"Za, masuk ruangan dulu yuk. Aku sudah membuatkan minuman untukmu." Zidan memanggil Ayana agar segera masuk kedalam ruangannya.Ayana menoleh kearah Zidan dan mengangguk."Iya, Kak." Jawab Ayana.Tampak Kamal dan Agata memperhatikan Ayana bersama dengan Zidan."Tuh, romantis sekali kan? Jarang-jarang Kyai membuatkan minuman untuk Umi. Semua itu karna cinta dan sayang Kyai untuk Umi." Kamal keceplosan kepada Agata.Agata mengerutkan dahinya."Cinta dan sayang, Kyai untuk Umi? Maksudnya apa, Mal?" Tanya Agata dengan penasaran.Deg..!!! "E-ee tidak apa-apa, wajar dong Kyai cinta dan sayang dengan adik iparnya. Namanya kan adik ipar, hehehe." Jawab Kamal dengan raut wajah panik seraya menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.(Aduh, hampir saja keceplosan) Batin Kamal dengan perasaan panik."Oh, begitu. Ya, memang harus seperti itu kalau dengan keluarga!" Sahut Agata yang untungnya tidak mencurigainya.***Hari berganti hari, tibalah hari dimana Zidan menghadiri undangan da
"Sarah ini, baru saja lulus dari Pondok Pesantren di Jawa Timur. Maklum, anaknya pemalu, hehehe." Sahut Kyai Haji Hasan."Oh, masya Allah." Ucap Bu Fatimah.Zidan dan Fahmi hanya mampu membisu, mereka menyimak perbincangan antara Ibunya, Umi Naima dan Kyai Haji Hasan.Sarah sesekali mencuri pandang kepada Fahmi.Nampaknya ia jatuh hati kepada Fahmi.Mengapa tidak dengan Zidan saja?Entahlah, hati manusia tidak ada yang tahu.Mereka tampak berbincang-bincang hingga larut malam."Nah, bagaimana jika Sarah kita nikahkan dengan salah satu Putra Bu Fatimah saja?" Kyai Haji Hasan tiba-tiba saja mengucapkan hal tersebut kepada Bu Fatimah.Sontak, Zidan dan Fahmi saling pandangan secara kompak.Begitu juga Sarah yang tidak kalah terkejut."Bagaimana, Sarah? Kamu bersedia dengan siapa?" Imbuh Umi Naima tanpa menunggu jawaban dari Bu Fatimah.Sarah memberikan kode jika ia tidak dapat menjawabnya saat itu juga."Aku tidak bisa menjawabnya sekarang, Abi, Umi." Jawab Sarah dengan nada suara yang l
"Bisa, sayang. Bisa!" Sahut Fahmi.Ayana pun sedikit bahagia, akhirnya setelah sekian lama, Fahmi akan berkunjung ke Pesantren walaupun nantinya hanya sebentar saja."Aku bilang ke Kak Zidan dulu ya!" Ucap Ayana setengah berlari dengan pakaian gamisnya yang melayang-melayang terkena angin.Fahmi mengangguk.Ayana berjalan menuju dimana Zidan berada.Ternyata Zidan berada di ruang tengah, ia sedang menyiapkan beberapa barang yang akan ia bawa."Kak Zidan!" Panggil Ayana."Ada apa, Za?" Tanya Zidan tanpa mengalihkan pandangannya dari barang-barangnya."Aku hari ini tidak menumpang kamu, Kak. Aku akan diantar oleh Mas Fahmi. Tidak apa-apa kan? Mumpung Mas Fahmi bisa antar aku." Ucap Ayana dengan semangat."Oke." Zidan menanggapi dengan sikap dingin.Sepertinya ia tidak ikhlas jika Ayana bersama dengan Fahmi.Ayana segera menaiki anak tangga kembali. Sepeninggal Ayana, Zidan baru menoleh ke arah langkah Ayana yang hampir tidak terlihat karena telah masuk kedalam kamarnya.Zidan menarik na
