"Eh, maaf Difa. Hehehe, jadi tidak fokus begini." Ucap Ayana."Tidak apa-apa, Umi. Ada yang sedang Umi pikirkan, kah?" Tanya Difa."Tidak ada, Difa. Hanya sedikit lelah saja mungkin." Jawab Ayana sedikit berbohong."Oh iya, Umi. Difa boleh bertanya tentang Kyai Zidan?" Difa bertanya kembali kepada Ayana.Ayana mengangguk.Tok..Tok..Tok..Dengan kompak Ayana dan Difa menoleh kearah sumber suara ketukan pintu diruangan Ayana itu."Difa! Kamu kemana saja? Ikut aku sebentar, sekarang!""Kyai?" Ucap lirih Difa.Difa langsung menoleh kembali kearah Ayana, Ayana memberikan kode untuknya agar segera menuruti perintah Zidan.Zidan menatap sekilas mata Ayana, ketika Difa hendak beranjak dari tempat duduknya.Zidan langsung membalikkan tubuhnya dengan diekori Difa dibelakangnya.(Kak Zidan kenapa ya? Seperti acuh sekali denganku, apa aku membuat kesalahan?) Batin Ayana."Ah, sudahlah!" Gumam Ayana, ia kembali melanjutkan aktifitasnya.***"Ada apa Kyai mencari Difa?" Tanya Difa ketika dirinya
"Sayang! Kenapa keadaan kamu seperti ini?" Ucap Fahmi ketika memeluk tubuh Ayana.Zidan tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya dapat melihat Ayana dari jarak dekat saja.Wajahnya pucat, ia begitu kasihan terhadap Ayana."Nak, kamu kenapa bisa sampai seperti ini?" Tangis Bu Fatimah pecah."Sayang? Ceritakan! Kamu kenapa?" Tanya Fahmi sekali lagi.Ayana memandang lemas manik-manik mata Fahmi. Tubuhnya tidak kuat berdiri kembali."M-Mas, A-Aku terserempet m-mobil... " Belum sempat Ayana menceritakan semuanya. Ia sudah jatuh pingsan.Dengan segera Fahmi menangkap tubuh mungil Ayana."Ayana!" Teriak kompak Fahmi dan Zidan."Ya Allah, mengapa bisa terserempet mobil sih, Nak?" Tangis Bu Fatimah kembali kencang.Fahmi langsung membopong tubuh Ayana dan membawanya di sofa panjang rumahnya.Tidak peduli dengan pakaian basah kuyup yang telah bercampur dengan darah. Saat ini tujuan utama adalah segera menolong Ayana yang sedang tidak baik-baik saja.Fahmi sesekali memeluk tubuh Ayana, Zidan dengan
"Yakin, Kakak bisa? Lalu, bagaimana dengan Pesantren?" Tanya Fahmi.Zidan menarik nafas panjangnya."Itu akan menjadi urusanku, yang terpenting kita berikan yang terbaik untuk Ayana sesegera mungkin!" Jawab Zidan."Kalau begitu, sekarang juga kita bawa Ayana ke Rumah Sakit." Titah Bu Fatimah.Fahmi mendekati Zidan lalu berbisik."Kak, tolong jaga Ayana sepenuh hati. Biar bagaimanapun, ia adalah teman Kakak sejak kecil. Apakah kakak tega melupakan begitu saja kenangan-kenangan kakak dimasa-masa itu? Anggap saja, Ayana ini adik kandungmu. Jadi, kamu bisa menjaga dan merawatnya tanpa ada kecanggungan. Aku mohon! Aku sangat menyayangi dia!" Bisik Fahmi kepada Zidan.Zidan tampak berpikir sejenak dan mencerna apa yang dikatakan oleh adiknya tersebut."Tapi, Fahmi! Aku dan dia bukan mahrom! Mana pantas aku seperti itu?" Protes Zidan."Please, Kak! Kita harus bertanggungjawab atas amanah dari Kyai Akbar." Ucap Fahmi.Zidan tidak menjawab ucapan Fahmi, ia begitu bingung harus bertindak apa na
