"Kak Zidan khawatir ya sama aku?""Khawatir? Tidak kok, biasa saja." Zidan mencoba berbohong, namun sikapnya tidak dapat dibohongi."Ah, yang benar?" Ledek Ayana kembali.Zidan menjadi salah tingkah."Benar, Za. Aku biasa saja." Sahut Zidan kembali."Yakin? Terus kenapa sampai bela-belain menghampiri aku sudah malam-malam begini?" Ayana bertanya kepada Zidan membuat Zidan mati kutu.Deg.. (Please, Za. Jangan aku tanya hal yang aneh-aneh. Aku tidak bisa menjawabnya) batin Zidan."Tidak apa-apa, ya sudah. Aku ke kamar dulu ya. Ingin istirahat. Kamu juga jangan tidur malam-malam. Besok kita berangkat pagi-pagi." Ucap Zidan hendak berjalan menuju kamarnya."Baik, Kak."Ayana masuk kembali kedalam kamarnya ketika Zidan sudah hilang dari pandangannya.Ia pun tersenyum melihat tingkah Zidan.***"Permisi Ustadz Zidan, ini laporan pendaftaran santri dan santriwati di Pesantren kita." Agata menyerahkan daftar nama para calon santri dan santriwati."Baik, Agata. Syukron. Wah, alhamdulillah ya,
"Ya ampun, sudah jadi kakek-kakek dong kamu nanti. Waktuku bersama kamu tersita selama itu, ya Allah. Lama sekali!" Ayana terlihat sedang berpikir masa muda nya tersita begitu banyak.Padahal ia sangat menginginkan, hari-hari bersama Fahmi hingga sampai kakek dan nenek.Namun, diusia Fahmi nanti menjadi kakek-kakek pun, akan tetap masih bertugas sebagai Pilot."Hahahaha, memang itu sudah menjadi profesiku, sayang!" Peluk Fahmi pada tubuh Ayana."Apakah bisa, jika sebelum usia enam puluh lima tahun seorang pilot mengundurkan dirinya?" Tanya Ayana kepada Fahmi.Fahmi mengerutkan dahinya."Bisa, jika kondisi kesehatan pilot kian menurun dan tidak dapat terbang dalam jangka panjang. Dikatakan, sang pilot bermasalah dengan kesehatannya dalam waktu yang begitu lama." Jelas Fahmi."Oh begitu, ya sudah deh. Pekerjaan itu sudah menjadi keinginan kamu sedari kecil. Aku sebagai isteri hanya bisa memberikan support dan do'a yang terbaik untuk kamu. Yuk, kita istirahat." Ayana tampak membalas pelu
"Cantik, lumayan manis juga." Zidan sengaja menjawabnya, agar ia dapat melihat ekspresi wajah Ayana akan berubah atau tidak.Benar saja, Ayana yang semula berseri-seri, kini berubah sedikit masam.(Yes, apakah kamu cemburu, Za?) Batin Zidan terkekeh."Kenapa, Za? Ada yang salah, kah?" Imbuh Zidan.Ayana membuang wajahnya."Mengapa kamu tidak menikah saja dengannya?" Ayana berdiri dari duduknya kemudian ia pergi meninggalkan Zidan, Ayana berjalan menuju parkiran."Maksud kamu? Za.. Tunggu.. Maksud kamu apa?" Zidan mengejar Ayana yang sudah sampai di parkiran.Namun, ketika Zidan mengejar Ayana. Datanglah Difa yang hendak pulang juga bersama dengan Kamal dan Agata, namun mereka menghentikan langkah mereka lalu melihat Zidan mengejar Ayana dari kejauhan."Eh, Kyai mengejar siapa itu?" Bisik Difa kepada Kamal dan Agata."Tuh, lihat saja. Siapa yang sudah berdiri didekat mobil." Tunjuk Kamal mengarah kepada Ayana."Siapa dia?" Difa bertanya dengan penasaran."Itu yang namanya Umi Ayana."