"Ya sudah, maaf! Lain kali aku akan meminta izin pada Kakak." Jawab Ayana dengan nada mulai melemah. Ia tidak ingin terjadi perdebatan antara dirinya dan Zidan kembali.Zidan membisu, tidak mengeluarkan kata-kata lagi.Ayana hendak berjalan menjauh dari Zidan dan akan segera duduk di bangkunya.Namun, langkahnya terhenti ketika tangannya ditarik oleh Zidan.Tubuh Ayana terhempas dan masuk kedalam pelukan Zidan.Zidan memeluk tubuh Ayana dengan erat."Jangan membuat aku khawatir lagi, Za!" Zidan mengungkapkan bahwa ia tidak ingin Ayana membuatnya khawatir.Ayana mendengus kesal kemudian mendorong tubuh Zidan dan memberontak agar terlepas dari pelukan Zidan.Tatapannya tajam menatap Zidan dengan rasa tidak suka diperlakukan secara tiba-tiba oleh Zidan."Ih, apa sih, Kak? Main peluk-peluk saja. Kita ini bukan mahrom. Tidak baik begini. Bagaimana kalau ada yang lihat? Bisa menimbulkan fitnah! Aku tidak suka kak Zidan begini!" Sungut Ayana kesal. Ia langsung menjauh dari Zidan.Ayana berja
"Hasilnya mengarah kepada putra bungsu Bu Fatimah, Bu." Ungkap Kyai Haji Hasan.Jegerrrrrr....!!!! Bu Fatimah bagaikan tersambar petir. Hatinya teriris dan merasa tercabik-cabik. Mendengar apa dari hasil petunjuk yang mengarah kepada Putra bungsunya, yaitu Fahmi.Mengapa harus Fahmi? Mengapa tidak kepada Zidan saja? Mengapa harus membuat sakit hati kepada antara beberapa pihak?Bu Fatimah seketika terlihat gemetaran, tubuhnya lemas terasa kakinya ingin merosot ke lantai."Putra bungsu? Berarti itu adalah Fahmi, Kyai?" Tanya Bu Fatimah kembali untuk memastikan."Betul, Bu Fatimah. Apakah ada waktu untuk kita bertemu membicarakan lebih lanjut?" Kyai Haji Hasan sepertinya ingin mensegerakan proses ta'aruf antara Sarah dan Fahmi."Nanti akan saya atur kembali jadwalnya ya, Kyai. Karena, Fahmi sangat sibuk sekali dengan pekerjaannya." Jelas Bu Fatimah."Memangnya, nak Fahmi pekerjaannya apa, Bu Fatimah?" Tanya Kyai Haji Hasan dengan penasaran."Dia seorang Pilot disalah satu maskapai tern
"Lalu, Ayana sedang apa?" Tanya Fahmi."Ayana masih mengajar. Jadi, dia tidak tahu kalau aku pergi." Jelas Zidan."Alhamdulillah, kalau begitu, Kak." Sahut Fahmi dengan perasaan sedikit lega.Zidan menatap wajah Fahmi yang sedikit murung. Dalam hatinya, ia kasihan pada adiknya. Mengapa Fahmi akan menanggung tanggungjawab yang begitu berat diusia yang masih begitu muda."Apakah tidak sebaiknya kita beritahukan kepada Ayana terkait hal ini?" Saran Zidan kepada Fahmi."Jangan, Kak. Jangan dulu! Aku belum siap. Aku tidak ingin membuat Ayana terluka." Tolak Fahmi secara terang-terangan."Tapi, Fahmi. Alangkah baiknya kita beritahukan kepada Ayana. Supaya Ayana mengetahuinya sejak dini, dan barangkali Ayana bisa memberikan solusi untuk jalan keluarnya." Jelas Zidan kembali."Kak, please! Jangan dulu ya. Aku benar-benar belum siap." Fahmi memohon kepada Zidan.Zidan pun tidak dapat berkutik dan bertindak lebih jauh. Karena, titik permasalahannya ada pada Fahmi."Ya sudah, kalau begitu kamu s
"Tidak ada apa-apa, Za. Aku hanya bertanya saja. Sudah, kamu istirahat ya. Atau memang benar kamu ingin menemani aku tidur dikamarku?" Zidan memandang wajah Ayana dengan penuh makna.Ayana menggelengkan kepalanya. Ayana masih terus mematung dengan pikiran penuh dengan tanda tanya.Melihat Ayana tidak meresponnya, Zidan langsung menggendong tubuh Ayana dan membawanya ke kamar Ayana."Kakak kebiasaan, mengapa menggendongku?" Protes Ayana kembali.Zidan tidak menjawab, ia terus melangkahkan kakinya menuju kamar Ayana yang tidak jauh dari kamarnya.Sesampainya dikamar Ayana, Zidan membaringkan tubuh Ayana dengan sangat hati-hati."Tidur ya, selamat malam isteri haluku sayang." Bisik Zidan dengan memandang Ayana penuh dengan makna terdalam.Ayana memandang lekat manik-manik Zidan, kemudian ia tersenyum."Hahaha, tidak jelas! Halu sekali kamu, Kak. Sudahlah, aku ingin istirahat. Kakak juga segera istirahat sana. Jangan lupa pintunya ditutup ya." Ayana tertawa dengan memerintah Zidan agar se
