Home / Romansa / Dipuja Dua Penguasa / Part 6 | Wanita Gila

Share

Part 6 | Wanita Gila

Author: Mocha Latte
last update Last Updated: 2024-11-21 14:27:11

Emily berdiri dengan senyum licik tersungging di bibir.

Merasa menang bisa memperdaya aktris populer dengan aktingnya.

Dia lantas menyerahkan batu yang telah digunakan untuk melukai Olivia kepada Fred.

“Setelah urusanku di sini selesai, hapus semua bukti dan jangan tinggalkan jejak. Kalau perlu, hubungi Carlos dan Peter,” titah Emily, datar.

Fred meneguk ludah.

Rasa takut cepat sekali menyebar ke sekujur badannya setelah mendengar nama Carlos dan Peter disebut. Dia amat mengenali kedua orang itu.

Mereka adalah adik kakak berotak kejam persis psikopat. Berbicara dengan mereka tidak bisa memakai hati melainkan uang dan emas.

Sudah berulang kali Nyonya Serena melarang Emily dari terus berurusan dengan Carlos dan Peter namun wanita itu enggan menuruti nasihat malah terus menulikan telinga.

“Ternyata dia baik juga mau membantuku tapi sayang, dia terlalu lugu. Apa dia pikir, dia akan terlepas dari menerima kutukan setelah berani menginjak kaki di vila kesayangan ibuku?”

Wanita bermata galak itu menendang ujung betis Olivia, ingin melampiaskan rasa gusar yang terpendam.

“Dasar wanita bodoh,” umpatnya, geram.

“Nona, apa yang ingin anda lakukan pada Nona Olivia?” Nada suara Fred terdengar cemas.

Sejujurnya dia merasa resah bercampur takut setelah melihat Emily tega menghabisi abang kandungnya sendiri demi memuaskan monster pembunuh yang bersemayam di dalam jiwa.

Emily langsung memutar tubuhnya dan bertembung mata dengan sang pengawal.

“Kenapa? Apa kamu peduli padanya? Atau… Mungkinkah… Kamu sebenarnya takut dan khawatir kalau suatu saat aku akan menusukmu dari belakang?” Usai melemparkan pertanyaan yang tak putus-putus, satu seringai jahat mengambang di bibirnya.

“Saya… tidak…” Bicara Fred tergagap-gagap ketika coba menjawab pertanyaan Emily.

Saking gugupnya, dia bahkan bisa merasakan jantungnya berdenyut kencang.

“Tenang Fred, aku tidak akan membunuh orang yang telah setia menjagaku selama 7 tahun,” potong Emily, tak sabar.

Fred coba menenangkan hati yang diselimuti kegugupan dan ketakutan dengan menarik napas dalam-dalam lalu melepaskan karbon dioksida perlahan-lahan.

“Saya tahu dan yakin anda tidak akan mengabaikan para pekerja yang telah melayani keluarga Grant. Namun, saya khawatir keluarga Grant akan ditimpa musibah jika anda menyakiti Nona Olivia."

"Seperti yang anda tahu, dia adalah putri tunggal keluarga Hudson dan juga cucu kesayangan Nyonya Besar Sullivan. Mengusik dua buah keluarga konglomerat terpandang bisa menjadi bumerang buat keturunan Grant,” jelas Fred, berhati-hati menyusun perkataan.

Sayangnya, semua itu terdengar aneh sekaligus bodoh di telinga Emily yang terasuki amarah dan dendam.

“Pengecut,” cemooh Emily seraya mencebik.

Fred dengan cepat menundukkan muka, tidak punya nyali untuk terus menerima tatapan tajam penuh penghinaan dari bola mata sang majikan.

Dia berpendapat lebih baik mengaku kalah demi menjaga nyawa daripada menang dalam adu mulut tetapi kepalanya dipenggal.

“Mulai detik ini, aku tak ingin mendengar ocehanmu tentang Hudson dan Sullivan. Jika mereka mau melawan Grant, silahkan. Lagian, perseteruan antara tiga keluarga sudah berlangsung selama 30 tahun. Mungkin sudah tiba saatnya Grant menghancurkan Hudson dan Sullivan sekaligus,” ujar Emily, sangat percaya diri.