(Mungkin memang sudah saatnya Kak Zidan mengenal wanita lain untuk jenjang yang lebih serius. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Jika itu sudah menjadi kehendak Allah, aku tidak bisa menghalanginya. Kehidupan kita sudah masing-masing. Akupun telah bersama dengan Mas Fahmi. Dan tidak akan pernah bersatu bersama Kak Zidan. Semoga kamu bisa mendapatkan jodoh yang terbaik ya, Kak Zid) Batin Ayana ketika dirinya sedang beristirahat menyandarkan bahunya disandaran ranjang.Hatinya gelisah, pikirannya berkecamuk.(Aduh, sudah sih ini kenapa pikiranku jadi kemana-mana. Kak Zidan adalah masa laluku, saatnya aku fokus dengan kehidupanku bersama dengan Mas Fahmi. Pokoknya aku harus fokus untuk memiliki momongan. Titik tidak pakai koma.) Ayana mengacak-acak wajahnya dengan kedua tangannya.Ia bergegas bersih-bersih karena tidak lama lagi Fahmi akan pulang ke rumah.Sepanjang harinya, kini begitu lelah dengan rutinitasnya menjadi pengajar sekaligus pengasuh untuk santriwati di Pesantren.Berangkat
"Wa'alaikumsalam, Bu." Ucap lirih Difa dengan wajah gelisah dan kebingungan.Dahlia adalah janda beranak dua.Anak pertama bernama Dito sedangkan anak keduanya bernama Difa.Ia hidup menjadi sudah kurang lebih selama lima tahun setelah suaminya meninggal dunia.Semenjak suaminya meninggal, ekonomi keluarga Difa menjadi kurang baik. Dahlia harus membanting tulang demi menyekolahkan Dito dan Difa.Namun, Dito kini lupa akan perjuangan Dahlia.Dito yang sudah bekerja di Kota besar, jarang sekali memberikan uang kepada Dahlia. Sehingga Dahlia harus tetap membanting tulang untuk kebutuhan sehari-hari.Besar harapannya kepada Difa. Semoga Difa kelak dapat membahagiakannya dan bisa merubah ekonominya agar kembali membaik.Nampaknya, raut wajah kegelisahan Difa terpantau oleh Zidan yang sudah berdiri sedari tadi didepan pintu ruangan Difa."Apakah kamu sudah sarapan? Jika belum, mari kita sarapan bersama." Suara Zidan membuyarkan pikiran Difa.Difa terkejut dengan adanya Zidan yang telah berd
"Membangun rumah? Jadi, kamu nanti akan tinggal di Pesantren?" Bu Fatimah bertanya kembali."Iya, Bu. Aku harus tinggal disana. Karena, dunia Pesantren tidak hanya belajar dari pagi sampai sore saja. Melainkan malam hari pun juga harus. Lagi pula, Zidan tidak nyaman jika tinggal disini karena satu atap bersama Ayana. Walaupun Ayana temanku, tetap dia adalah adik iparku. Takut ada fitnah dan hal-hal yang tidak diinginkan." Jelas Zidan kepada Bu Fatimah.Bu Fatimah mengerti akan maksud Zidan. Ia mengangguk perlahan."Ya sudah, aku ke kamar dulu ya, Bu. Mau bersih-bersih. Badanku sudah lengket sekali." Zidan melangkahkan kakinya menaiki anak tangga."Iya, Nak. Nanti kalau sudah selesai, segera turun ya. Ada yang ingin Ibu bicarakan denganmu!"***Waktu telah menunjukkan pukul sebelas malam. Namun rupanya Fahmi dan Ayana belum juga tiba di rumah.Zidan sesekali memperhatikan jam dinding yang terpajang didinding kamarnya.Berulang kali pula, ia menengok keluar pintu kamar.Barangkali terde