"Bagus sih, Kak. Aku setuju. Supaya nanti bisa lebih berkembang." Jawab Ayana."Good! Aku juga inginnya seperti itu, terus mendampingi aku ya, Za. Karena, aku akan terus membutuhkan kamu sampai kapanpun." Ucap Zidan memandang wajah Ayana."Iya, Kak. Santai saja. Oh iya, ada yang ingin aku katakan.""Katakanlah!""Sepertinya, aku membutuhkan pengajar wanita tambahan, Kak. Tidak cukup jika hanya aku dan Difa saja. Kita berdua sudah cukup kewalahan. Bagaimana, kalau kakak menambahkan dua pengajar wanita? Atau, satu juga tidak apa-apa sih." Pinta Ayana kepada Zidan.Zidan tampak berpikir sejenak."Hmmm.. Boleh saja. Nanti akan aku carikan kembali. Oh iya, ikut aku sebentar yuk."Ajak Zidan pada Ayana.Zidan mengajak Ayana untuk melihat hasil bangunan rumah Zidan yang telah jadi."Wah, aku jarang sekali menengoknya. Ternyata, rumah kak Zidan sudah jadi ya. Bagus pula. Beruntung nanti Isteri Kak Zidan. Jadi, pingin punya rumah juga." Celetuk Ayana membuat Zidan memicingkan matanya."Kamu ju
"Baik, Umi." Jawab Indah.Belum sempat Ayana berkata kembali, datanglah Zidan memanggil Ayana. Yang rupanya sejak tadi memperhatikan cara Ayana menyelesaikan masalah bersama santriwatinya."Za, ikut aku sebentar!" Panggil Zidan kepada Ayana.Sontak, Ayana dan para santriwati menoleh kearah Zidan.Yang lainnya menunduk hingga nanti Zidan pergi meninggalkan area tersebut.Sedangkan, Ayana bangkit dari posisinya."Saya tinggal dulu ya!" Ucap Ayana seraya berjalan meninggalkan semuanya.Ayana berjalan menghampiri Zidan."Ada apa, Kak?" Tanya Ayana."Ikut aku ke rumah sebentar." Ajak Zidan kepada Ayana seketika berjalan menuju rumahnya.Ayana berjalan mengekori Zidan.Disepanjang perjalanan, tidak sengaja Ayana bertemu dengan Zayn.Tatapan Zayn memiliki arti yang mendalam.Ia melemparkan senyuman kepada Ayana.Zayn berjalan menuju ruangan Kamal."Bang Kamal! Bang, yang berjalan bersama Kyai Zidan siapa, bang?" Tanya Zayn dengan penasaran.Kamal yang tengah mengecek project nya, seketika me
"Siap, Kak." Jawab Ayana seraya meletakkan gelas kosong di meja."Ya sudah, kita sarapan sekarang. Setelah itu kita berangkat ke Pesantren. Aku rindu rumahku, apakah kamu berminat untuk menginap di rumah ku lagi?" Goda Zidan kembali.Ayana menghembuskan napasnya."Tidak, Kak. Terima kasih!" Jawab Ayana berlalu mengambil dua piring dan menyiapkan makanan untuk disediakan di meja makan.Zidan tersenyum dengan kekehannya. Matanya terus memandangi gadis yang sangat ia sayangi."Za, apakah kamu berani sendirian di rumah jika Fahmi, Ibu dan Sarah belum juga kunjung pulang ke rumah?" Tanya Zidan kembali."Insya Allah aku berani! Tinggal kunci semua nya, aku pasti berani." Jawab Ayana seraya menuangkan air mineral kedalam gelas panjang."Yakin? Kamu apakah sudah dengar cerita halaman belakang yang sangat sepi dan angker itu?" Ucap Zidan mulai menakut-nakuti Ayana.Sontak, Ayana langsung melebarkan matanya dan merasa merinding semua bulunya."Maksudnya, Kak? Kakak jangan menakut-nakuti begitu
