Gina menghela nafas lega tatkala mendengar ucapan Ganjar yang akan menambah karyawan di dapur seorang lagi, tadinya ia sempat deg-deg an karena dipanggil ke kantor.
Keluar dari kantor tersebut, ia yang berjalan sendirian berpapasan dengan Satria dan juga Alex yang berjalan beriringan. Satria tersenyum kepada Gina yang mengangguk ketika keduanya melintasi dirinya, sementara Alex hanya melirik sesaat. Jika Alex tidak mengenalinya lagi, lalu bagaimana dengan pernyataan Anti yang mengatakan bahwa Alex masih menanyakan dimana keberadaannya.Waktu terus saja bergulir, tak terasa jam di dinding menunjukkan jam 4 sore. Bahkan alarm pertanda waktu pulang pun berbunyi, sebenarnya pekerjaan Gina dan teman-temannya hanya untuk menyediakan makan siang, namun karena banyak yang dikerjakan sementara mereka hanya bertiga hal tersebut tentulah menyita banyak waktu.Sepeda motor yang dinaiki oleh Gina melaju santai di jalan aspal yang di kedua sisinya terhampar luasnya kebun teh yang"Mas mau kemana?" tanya Laura curiga akan gerak-gerik Alex yang bergegas mandi dan pergi."Jalan-jalan sebentar," jawabnya berlalu. Segera Laura pergi mengejar kakaknya tersebut, bahkan ia berlari mendahuluinya, menutup pintu dan mencabut kunci yang terpasang di lubang kunci tersebut."Aku tahu niat kamu Mas!, apa kamu tidak pernah memikirkan perasaan Angel sehingga kamu masih saja mengejar Mbak Gina?" tanya Laura menatap nyalang kepada Alex."Aku hanya ingin memastikan anak itu adalah anakku atau bukan!" sanggah Alex."Kalau benar anak itu anak Mas, Mas mau apa?" tanya Laura menatap lekat wajah Alex."Setidaknya aku harus bertanggung jawab atas anak itu!" "Aku akan membantumu mengambil sample rambut anak itu,""Apa maksudmu?" Alex menatap Laura heran."Kita harus melakukan tes DNA, agar tahu siapa ayah biologis anak itu!" ucap Laura lagi, meski ia tak menampik bahwa tampilan anak tersebut memang sangat mirip dengan Alex di waktu kecil, namun ia tida
Keesokan harinya Gina ijin untuk tidak masuk bekerja, Ia dianjurkan oleh Mak Iya untuk istirahat dulu di rumah. Untungnya ada karyawan baru yang masuk pada hari itu. Jadi dirinya tidak perlu memikirkan kedua temannya yang pasti akan kerepotan mengolah makanan untuk karyawan perusahaan tersebut.Ketukan terdengar di pintu kamarnya, kepala Maria melengok ke dalam."Ada yang nganter motor kamu," ucapnya.Gina keluar, menemui orang bengkel tersebut."Berapa Mas?" tanyanya sembari membuka dompet."Sudah dibayar sama Pak Satria Mbak!" jawab orang itu."Ooh, ya sudah makasih ya Mas!" "Iya Mbak sama-sama!" jawab orang itu kemudian berlalu."Mama, temani main yuk!" Tama berjalan sembari membawa bola di tangannya."Tama main sendiri ya, Mama liatin disini! Mama kan gak bisa lari, kaki Mama masih sakit!" ucap Gina."Ya udah deh, tapi Mama liatin ya..." pinta Tama yang di jawab Gina dengan anggukan.Tama bermain sendirian menendang bola kesana dan ke
Sore itu pintu rumah kembali diketuk, Gina keluar untuk membuka pintu rumah tersebut. Sebuah senyuman mengembang dari sudut bibir seorang wanita cantik yang berdiri disamping Satria yang menemaninya."Laura, Pak Satria, silahkan masuk!" ucap Gina kepada mereka berdua."Gimana keadaan kakinya Mbak?" tanya Laura basa-basi, mengikuti Gina yang berjalan masuk ke dalam dan duduk di atas sofa. Ia juga mempersilahkan keduanya duduk."Udah mendingan kok Ra, mau minum apa? Dingin atau hangat?" tanya Gina kepada keduanya."Dingin,""Hangat," Laura dan Satria saling tatap, mereka.mempunyai perbedaan pendapat."Cuaca panas seperti ini kenapa minta minuman yang hangat?" tanyanya kepada Laura."Perutku tidak enak, setelah makan siang tadi!" "Ooh," Satria membeo sembari mengangguk-anggukkan kepalanya.Sementara itu Gina segera bergegas ke dapur untuk membuatkan minum."Om Satria... Tante Laura..." Tama datang bersama Neneknya dari luar."Hay Tam," Laura
