"Dan sekarang, kamu baru akan memperjuangkannya? Semua sudah terlambat, aku sudah menjadi milik orang lain. Aku mohon, lupakan saja perasaanmu terhadapku. Aku akan fokus pada keluarga kecilku." Imbuh Ayana kembali.Zidan membisu, lagi-lagi ia menyesalinya. Nasi sudah menjadi bubur, tidak mungkin waktu dapat diputar kembali."Aku akan menunggu kamu sampai kapanpun! Aku berjanji kepadamu!" Ungkap Zidan dengan perasaan yang teramat dalam.Ayana menghela napasnya. Ia membuang mukanya kembali."Cukup! Menjauhlah dariku!" Sentak Ayana kepada Zidan.Zidan mengangguk perlahan tanda mengerti apa yang dimaksudkan oleh Ayana."Baiklah, Ayana Zahira! Aku akan turuti kemauan kamu. Tapi, jangan pernah salahkan aku jika suatu saat aku akan bertindak lebih nekat dari apa yang kamu bayangkan, demi mendapatkan kamu!" Tegas Zidan kepada Ayana.Ayana seketika menoleh kearah Zidan.Tatapan mata keduanya begitu tajam."Apa kamu bilang?" Tanya Ayana dengan penuh kebingungan.Apa yang sudah diucapkan oleh Zi
"Entahlah, Mal. Aku ingin menebus kesalahanku dengan cara merawatnya. Namun, Ayana sepertinya marah denganku." Jelas Zidan kembali.Kamal merasa iba terhadap apa yang menimpa Zidan dan Ayana."Yang sabar ya, Kyai. Semoga keadaannya segera membaik. Kalau ada apa-apa, bisa segera menghubungiku, Kyai." Pinta Kamal kepada Zidan."Siap, Mal. Aku jalan dulu ya. Titip Pesantren, assalamu'alaikum." Zidan kemudian masuk kedalam mobilnya dan segera melaju dengan kecepatan sedang."Astaghfirullah, Umi. Semoga lekas pulih kembali." Ucap lirih Kamal."Ada apa, Kamal?" Tanya Difa yang tiba-tiba datang menemuinya.Kamal yang memperhatikan kepergian mobil Zidan, kemudian tersentak ketika mengetahui Difa telah berdiri didekatnya."Hmmm.. Umi semalam terserempet mobil, Difa. Kasihan sekali Umi." Jelas Kamal."Ya Allah, pantas saja Kyai sampai izin untuk beberapa waktu karena ternyata Umi sedang mendapatkan musibah seperti itu." Sahut Difa."Ya sudah, setelah mengajar, kita lanjutkan kembali obralan kit
"Hari ini? Tapi, tugas sedang banyak-banyaknya, Difa. Bagaimana dong?" Jawab Kamal."Ih, sebentar saja kok. Tidak enak lah, masa kita sebagai karyawannya, tidak langsung menjenguk. Tidak akan makan waktu banyak juga, yang penting kita sudah hadir menjenguk, pasti Umi akan senang melihat kedatangan kita." Difa sedang membujuk dan sedikit mencoba memberikan penjelasan kepada Kamal.Kamal tampak berpikir sejenak."Ya sudah deh, nanti aku bilang sama yang lain. Nanti sore saja ya menjenguknya." Jawab Kamal"Baiklah, Kamal. Terima kasih, aku lanjut mengajar ya." Sahut Difa dengan melangkahkan kakinya menuju madrasah para santriwati."Iya, Difa." Kamal yang hendak melanjutkan pekerjaannya, mengurungkan niatnya ketika tiba-tiba ada seorang perempuan berpakaian syar'i datang berkunjung ke Pesantrennya."Assalamu'alaikum, betulkah ini Pesantren Ar-Rahman yang di asuh oleh Kyai Zidan Amar, anak dari Ibu Fatimah?"Kamal berdiri dan menyambutnya."Wa'alaikumsalam, betul. Mohon maaf Ukhti, dengan
