"Mas Alex?" tanya Gina menatap lekat wajah sahabatnya tersebut.
"Iya Gin!" jawab Anti lirih."Please kamu jangan marah ya, karena aku bilangnya sekarang. Soalnya kemaren-kemaren aku lihat kamu sudah bahagia!" Anti menangkupkan kedua tangannya di depan wajahnya,"Kamu ini apa-apaan sih, ngapain aku marah? Justru setelah kamu ceritakan hal ini, pikiranku jadi tidak tenang!" ucap Gina jujur."Aduh, berarti lebih baik aku rahasiain aja ya!" kini Anti menepuk jidat."Isshh... lebay, sudah lupakan. Mending kita ajak anak-anak untuk cari makan." Gina mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Anti karena nampaknya wanita beranak dua tersebut jadi kepikiran. Merekapun beranjak pergi dari tempat tersebut untuk mencari tempat makan.****Seorang laki-laki berlari kecil menuju sebuah mobil yang di dalamnya sudah ada orang yang menunggunya. Lelaki berseragam serba hitam tersebut masuk ke dalam mobil dan menutup pintu. Menoleh ke belakang dan menyerahkan sebuahHuuueekk... Huuueekk...Angel berlari ke kamar mandi karena merasa mual dan ingin muntah,Huueek...Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya, karena hampir semalaman tidak tidur dan menunggu Alex, kepalanya menjadi pusing. "Mas Alex kamu kemana sih?" tanyanya pada diri sembari bersandar pada dinding kamar mandi.Menderita hal itulah yang ia rasakan tatkala mencintai seseorang yang tak mencintainya. Butiran bening yang sedari tadi ia tahan merembes melalui sudut netranya, iapun tidak tahu entah mengapa setelah mengetahui bahwa suaminya masih belum bisa melupakan wanita tersebut, ia menjadi lemah dan tidak percaya diri. Tidak adakah celah di hati Alex untuknya meski sedikit saja.Klek...Dapat ia dengar pintu kamar yang terbuka, mengetahui ada seseorang yang datang, ia berpura-pura kembali muntah dan menjatuhkan tempat sikat gigi yang terbuat dari bahan keramik yang terletak di atas meja di depannya tersebut, sehingga terdengarlah bunyi keramik itu pecah
Dua hari sudah berlalu...Masa libur telah berakhir, kini hari-hari sibuk kembali menanti. Seperti biasa Gina akan pergi dengan menggunakan sepeda motornya.Pikirannya tertuju kepada Tama, yang tadi melarangnya pergi bekerja, dan ketika ia berhasil membujuknya pun harus ada beberapa syarat yang harus ia penuhi agar ia bisa pergi."Mama berangkat ya sayang!" ia mengecup pucuk kepala Tama yang sedari tadi merengek tak ingin di tinggalkan, dua hari tidak bekerja membuat Tama begitu senang karena ia bisa menghabiskan waktu bersama dengan Gina."Tapi janji, nanti kita jalan-jalan!" pintanya"Oke, Mama janji nanti sore ketika Mama pulang bekerja kita jalan-jalan, tapi cuma ke depan beli es krim!" ucap Gina menatap lekat wajah Tama. Tama mengangguk lemah mengiyakan.Sampai di tempat ia bekerja, sebuah mobil sudah terparkir di area parkir perusahaan tersebut. Gina sangat mengenali pemilik mobil tersebut yang tak lain adalah Satria. Satria keluar dari mobil tersebut,
"Laura apa Kau melihatnya" tanya Alex"Ya aku melihatnya kenapa?" tanya Laura pura-pura tidak tahu. "Dia mirip dengan seseorang yang ku kenal?" ucap Alex lagi."Mungkin cuma mirip Mas, ayo cepat! kita masih harus mempersiapkan segala sesuatunya untuk esok!" Laura masuk ke dalam mobil. Dan mau tidak mau Alexpun terpaksa mengikutinya.Ketika sampai di rumah Alex merasa gelisah, wanita yang dilihatnya tadi begitu mirip dengan Gina. Ia berjalan mondar-mandir seperti setrika pakaian."Mas, jangan mondar-mandir seperti itu, aku gak konsen nih!" protes Laura yang sedari tadi mengetik sesuatu di laptopnya."Memangnya perempuan tadi mirip siapa?" tanyanya kepada Alex."Dia mirip seseorang yang dulu pernah ku kenal.""Mas kenal atau Mas cintai?" Laura menyelidik.Alex diam, menatap Laura dengan pandangan yang sulit diartikan."Jujur saja Mas, aku sudah tau semuanya!, dan wanita yang Mas lihat tadi memang benar Mbak Gina, dia salah satu koki di tempatku