"Oo... tidak, tidak apa-apa!" jawab Laura dan Satria hampir bersamaan keduanya pun juga masing-masing memisahkan diri dari satu sama lain."Laura, ayo kita berangkat. Saya sudah ditungguin di rumah!" ucapnya kepada Laura yang mengibaskan-ngibaskan pakaiannya dari debu yang menempel.Laura mengangguk kepada Gina dan kembali mengikuti langkah Satria yang masuk ke dalam mobil."Astaga Mas Aji, punggungmu berdarah!" ucap Laura ketika melihat bercak merah mengalir di punggung lelaki yang sedang menyetir tersebut."Kamu sedang berbicara dengan saya?" tanya Satria menoleh,"Iya, siapa lagi?" Laura bertanya balik."Tapi kenapa kamu manggil saya Mas Aji?""Kayanya keren aja manggil kamu Mas Aji, Mas Aji mumpung!" Laura terkekeh.Satria tersenyum, ia tidak bisa melarang Laura untuk berpendapat tentang dirinya. Ia pun mengakui ketika Laura mengajaknya mengunjungi Gina, tanpa memikirkan apapun ia langsung mengiyakan.Laura nampak membuka tasnya, mencari sesua
Satria menatap langit-langit kamarnya, bayangan wajah cantik Laura sedari tadi menari-nari dalam benaknya."Oh My God!" ia mengacak kepalanya frustasi. Bingung dengan isi pikirannya tersebut. Segera ia bangkit untuk mencari angin keluar rumah, ketika ia membuka pintu sosok wanita yang sedari tadi mengganggunya malah muncul di hadapannya dengan senyum yang merekah."Hay Mas Aji," tangan Laura melambai berjalan ke arahnya."Punggungmu berdarah karena menyelamatkanku, kebetulan tadi aku mampir di sebuah tempat makan, jadi sekalian aku belikan buat kamu," terangnya."Oh iya, apa tamumu sudah pulang?" tanya Laura celingak celinguk memanjangkan lehernya."Iya mereka sudah pulang!" mendengar jawaban dari Satria, Laura langsung masuk ke dalam rumah."Tidak ada orang di dalam kan?" ia meletakkan makanan yang ia bawa di atas meja dan berjalan cepat ke arah kamar mandi. Satria hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah laku gadis blasteran yang sepertinya tidak takut de
Angel menangis menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Bahkan lingerie merah menyala yang ia kenakan juga ikut basah karena air mata.Sebenarnya Laura tidak ingin ikut campur dengan urusan rumah tangga saudaranya tersebut. Yang bisa ia lakukan saat ini hanya mengelus punggung Angel yang sesegukkan. Sementara itu Alex keluar dari kamar juga dalam keadaan diam. Entah pertengkaran seperti apa yang telah terjadi diantara keduanya, namun sepertinya tidak etis untuk mempertanyakan masalah privasi apa lagi yang berhubungan masalah ranjang."Aku tidur di kamar kamu saja, malas tidur sama orang tidak normal!" Angel melirik tajam ke arah Alex kemudian melangkah sembari menghentakkan kaki berjalan ke dalam kamar Laura.Huuuhhff... Laura menghela nafas berat, malam ini mungkin dia tidak akan bisa tidur untuk mendengarkan cerita sahabat yang sekaligus menjadi kakak iparnya tersebut.Ia beranjak, mengikuti langkah Angel yang masuk ke dalam kamar."Katakan padanya aku