"Eh, maaf Difa. Hehehe, jadi tidak fokus begini." Ucap Ayana."Tidak apa-apa, Umi. Ada yang sedang Umi pikirkan, kah?" Tanya Difa."Tidak ada, Difa. Hanya sedikit lelah saja mungkin." Jawab Ayana sedikit berbohong."Oh iya, Umi. Difa boleh bertanya tentang Kyai Zidan?" Difa bertanya kembali kepada Ayana.Ayana mengangguk.Tok..Tok..Tok..Dengan kompak Ayana dan Difa menoleh kearah sumber suara ketukan pintu diruangan Ayana itu."Difa! Kamu kemana saja? Ikut aku sebentar, sekarang!""Kyai?" Ucap lirih Difa.Difa langsung menoleh kembali kearah Ayana, Ayana memberikan kode untuknya agar segera menuruti perintah Zidan.Zidan menatap sekilas mata Ayana, ketika Difa hendak beranjak dari tempat duduknya.Zidan langsung membalikkan tubuhnya dengan diekori Difa dibelakangnya.(Kak Zidan kenapa ya? Seperti acuh sekali denganku, apa aku membuat kesalahan?) Batin Ayana."Ah, sudahlah!" Gumam Ayana, ia kembali melanjutkan aktifitasnya.***"Ada apa Kyai mencari Difa?" Tanya Difa ketika dirinya
"Sayang! Kenapa keadaan kamu seperti ini?" Ucap Fahmi ketika memeluk tubuh Ayana.Zidan tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya dapat melihat Ayana dari jarak dekat saja.Wajahnya pucat, ia begitu kasihan terhadap Ayana."Nak, kamu kenapa bisa sampai seperti ini?" Tangis Bu Fatimah pecah."Sayang? Ceritakan! Kamu kenapa?" Tanya Fahmi sekali lagi.Ayana memandang lemas manik-manik mata Fahmi. Tubuhnya tidak kuat berdiri kembali."M-Mas, A-Aku terserempet m-mobil... " Belum sempat Ayana menceritakan semuanya. Ia sudah jatuh pingsan.Dengan segera Fahmi menangkap tubuh mungil Ayana."Ayana!" Teriak kompak Fahmi dan Zidan."Ya Allah, mengapa bisa terserempet mobil sih, Nak?" Tangis Bu Fatimah kembali kencang.Fahmi langsung membopong tubuh Ayana dan membawanya di sofa panjang rumahnya.Tidak peduli dengan pakaian basah kuyup yang telah bercampur dengan darah. Saat ini tujuan utama adalah segera menolong Ayana yang sedang tidak baik-baik saja.Fahmi sesekali memeluk tubuh Ayana, Zidan dengan
"Baik, Umi." Jawab Indah.Belum sempat Ayana berkata kembali, datanglah Zidan memanggil Ayana. Yang rupanya sejak tadi memperhatikan cara Ayana menyelesaikan masalah bersama santriwatinya."Za, ikut aku sebentar!" Panggil Zidan kepada Ayana.Sontak, Ayana dan para santriwati menoleh kearah Zidan.Yang lainnya menunduk hingga nanti Zidan pergi meninggalkan area tersebut.Sedangkan, Ayana bangkit dari posisinya."Saya tinggal dulu ya!" Ucap Ayana seraya berjalan meninggalkan semuanya.Ayana berjalan menghampiri Zidan."Ada apa, Kak?" Tanya Ayana."Ikut aku ke rumah sebentar." Ajak Zidan kepada Ayana seketika berjalan menuju rumahnya.Ayana berjalan mengekori Zidan.Disepanjang perjalanan, tidak sengaja Ayana bertemu dengan Zayn.Tatapan Zayn memiliki arti yang mendalam.Ia melemparkan senyuman kepada Ayana.Zayn berjalan menuju ruangan Kamal."Bang Kamal! Bang, yang berjalan bersama Kyai Zidan siapa, bang?" Tanya Zayn dengan penasaran.Kamal yang tengah mengecek project nya, seketika me
"Siap, Kak." Jawab Ayana seraya meletakkan gelas kosong di meja."Ya sudah, kita sarapan sekarang. Setelah itu kita berangkat ke Pesantren. Aku rindu rumahku, apakah kamu berminat untuk menginap di rumah ku lagi?" Goda Zidan kembali.Ayana menghembuskan napasnya."Tidak, Kak. Terima kasih!" Jawab Ayana berlalu mengambil dua piring dan menyiapkan makanan untuk disediakan di meja makan.Zidan tersenyum dengan kekehannya. Matanya terus memandangi gadis yang sangat ia sayangi."Za, apakah kamu berani sendirian di rumah jika Fahmi, Ibu dan Sarah belum juga kunjung pulang ke rumah?" Tanya Zidan kembali."Insya Allah aku berani! Tinggal kunci semua nya, aku pasti berani." Jawab Ayana seraya menuangkan air mineral kedalam gelas panjang."Yakin? Kamu apakah sudah dengar cerita halaman belakang yang sangat sepi dan angker itu?" Ucap Zidan mulai menakut-nakuti Ayana.Sontak, Ayana langsung melebarkan matanya dan merasa merinding semua bulunya."Maksudnya, Kak? Kakak jangan menakut-nakuti begitu