“Tuan Besar Grant pasti tidak …”

Dengusan kasar Emily memutuskan kalimat Fred.

“Orang tua itu tidak akan tahu tentang rencanaku melainkan kamu yang memberitahunya,” tukas Emily, dingin.

“Sudah, tutup mulutmu dan bawa cucu kesayangan Nyonya Besar Sullivan ini ke dalam. Lekas! Sebelum dia mati di sini gara-gara kehilangan banyak darah.”

Mau tak mau dan suka tak suka, Fred harus mematuhi perintah Emily. Dia mengangkat tubuh Olivia dan membopongnya masuk ke dalam vila.

***

Emily tersenyum jahat saat melihat Olivia terikat di kursi.

“Malang sekali nasibmu tapi kau harus mati di tanganku. Di sini. Di vila ini, tubuhmu akan membusuk dan terkubur bersama abangku, Darren,” bisik Emily sambil jemarinya bermain dengan rambut panjang Olivia.

Melihat Fred menghampirinya dengan membawa satu baskom berisi air, sekonyong-konyong dia tertawa.

‘Permainan seru akan dimulai, Olive.’

“Lempar airnya, Fred!” titahnya, bengis.

Uhuk!

Uhuk!

Uhuk!

Olivia terbatuk-batuk sebaik saja tersadar dari pingsan setelah Fred mencurahkan air dari baskom ke wajahnya atas instruksi Emily.

Fred mengerutkan alis tatkala melihat air yang bercampur darah jatuh menitik dari kepala Olivia sebelum mencium lantai.

‘Kepalanya masih berdarah.’ Netra Fred memancarkan cahaya iba.

Malangnya, dia tak mampu berbuat apa-apa untuk membantu wanita itu.

“Kau boleh pergi, Fred.”

“Baik, nona. Saya akan menunggu di luar.” Fred berujar pelan sebelum meninggalkan kamar tersebut.

“Hai, Via. Maaf karena mengganggu tidurmu,” sinis Emily sambil melambaikan tangan, sengaja memancing amarah Olivia.

“Via? Memanggilku dengan nama Via bukanlah kebiasaanmu, Emily. Kau lebih suka memanggilku Olive,” sahut Olivia, mengoreksi dengan tenang.

Dia tahu betul sikap Emily yang suka melakukan provokasi untuk memicu pertengkaran.

“Ohh. Maafkan aku, Olive.” Emily membalas cepat sembari mengedipkan matanya berkali-kali.

“Buka talinya.” Mata Olivia bersinar garang. Dia sudah muak dengan kelakuan genit Emily.

Wajah putri dari keluarga Grant itu langsung menggelap. “Aku tidak sudi mendengarkan cakap enggang.”

Olivia tertawa getir.

“Itu bukanlah permintaan atau bujukan tetapi PERINTAH,” tegas Olivia, menunjukkan wajah dingin.

Emily mendekatkan kepalanya di telinga sang aktris.

“Mungkin kau tidak sadar, Olive. Posisimu sekarang adalah di bawah tapak kakiku. Jadi, kau tidak berhak memohon apalagi memberi perintah padaku.”

Olivia berdecih.

“Aku? Di bawah kakimu? Bullshit. Dasar wanita gila!”

Kalimat ‘wanita gila’ berhasil meluluhlantakkan ketenangan Emily.

Terhina.

Itulah yang dia rasakan.

“Auhhh!”

Olivia berteriak saat Emily merenggut kasar rambut panjangnya. Semakin banyak tentara darah merah yang keluar dari luka di kepalanya.

“Apa katamu? Aku wanita gila?” beo Emily seakan-akan menantang Olivia mengulangi perkataannya.

Sambil menahan rasa sakit, Olivia bersuara mengejek, “Apa kau lupa? Kau adalah mantan pasien rumah sakit jiwa. Dan kau jadi gila gara-gara dirundung perempuan miskin bernama Hilda.”

PLAK!

Lima jari Emily mendarat di pipi kiri Olivia, berhasil memecahkan kulit bibir sang aktris.