"G..." Eehhkk... Alex terpekik menahan nyeri tatkala kakinya diinjak oleh Laura. Mata Laura melotot ketika Alex hampir saja memanggil nama Gina. Untungnya tidak ada yang menyadari kejadian tersebut karena semua orang menatap kearah Gina."Oh iya Pak Alex... perkenalkan dia Gina salah satu juru masak di perusahaan ini, yang membuat karyawan di perusahaan ini betah dengan jatah masakan makan siang yang selalu lezat dan nikmat." ujar Pak Ganjar memperkenalkan Gina kepada Alex dan begitupun sebaliknya.Gina mendongakkan kepalanya ketika mendengar nama orang yang tak asing baginya tersebut. Betapa terkejutnya ia ketika melihat sosok laki-laki berperawakan tinggi tersebut.Deg... deg... deg...Jantungnya berdebar cepat, disertai dengan aliran darah yang berhenti mengalir, akibat keterkejutan tersebut, Gina mematung. "Alex!" lelaki yang berpakaian formal tersebut, tersenyum sembari mengulurkan tangan kepadanya. Aneh, lelaki itu lupa ingatan atau sedang berakting k
Gina menghela nafas lega tatkala mendengar ucapan Ganjar yang akan menambah karyawan di dapur seorang lagi, tadinya ia sempat deg-deg an karena dipanggil ke kantor.Keluar dari kantor tersebut, ia yang berjalan sendirian berpapasan dengan Satria dan juga Alex yang berjalan beriringan. Satria tersenyum kepada Gina yang mengangguk ketika keduanya melintasi dirinya, sementara Alex hanya melirik sesaat. Jika Alex tidak mengenalinya lagi, lalu bagaimana dengan pernyataan Anti yang mengatakan bahwa Alex masih menanyakan dimana keberadaannya.Waktu terus saja bergulir, tak terasa jam di dinding menunjukkan jam 4 sore. Bahkan alarm pertanda waktu pulang pun berbunyi, sebenarnya pekerjaan Gina dan teman-temannya hanya untuk menyediakan makan siang, namun karena banyak yang dikerjakan sementara mereka hanya bertiga hal tersebut tentulah menyita banyak waktu.Sepeda motor yang dinaiki oleh Gina melaju santai di jalan aspal yang di kedua sisinya terhampar luasnya kebun teh yang
"Mas mau kemana?" tanya Laura curiga akan gerak-gerik Alex yang bergegas mandi dan pergi."Jalan-jalan sebentar," jawabnya berlalu. Segera Laura pergi mengejar kakaknya tersebut, bahkan ia berlari mendahuluinya, menutup pintu dan mencabut kunci yang terpasang di lubang kunci tersebut."Aku tahu niat kamu Mas!, apa kamu tidak pernah memikirkan perasaan Angel sehingga kamu masih saja mengejar Mbak Gina?" tanya Laura menatap nyalang kepada Alex."Aku hanya ingin memastikan anak itu adalah anakku atau bukan!" sanggah Alex."Kalau benar anak itu anak Mas, Mas mau apa?" tanya Laura menatap lekat wajah Alex."Setidaknya aku harus bertanggung jawab atas anak itu!" "Aku akan membantumu mengambil sample rambut anak itu,""Apa maksudmu?" Alex menatap Laura heran."Kita harus melakukan tes DNA, agar tahu siapa ayah biologis anak itu!" ucap Laura lagi, meski ia tak menampik bahwa tampilan anak tersebut memang sangat mirip dengan Alex di waktu kecil, namun ia tida