"Sayang, mengapa aku ditinggal tidur sendirian di bawah? Kamu jahat deh." Gumamnya yang merasa ia memeluk tubuh Fahmi karena ia tidak menyadarinya.Zidan pun juga tidak menyadari bahwa Ayana telah memeluk dirinya. Ia pun menggeliat dan membalas pelukan Ayana. Ia memeluk Ayana dengan begitu erat yang ia pikir itu adalah gulingnya.Malam semakin larut, keduanya tampak hangat dan dekat sekali.Hingga pada akhirnya, Zidan terbangun karena hendak merasakan ingin buang air kecil.Betapa terkejutnya ia tatkala membuka matanya dan menyadari bahwa dirinya sedang memeluk tubuh Ayana dan mengeloni Ayana.Kedua matanya terbuka lebar."Ya Allah, Za! Mengapa kamu ada disini?" Tanya Zidan dengan membangunkan Ayana.Kemudian Ayana membuka matanya dengan sedikit mengerjapkan kedua matanya.Ayana tidak kalah terkejut ketika dirinya tengah berpelukan dengan Zidan"Kak Zidan? Mengapa kakak memeluk aku?" Tanya Ayana dengan cepat melepaskan pelukan Zidan.Zidan mengerutkan dahinya."Tunggu, tunggu! Seperti
"Tidak! Aku tidak ingin berpacaran. Aku mau nya langsung menikah saja!" Tegas Difa kemudian."Kalau begitu, menikah saja yuk!" Ajak Kamal kepada Difa.Sontak Difa mendengus kesal dan membuka matanya lebar-lebar seolah ingin menerkam Kamal saat itu juga."Kamal! Ish.. Tidak perlu aneh-aneh deh!" Jawab Difa kemudian."Lho, aku serius kalau memang kamu mau, Difa." Ucap Kamal.Difa bangkit dari posisinya."Sudahlah, aku pergi saja!" Ucap Difa seraya pergi meninggalkan Kamal begitu saja."Difa! Difa! Jadi tidak mau nih?" Tanya Kamal dengan nada meninggi.Namun, tidak ada respon dari Difa. Rupanya Difa telah menghilang dari pandangan Kamal.Kamal pun terkekeh."Difa.. Difaa.. Lucu sekali kamu." Gumam Kamal.***"Za, apakah kamu berani sendirian di rumah?" Tanya Zidan tatkala mengantarkan Ayana masuk kedalam rumah Bu Fatimah."Insya Allah berani, Kak. Apa yang harus ditakuti? Kan kata Kak Zidan aku harus menjadi wanita yang kuat dan pemberani." Jawab Ayana melangkahkan kakinya.Ia sempat mel
"Aku mau pulang! Kalau kakak tidak bisa mengantarkan aku pulang, aku akan pulang sendiri!" Ucap Ayana bangkit dari posisinya.Tatkala ia hendak melangkahkan kakinya, dengan cepat Zidan menarik pergelangan tangan Ayana."Oke, kita pulang sekarang! Hapus air mata kamu!" Ajak Zidan menarik tangan Ayana.Ayana mengekori langkah Zidan.Sesampainya di rumah Kyai Haji Hasan, semuanya tampak berbahagia dan bercengkrama.Namun, tidak bagi Fahmi. Ia terus mengkhawatirkan perasaan Ayana.Sarah telah berada didekatnya.Tampak dari kejauhan Ayana dan Zidan berjalan menghampirinya."Fahmi, aku izin membawa pulang Ayana ya!" Ucap Zidan berbisik kepada Fahmi.Fahmi yang tengah duduk dikelilingi oleh keluarga besar Kyai Haji Hasan pun tidak dapat banyak komentar."Kenapa pulang?" Tanya Fahmi."Ayana ingin pulang, dia tidak bisa berlama-lama disini." Jawab Zidan kembali dengan suara berbisik-bisik.Mata Fahmi tertuju kepada Ayana. Ayana mendekati Fahmi."Mas, aku izin pulang ya. Selamat berbahagia ya,