"Eh, ini aku habis membeli gorengan dan cemilan. Dibuka, Mal. Mumpung masih panas." Perintah Zidan kepada Kamal."Siap, Kyai." Sahut Kamal.Semuanya tampak berbincang-bincang dan asyik dalam obrolannya.Ayana menjadi terhibur dan tidak jenuh lagi ketika di Rumah Sakit."Kak, aku mau dong! Sepertinya enak." Ucap Ayana ketika melihat semuanya tengah menikmati gorengan dan beberapa cemilan yang dibawa oleh Zidan.Zidan menoleh ke arah Ayana."Jangan, Za. Aku kan sudah bilang, tahan dulu. Kamu harus sehat dulu baru bisa makan yang aneh-aneh." Jawab Zidan.Kamal, Agata, Amir dan Difa tampak menyimak.Ayana bersungut kesal."Sedikit saja, Kak. Sedikit saja. Please." Bujuk Ayana kembali.Zidan kemudian mengambil kentang goreng yang berada didalam cup kecil.Ia berdiri lalu berjalan menghampiri Ayana. Zidan merasa sedikit iba jika Ayana sudah memohonnya."Janji ya, sedikit saja?" Ucap Zidan ketika berdiri didekat Ayana.Ayana mengangguk dengan cepat.Zidan kemudian mengambil sebuah kentang go
"Za, masuk ruangan dulu yuk. Aku sudah membuatkan minuman untukmu." Zidan memanggil Ayana agar segera masuk kedalam ruangannya.Ayana menoleh kearah Zidan dan mengangguk."Iya, Kak." Jawab Ayana.Tampak Kamal dan Agata memperhatikan Ayana bersama dengan Zidan."Tuh, romantis sekali kan? Jarang-jarang Kyai membuatkan minuman untuk Umi. Semua itu karna cinta dan sayang Kyai untuk Umi." Kamal keceplosan kepada Agata.Agata mengerutkan dahinya."Cinta dan sayang, Kyai untuk Umi? Maksudnya apa, Mal?" Tanya Agata dengan penasaran.Deg..!!! "E-ee tidak apa-apa, wajar dong Kyai cinta dan sayang dengan adik iparnya. Namanya kan adik ipar, hehehe." Jawab Kamal dengan raut wajah panik seraya menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.(Aduh, hampir saja keceplosan) Batin Kamal dengan perasaan panik."Oh, begitu. Ya, memang harus seperti itu kalau dengan keluarga!" Sahut Agata yang untungnya tidak mencurigainya.***Hari berganti hari, tibalah hari dimana Zidan menghadiri undangan da
"Sarah ini, baru saja lulus dari Pondok Pesantren di Jawa Timur. Maklum, anaknya pemalu, hehehe." Sahut Kyai Haji Hasan."Oh, masya Allah." Ucap Bu Fatimah.Zidan dan Fahmi hanya mampu membisu, mereka menyimak perbincangan antara Ibunya, Umi Naima dan Kyai Haji Hasan.Sarah sesekali mencuri pandang kepada Fahmi.Nampaknya ia jatuh hati kepada Fahmi.Mengapa tidak dengan Zidan saja?Entahlah, hati manusia tidak ada yang tahu.Mereka tampak berbincang-bincang hingga larut malam."Nah, bagaimana jika Sarah kita nikahkan dengan salah satu Putra Bu Fatimah saja?" Kyai Haji Hasan tiba-tiba saja mengucapkan hal tersebut kepada Bu Fatimah.Sontak, Zidan dan Fahmi saling pandangan secara kompak.Begitu juga Sarah yang tidak kalah terkejut."Bagaimana, Sarah? Kamu bersedia dengan siapa?" Imbuh Umi Naima tanpa menunggu jawaban dari Bu Fatimah.Sarah memberikan kode jika ia tidak dapat menjawabnya saat itu juga."Aku tidak bisa menjawabnya sekarang, Abi, Umi." Jawab Sarah dengan nada suara yang l
"Bisa, sayang. Bisa!" Sahut Fahmi.Ayana pun sedikit bahagia, akhirnya setelah sekian lama, Fahmi akan berkunjung ke Pesantren walaupun nantinya hanya sebentar saja."Aku bilang ke Kak Zidan dulu ya!" Ucap Ayana setengah berlari dengan pakaian gamisnya yang melayang-melayang terkena angin.Fahmi mengangguk.Ayana berjalan menuju dimana Zidan berada.Ternyata Zidan berada di ruang tengah, ia sedang menyiapkan beberapa barang yang akan ia bawa."Kak Zidan!" Panggil Ayana."Ada apa, Za?" Tanya Zidan tanpa mengalihkan pandangannya dari barang-barangnya."Aku hari ini tidak menumpang kamu, Kak. Aku akan diantar oleh Mas Fahmi. Tidak apa-apa kan? Mumpung Mas Fahmi bisa antar aku." Ucap Ayana dengan semangat."Oke." Zidan menanggapi dengan sikap dingin.Sepertinya ia tidak ikhlas jika Ayana bersama dengan Fahmi.Ayana segera menaiki anak tangga kembali. Sepeninggal Ayana, Zidan baru menoleh ke arah langkah Ayana yang hampir tidak terlihat karena telah masuk kedalam kamarnya.Zidan menarik na