“Jangan sebut namanya!” Emily memekik, berang. Suaranya bergema hingga ke luar kamar.

“Nona!”

Pintu kamar terbuka luas. Fred berdiri di sana dengan wajah bimbang.

Namun, Emily tak memberikan respons. Pandangan matanya masih melekat pada wajah Olivia.

'Selagi kau tidak melepaskanku, aku akan membuatmu semakin gila, Emily!' Bukannya merasa takut, Olivia semakin ganas mengusik trauma masa lalu Emily.

“Dulu, aku sempat merasa aneh. Bagaimana bisa seorang putri dari keluarga konglomerat dirundung teman sekelasnya yang hanya gadis miskin dan tak punya kuasa apa pun? Akhirnya aku mengerti sesuatu."

"Hilda berhasil merundungmu setelah dia tahu ayahmu membawa pulang seorang wanita jalang ke mansion keluarga Grant. Dan wanita jalang itu adalah ibunya.” Senyum menghina merekah di bibir Olivia usai menghabiskan bicara.

Berbeda dengan Fred, pria itu tampak kaget melihat keberanian Olivia melawan Emily.

‘Luar biasa. Memang benar kata orang, wanita dari keluarga kaya dan terpandang itu tidak punya rasa takut akan apa pun. Bahkan mereka memegang kartu as yang dapat memojokkan lawan pada waktu yang tepat.’

“Bagaimana…”

Pupil Emily bergetar ketakutan.

Selama ini, tidak ada walau satu orang pun yang tahu alasan sebenar Hilda merundungnya kecuali dokter yang merawatnya di RSJ.

Mereka hanya menganggap Hilda membencinya karena iri hati dengan kekayaan keluarga Grant.

Related chapters

  • Dipuja Dua Penguasa   Part 7 | Melarikan Diri

    “Bagaimana aku tahu? Ayolah, gunakan otakmu. Ingat masa lalumu baik-baik,” desis Olivia, sinis. Senang sekali rasanya bisa mengusik jiwa Emily. Sekejap mata, Olivia mengerang kesakitan ketika Emily mendadak mencengkeram lehernya. Terasa nyata betapa tajamnya kuku wanita berotak rusak ini di kulit mulusnya. “Kau ingin mempermainkan aku, Olive? Asal kau tahu, wanita gila sepertiku tak mengenal arti sabar. Katakan sejujurnya atau kau mati di sini!” Netra Emily berubah tajam dan dia semakin mengetatkan cengkaman di leher Olivia. ‘Sial! Wanita gila ini benar-benar ingin membunuhku.’ Dengan tangan dan kaki terikat, Olivia tak bisa mempertahankan diri. Urat lehernya menegang. Mukanya memerah kala berusaha menarik napas. Namun semuanya terasa sukar. Tak lama, dadanya seperti terbakar gara-gara kekurangan oksigen. Bibirnya perlahan bertukar warna kebiru-biruan. “Kau cantik sekali. Andai saja kau bisa melihat wajahmu yang sedang sekarat, Olive.” Emily memuji dengan nada sarkastis.

  • Dipuja Dua Penguasa   Part 8 | Kecelakaan

    ‘Jadi Adam masih tidak tahu kalau Nona Hudson itu adalah Olivia Hudson, aktris populer di kota ini,’ batin Hilda menimpali. “Bercanda tidak ada dalam kamus hidupku. Satu hal yang harus kamu tahu, aku sama sekali tidak peduli padanya,” tekan Adam, terdengar sangat meyakinkan. Namun, Hilda masih belum puas. “Kalau tidak peduli, mengapa kamu repot-repot mau menyelamatkannya?” Nada suara Hilda dipenuhi rasa cemburu. Adam baru saja ingin membalas pertanyaan istrinya ketika bunyi klakson truk bergema. Tak lama kemudian, satu cahaya yang sangat terang muncul tepat di depan limosin mereka. *** Keringat merenik-renik di dahi Olivia meskipun dia sudah menurunkan semua jendela mobil. Entah mengapa angin malam yang seharusnya menyamankan tubuh berubah menjadi pawana yang membakar tiap inci kulitnya. Bunyi klakson bertalu-talu dari mobil Emily yang masih mengekor rapat di belakang mobilnya semakin mendera jiwa Olivia. “Ternyata wanita sinting ini masih belum menyerah selagi tidak berhasil