Keesokan harinya Gina ijin untuk tidak masuk bekerja, Ia dianjurkan oleh Mak Iya untuk istirahat dulu di rumah. Untungnya ada karyawan baru yang masuk pada hari itu. Jadi dirinya tidak perlu memikirkan kedua temannya yang pasti akan kerepotan mengolah makanan untuk karyawan perusahaan tersebut.Ketukan terdengar di pintu kamarnya, kepala Maria melengok ke dalam."Ada yang nganter motor kamu," ucapnya.Gina keluar, menemui orang bengkel tersebut."Berapa Mas?" tanyanya sembari membuka dompet."Sudah dibayar sama Pak Satria Mbak!" jawab orang itu."Ooh, ya sudah makasih ya Mas!" "Iya Mbak sama-sama!" jawab orang itu kemudian berlalu."Mama, temani main yuk!" Tama berjalan sembari membawa bola di tangannya."Tama main sendiri ya, Mama liatin disini! Mama kan gak bisa lari, kaki Mama masih sakit!" ucap Gina."Ya udah deh, tapi Mama liatin ya..." pinta Tama yang di jawab Gina dengan anggukan.Tama bermain sendirian menendang bola kesana dan ke
Sore itu pintu rumah kembali diketuk, Gina keluar untuk membuka pintu rumah tersebut. Sebuah senyuman mengembang dari sudut bibir seorang wanita cantik yang berdiri disamping Satria yang menemaninya."Laura, Pak Satria, silahkan masuk!" ucap Gina kepada mereka berdua."Gimana keadaan kakinya Mbak?" tanya Laura basa-basi, mengikuti Gina yang berjalan masuk ke dalam dan duduk di atas sofa. Ia juga mempersilahkan keduanya duduk."Udah mendingan kok Ra, mau minum apa? Dingin atau hangat?" tanya Gina kepada keduanya."Dingin,""Hangat," Laura dan Satria saling tatap, mereka.mempunyai perbedaan pendapat."Cuaca panas seperti ini kenapa minta minuman yang hangat?" tanyanya kepada Laura."Perutku tidak enak, setelah makan siang tadi!" "Ooh," Satria membeo sembari mengangguk-anggukkan kepalanya.Sementara itu Gina segera bergegas ke dapur untuk membuatkan minum."Om Satria... Tante Laura..." Tama datang bersama Neneknya dari luar."Hay Tam," Laura
Hujan turun deras sore itu, membasahi jalanan yang terlihat lengang. Di dalam rumah Gina, suasana terasa sunyi. Gina duduk di sofa ruang tamunya, menatap jendela yang dipenuhi bulir-bulir air. Di pangkuannya, sebuah buku cerita anak-anak terbuka, tetapi pikirannya melayang jauh. Tama, anak laki-lakinya yang baru berusia empat tahun, sedang tertidur di kamar. Suara dengkurnya yang kecil terdengar samar dari balik pintu.Ketenangan itu tiba-tiba terusik oleh suara ketukan di pintu depan. Gina mengalihkan pandangan dari jendela, sedikit bingung. Siapa yang datang di tengah hujan deras seperti ini?Ia berdiri, melangkah ke arah pintu, dan membukanya. Sosok Alex berdiri di sana, dengan jas hujan yang sudah basah kuyup dan rambut yang sedikit berantakan.Gina mengerutkan kening. “Ada apa malam-malam kesini?"Alex tidak langsung menjawab. Tatapannya serius, hampir menusuk, membuat Gina merasa sedikit canggung. Dia melepas jas hujannya, menepuk-nepuk sisa air yang masih mene
Laura duduk termenung di ruang kecil kamarnya. Jendela kaca di samping meja riasnya memantulkan bayangan dirinya yang tampak lelah. Rambutnya yang biasanya tertata rapi kini tampak sedikit berantakan. Sejak kejadian malam itu, semuanya terasa berubah. Ia telah melewati batas, dan entah kenapa, perasaan bersalah itu terus menghantuinya.Hubungannya dengan Satria telah menjadi sebuah kesalahan besar. Malam itu, di pesta perusahaan, ia tak pernah menyangka akan terjebak dalam situasi yang begitu kacau. Entah apa yang diminum Satria pada malam itu nyatanya membawa mereka ke dalam kekeliruan yang tak termaafkan. Ia menghela napas panjang, mencoba mengusir bayang-bayang gelap itu dari pikirannya. Namun, semakin ia mencoba melupakan, semakin kuat rasa hampa di dadanya.—Laura memutuskan untuk melakukan sesuatu yang berbeda. Ia ingin keluar dari zona nyaman, dari lingkungan yang penuh dengan intrik dan konflik. Ketika salah satu divisi perusahaan mengadakan