"Ya sudah, maaf! Lain kali aku akan meminta izin pada Kakak." Jawab Ayana dengan nada mulai melemah. Ia tidak ingin terjadi perdebatan antara dirinya dan Zidan kembali.Zidan membisu, tidak mengeluarkan kata-kata lagi.Ayana hendak berjalan menjauh dari Zidan dan akan segera duduk di bangkunya.Namun, langkahnya terhenti ketika tangannya ditarik oleh Zidan.Tubuh Ayana terhempas dan masuk kedalam pelukan Zidan.Zidan memeluk tubuh Ayana dengan erat."Jangan membuat aku khawatir lagi, Za!" Zidan mengungkapkan bahwa ia tidak ingin Ayana membuatnya khawatir.Ayana mendengus kesal kemudian mendorong tubuh Zidan dan memberontak agar terlepas dari pelukan Zidan.Tatapannya tajam menatap Zidan dengan rasa tidak suka diperlakukan secara tiba-tiba oleh Zidan."Ih, apa sih, Kak? Main peluk-peluk saja. Kita ini bukan mahrom. Tidak baik begini. Bagaimana kalau ada yang lihat? Bisa menimbulkan fitnah! Aku tidak suka kak Zidan begini!" Sungut Ayana kesal. Ia langsung menjauh dari Zidan.Ayana berja
"Abi, pikirkan Sarah juga dong, Bi. Sarah itu kan anak kita satu-satunya. Isteri Fahmi itu kan hanya anak angkat Kyai Akbar, bukan anak kandung. Lagi pula, tidak masalah jika dipoligami. Karena di agama kita sendiripun membolehkannya jika memang ada alasan yang kuat." Tegas Umi Naima."Umi, janganlah bicara seperti itu. Tidak baik. Kita harus mengambil jalur tengah, Mi. Jangan hanya ingin mencari keuntungan secara sepihak. Apalagi sampai merugikan orang lain. Ada baiknya, kita harus berdiskusi kembali. Tidak boleh mengambil keputusan sendiri." Kyai Haji Hasan kembali mempertegas kepada Umi Naima."Ya sudahlah kalau begitu, Bi." Jawab Umi Naima."Ya sudah, sebaiknya Umi buatkan cemilan untuk Abi." Pinta Kyai Haji Hasan pada Umi Naima."Baiklah." Sahut Umi Naima seraya beranjak dari tempat duduknya dan segera pergi meninggalkan Kyai Haji Hasan diteras rumahnya.***"Za, rotinya dimakan dulu. Dari tadi kamu belum sarapan. Menyentuhnya saja tidak." Perintah Zidan kepada Ayana.Ayana sedan
"Kak, apakah yang harus aku lakukan?" Tanya Ayana dengan terus menangis dan tidak bisa menghentikan air matanya yang terus mengalir.Zidan kemudian memeluk tubuh Ayana untuk sekedar menenangkannya. Namun, Ayana membalas pelukan itu dengan begitu erat. Ia meluapkan semua perasaan kecewanya. Ia menangis lebih histeris."Menangislah, Za. Jika itu bisa menghilangkan uneg-uneg kamu." Bisik Zidan didekat telinga Ayana.Zidan mengusap lembut punggung Ayana. Ayana terlena akan pelukan hangat dari Zidan."Kak, beri aku waktu untuk aku berpikir ya. Aku akan melakukan sholat istikharah untuk mengambil keputusan ini." Ucap Ayana dengan nada terbata-bata.Zidan mengangguk."Kak, tolong besok antarkan aku ke rumah Kyai Akbar dan Umi Farida. Aku rindu kepada mereka." Ucap Ayana.Zidan mengerutkan dahinya, ia melepaskan pelukan Ayana. Ia memandang wajah Ayana dengan lekat."Apakah kamu ingin mengadukan semua ini kepada beliau?" Tanya Zidan."Aku belum tahu, yang jelas aku ingin bertemu dengan mereka.