"Dan sekarang, kamu baru akan memperjuangkannya? Semua sudah terlambat, aku sudah menjadi milik orang lain. Aku mohon, lupakan saja perasaanmu terhadapku. Aku akan fokus pada keluarga kecilku." Imbuh Ayana kembali.Zidan membisu, lagi-lagi ia menyesalinya. Nasi sudah menjadi bubur, tidak mungkin waktu dapat diputar kembali."Aku akan menunggu kamu sampai kapanpun! Aku berjanji kepadamu!" Ungkap Zidan dengan perasaan yang teramat dalam.Ayana menghela napasnya. Ia membuang mukanya kembali."Cukup! Menjauhlah dariku!" Sentak Ayana kepada Zidan.Zidan mengangguk perlahan tanda mengerti apa yang dimaksudkan oleh Ayana."Baiklah, Ayana Zahira! Aku akan turuti kemauan kamu. Tapi, jangan pernah salahkan aku jika suatu saat aku akan bertindak lebih nekat dari apa yang kamu bayangkan, demi mendapatkan kamu!" Tegas Zidan kepada Ayana.Ayana seketika menoleh kearah Zidan.Tatapan mata keduanya begitu tajam."Apa kamu bilang?" Tanya Ayana dengan penuh kebingungan.Apa yang sudah diucapkan oleh Zi
"Entahlah, Mal. Aku ingin menebus kesalahanku dengan cara merawatnya. Namun, Ayana sepertinya marah denganku." Jelas Zidan kembali.Kamal merasa iba terhadap apa yang menimpa Zidan dan Ayana."Yang sabar ya, Kyai. Semoga keadaannya segera membaik. Kalau ada apa-apa, bisa segera menghubungiku, Kyai." Pinta Kamal kepada Zidan."Siap, Mal. Aku jalan dulu ya. Titip Pesantren, assalamu'alaikum." Zidan kemudian masuk kedalam mobilnya dan segera melaju dengan kecepatan sedang."Astaghfirullah, Umi. Semoga lekas pulih kembali." Ucap lirih Kamal."Ada apa, Kamal?" Tanya Difa yang tiba-tiba datang menemuinya.Kamal yang memperhatikan kepergian mobil Zidan, kemudian tersentak ketika mengetahui Difa telah berdiri didekatnya."Hmmm.. Umi semalam terserempet mobil, Difa. Kasihan sekali Umi." Jelas Kamal."Ya Allah, pantas saja Kyai sampai izin untuk beberapa waktu karena ternyata Umi sedang mendapatkan musibah seperti itu." Sahut Difa."Ya sudah, setelah mengajar, kita lanjutkan kembali obralan kit
"Hari ini? Tapi, tugas sedang banyak-banyaknya, Difa. Bagaimana dong?" Jawab Kamal."Ih, sebentar saja kok. Tidak enak lah, masa kita sebagai karyawannya, tidak langsung menjenguk. Tidak akan makan waktu banyak juga, yang penting kita sudah hadir menjenguk, pasti Umi akan senang melihat kedatangan kita." Difa sedang membujuk dan sedikit mencoba memberikan penjelasan kepada Kamal.Kamal tampak berpikir sejenak."Ya sudah deh, nanti aku bilang sama yang lain. Nanti sore saja ya menjenguknya." Jawab Kamal"Baiklah, Kamal. Terima kasih, aku lanjut mengajar ya." Sahut Difa dengan melangkahkan kakinya menuju madrasah para santriwati."Iya, Difa." Kamal yang hendak melanjutkan pekerjaannya, mengurungkan niatnya ketika tiba-tiba ada seorang perempuan berpakaian syar'i datang berkunjung ke Pesantrennya."Assalamu'alaikum, betulkah ini Pesantren Ar-Rahman yang di asuh oleh Kyai Zidan Amar, anak dari Ibu Fatimah?"Kamal berdiri dan menyambutnya."Wa'alaikumsalam, betul. Mohon maaf Ukhti, dengan
"Eh, ini aku habis membeli gorengan dan cemilan. Dibuka, Mal. Mumpung masih panas." Perintah Zidan kepada Kamal."Siap, Kyai." Sahut Kamal.Semuanya tampak berbincang-bincang dan asyik dalam obrolannya.Ayana menjadi terhibur dan tidak jenuh lagi ketika di Rumah Sakit."Kak, aku mau dong! Sepertinya enak." Ucap Ayana ketika melihat semuanya tengah menikmati gorengan dan beberapa cemilan yang dibawa oleh Zidan.Zidan menoleh ke arah Ayana."Jangan, Za. Aku kan sudah bilang, tahan dulu. Kamu harus sehat dulu baru bisa makan yang aneh-aneh." Jawab Zidan.Kamal, Agata, Amir dan Difa tampak menyimak.Ayana bersungut kesal."Sedikit saja, Kak. Sedikit saja. Please." Bujuk Ayana kembali.Zidan kemudian mengambil kentang goreng yang berada didalam cup kecil.Ia berdiri lalu berjalan menghampiri Ayana. Zidan merasa sedikit iba jika Ayana sudah memohonnya."Janji ya, sedikit saja?" Ucap Zidan ketika berdiri didekat Ayana.Ayana mengangguk dengan cepat.Zidan kemudian mengambil sebuah kentang go