Setelah perdebatannya dengan Angel Alex memilih keluar dan pergi ke kamarnya yang berada tepat disamping kamar Angel, meski menginap dihotel yang sama, namun ia memesan kamar kamar lain untuk dirinya sendiri karena memang Alex menyukai ketenangan. Alex berdiri di depan jendela besar di kamar tersebut. Sinar matahari sore memantulkan bayangan tubuhnya yang kokoh ke lantai kayu. Tatapannya kosong menembus kaca, tetapi pikirannya penuh dengan berbagai rencana. Ia sudah terlalu muak dengan permainan Angel. Istrinya itu sudah melampaui batas, dan kali ini, Alex tidak akan tinggal diam.Pintu kamar terbuka perlahan. Entah dari mana Angel mendapatkan kunci kamar tersebut, ia melangkah masuk dengan anggun, mengenakan gaun merah yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Wajahnya penuh percaya diri, seperti biasa, tetapi sorot matanya menyimpan sesuatu—ketakutan yang ia coba tutupi.“Maafkan aku," Angel bersuaranya terdengar menyesal, juga ada nada gugup yang terselip di sana.Alex
Langit sore itu terlihat mendung, menambah suasana muram di sekitar tempat Gina berpijak saat ini. Udara terasa lembap, dan aroma tanah basah mulai tercium, tanda-tanda hujan akan segera turun. Gina menatap cakrawala dimana cahaya jingga serta awan hitam menutupi langit bagian barat wilayah tersebut. Handphone dalam tas selempangnya bergetar."Iya, Ma," ucapnya sedikit cemas."Kamu kok belum pulang? ini Tama nanyain dari tadi," ucap Maria disebrang sana."Iya Ma ini lagi dijalan, Mama sudah dirumah?" Gina memastikan keduanya baik-baik saja."Iya kami sudah dirumah, tadi ada orang baik nawarin tumpangan naik mobil, jadi Mama gak perlu nunggu jemputan dari Paman Andi,"Deg...Pernyataan dari Maria membuat Gina semakin yakin bahwa Angel tidak berbohong atas ucapannya."Ya sudah Ma, aku mau lanjutin perjalanan nanti keburu hujan!""Iya hati-hati..." Sepanjang perjalanan lagi-lagi Gina merasa tidak tenang, sebab ada seseorang yang terus saja men
Malam itu terasa sunyi, meski di luar suara kendaraan pengangkut barang produksi masih hilir mudik melewati jalanan ibu didepan rumah sederhana, Satria duduk di dalam kamarnya, menatap layar ponselnya yang menyala. Nama Gina terpampang di sana, tetapi ia tak punya keberanian untuk mengetuk ikon “panggil”. Ada ribuan kata yang ingin ia ucapkan, tetapi semuanya terhenti di tenggorokan. Kepalanya bersandar di sandaran ranjang sementara pikirannya penuh dengan bayangan Gina.Satria menghela napas panjang. “ Aku nggak bisa terus kayak gini…” gumamnya, setengah berbisik. Ia tahu, perasaannya kepada Gina bukan sekadar rasa suka biasa. Ini cinta. Cinta yang tumbuh tanpa ia rencanakan, meski ia tahu Gina masih menyimpan banyak misteri dari masa lalunya. Setiap kali ia melihat wanita itu, ada dorongan kuat untuk mengungkap misteri tersebut. Namun, semuanya terasa rumit. Gina, dengan sikapnya yang dingin namun penuh keraguan, selalu menolak untuk memberikan kepastian. Satria tahu