  • Dipuja Dua Penguasa   Part 9 | Menuntaskan Dendam

    “Pergi! Jangan mendekat!” bentak Hilda. Riak gelisah tampak nyata di mukanya. Telapak tangan mulai berkeringat seiring dengan perubahan warna muka yang memucat.Emily cuma mengorak senyum bengis. Semakin dilarang, semakin tinggi keinginannya untuk menuntaskan dendam. Lagian sudah bertahun-tahun dia memendam rasa amarah terhadap perempuan miskin berhati iblis ini. Dulu sempat dia membenci Tuhan karena membiarkan dirinya dirundung Hilda namun hari ini, dia ingin menarik kembali perasaan itu.“Aku bilang pergi!” teriak Hilda lantang seraya melepaskan stileto lalu melempar sepatu hak tinggi itu kepada Emily. Malangnya, Emily sempat menghindar lalu dengan santai mengambil stileto berwarna merah tersebut.“Wah, ini stileto dari merek eksklusif. Hanya ada tiga di negara ini. Kalau tak salah, harganya 300 ribu dollar,” ujarnya, ringan. “Bagai… bagaimana kamu tahu?” Hilda bertanya, takut-takut berani.Ujung sudut bibir Emily terangkat. Merasa lucu dengan pertanyaan Hilda yang menurutnya sanga

  • Dipuja Dua Penguasa   Part 10 | Hampir Mati

    Adam Knight terus berlari tanpa menoleh ke belakang meskipun telinganya bisa mendengar suara Hilda yang melarangnya pergi.‘Maafkan aku, Hilda. Aku terpaksa meninggalkanmu demi menyelamatkan Nona Hudson. Aku tidak peduli jika Papa ingin menyerahkan seluruh hartanya kepada anak haram itu tetapi aku tidak rela melihat Mama terluka. Jika sampai terjadi sesuatu yang buruk pada wanita itu, Mama akan dipukul sehingga mati.’ Sebaik saja tiba di tepi tebing, Adam terpaku ketika melihat mobil mewah Nona Hudson dalam posisi terbalik di dalam jurang. Tangannya segera merogoh saku jas, mencari ponsel untuk menelepon pengawal pribadinya, Robert.“Sial! Ponselku ketinggalan di mobil bahkan ponsel cadangan juga ada di tangan Emily.” Pria itu mendesah sebal.Dia dalam dilema sekarang. Jika turun ke jurang sendirian, itu namanya sengaja mencari mati. Namun, kalau dia terus berdiam di sini tanpa berbuat apa-apa, nyawa Nona Hudson bisa terancam.Adam mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ada rasa hampa

  • Dipuja Dua Penguasa   Part 11 | Pertengkaran

    Lucas mengerling ke arah jam yang berdiri teguh di atas nakas. “Sudah jam 2 pagi tapi aku masih tak bisa memejamkan mata.”Irisnya merenung plafon dengan tatapan kosong. Hati langsung merusuh saat si otak memainkan ingatan yang terjadi sewaktu pertemuannya dengan Olivia. Wajah marah bercampur kecewa sang mantan terbayang dalam pandangannya.“Maafkan aku, Via. Tapi aku tidak boleh menikahimu. Hatiku tidak bisa memilih kamu karena…,” Tak ingin menyudahi kalimat, Lucas lantas meraup mukanya.Andai saja dia mempunyai kekuatan untuk jujur pada Olivia tentang hal yang sesungguhnya, pasti… Ah, sudahlah. Lagian, semuanya telah berakhir. Tidak ada gunanya menyesali hal yang telah terjadi.Ponsel pintar Lucas berdering, memusnahkan lamunan yang bermain di kepala. Pria itu mendengkus sebal, merasa terganggu. Segera jarinya menggeser skrin ponsel kala melihat nama sang manajer sekaligus sepupunya, Edward Sullivan.“Ada apa, Ed? Kalau kau ingin mengajakku ke klub, maaf aku tidak mau,” ujar Lucas

  • Dipuja Dua Penguasa   Part 12 | Kau Harus Punya Uang!