"Za, masuk ruangan dulu yuk. Aku sudah membuatkan minuman untukmu." Zidan memanggil Ayana agar segera masuk kedalam ruangannya.Ayana menoleh kearah Zidan dan mengangguk."Iya, Kak." Jawab Ayana.Tampak Kamal dan Agata memperhatikan Ayana bersama dengan Zidan."Tuh, romantis sekali kan? Jarang-jarang Kyai membuatkan minuman untuk Umi. Semua itu karna cinta dan sayang Kyai untuk Umi." Kamal keceplosan kepada Agata.Agata mengerutkan dahinya."Cinta dan sayang, Kyai untuk Umi? Maksudnya apa, Mal?" Tanya Agata dengan penasaran.Deg..!!! "E-ee tidak apa-apa, wajar dong Kyai cinta dan sayang dengan adik iparnya. Namanya kan adik ipar, hehehe." Jawab Kamal dengan raut wajah panik seraya menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.(Aduh, hampir saja keceplosan) Batin Kamal dengan perasaan panik."Oh, begitu. Ya, memang harus seperti itu kalau dengan keluarga!" Sahut Agata yang untungnya tidak mencurigainya.***Hari berganti hari, tibalah hari dimana Zidan menghadiri undangan da
"Baik, Umi." Jawab Indah.Belum sempat Ayana berkata kembali, datanglah Zidan memanggil Ayana. Yang rupanya sejak tadi memperhatikan cara Ayana menyelesaikan masalah bersama santriwatinya."Za, ikut aku sebentar!" Panggil Zidan kepada Ayana.Sontak, Ayana dan para santriwati menoleh kearah Zidan.Yang lainnya menunduk hingga nanti Zidan pergi meninggalkan area tersebut.Sedangkan, Ayana bangkit dari posisinya."Saya tinggal dulu ya!" Ucap Ayana seraya berjalan meninggalkan semuanya.Ayana berjalan menghampiri Zidan."Ada apa, Kak?" Tanya Ayana."Ikut aku ke rumah sebentar." Ajak Zidan kepada Ayana seketika berjalan menuju rumahnya.Ayana berjalan mengekori Zidan.Disepanjang perjalanan, tidak sengaja Ayana bertemu dengan Zayn.Tatapan Zayn memiliki arti yang mendalam.Ia melemparkan senyuman kepada Ayana.Zayn berjalan menuju ruangan Kamal."Bang Kamal! Bang, yang berjalan bersama Kyai Zidan siapa, bang?" Tanya Zayn dengan penasaran.Kamal yang tengah mengecek project nya, seketika me
"Siap, Kak." Jawab Ayana seraya meletakkan gelas kosong di meja."Ya sudah, kita sarapan sekarang. Setelah itu kita berangkat ke Pesantren. Aku rindu rumahku, apakah kamu berminat untuk menginap di rumah ku lagi?" Goda Zidan kembali.Ayana menghembuskan napasnya."Tidak, Kak. Terima kasih!" Jawab Ayana berlalu mengambil dua piring dan menyiapkan makanan untuk disediakan di meja makan.Zidan tersenyum dengan kekehannya. Matanya terus memandangi gadis yang sangat ia sayangi."Za, apakah kamu berani sendirian di rumah jika Fahmi, Ibu dan Sarah belum juga kunjung pulang ke rumah?" Tanya Zidan kembali."Insya Allah aku berani! Tinggal kunci semua nya, aku pasti berani." Jawab Ayana seraya menuangkan air mineral kedalam gelas panjang."Yakin? Kamu apakah sudah dengar cerita halaman belakang yang sangat sepi dan angker itu?" Ucap Zidan mulai menakut-nakuti Ayana.Sontak, Ayana langsung melebarkan matanya dan merasa merinding semua bulunya."Maksudnya, Kak? Kakak jangan menakut-nakuti begitu