Keesokan harinya... Gina kembali masuk bekerja, semua berjalan seperti biasa, penambahan satu orang yang baru masuk bekerja sangat membantu keadaan mereka saat ini. Ada yang berbeda hari ini, sedari pagi Gina tak menemukan keberadaan Satria yang biasanya selalu ada untuk menemuinya. Entah kemana keberadaan lelaki tersebut, namun sejak kemaren sore selepas pulang dari rumahnya, Satria tidak ada kabar.Jatah makan siang sudah dibagikan, kini ke empat orang yang berada di dapur tersebut bisa beristirahat sejenak sebelum mempersiapkan bahan makanan untuk esok bekerja lagi."Pengumuman! hari ini semua karyawan di perusahaan ini, diundang untuk datang ke villa cempaka untuk menghadiri pesta yang diadakan oleh anak pemilik saham, sebagai wujud tanda syukur karena perusahaan mendapati keuntungan satu milyar dalam minggu ini!" Sebuah pengumuman terdengar dari pengeras suara yang terletak dikantor."Wah ada pesta!" Ihsan dan Ina bersorak ranai, Lisa hanya melongo mendengar pengumuman tersebut
Gina beringsut mundur selangkah, ketika melihat sosok tersebut."Mas Alex!" ucapnya lirih dengan bibir yang bergetar."Sepertinya kau terus menghindariku, apa alasannya?" tanya Alex dingin sembari menatap lurus ke arah wanita bergaun maroon di depannya tersebut."Ti... tidak apa-apa," jawab Gina terbata."Lalu..." Alex kembali melangkah mendekat, bersamaan langkah Gina yang bergerak mundur, menghindarinya."Emmm..." tak dapat mencari alasan langkahnya mentok di dinding, bangunan tersebut."Kau tidak akan bisa lari dariku Gina, takdir akan selalu mempertemukan kita!" Alex meletakkan tangannya bersandar di dinding tersebut mengunci tubuh Gina agar tidak bisa menghindar lagi dari dirinya. Ditatapnya lekat wajah yang bertahun ia rindukan tersebut, tanpa bisa ia tahan tangannya meraih dan langsung mengecup bibir Gina, Gina berontak berusaha mendorong tubuh Alex yang semakin menghimpit dirinya.Degub jantung berdetak semakin cepat, darah yang mengalir semakin deras disertai dengan nafas yan
Laura duduk termenung di ruang kecil kamarnya. Jendela kaca di samping meja riasnya memantulkan bayangan dirinya yang tampak lelah. Rambutnya yang biasanya tertata rapi kini tampak sedikit berantakan. Sejak kejadian malam itu, semuanya terasa berubah. Ia telah melewati batas, dan entah kenapa, perasaan bersalah itu terus menghantuinya.Hubungannya dengan Satria telah menjadi sebuah kesalahan besar. Malam itu, di pesta perusahaan, ia tak pernah menyangka akan terjebak dalam situasi yang begitu kacau. Entah apa yang diminum Satria pada malam itu nyatanya membawa mereka ke dalam kekeliruan yang tak termaafkan. Ia menghela napas panjang, mencoba mengusir bayang-bayang gelap itu dari pikirannya. Namun, semakin ia mencoba melupakan, semakin kuat rasa hampa di dadanya.—Laura memutuskan untuk melakukan sesuatu yang berbeda. Ia ingin keluar dari zona nyaman, dari lingkungan yang penuh dengan intrik dan konflik. Ketika salah satu divisi perusahaan mengadakan
Setelah perdebatannya dengan Angel Alex memilih keluar dan pergi ke kamarnya yang berada tepat disamping kamar Angel, meski menginap dihotel yang sama, namun ia memesan kamar kamar lain untuk dirinya sendiri karena memang Alex menyukai ketenangan. Alex berdiri di depan jendela besar di kamar tersebut. Sinar matahari sore memantulkan bayangan tubuhnya yang kokoh ke lantai kayu. Tatapannya kosong menembus kaca, tetapi pikirannya penuh dengan berbagai rencana. Ia sudah terlalu muak dengan permainan Angel. Istrinya itu sudah melampaui batas, dan kali ini, Alex tidak akan tinggal diam.Pintu kamar terbuka perlahan. Entah dari mana Angel mendapatkan kunci kamar tersebut, ia melangkah masuk dengan anggun, mengenakan gaun merah yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Wajahnya penuh percaya diri, seperti biasa, tetapi sorot matanya menyimpan sesuatu—ketakutan yang ia coba tutupi.“Maafkan aku," Angel bersuaranya terdengar menyesal, juga ada nada gugup yang terselip di sana.Alex