"Bu, aku tidak bisa. Mau bagaimana pun aku tidak bisa, mengapa tidak Kak Zidan saja sih? Aku sudah mempunyai Isteri, Bu." Jawab Fahmi dengan sudut matanya yang sudah terasa panas.Emosinya tidak stabil."Bu, sudahlah. Tolak saja. Aku yakin mereka pasti akan mengerti. Masalah Sarah biarkan mereka yang mengendalikannya. Bukan kita akan memutuskan tali silaturahim kita kepada Kyai dan Umi. Tapi, kita juga bingung, Bu. Dan belum tentu juga andai mereka menikah, Sarah bisa langsung memberikan keturunan untuk Fahmi. Kalau sama halnya seperti Ayana bagaimana, Bu? Ayana dan Fahmi itu sama-sama sehat, mungkin memang belum saatnya saja mereka diberikan amanah!" Tegas Zidan.Gubraaakkkk..!!!!! "Hiksss... Hiksss..." Tangis Ayana pecah ketika mengetahui akan semuanya. Ia membanting pintu dengan begitu kencang.Dadanya terasa sakit dan sesak, sampai ia sKesulitan bernafas."Ayana, Fahmi! Seperti ia mendengar semuanya!" Ucap Zidan dengan begitu panik."Astaghfirullah, Ya Allah. Mengapa Ayana harus
"Bagus sih, Kak. Aku setuju. Supaya nanti bisa lebih berkembang." Jawab Ayana."Good! Aku juga inginnya seperti itu, terus mendampingi aku ya, Za. Karena, aku akan terus membutuhkan kamu sampai kapanpun." Ucap Zidan memandang wajah Ayana."Iya, Kak. Santai saja. Oh iya, ada yang ingin aku katakan.""Katakanlah!""Sepertinya, aku membutuhkan pengajar wanita tambahan, Kak. Tidak cukup jika hanya aku dan Difa saja. Kita berdua sudah cukup kewalahan. Bagaimana, kalau kakak menambahkan dua pengajar wanita? Atau, satu juga tidak apa-apa sih." Pinta Ayana kepada Zidan.Zidan tampak berpikir sejenak."Hmmm.. Boleh saja. Nanti akan aku carikan kembali. Oh iya, ikut aku sebentar yuk."Ajak Zidan pada Ayana.Zidan mengajak Ayana untuk melihat hasil bangunan rumah Zidan yang telah jadi."Wah, aku jarang sekali menengoknya. Ternyata, rumah kak Zidan sudah jadi ya. Bagus pula. Beruntung nanti Isteri Kak Zidan. Jadi, pingin punya rumah juga." Celetuk Ayana membuat Zidan memicingkan matanya."Kamu ju
"Tidak ada apa-apa, Za. Aku hanya bertanya saja. Sudah, kamu istirahat ya. Atau memang benar kamu ingin menemani aku tidur dikamarku?" Zidan memandang wajah Ayana dengan penuh makna.Ayana menggelengkan kepalanya. Ayana masih terus mematung dengan pikiran penuh dengan tanda tanya.Melihat Ayana tidak meresponnya, Zidan langsung menggendong tubuh Ayana dan membawanya ke kamar Ayana."Kakak kebiasaan, mengapa menggendongku?" Protes Ayana kembali.Zidan tidak menjawab, ia terus melangkahkan kakinya menuju kamar Ayana yang tidak jauh dari kamarnya.Sesampainya dikamar Ayana, Zidan membaringkan tubuh Ayana dengan sangat hati-hati."Tidur ya, selamat malam isteri haluku sayang." Bisik Zidan dengan memandang Ayana penuh dengan makna terdalam.Ayana memandang lekat manik-manik Zidan, kemudian ia tersenyum."Hahaha, tidak jelas! Halu sekali kamu, Kak. Sudahlah, aku ingin istirahat. Kakak juga segera istirahat sana. Jangan lupa pintunya ditutup ya." Ayana tertawa dengan memerintah Zidan agar se