"Sayang, mengapa aku ditinggal tidur sendirian di bawah? Kamu jahat deh." Gumamnya yang merasa ia memeluk tubuh Fahmi karena ia tidak menyadarinya.Zidan pun juga tidak menyadari bahwa Ayana telah memeluk dirinya. Ia pun menggeliat dan membalas pelukan Ayana. Ia memeluk Ayana dengan begitu erat yang ia pikir itu adalah gulingnya.Malam semakin larut, keduanya tampak hangat dan dekat sekali.Hingga pada akhirnya, Zidan terbangun karena hendak merasakan ingin buang air kecil.Betapa terkejutnya ia tatkala membuka matanya dan menyadari bahwa dirinya sedang memeluk tubuh Ayana dan mengeloni Ayana.Kedua matanya terbuka lebar."Ya Allah, Za! Mengapa kamu ada disini?" Tanya Zidan dengan membangunkan Ayana.Kemudian Ayana membuka matanya dengan sedikit mengerjapkan kedua matanya.Ayana tidak kalah terkejut ketika dirinya tengah berpelukan dengan Zidan"Kak Zidan? Mengapa kakak memeluk aku?" Tanya Ayana dengan cepat melepaskan pelukan Zidan.Zidan mengerutkan dahinya."Tunggu, tunggu! Seperti
"Tidak! Aku tidak ingin berpacaran. Aku mau nya langsung menikah saja!" Tegas Difa kemudian."Kalau begitu, menikah saja yuk!" Ajak Kamal kepada Difa.Sontak Difa mendengus kesal dan membuka matanya lebar-lebar seolah ingin menerkam Kamal saat itu juga."Kamal! Ish.. Tidak perlu aneh-aneh deh!" Jawab Difa kemudian."Lho, aku serius kalau memang kamu mau, Difa." Ucap Kamal.Difa bangkit dari posisinya."Sudahlah, aku pergi saja!" Ucap Difa seraya pergi meninggalkan Kamal begitu saja."Difa! Difa! Jadi tidak mau nih?" Tanya Kamal dengan nada meninggi.Namun, tidak ada respon dari Difa. Rupanya Difa telah menghilang dari pandangan Kamal.Kamal pun terkekeh."Difa.. Difaa.. Lucu sekali kamu." Gumam Kamal.***"Za, apakah kamu berani sendirian di rumah?" Tanya Zidan tatkala mengantarkan Ayana masuk kedalam rumah Bu Fatimah."Insya Allah berani, Kak. Apa yang harus ditakuti? Kan kata Kak Zidan aku harus menjadi wanita yang kuat dan pemberani." Jawab Ayana melangkahkan kakinya.Ia sempat mel
"Aku mau pulang! Kalau kakak tidak bisa mengantarkan aku pulang, aku akan pulang sendiri!" Ucap Ayana bangkit dari posisinya.Tatkala ia hendak melangkahkan kakinya, dengan cepat Zidan menarik pergelangan tangan Ayana."Oke, kita pulang sekarang! Hapus air mata kamu!" Ajak Zidan menarik tangan Ayana.Ayana mengekori langkah Zidan.Sesampainya di rumah Kyai Haji Hasan, semuanya tampak berbahagia dan bercengkrama.Namun, tidak bagi Fahmi. Ia terus mengkhawatirkan perasaan Ayana.Sarah telah berada didekatnya.Tampak dari kejauhan Ayana dan Zidan berjalan menghampirinya."Fahmi, aku izin membawa pulang Ayana ya!" Ucap Zidan berbisik kepada Fahmi.Fahmi yang tengah duduk dikelilingi oleh keluarga besar Kyai Haji Hasan pun tidak dapat banyak komentar."Kenapa pulang?" Tanya Fahmi."Ayana ingin pulang, dia tidak bisa berlama-lama disini." Jawab Zidan kembali dengan suara berbisik-bisik.Mata Fahmi tertuju kepada Ayana. Ayana mendekati Fahmi."Mas, aku izin pulang ya. Selamat berbahagia ya,
"Bagaimana, Nak Fahmi? Saya harus menunggu berapa lama lagi? Masih ada urusan di tempat lain juga, saya tidak bisa berlama-lama." Ucap penghulu kembali tampak sudah tidak sabar.Kyai Haji Hasan menghembuskan napas panjangnya.Umi Naima dan Bu Fatimah turut gelisah. Sarah belum diperbolehkan keluar jika acara akad nikah belum terlaksana.Keluarga Kyai Haji Hasan yang lainnya sampai berkipas-kipas karena cuaca mulai panas dan terik."Silahkan dimulai, Pak Penghulu. Saya isterinya!" Teriak Ayana dari kejauhan.Wajah Fahmi yang tadinya sempat muram, kini menjadi sedikit lebih sumringah. Jelas saja, power hidup Fahmi ada di diri Ayana.Ayana dan Zidan langsung duduk di deretan keluarga.Hati Ayana sangat berdegup kencang tatkala ia melihat Fahmi telah mengenakan pakaian menikah."Baik, kalau begitu kita mulai saja ya. Apalagi, sudah dihadiri oleh Isteri pertama dari Nak Fahmi." Ucap Penghulu hendak memulai acara akad nikah.Fahmi sempat melihat wajah Ayana yang begitu cantik namun terlihat