Langit sore itu terlihat mendung, menambah suasana muram di sekitar tempat Gina berpijak saat ini. Udara terasa lembap, dan aroma tanah basah mulai tercium, tanda-tanda hujan akan segera turun. Gina menatap cakrawala dimana cahaya jingga serta awan hitam menutupi langit bagian barat wilayah tersebut. Handphone dalam tas selempangnya bergetar."Iya, Ma," ucapnya sedikit cemas."Kamu kok belum pulang? ini Tama nanyain dari tadi," ucap Maria disebrang sana."Iya Ma ini lagi dijalan, Mama sudah dirumah?" Gina memastikan keduanya baik-baik saja."Iya kami sudah dirumah, tadi ada orang baik nawarin tumpangan naik mobil, jadi Mama gak perlu nunggu jemputan dari Paman Andi,"Deg...Pernyataan dari Maria membuat Gina semakin yakin bahwa Angel tidak berbohong atas ucapannya."Ya sudah Ma, aku mau lanjutin perjalanan nanti keburu hujan!""Iya hati-hati..." Sepanjang perjalanan lagi-lagi Gina merasa tidak tenang, sebab ada seseorang yang terus saja men
Malam itu terasa sunyi, meski di luar suara kendaraan pengangkut barang produksi masih hilir mudik melewati jalanan ibu didepan rumah sederhana, Satria duduk di dalam kamarnya, menatap layar ponselnya yang menyala. Nama Gina terpampang di sana, tetapi ia tak punya keberanian untuk mengetuk ikon “panggil”. Ada ribuan kata yang ingin ia ucapkan, tetapi semuanya terhenti di tenggorokan. Kepalanya bersandar di sandaran ranjang sementara pikirannya penuh dengan bayangan Gina.Satria menghela napas panjang. “ Aku nggak bisa terus kayak gini…” gumamnya, setengah berbisik. Ia tahu, perasaannya kepada Gina bukan sekadar rasa suka biasa. Ini cinta. Cinta yang tumbuh tanpa ia rencanakan, meski ia tahu Gina masih menyimpan banyak misteri dari masa lalunya. Setiap kali ia melihat wanita itu, ada dorongan kuat untuk mengungkap misteri tersebut. Namun, semuanya terasa rumit. Gina, dengan sikapnya yang dingin namun penuh keraguan, selalu menolak untuk memberikan kepastian. Satria tahu
Malam itu, Angel berdiri di balkon kamarnya, memandang gelapnya malam di sekitar hotel tempat ia menginap. Pikirannya berputar-putar, penuh dengan rasa cemburu dan amarah yang tak bisa ia kendalikan. Gina. Nama itu terus menghantui pikirannya. Angel tidak bisa menerima kenyataan bahwa Alex, suaminya, masih memendam perasaan untuk wanita itu, apalagi setelah insiden malam pesta kemarin. Angel menggenggam ponselnya erat-erat, jemarinya gemetar. Tekadnya sudah bulat, Gina harus disingkirkan.Angel menekan nomor seseorang yang sudah ada di daftar kontaknya. Suaranya dingin ketika dia berbicara.“Aku butuh kamu lakukan sesuatu,” ucap Angel, nada suaranya rendah namun tegas.“Siapa targetnya?” balas suara pria dari seberang telepon.“Seorang wanita. Namanya Gina. Aku nggak peduli caranya gimana, tapi aku nggak mau dia lagi ada di sekitar suami aku. Buat dia kapok, atau lebih baik lagi... lenyapkan dia. Selamanya.”Hening sejenak di telepon, hanya terdengar suara nafas