    “Hah, cinta?! Kau pikir dengan cinta, perutmu bisa kenyang, rasa hausmu bisa hilang?” sindir Tuan Ingomar. Wajahnya menyiratkan keangkuhan yang sama sekali tidak coba ia tutupi.“Aku–” Lucas tak berhasil membela diri sendiri, kalimatnya tergantung tak terselesaikan. Sambil menepuk dada, Tuan Ingomar memangkas perkataan Lucas dengan berujar lantang, “dengarkan kata pria tua ini, cucuku. Sudah banyak garam kesusahan hidup yang telah aku telan sebelum kau lahir ke dunia ini.” Ia memelototi Lucas. Tajam yang bisa menebas nyali siapa pun.“Kalau kau mau hidup tenang dan bahagia, kau harus punya uang! Punya harta tak habis dimakan tujuh turunan. Lihat ibumu. Dia bahkan sanggup menusuk belakang sahabat baiknya demi mendapatkan ayahmu. Dulunya dia tinggal di gubuk reyot tetapi setelah menikah dengan ayahmu, dia menjadi nyonya kedua di Sullivan Manor.”Sengaja pria berusia 85 tahun itu membakar jiwa anak dan cucunya. Seringai puas terpahat di wajah Tuan Ingomar setelah ia melampiaskan amarah

  • Dipuja Dua Penguasa   Part 13 | Itu Kepala Putrimu

    “Ermm… Saya mendengar Tuan Marcus ingin bertemu Tuan Xavier di Rumah Sakit Royal Knight.”‘Pasti Olivia dan Adam dirawat di rumah sakit itu. Bagus! Rencana terakhirku pasti berhasil.’Emily bersorak senang di dalam hati.“Bagaimana dengan wanita jalang itu? Apa dia ikut bersama Papa?” selidiknya lagi.“Tidak, Nona. Barbara sedang tidur di kamarnya,” balas si pelayan, cepat.Di mansion keluarga Grant, semua pelayan memanggil Barbara dengan sebutan nama bukan Nyonya Barbara atas perintah mendiang orang tua Marcus Grant untuk menghormati kedudukan Nyonya Serena sebagai istri sah.“Bagus! Aku ada tugas penting buat kamu. Beri tahu semua pelayan untuk mengunci pintu kamar mereka. Tidak boleh keluar walau apa pun yang terjadi. Siapa yang ingkar, akan dicambuk sehingga mati. Mengerti?” Emily mengeluarkan perintah dengan ekspresi kejam tergambar di wajah cantiknya.“Saya mengerti, Nona.” Sang pelayan tak punya pilihan lain selain mengangguk. Dia lantas melebarkan langkah menuju kamar pekerja

  • Dipuja Dua Penguasa   Part 14 | Berlututlah Di Depan Tuhan

    Barbara terkesiap. Benarkah apa yang dikatakan Emily barusan? Di mata Tuan Besar Grant, aku hanyalah boneka seks? “Ah iya, aku membunuh putrimu karena dia merebut calon suamiku, Adam Abraham Knight. Pelacur sialan itu menggoda Adam dengan melebarkan pahanya sama seperti kamu menggoda ayahku,” balasnya, dingin. “Tetap saja, mengambil nyawa orang lain adalah dosa besar! Kamu pasti akan dihukum Tuhan!” tengking Barbara, geram dengan kalimat Emily yang merendahkan putrinya. ‘Dihukum Tuhan? Yang benar saja.’ Rahang Emily mengetat. Urat di lehernya terlihat jelas. “Omong kosong! Kamu pikir Tuhan akan mendengar dan memperkenankan doa wanita kotor sepertimu? Hei, Barbara! Apa yang terjadi pada putrimu adalah sebuah karma. Kamu juga telah menyiksa jiwa aku dan ibuku selama 12 tahun, dan sekarang kamu meminta agar Tuhan memberikan hukuman padaku? Sungguh, kamu benar-benar bermuka tebal!” ejek Emily, sombong. Barbara menangis tersedu-sedu. “Berhenti menangis, sialan!” Jerkah Emily, berang.