"Kamu akan tetap menjadi isteri satu-satunya untukku, sayang." Ucap Fahmi.Ayana menyunggingkan senyumannya.Fahmi kemudian melum*t b*bir Ayana dengan lembut sehingga keduanya berpagut dalam kehangatan yang begitu dalam, keduanya saling membalas satu sama lain untuk terakhir kalinya sebelum Fahmi resmi menjadi suami Sarah.Tok..Tok..Tok.."Fahmi, Ayana! Ayo kita berangkat sekarang!"Suara ketukan pintu Zidan membuyarkan pagutan Fahmi dan Ayana.Ayana tampak berat sekali melepaskan sang suami."Iya, Kak. Sebentar!" Jawab Fahmi dengan suara sedikit tinggi."Ayo, sayang. Kita keluar. Ibu dan Kak Zidan sudah menunggu kita." Ucap Fahmi menarik tangan Ayana."Baik, Mas." Jawab Ayana.Fahmi dan Ayana keluar dari kamar dan segera berjalan menuju parkiran mobil.Dibawah sana sudah ada Bu Fatimah dan juga Zidan yang telah menunggu."Ibu dengan Zidan ya, kalian berdua saja!" Pinta Bu Fatimah kepada Fahmi dan Ayana."Baik, Bu." Jawab kompak dari Fahmi dan Ayana.Semuanya masuk kedalam mobil dan
"Ini kopinya, Kak!" Ucap Ayana berjalan seraya membawa dua cangkir kopi menghampiri Zidan yang telah duduk di sofa empuknya."Syukron Isteri haluku. Bagaimana kalau kita menikmati ini semua di rooftop? Sekalian kita bisa melihat sunrise. Pasti sangat indah sekali. Kamu pasti suka kan?" Ajak Zidan kepada Ayana.Ayana mengangguk dengan melemparkan senyumannya."Ayo, Kak." Jawab Ayana.Zidan berjalan menuju rooftop dan Ayana mengekorinya.Sesampainya di rooftop masih terlihat gelap, hanya matahari sudah mulai menampakan sinarnya dengan malu-malu.Zidan duduk disamping Ayana disebuah kursi panjang yang beralaskan sofa ringan."Masya Allah, indah sekali. Sebentar lagi sunrisenya muncul, Kak." Ucap Ayana dengan wajah sumringah.Zidan tersenyum."Iya, Za. Kita tunggu saja." Jawab Zidan.Keduanya menikmati secangkir kopi dan sarapan yang telah dibuat oleh Ayana."Za, apa rencanamu ketika nanti Fahmi dan Sarah sudah menikah? Apakah kamu akan tetap tinggal dirumah Ibu?" Tanya Zidan kepada Ayana
Zidan menjadi salah tingkah tatkala Ayana menyentuh lengannya.Namun, ia tidak bisa menolaknya. Karena, posisinya Ayana sedang sakit dan butuh bantuannya."Iya, Za. Cepatlah istirahat." Zidan memerintahkan Ayana agar segera beristirahat.Sembari menunggu Ayana terlelap, Zidan meraih laptopnya agar tidak terlalu bosan didalam kamarnya.Selang tiga puluh menit, Ayana telah terlelap akibat pengaruh obat yang mungkin telah beraksi.Zidan pergi meninggalkan Ayana agar Ayana dapat istirahat dengan tenang.***"Selamat malam, Kyai. Apakah mengajinya bisa dimulai sekarang?" Tanya Kamal tatkala berdiri didepan pintu rumah Zidan."Dimulai saja, Kamal. Nanti aku menyusul. Baca do'a pembuka dulu saja." Perintah Zidan seraya membuat teh hangat digelas besar.Kamal sedikit menyipitkan kedua bola matanya."Baik, Kyai. Hmm.. Alafu, Kyai. Apakah dirumah Kyai sedang ada orang?" Tanya Kamal dengan melihat lantai dua yang masih terang karena pancaran sinar lampu.Zidan menghembuskan napasnya, dan segera