Malam itu, hujan turun deras, menghantam genteng rumah seperti ketukan berirama yang memecah keheningan. Gina duduk di ruang tamu dengan segelas teh yang sudah dingin di meja kecil di depannya. Matanya menatap kosong ke arah jendela, melihat bayangan dirinya yang terpantul samar di kaca. Di sudut ruangan, Maria duduk tak jauh darinya."Gin, beberapa hari ini kok Mama merasa ada sesuatu yang aneh ya," ucap Maria "Sesuatu yang aneh bagaimana Ma?" tanya Gina penasaran."Seperti ada seseorang yang memperhatikan kegiatan Mama dan Tama,"Gina diam sesaat, ia berpikir apa sebaiknya mereka pindah saja, sementara itu Maria masih memperhatikan putrinya dengan cemas. Tama sudah tertidur di kamar dengan selimut hangat yang membungkus tubuh kecilnya."Ma, apa sebaiknya kita pindah saja?" akhirnya sebuah kalimat keluar dari bibir Gina"Gin," suara Maria terdengar pelan, memecah keheningan. "Apa kamu yakin dengan keputusan ini?"Gina menghela napas panjang, mencob
"Kamu masih tidak bisa mengambil keputusan atas hubungan kamu dengan Mbak Gina kan!" Laura beranjak bangkit sembari tersenyum smirk kemudian berjalan meninggalkan Satria yang masih terpaku duduk ditempatnya. Tak ada niat dalam hatinya untuk mengejar Laura karena memang gadis itu sudah masuk kedalam mobil yang ada didepan tempat tersebut.Masuk kedalam mobil dalam perasaan yang kecewa, Laura kembali dihadapkan dengan telepon dari Angel."Ra, kamu tau keberadaan suamiku?" tanya Angel posesif."Dia tadi pergi sama Pak Ganjar, ada urusan!" jawab Laura seadanya."Hah... gak mungkin! kamu jangan bohong. Aku baru saja ketemu sama Pak Ganjar dia baru saja pulang ke kantor," mendengar pernyataan Angel, Laura terdiam."Ra, Lauraaaaa!" teriak Angel disebrang sana."Ehh...""Kamu kok malah diam aja sih?" protes Angel."Aku lagi mikir dia dimana, sekarang aku lagi dijalan nanti ku telpon lagi!" Laura mematikan sambungan telepon tersebut secara sepihak.Ia berp
"Pak Alex, kebetulan sekali!" ucap Satria ketika melihat kehadiran Alex. Satria mendekat dan melangkah menghampiri Alex, ia keluar dari ruangan itu karena ia sadar, tidak baik jika banyak orang dalam ruang perawatan pasien."Bagaimana Pak Alex bisa sampai sini?" tanya Satria ketika sudah berada diluar, ia yakin sekali bahwa Alex pasti juga baru mengetahui tentang kecelakaan yang menimpa Tama."Saya yang membawa Tama kerumah sakit ini!" jawab Alex datar. Satria terdiam, sekali lagi ia merasa hidupnya tak berguna karena selalu orang lain yang berada disisi Gina ketika gadis tersebut berada dititik kesulitan, kemana dirinya?"Ayo balik, kita ada rapat satu jam lagi!" ucap Alex dengan penuh penekanan, ia seolah tahu akan niat lelaki dihadapannya ini."Hah...?" belum selesai dengan satu keterkejutan, Satria yang berencana ingin libur dan menemani Gina hari ini terpaksa harus kembali kekantor."Sebenarnya saya, ingin ijin hari ini Pak!" ucap Satria menolak ajakan Alex.
"Golongan darah saya sama seperti anak itu Dok!" ucap Alex serius."Sus," dokter tersebut memanggil suster yang berjalan tak jauh dari mereka."Tolong antarkan Mas ini, dia mau donor darah!" ucap dokter tersebut."Mari Pak!" suster tersebut membawa Alex kesebuah ruangan yang dimaksud, sementara itu Gina hanya bisa menatap punggung Alex yang semakin menjauh. Jantungnya berdegub kencang, jika golongan darah Tama dan Alex sama, akankah Alex menyadari bahwa Tama adalah darah dagingnya.Ina dan Maria datang dengan tergesa,"Bagaimana keadaan Tama Gin?" tanya mereka hampir bersamaan, Gina menggeleng tanda bahwa iapun tidak mengetahui bagaimana keadaan Tama saat ini.Maria berdiri dengan bersandar didinding, matanya terpejam, berharap cucu semata wayangnya tersebut tidak kenapa-napa.Tak lama berselang, Alex kembali dengan seorang suster yang membawa satu kantong darah dan masuk kedalam ruangan dimana Tama berada, transfusi dilakukan. Suster itu masuk kedal