di dalam ruangan menemani Febby sejak pertama kali di bawa ke rumah sakit. Rangga mendekati sang istri."Sabar ya, sayang," bisik Rangga sambil memberi kecupan lembut di kening istrinya.Febby merasakan sakit di pinggul, perut, dan bagian lain tubuhnya. Meski rasa sakitnya luar biasa, ia merasa bersyukur atas nikmat yang diberikan Tuhan. Tidak semua perempuan bisa merasakan momen seperti ini."Aku mau kamu yang nemenin aku," ucap Febby sambil meringis.Febby tentu ingin agar suaminya tahu betapa beratnya melahirkan pewaris kerajaan bisnis Wijaya Group. Ia tidak ingin suaminya menunggu di luar; Febby ingin Rangga tetap berada di sampingnya di ru
Detik berikutnya, Febby merasakan kebas pada daerah kewanitaannya. Dokter pun memberikan penjelasan kepada Febby mengenai prosedur yang akan dilakukan, agar kedua bayi tersebut bisa dilahirkan tanpa menyebabkan sobekan pada area intim Febby.Tak ada yang bisa Febby lakukan selain mengangguk pasrah. Ia yakin bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh dokter dan tim medis adalah yang terbaik untuknya dan kedua bayinya.Penjelasan dari dokter tadi membuat Febby semakin lemas. Ia tidak berani menatap dokter yang tengah meminta alat-alat medis kepada suster.Jangankan Febby, Rangga saja sudah ketakutan luar biasa. Wajah pria itu pucat pasi, dengan keringat dingin membasahi tubuhnya. Ia sangat mengkhawatirkan kondisi istrinya, terutama melihat bagaimana perjuangan Febby saat ini untuk melahirkan anak-anak mereka."Ayo, Nyonya, bantu dorong, ya," perintah sang dokter.Febby menggenggam tangan Rangga erat-erat, lalu mendorong sekuat tenaga, namun kedua bayi itu masih belum keluar.Febby membua
Elio Maharaja Putra Rangga Wijaya, nama yang diberikan oleh sang mama untuk si sulung. Elina Maharatu Putri Rangga Wijaya, nama yang diberikan oleh sang papa untuk si cantik berbadan gempal.Saat ini, kedua bayi tersebut berada di ruang perawatan, terlihat dari balik kaca di ruangan tersebut. Gerakan mereka menunjukkan bahwa mereka lahir dengan sehat walafiat; satu tampan dan satu lagi cantik, keduanya begitu menggemaskan.Kebahagiaan menyelimuti Febby dan Rangga saat mereka resmi menjadi orang tua. Setelah melewati proses persalinan yang penuh tantangan dan rasa sakit, Febby akhirnya melahirkan si kembar yang menggemaskan: Elio dan Elina. Meski setiap detik saat melahirkan terasa seperti bertaruh nyawa, Febby merasa semua itu sepadan ketika melihat wajah mungil anak-anaknya.Kebahagiaan yang mendalam dirasakan terutama oleh kedua orang tua si kembar. Mereka sangat bersyukur telah dikaruniai anak kembar. Setelah memberikan nama kepada kedua bayi, kini yang menemani Febby di rumah sa
Ditempat berbeda Monica duduk di sofa empuk di ruang tamunya, matanya tak lepas dari layar ponsel. Berita tentang kelahiran anak kembar Febby dan Rangga menghiasi feed media sosialnya. Gambar ceria pasangan itu, dengan senyum lebar di wajah mereka dan bayi-bayi kecil yang terbungkus selimut pastel, membuat hatinya bergetar. “Keduanya sehat dan bahagia,” tulis akun Wijaya Group di postingan tersebut. Monica menggigit bibir, merasakan amarah menggelora dalam dadanya.“Apa ini?” Monica bergumam sambil memandang foto itu dengan tatapan tajam. “Febby merasa sudah mendapatkan segalanya.”Dia menghela napas, berusaha menenangkan dirinya. Namun, perasaan tidak tenang itu terus menjalar. Bagaimana bisa mereka hidup bahagia sementara dia hanya bisa menatap dari kejauhan? Rangga seharusnya bersamanya, bukan dengan wanita itu. Dia mengatur ulang pikirannya, berusaha untuk tetap fokus pada rencananya.Monica beranjak dari sofa, berjalan ke jendela, dan melihat keluar. Jalanan di depan rumahnya
Dua Hari KemudianBaby Elio dan Elina, buah cinta Rangga dan Febby, akhirnya pulang ke rumah setelah tiga hari berada di rumah sakit. Setibanya di rumah, suasana langsung meriah dengan semua pelayan berkumpul di ruang tamu, siap menyambut dua bayi mungil yang akan menjadi pusat perhatian semua orang di rumah itu."Selamat datang, Tuan dan Nona muda Elio dan Elina!" seru salah satu pelayan, disambut tawa bahagia dan tepuk tangan dari yang lain. “Terima kasih,” jawab Luna dan Rangga kompak.Mereka tampak begitu antusias, mengagumi bayi kembar yang baru saja tiba. Beberapa pelayan sudah menyiapkan dekorasi khusus di ruang bayi yang terletak di lantai dua. Ruangan itu didesain khusus untuk si kembar, dengan dua tema yang mencerminkan perbedaan mereka, nuansa biru lembut untuk Elio dan pink manis untuk Elina.Begitu Rangga dan Febby masuk ke ruang bayi bersama si kembar, mereka langsung disambut pemandangan yang begitu indah. Dinding-dindingnya dipenuhi dengan gambar-gambar lucu, pernak-