Latest chapter

  • Dipuja Dua Penguasa   Part 19 | Hari Duka

    “Xavier!” seru Tuan Marcus dengan suara yang sarat keputusasaan. Dengan terpaksa dia menyeret langkah kecil nan berat mendekati pasangan Knight. Bola mata Tuan Xavier Knight memindai wajah sedih Tuan Marcus Grant. Sementara itu, Alora menutup mulut dengan tangan sembari matanya terbelalak melihat kedua tangan pria gundul itu berlumur darah. “Mana putrimu? Bukankah aku telah menyuruhmu menyeret Emily kemari?” tanya Tuan Besar Knight, ketus. Alora mendekati suaminya lalu berbisik cepat, “Xavier, lihat tangannya.” Rasa marah berganti cemas secepat kilat. Tuan Xavier segera mendekati sahabatnya. “Bagaimana bisa tanganmu berdarah? Apa yang terjadi? Ceritakan padaku!” Kedua tangannya menggenggam erat lengan sahabatnya. Perlahan, netra basah Tuan Marcus menumbuk wajah khawatir Tuan Xavier. “Putriku… Dia… sudah… ma… mati.” Usai bicara, seluruh tulangnya terasa lemah lalu tubuhnya memerosot menyentuh lantai dingin rumah sakit. “Xavier, dia pingsan! Ya Tuhan, apa yang harus kita

  • Dipuja Dua Penguasa   Part 18 | Kehilangan Cahaya

    “Kau pasti sedang tidur di dalam peti mati saat ‘Lucas’ bertengkar dengan kakeknya.” Peter menyindir seraya melengos. “Langsung saja ke inti, apa sebenarnya yang telah terjadi?” Meski wajah Lucas tampak tenang, sorot matanya berubah sedingin kutub syamali. Peter mendesah sebal kala melihat binar menusuk dari mata sang alter ego Lucas yakni Lucky Luke. Ia tahu benar bahwa tidak ada yang bisa ia lakukan selain berkata jujur. Bagi Lucky Luke, hukuman yang pantas buat sang penipu adalah kematian. “Olivia kecelakaan dan sekarang dirawat di rumah sakit milik keluarga Knight. Dia masih hidup tapi…” “Tapi apa?” potong Lucas. Suaranya naik satu oktaf. Serentak, jantungnya berdenyut kencang. “Kedua kakinya lumpuh,” balas Peter, enteng. Dia telah menerima pesan khusus dari Carlos ketika membawa Fiona kepada Lucas. Ketenangan Lucas langsung buyar berganti amarah yang bergelegak. Lidahnya cepat mengeluarkan umpatan, “sialan!” Sontak satu tendangan singgah di bokong berotot Peter menyebabkan

  • Dipuja Dua Penguasa   Bab 17 | Lucky Luke

    ‘Firasatku benar. Aaron sengaja mengincarku,’ batin Lucas sambil mengangguk puas. Aaron Xavier Knight, satu-satunya anggota keluarga Knight yang sangat suka mengusik hidup Lucas. Jika ditanya apa alasannya? Jawabannya hanya satu, cinta tulus Aaron pernah ditolak mentah-mentah oleh Olivia Hudson. Konyol, bukan? “Sebentar. Aku masih ada satu pertanyaan untukmu.” Lucas berdiri. Sigaret yang ada di antara dua jarinya dibuang. Dia mengeluarkan ponsel dari saku celananya. “Dengarkan baik-baik, Fiona,” tutur Lucas, dingin. Fiona mengangguk-angguk cemas dengan napas tertahan. “Aktris terkenal berinisial O –yang pernah membintangi film Wanita Yang Membenci Mentari– terluka parah setelah mobil mewahnya jatuh ke jurang dalam posisi terbalik. Seorang saksi berkata, Olivia sempat bertemu aktor tampan berinisial L di sebuah kafe sebelum kecelakaan itu terjadi.” Lucas mengalihkan tatapan dari layar ponsel lalu menikam iris biru Fiona yang tampak mengembun. “Kau sengaja menulis judul film yan