"Lalu, Ayana sedang apa?" Tanya Fahmi."Ayana masih mengajar. Jadi, dia tidak tahu kalau aku pergi." Jelas Zidan."Alhamdulillah, kalau begitu, Kak." Sahut Fahmi dengan perasaan sedikit lega.Zidan menatap wajah Fahmi yang sedikit murung. Dalam hatinya, ia kasihan pada adiknya. Mengapa Fahmi akan menanggung tanggungjawab yang begitu berat diusia yang masih begitu muda."Apakah tidak sebaiknya kita beritahukan kepada Ayana terkait hal ini?" Saran Zidan kepada Fahmi."Jangan, Kak. Jangan dulu! Aku belum siap. Aku tidak ingin membuat Ayana terluka." Tolak Fahmi secara terang-terangan."Tapi, Fahmi. Alangkah baiknya kita beritahukan kepada Ayana. Supaya Ayana mengetahuinya sejak dini, dan barangkali Ayana bisa memberikan solusi untuk jalan keluarnya." Jelas Zidan kembali."Kak, please! Jangan dulu ya. Aku benar-benar belum siap." Fahmi memohon kepada Zidan.Zidan pun tidak dapat berkutik dan bertindak lebih jauh. Karena, titik permasalahannya ada pada Fahmi."Ya sudah, kalau begitu kamu s
"Hasilnya mengarah kepada putra bungsu Bu Fatimah, Bu." Ungkap Kyai Haji Hasan.Jegerrrrrr....!!!! Bu Fatimah bagaikan tersambar petir. Hatinya teriris dan merasa tercabik-cabik. Mendengar apa dari hasil petunjuk yang mengarah kepada Putra bungsunya, yaitu Fahmi.Mengapa harus Fahmi? Mengapa tidak kepada Zidan saja? Mengapa harus membuat sakit hati kepada antara beberapa pihak?Bu Fatimah seketika terlihat gemetaran, tubuhnya lemas terasa kakinya ingin merosot ke lantai."Putra bungsu? Berarti itu adalah Fahmi, Kyai?" Tanya Bu Fatimah kembali untuk memastikan."Betul, Bu Fatimah. Apakah ada waktu untuk kita bertemu membicarakan lebih lanjut?" Kyai Haji Hasan sepertinya ingin mensegerakan proses ta'aruf antara Sarah dan Fahmi."Nanti akan saya atur kembali jadwalnya ya, Kyai. Karena, Fahmi sangat sibuk sekali dengan pekerjaannya." Jelas Bu Fatimah."Memangnya, nak Fahmi pekerjaannya apa, Bu Fatimah?" Tanya Kyai Haji Hasan dengan penasaran."Dia seorang Pilot disalah satu maskapai tern
"Ya sudah, maaf! Lain kali aku akan meminta izin pada Kakak." Jawab Ayana dengan nada mulai melemah. Ia tidak ingin terjadi perdebatan antara dirinya dan Zidan kembali.Zidan membisu, tidak mengeluarkan kata-kata lagi.Ayana hendak berjalan menjauh dari Zidan dan akan segera duduk di bangkunya.Namun, langkahnya terhenti ketika tangannya ditarik oleh Zidan.Tubuh Ayana terhempas dan masuk kedalam pelukan Zidan.Zidan memeluk tubuh Ayana dengan erat."Jangan membuat aku khawatir lagi, Za!" Zidan mengungkapkan bahwa ia tidak ingin Ayana membuatnya khawatir.Ayana mendengus kesal kemudian mendorong tubuh Zidan dan memberontak agar terlepas dari pelukan Zidan.Tatapannya tajam menatap Zidan dengan rasa tidak suka diperlakukan secara tiba-tiba oleh Zidan."Ih, apa sih, Kak? Main peluk-peluk saja. Kita ini bukan mahrom. Tidak baik begini. Bagaimana kalau ada yang lihat? Bisa menimbulkan fitnah! Aku tidak suka kak Zidan begini!" Sungut Ayana kesal. Ia langsung menjauh dari Zidan.Ayana berja
"Bisa, sayang. Bisa!" Sahut Fahmi.Ayana pun sedikit bahagia, akhirnya setelah sekian lama, Fahmi akan berkunjung ke Pesantren walaupun nantinya hanya sebentar saja."Aku bilang ke Kak Zidan dulu ya!" Ucap Ayana setengah berlari dengan pakaian gamisnya yang melayang-melayang terkena angin.Fahmi mengangguk.Ayana berjalan menuju dimana Zidan berada.Ternyata Zidan berada di ruang tengah, ia sedang menyiapkan beberapa barang yang akan ia bawa."Kak Zidan!" Panggil Ayana."Ada apa, Za?" Tanya Zidan tanpa mengalihkan pandangannya dari barang-barangnya."Aku hari ini tidak menumpang kamu, Kak. Aku akan diantar oleh Mas Fahmi. Tidak apa-apa kan? Mumpung Mas Fahmi bisa antar aku." Ucap Ayana dengan semangat."Oke." Zidan menanggapi dengan sikap dingin.Sepertinya ia tidak ikhlas jika Ayana bersama dengan Fahmi.Ayana segera menaiki anak tangga kembali. Sepeninggal Ayana, Zidan baru menoleh ke arah langkah Ayana yang hampir tidak terlihat karena telah masuk kedalam kamarnya.Zidan menarik na