Malam itu, Angel berdiri di balkon kamarnya, memandang gelapnya malam di sekitar hotel tempat ia menginap. Pikirannya berputar-putar, penuh dengan rasa cemburu dan amarah yang tak bisa ia kendalikan. Gina. Nama itu terus menghantui pikirannya. Angel tidak bisa menerima kenyataan bahwa Alex, suaminya, masih memendam perasaan untuk wanita itu, apalagi setelah insiden malam pesta kemarin. Angel menggenggam ponselnya erat-erat, jemarinya gemetar. Tekadnya sudah bulat, Gina harus disingkirkan.Angel menekan nomor seseorang yang sudah ada di daftar kontaknya. Suaranya dingin ketika dia berbicara.“Aku butuh kamu lakukan sesuatu,” ucap Angel, nada suaranya rendah namun tegas.“Siapa targetnya?” balas suara pria dari seberang telepon.“Seorang wanita. Namanya Gina. Aku nggak peduli caranya gimana, tapi aku nggak mau dia lagi ada di sekitar suami aku. Buat dia kapok, atau lebih baik lagi... lenyapkan dia. Selamanya.”Hening sejenak di telepon, hanya terdengar suara nafas
Malam itu, hujan turun deras, menghantam genteng rumah seperti ketukan berirama yang memecah keheningan. Gina duduk di ruang tamu dengan segelas teh yang sudah dingin di meja kecil di depannya. Matanya menatap kosong ke arah jendela, melihat bayangan dirinya yang terpantul samar di kaca. Di sudut ruangan, Maria duduk tak jauh darinya."Gin, beberapa hari ini kok Mama merasa ada sesuatu yang aneh ya," ucap Maria "Sesuatu yang aneh bagaimana Ma?" tanya Gina penasaran."Seperti ada seseorang yang memperhatikan kegiatan Mama dan Tama,"Gina diam sesaat, ia berpikir apa sebaiknya mereka pindah saja, sementara itu Maria masih memperhatikan putrinya dengan cemas. Tama sudah tertidur di kamar dengan selimut hangat yang membungkus tubuh kecilnya."Ma, apa sebaiknya kita pindah saja?" akhirnya sebuah kalimat keluar dari bibir Gina"Gin," suara Maria terdengar pelan, memecah keheningan. "Apa kamu yakin dengan keputusan ini?"Gina menghela napas panjang, mencob
"Kamu masih tidak bisa mengambil keputusan atas hubungan kamu dengan Mbak Gina kan!" Laura beranjak bangkit sembari tersenyum smirk kemudian berjalan meninggalkan Satria yang masih terpaku duduk ditempatnya. Tak ada niat dalam hatinya untuk mengejar Laura karena memang gadis itu sudah masuk kedalam mobil yang ada didepan tempat tersebut.Masuk kedalam mobil dalam perasaan yang kecewa, Laura kembali dihadapkan dengan telepon dari Angel."Ra, kamu tau keberadaan suamiku?" tanya Angel posesif."Dia tadi pergi sama Pak Ganjar, ada urusan!" jawab Laura seadanya."Hah... gak mungkin! kamu jangan bohong. Aku baru saja ketemu sama Pak Ganjar dia baru saja pulang ke kantor," mendengar pernyataan Angel, Laura terdiam."Ra, Lauraaaaa!" teriak Angel disebrang sana."Ehh...""Kamu kok malah diam aja sih?" protes Angel."Aku lagi mikir dia dimana, sekarang aku lagi dijalan nanti ku telpon lagi!" Laura mematikan sambungan telepon tersebut secara sepihak.Ia berp
"Pak Alex, kebetulan sekali!" ucap Satria ketika melihat kehadiran Alex. Satria mendekat dan melangkah menghampiri Alex, ia keluar dari ruangan itu karena ia sadar, tidak baik jika banyak orang dalam ruang perawatan pasien."Bagaimana Pak Alex bisa sampai sini?" tanya Satria ketika sudah berada diluar, ia yakin sekali bahwa Alex pasti juga baru mengetahui tentang kecelakaan yang menimpa Tama."Saya yang membawa Tama kerumah sakit ini!" jawab Alex datar. Satria terdiam, sekali lagi ia merasa hidupnya tak berguna karena selalu orang lain yang berada disisi Gina ketika gadis tersebut berada dititik kesulitan, kemana dirinya?"Ayo balik, kita ada rapat satu jam lagi!" ucap Alex dengan penuh penekanan, ia seolah tahu akan niat lelaki dihadapannya ini."Hah...?" belum selesai dengan satu keterkejutan, Satria yang berencana ingin libur dan menemani Gina hari ini terpaksa harus kembali kekantor."Sebenarnya saya, ingin ijin hari ini Pak!" ucap Satria menolak ajakan Alex.