  • Dipuja Dua Penguasa   Part 16 | Bergosip

    Edward mendelik. Apa dia tidak salah dengar? Pria tampan seperti Zen merasa kasihan pada wanita kotor itu? Tidak bisa dibiarkan! “Apa katamu? Kasihan? Kau pasti tidak pernah mendengar kisah silam ibu-anak yang dipenuhi rahasia gelap itu, bukan? Sini, biar aku ceritakan padamu.” Edward menepuk lembut pundak Zen; tampak bersemangat untuk memulakan cerita. “Barbara bukanlah wanita baik. Dia pernah menjadi kupu-kupu penjaja kenikmatan, bergelimang dalam kubangan dosa malam dengan puluhan pria hidung belang. Dia–” “Cukup, Bos.” Zen menggeleng meski dia sadar tindakannya itu bisa menyinggung Edward namun ia menolak tegas untuk mendengar semua cerita buruk tentang selir kesayangan Tuan Besar Grant. Lagian, untuk apa coba mendengar aib orang yang sudah meninggal dunia? Tidak ada manfaat! “Memalukan.” Lucas bergumam seraya melontarkan tatapan sinis kepada Edward yang suka sekali mengumbar masa lalu orang lain. Tak ingin ikut campur, dia segera menggeser layar ponsel lalu mengirim

  • Dipuja Dua Penguasa   Part 15 | Kambing Hitam

    “Ah, pujian anda tidak pantas untuk saya terima. Malah saya yang berutang budi pada keluarga Knight karena sudi memberi beasiswa kepada adik laki-laki saya,” balas sang dokter, merendah diri. “Ah, iya. Jika ada informasi baru, akan saya kabarkan secepat mungkin,” imbuhnya lagi. Usai bicara, segaris senyum licik mengapung di bibirnya. ‘Sepertinya, kau harus mengucapkan selamat tinggal kepada kariermu sebagai aktor, Lucas Sullivan.’ Sang dokter membatin puas. Sementara itu, di kamar rawat inap VVIP. ‘Aduh, kapan Bos mau pulang? Tuhan, kelopak mataku semakin berat.’ Zen berkali-kali mengangakan mulut dengan mengeluarkan napas berat karena terlalu mengantuk. Namun, dia tidak bisa merebahkan kepala apalagi memejamkan mata karena ada sang majikan di sini. Aktor tampan berhidung mancung dan beralis indah itu sedang duduk bersandar di kursi kulit sambil memejamkan mata. ‘Pasti Bos lagi memikirkan Nona Olivia,’ tebak Zen, asal-asalan. Ponsel Lucas bergetar tetiba, berhasil menarik p

  • Dipuja Dua Penguasa   Part 14 | Berlututlah Di Depan Tuhan

    Barbara terkesiap. Benarkah apa yang dikatakan Emily barusan? Di mata Tuan Besar Grant, aku hanyalah boneka seks? “Ah iya, aku membunuh putrimu karena dia merebut calon suamiku, Adam Abraham Knight. Pelacur sialan itu menggoda Adam dengan melebarkan pahanya sama seperti kamu menggoda ayahku,” balasnya, dingin. “Tetap saja, mengambil nyawa orang lain adalah dosa besar! Kamu pasti akan dihukum Tuhan!” tengking Barbara, geram dengan kalimat Emily yang merendahkan putrinya. ‘Dihukum Tuhan? Yang benar saja.’ Rahang Emily mengetat. Urat di lehernya terlihat jelas. “Omong kosong! Kamu pikir Tuhan akan mendengar dan memperkenankan doa wanita kotor sepertimu? Hei, Barbara! Apa yang terjadi pada putrimu adalah sebuah karma. Kamu juga telah menyiksa jiwa aku dan ibuku selama 12 tahun, dan sekarang kamu meminta agar Tuhan memberikan hukuman padaku? Sungguh, kamu benar-benar bermuka tebal!” ejek Emily, sombong. Barbara menangis tersedu-sedu. “Berhenti menangis, sialan!” Jerkah Emily, berang.