"Sayang, mengapa aku ditinggal tidur sendirian di bawah? Kamu jahat deh." Gumamnya yang merasa ia memeluk tubuh Fahmi karena ia tidak menyadarinya.Zidan pun juga tidak menyadari bahwa Ayana telah memeluk dirinya. Ia pun menggeliat dan membalas pelukan Ayana. Ia memeluk Ayana dengan begitu erat yang ia pikir itu adalah gulingnya.Malam semakin larut, keduanya tampak hangat dan dekat sekali.Hingga pada akhirnya, Zidan terbangun karena hendak merasakan ingin buang air kecil.Betapa terkejutnya ia tatkala membuka matanya dan menyadari bahwa dirinya sedang memeluk tubuh Ayana dan mengeloni Ayana.Kedua matanya terbuka lebar."Ya Allah, Za! Mengapa kamu ada disini?" Tanya Zidan dengan membangunkan Ayana.Kemudian Ayana membuka matanya dengan sedikit mengerjapkan kedua matanya.Ayana tidak kalah terkejut ketika dirinya tengah berpelukan dengan Zidan"Kak Zidan? Mengapa kakak memeluk aku?" Tanya Ayana dengan cepat melepaskan pelukan Zidan.Zidan mengerutkan dahinya."Tunggu, tunggu! Seperti
"Tidak! Aku tidak ingin berpacaran. Aku mau nya langsung menikah saja!" Tegas Difa kemudian."Kalau begitu, menikah saja yuk!" Ajak Kamal kepada Difa.Sontak Difa mendengus kesal dan membuka matanya lebar-lebar seolah ingin menerkam Kamal saat itu juga."Kamal! Ish.. Tidak perlu aneh-aneh deh!" Jawab Difa kemudian."Lho, aku serius kalau memang kamu mau, Difa." Ucap Kamal.Difa bangkit dari posisinya."Sudahlah, aku pergi saja!" Ucap Difa seraya pergi meninggalkan Kamal begitu saja."Difa! Difa! Jadi tidak mau nih?" Tanya Kamal dengan nada meninggi.Namun, tidak ada respon dari Difa. Rupanya Difa telah menghilang dari pandangan Kamal.Kamal pun terkekeh."Difa.. Difaa.. Lucu sekali kamu." Gumam Kamal.***"Za, apakah kamu berani sendirian di rumah?" Tanya Zidan tatkala mengantarkan Ayana masuk kedalam rumah Bu Fatimah."Insya Allah berani, Kak. Apa yang harus ditakuti? Kan kata Kak Zidan aku harus menjadi wanita yang kuat dan pemberani." Jawab Ayana melangkahkan kakinya.Ia sempat mel
"Aku mau pulang! Kalau kakak tidak bisa mengantarkan aku pulang, aku akan pulang sendiri!" Ucap Ayana bangkit dari posisinya.Tatkala ia hendak melangkahkan kakinya, dengan cepat Zidan menarik pergelangan tangan Ayana."Oke, kita pulang sekarang! Hapus air mata kamu!" Ajak Zidan menarik tangan Ayana.Ayana mengekori langkah Zidan.Sesampainya di rumah Kyai Haji Hasan, semuanya tampak berbahagia dan bercengkrama.Namun, tidak bagi Fahmi. Ia terus mengkhawatirkan perasaan Ayana.Sarah telah berada didekatnya.Tampak dari kejauhan Ayana dan Zidan berjalan menghampirinya."Fahmi, aku izin membawa pulang Ayana ya!" Ucap Zidan berbisik kepada Fahmi.Fahmi yang tengah duduk dikelilingi oleh keluarga besar Kyai Haji Hasan pun tidak dapat banyak komentar."Kenapa pulang?" Tanya Fahmi."Ayana ingin pulang, dia tidak bisa berlama-lama disini." Jawab Zidan kembali dengan suara berbisik-bisik.Mata Fahmi tertuju kepada Ayana. Ayana mendekati Fahmi."Mas, aku izin pulang ya. Selamat berbahagia ya,
"Bagaimana, Nak Fahmi? Saya harus menunggu berapa lama lagi? Masih ada urusan di tempat lain juga, saya tidak bisa berlama-lama." Ucap penghulu kembali tampak sudah tidak sabar.Kyai Haji Hasan menghembuskan napas panjangnya.Umi Naima dan Bu Fatimah turut gelisah. Sarah belum diperbolehkan keluar jika acara akad nikah belum terlaksana.Keluarga Kyai Haji Hasan yang lainnya sampai berkipas-kipas karena cuaca mulai panas dan terik."Silahkan dimulai, Pak Penghulu. Saya isterinya!" Teriak Ayana dari kejauhan.Wajah Fahmi yang tadinya sempat muram, kini menjadi sedikit lebih sumringah. Jelas saja, power hidup Fahmi ada di diri Ayana.Ayana dan Zidan langsung duduk di deretan keluarga.Hati Ayana sangat berdegup kencang tatkala ia melihat Fahmi telah mengenakan pakaian menikah."Baik, kalau begitu kita mulai saja ya. Apalagi, sudah dihadiri oleh Isteri pertama dari Nak Fahmi." Ucap Penghulu hendak memulai acara akad nikah.Fahmi sempat melihat wajah Ayana yang begitu cantik namun terlihat