"Bagaimana, Nak Fahmi? Saya harus menunggu berapa lama lagi? Masih ada urusan di tempat lain juga, saya tidak bisa berlama-lama." Ucap penghulu kembali tampak sudah tidak sabar.Kyai Haji Hasan menghembuskan napas panjangnya.Umi Naima dan Bu Fatimah turut gelisah. Sarah belum diperbolehkan keluar jika acara akad nikah belum terlaksana.Keluarga Kyai Haji Hasan yang lainnya sampai berkipas-kipas karena cuaca mulai panas dan terik."Silahkan dimulai, Pak Penghulu. Saya isterinya!" Teriak Ayana dari kejauhan.Wajah Fahmi yang tadinya sempat muram, kini menjadi sedikit lebih sumringah. Jelas saja, power hidup Fahmi ada di diri Ayana.Ayana dan Zidan langsung duduk di deretan keluarga.Hati Ayana sangat berdegup kencang tatkala ia melihat Fahmi telah mengenakan pakaian menikah."Baik, kalau begitu kita mulai saja ya. Apalagi, sudah dihadiri oleh Isteri pertama dari Nak Fahmi." Ucap Penghulu hendak memulai acara akad nikah.Fahmi sempat melihat wajah Ayana yang begitu cantik namun terlihat
"Kamu akan tetap menjadi isteri satu-satunya untukku, sayang." Ucap Fahmi.Ayana menyunggingkan senyumannya.Fahmi kemudian melum*t b*bir Ayana dengan lembut sehingga keduanya berpagut dalam kehangatan yang begitu dalam, keduanya saling membalas satu sama lain untuk terakhir kalinya sebelum Fahmi resmi menjadi suami Sarah.Tok..Tok..Tok.."Fahmi, Ayana! Ayo kita berangkat sekarang!"Suara ketukan pintu Zidan membuyarkan pagutan Fahmi dan Ayana.Ayana tampak berat sekali melepaskan sang suami."Iya, Kak. Sebentar!" Jawab Fahmi dengan suara sedikit tinggi."Ayo, sayang. Kita keluar. Ibu dan Kak Zidan sudah menunggu kita." Ucap Fahmi menarik tangan Ayana."Baik, Mas." Jawab Ayana.Fahmi dan Ayana keluar dari kamar dan segera berjalan menuju parkiran mobil.Dibawah sana sudah ada Bu Fatimah dan juga Zidan yang telah menunggu."Ibu dengan Zidan ya, kalian berdua saja!" Pinta Bu Fatimah kepada Fahmi dan Ayana."Baik, Bu." Jawab kompak dari Fahmi dan Ayana.Semuanya masuk kedalam mobil dan
"Ini kopinya, Kak!" Ucap Ayana berjalan seraya membawa dua cangkir kopi menghampiri Zidan yang telah duduk di sofa empuknya."Syukron Isteri haluku. Bagaimana kalau kita menikmati ini semua di rooftop? Sekalian kita bisa melihat sunrise. Pasti sangat indah sekali. Kamu pasti suka kan?" Ajak Zidan kepada Ayana.Ayana mengangguk dengan melemparkan senyumannya."Ayo, Kak." Jawab Ayana.Zidan berjalan menuju rooftop dan Ayana mengekorinya.Sesampainya di rooftop masih terlihat gelap, hanya matahari sudah mulai menampakan sinarnya dengan malu-malu.Zidan duduk disamping Ayana disebuah kursi panjang yang beralaskan sofa ringan."Masya Allah, indah sekali. Sebentar lagi sunrisenya muncul, Kak." Ucap Ayana dengan wajah sumringah.Zidan tersenyum."Iya, Za. Kita tunggu saja." Jawab Zidan.Keduanya menikmati secangkir kopi dan sarapan yang telah dibuat oleh Ayana."Za, apa rencanamu ketika nanti Fahmi dan Sarah sudah menikah? Apakah kamu akan tetap tinggal dirumah Ibu?" Tanya Zidan kepada Ayana
Zidan menjadi salah tingkah tatkala Ayana menyentuh lengannya.Namun, ia tidak bisa menolaknya. Karena, posisinya Ayana sedang sakit dan butuh bantuannya."Iya, Za. Cepatlah istirahat." Zidan memerintahkan Ayana agar segera beristirahat.Sembari menunggu Ayana terlelap, Zidan meraih laptopnya agar tidak terlalu bosan didalam kamarnya.Selang tiga puluh menit, Ayana telah terlelap akibat pengaruh obat yang mungkin telah beraksi.Zidan pergi meninggalkan Ayana agar Ayana dapat istirahat dengan tenang.***"Selamat malam, Kyai. Apakah mengajinya bisa dimulai sekarang?" Tanya Kamal tatkala berdiri didepan pintu rumah Zidan."Dimulai saja, Kamal. Nanti aku menyusul. Baca do'a pembuka dulu saja." Perintah Zidan seraya membuat teh hangat digelas besar.Kamal sedikit menyipitkan kedua bola matanya."Baik, Kyai. Hmm.. Alafu, Kyai. Apakah dirumah Kyai sedang ada orang?" Tanya Kamal dengan melihat lantai dua yang masih terang karena pancaran sinar lampu.Zidan menghembuskan napasnya, dan segera