  • Dipuja Dua Penguasa   Part 13 | Itu Kepala Putrimu

    “Ermm… Saya mendengar Tuan Marcus ingin bertemu Tuan Xavier di Rumah Sakit Royal Knight.”‘Pasti Olivia dan Adam dirawat di rumah sakit itu. Bagus! Rencana terakhirku pasti berhasil.’Emily bersorak senang di dalam hati.“Bagaimana dengan wanita jalang itu? Apa dia ikut bersama Papa?” selidiknya lagi.“Tidak, Nona. Barbara sedang tidur di kamarnya,” balas si pelayan, cepat.Di mansion keluarga Grant, semua pelayan memanggil Barbara dengan sebutan nama bukan Nyonya Barbara atas perintah mendiang orang tua Marcus Grant untuk menghormati kedudukan Nyonya Serena sebagai istri sah.“Bagus! Aku ada tugas penting buat kamu. Beri tahu semua pelayan untuk mengunci pintu kamar mereka. Tidak boleh keluar walau apa pun yang terjadi. Siapa yang ingkar, akan dicambuk sehingga mati. Mengerti?” Emily mengeluarkan perintah dengan ekspresi kejam tergambar di wajah cantiknya.“Saya mengerti, Nona.” Sang pelayan tak punya pilihan lain selain mengangguk. Dia lantas melebarkan langkah menuju kamar pekerja

  • Dipuja Dua Penguasa   Part 12 | Kau Harus Punya Uang!

    “Hah, cinta?! Kau pikir dengan cinta, perutmu bisa kenyang, rasa hausmu bisa hilang?” sindir Tuan Ingomar. Wajahnya menyiratkan keangkuhan yang sama sekali tidak coba ia tutupi.“Aku–” Lucas tak berhasil membela diri sendiri, kalimatnya tergantung tak terselesaikan. Sambil menepuk dada, Tuan Ingomar memangkas perkataan Lucas dengan berujar lantang, “dengarkan kata pria tua ini, cucuku. Sudah banyak garam kesusahan hidup yang telah aku telan sebelum kau lahir ke dunia ini.” Ia memelototi Lucas. Tajam yang bisa menebas nyali siapa pun.“Kalau kau mau hidup tenang dan bahagia, kau harus punya uang! Punya harta tak habis dimakan tujuh turunan. Lihat ibumu. Dia bahkan sanggup menusuk belakang sahabat baiknya demi mendapatkan ayahmu. Dulunya dia tinggal di gubuk reyot tetapi setelah menikah dengan ayahmu, dia menjadi nyonya kedua di Sullivan Manor.”Sengaja pria berusia 85 tahun itu membakar jiwa anak dan cucunya. Seringai puas terpahat di wajah Tuan Ingomar setelah ia melampiaskan amarah

  • Dipuja Dua Penguasa   Part 11 | Pertengkaran

    Lucas mengerling ke arah jam yang berdiri teguh di atas nakas. “Sudah jam 2 pagi tapi aku masih tak bisa memejamkan mata.”Irisnya merenung plafon dengan tatapan kosong. Hati langsung merusuh saat si otak memainkan ingatan yang terjadi sewaktu pertemuannya dengan Olivia. Wajah marah bercampur kecewa sang mantan terbayang dalam pandangannya.“Maafkan aku, Via. Tapi aku tidak boleh menikahimu. Hatiku tidak bisa memilih kamu karena…,” Tak ingin menyudahi kalimat, Lucas lantas meraup mukanya.Andai saja dia mempunyai kekuatan untuk jujur pada Olivia tentang hal yang sesungguhnya, pasti… Ah, sudahlah. Lagian, semuanya telah berakhir. Tidak ada gunanya menyesali hal yang telah terjadi.Ponsel pintar Lucas berdering, memusnahkan lamunan yang bermain di kepala. Pria itu mendengkus sebal, merasa terganggu. Segera jarinya menggeser skrin ponsel kala melihat nama sang manajer sekaligus sepupunya, Edward Sullivan.“Ada apa, Ed? Kalau kau ingin mengajakku ke klub, maaf aku tidak mau,” ujar Lucas

DMCA.com Protection Status