"Kamu akan tetap menjadi isteri satu-satunya untukku, sayang." Ucap Fahmi.Ayana menyunggingkan senyumannya.Fahmi kemudian melum*t b*bir Ayana dengan lembut sehingga keduanya berpagut dalam kehangatan yang begitu dalam, keduanya saling membalas satu sama lain untuk terakhir kalinya sebelum Fahmi resmi menjadi suami Sarah.Tok..Tok..Tok.."Fahmi, Ayana! Ayo kita berangkat sekarang!"Suara ketukan pintu Zidan membuyarkan pagutan Fahmi dan Ayana.Ayana tampak berat sekali melepaskan sang suami."Iya, Kak. Sebentar!" Jawab Fahmi dengan suara sedikit tinggi."Ayo, sayang. Kita keluar. Ibu dan Kak Zidan sudah menunggu kita." Ucap Fahmi menarik tangan Ayana."Baik, Mas." Jawab Ayana.Fahmi dan Ayana keluar dari kamar dan segera berjalan menuju parkiran mobil.Dibawah sana sudah ada Bu Fatimah dan juga Zidan yang telah menunggu."Ibu dengan Zidan ya, kalian berdua saja!" Pinta Bu Fatimah kepada Fahmi dan Ayana."Baik, Bu." Jawab kompak dari Fahmi dan Ayana.Semuanya masuk kedalam mobil dan
"Ini kopinya, Kak!" Ucap Ayana berjalan seraya membawa dua cangkir kopi menghampiri Zidan yang telah duduk di sofa empuknya."Syukron Isteri haluku. Bagaimana kalau kita menikmati ini semua di rooftop? Sekalian kita bisa melihat sunrise. Pasti sangat indah sekali. Kamu pasti suka kan?" Ajak Zidan kepada Ayana.Ayana mengangguk dengan melemparkan senyumannya."Ayo, Kak." Jawab Ayana.Zidan berjalan menuju rooftop dan Ayana mengekorinya.Sesampainya di rooftop masih terlihat gelap, hanya matahari sudah mulai menampakan sinarnya dengan malu-malu.Zidan duduk disamping Ayana disebuah kursi panjang yang beralaskan sofa ringan."Masya Allah, indah sekali. Sebentar lagi sunrisenya muncul, Kak." Ucap Ayana dengan wajah sumringah.Zidan tersenyum."Iya, Za. Kita tunggu saja." Jawab Zidan.Keduanya menikmati secangkir kopi dan sarapan yang telah dibuat oleh Ayana."Za, apa rencanamu ketika nanti Fahmi dan Sarah sudah menikah? Apakah kamu akan tetap tinggal dirumah Ibu?" Tanya Zidan kepada Ayana
Zidan menjadi salah tingkah tatkala Ayana menyentuh lengannya.Namun, ia tidak bisa menolaknya. Karena, posisinya Ayana sedang sakit dan butuh bantuannya."Iya, Za. Cepatlah istirahat." Zidan memerintahkan Ayana agar segera beristirahat.Sembari menunggu Ayana terlelap, Zidan meraih laptopnya agar tidak terlalu bosan didalam kamarnya.Selang tiga puluh menit, Ayana telah terlelap akibat pengaruh obat yang mungkin telah beraksi.Zidan pergi meninggalkan Ayana agar Ayana dapat istirahat dengan tenang.***"Selamat malam, Kyai. Apakah mengajinya bisa dimulai sekarang?" Tanya Kamal tatkala berdiri didepan pintu rumah Zidan."Dimulai saja, Kamal. Nanti aku menyusul. Baca do'a pembuka dulu saja." Perintah Zidan seraya membuat teh hangat digelas besar.Kamal sedikit menyipitkan kedua bola matanya."Baik, Kyai. Hmm.. Alafu, Kyai. Apakah dirumah Kyai sedang ada orang?" Tanya Kamal dengan melihat lantai dua yang masih terang karena pancaran sinar lampu.Zidan menghembuskan napasnya, dan segera